“AS memanfaatkan istilah terorisme sebagai
instrumen kebijakan standarnya untuk memukul lawan-lawannya dari
kalangan Islam,” ujarnya yang penulis kutip dari Suara Islam edisi 127
(11-25 Shafar 1433 H/ 6-20 Januari 2012 M).
Kompasianers, tak heran, lanjut Chomsky,
dalam prakteknya, Australia dan AS beserta sekutu mereka membuat
definisi sendiri mereka yang disebut teroris, yakni orang berjenggot,
berjubah, bercadar, dan bercelana ngatung, serta di pondokannya terdapat
buku-buku keislaman.
Padahal Kompasianers, berdasarkan
kasus-kasus yang diterima oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak
Kekerasan (Kontras) sepanjang 2010-Juni 2011, telah terjadi 85 kali
kekerasan dengan jumlah korban 373 orang. Kompasianers tahu
siapa yang melakukan ini? Apakah mereka yang berjenggot, berjubah,
bercadar, dan bercelana ngatung, serta di pondokannya terdapat buku-buku
keislaman? Mereka adalah para anggota Republik Maluku Selatan (RMS) dan
aktivis Tentara Pembebasan Nasional (TPN) atau Organisasi Papua Merdeka
(OPM).
Data Kontras yang dirilis pada 29 Juni2011 ini
disebutkan, mereka melakukan aksi terorisme. Dalam 9 kali peristiwa di
Timika pada 2011, belasan aparat keamanan dan pekerja sipil tewas
dibantai TPN/ OPM. Bahkan Kapolsek Puncak jaya, AKP Dominggus Oktavianus
Awes, ditembak saat memantau keamanan Bandara Mulia pada 24 Oktober
2011. Saat itu, tiba-tiba ia disergap dari belakang, dilumpuhkan, dan
ditembak di tempat dalam jarak dekat. Apakah yang menembak itu
berjenggot, berjubah, bercadar, dan bercelana ngatung, serta di
pondokannya terdapat buku-buku keislaman? Sayang sekali, bukan! Mereka
adalah TPN/ OPM. Apakah mereka ditangkap? Sayang sekali, tidak!
Mari Kompasianers ke tempat lain, yakni di
Poso dan Makassar. Tujuah orang yang belum jelas kesalahannya ditembak
mati di tiga tempat berbeda. Lalu, dua orang ditembak beberapa menit
setelah menunaikkan sholat Dhuha di masjid Al Afiah di kompleks Rumah
Sakit Wahidin Sudirohusodo. Mereka semua orang sipil tanpa senjata dan
tidak melakukan kontak senjata dengan petugas. Mereka adalah muslim yang
mati tanpa jelas status yang dituduhkan pada mereka.
Ketidakadilan. Barangkali kata itulah yang menjadi
dasar protes kerja Densus 88. Andai saja dasar operasi Densus 88 bukan
berdasarkan stigma pesanan Australia dan AS, yakni mereka berjenggot,
berjubah, bercadar, dan bercelana ngatung, serta di pondokannya terdapat
buku-buku keislaman adalah teroris, barangkali tak akan ada teriakan
pembubaran Densus 88.
RMS, TPN/ OPM yang jelas-jelas telah membunuh
aparat keamanan dan warga sipil, tidak pernah mendapat tudingan
sebagaimana warga Poso, yakni teroris. Mereka paling-paling disebut
sebagai kriminal bersenjata. Padahal RMS, TPN/ OPM secara
terang-terangan ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Pernyataan Kepala Badan Reserse dan Kriminal
(Bareskrim) Polri Komjen Sutarman, yang penulis kutip dari Republika
hari ini (Kamis, 7 Maret 2013), bahwa intelijen Densus telah mampu
menekan ruang gerak teroris di Indonesia sungguh menggelikan.
“Densus 88 bubar, teroris menang. Jadi, jangan
masyarakat terpancing oleh isu-isu yang membuat Densus 88 layak
dibenci,” kata mantan ajudan Gus Dur ini.
Entahlah, ketika Sutarman membuat pernyataan itu
sudah menggunakan fakta di lapangan. Yang pasti, pada saat Densus 88
menembak mati lima orang di Nusa Tengga Timur (NTT), tepatnya di Bima
dan Dompu, MUI beserta ormas Islam dan LSM setempat membentuk Tim
Pencari Fakta dan Rehabilitasi (TPFR). Hasil fakta atas tewasnya Roy
asal Makassar dan Bahtiar asal Bima, NTB setelah ditembak Densus 88,
tidak membuktikan mereka teroris.
Kompasianers, di Bandung, tulis Media Umat
(Edisi 97, 6-13 Rabiul Awwl 1434 H), Densus 88 menangkap seorang
tersangka teroris bernama Untung Budi Susanto (43). Saat ditangkap,
Untung dalam kondisi sehat. Namun, baru sehari dalam masa interogasi, ia
meninggal. Di hari berikut, jenazah diantar ke keluarganya oleh Densus
88 dalam peti mayat untuk segera dikuburkan. Saat itu rumah dijaga ketat
belasan Densus 88 dengan senjata lengkap. Keluarganya diancam Densus 88
agar tidak melakukan tiga hal: membuka jenazah korban, melaporkan, dan
menghubungi media massa.
Kompasianers, sampai saat ini, teroris
sesungguhnya masih beredar, baik di Ambon maupun di Papua. Gerakan
terorisme yang mengingkan pisah dari NKRI ini mendapat dukungan dari
dalam maupun luar negeri. Dari dalam negeri, teroris-teroris yang bukan
berjenggot, berjubah, bercadar, dan bercelana ngatung, serta di
pondokannya terdapat buku-buku keislaman ini mendapat dukungan dari
LSM-LSM komprador atau kelompok sekutunya.
TPN/ OPM adalah milisi bersenjata dimonitori oleh
organisasi yang dipimpin oleh Beny Wanda, yaitu Free West Papua Campaign
(FWPC) dan International Lawyer for West Papua (ILWP). Salain Beny,
menurut 19 dokumen rahasia Kopassus TNI-AD yang dibocorkan jaringan
media Fairfax edisi 13 Agustus 2011, beberapa tokoh internasional yang
mendukung OPM adalah lain Desmond Tutu dari Afrika Selatan, mantan PM
Papua Nugini Michael Somare, Senator AS dari Partai Demokrat Dianne
Feinstein, dan 40 anggota Kongres AS, serta anggota Parlemen dari Partai
Buruh Inggris Andrew Smith.
Pada Januari 2012, almarhum Dr. Ahmad Sumargono, MM
pernah mengatakan, “Konspirasi dan intervensi asing sudah sangat jelas
di Papua.”. “Operasi intelejen asing asing juga dilakukan AS di Papua.
Dari mana OPM mendapatkan senjata yang begitu banyak, juga LSM lokal dan
asing yang beroperasi di Papua banyak yang dibiayai AS.”
Kalau mereka Islam, lanjut Ahmad, AS dan Barat
pasti tak akan mendukung. Lihatlah di Moro di Filipina Selatan, Pattani
di Thailand Selatan, Kashmir di India, Palestina, maupun Suriah. Jadi Kompasianers,
selama masih ada orang-orang sipil yang berjenggot, berjubah, bercadar,
dan bercelana ngatung, serta di pondokannya terdapat buku-buku
keislaman, Australia dan AS serta sekutu-sekutunya akan terus mendukung
Densus 88. Dan Polri akan terus mengeluarkan pernyataan sebagaimana
Kabareskrim Sutarman,
“Bubarnya Densus 88 adalah kemunduran bagi upaya negara negara menangani teroris.”
“Ciyuss???? Miapah??”
“Lahacia…”
sumber: http://hankam.kompasiana.com/2013/03/07/teroris-itu-berjenggot-bercadar-bercelana-ngatung-539863.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com