Terorisme
bukan permasalahan yang baru. Isu terorisme begitu santer didengar dan
dibahas banyak negara pasca tragedi 9/11 atau yang dikenal dengan
peristiwa 9 September. Sebuah pesawat terlihat dengan sengaja menabrak
menara World Trade Center (WTC) di Amerika Serikat. Berbagai
macam spekulasi dan tuduhan tentang siapa pelaku sesungguhnya, dan
banyak pihak yang menuduhkan tindakan tersebut dilakukan oleh kelompok
teroris tertentu. Trauma dan polemik teror tersebut lama untuk sembuh,
kemudian perlahan hilang. Banyak reaksi yang bermunculan dan aksi
pemerintah-pemerintah di seluruh dunia untuk melindungi keamanan wilayah
negera masing-masing dengan pembentukan tim khusus anti-terorisme,
pembuatan undang-undang atau regulasi bentuk lain agar pemerintah
mendapatkan kejelasan arah dan kebijakan, serta peningkatan alat-alat
keamanan negara seperti polisi, militer dan tim ahli
pencegahan/pemberantasan terorisme.
Khususnya
Amerika, di tahun 2001 bereaksi dengan mengeluarkan THE USA PATRIOT Act
di bulan Oktober 2001, yang mengubah paradigma pencegahan dan
penindakan terorisme menjadi modern dan canggih. Semua alat negara yang
dimiliki untuk melakukan pencegahan terhadap tindak pidana terorisme
ditingkatkan agar terhubung dan solid satu sama lain, terutama agar
dapat memperoleh informasi intellijen yang valid, kemudian dapat dicegah
secara sempurna. Hal fantastis yang kemudian dilakukan Amerika pasca
tragedi 9/11 adalah FBI merekrut 900 agen baru dan 400 orang tenaga ahli
khusus pencegahan terorisme dan intellijen khusus. Mengapa reaksi FBI
terlihat begitu sangat cepat dan signifkan? Ternyata di dalam keterangan
pers-nya Robert Mueller (Mantan) Direktur FBI 2002, saat itu mengatakan
bahwa FBI adalah unit yang sangat baik untuk mendapatkan data dan
fakta-fakta valid, namun mereka sering gagal melakukan analisa karena
tidak banyak analis yang bekerja di dalamnya. Terlihat banyak sekali hal
yang sulit untuk dipahami terutama masalah aliran dana masuk dan keluar
kelompok-kelompok teroris tertentu. Dibutuhkan keahlian tertentu untuk
dapat membaca dan menelusuri asal muasal dan pemilik dana-dana yang
menjadi asupan teroris dalam melancarkan serangan-serangannya dibanyak
negara dan wilayah. Hal yang mencengangkan, di tahun 2002 tersebut,
banyak pemimpin Amerika yang bahkan mengeluarkan pendapat bahwa ‘Amerika
Tidak Berpengalaman dalam Kasus Terorime’ artinya sangat banyak
pekerjaan rumah yang harus dilakukan dan dikejar. Karena banyak negara
lain yang menganggap Amerika sebagai patoka, sehingga dapat dibayangkan
negara-negara lain merespon hal ini jauh lebih lama. Juga masalah
aliran-aliran dana yang dibuat rumit agar pemilik dana sesungguhnya
sulit untuk ditemukan.
Kalau
dulu terorisme dilakukan dengan kekuatan-kekuatan fisik dan finansial
yang swadaya, artinya mereka membiayai dirinya sendiri dan melakukan
semuanya sendiri, hari ini hal tersebut telah bergeser. Termasuk alasan
mengapa terorisme dilakukan, dulunya semua dilandasi ideologi dan
pemahaman-pemahaman agama, hal tersebut berubah. Besarnya
kepentingan-kepentingan beberapa pihak yang ingin mendominasi aspek
kehidupan di dunia ini, dan juga alasan ekonomi atau kekuasaan (dalam
hal ini politik) menjadi salah satu dasar mengapa terorisme berkembang.
Memang sangat sulit untuk membuktikan kepentingan-kepentingan ekonomi
dan politik tersebut yang menggerakan orang-orang mau menjadi teroris.
Namun diyakini hal tersebutlah yang ada di balik banyak tindakan
terorisme di dunia ini. Ketatnya persaingan, meningkatnya kecepatan
teknologi, disertai lemahnya pengaturan dan penegakan hukum dan strata
ekonomi masyarakat semakin jauh, memberikan peluang orang-orang tertentu
untuk semakin kaya, berkuasa melalui penebaran rasa takut yang
disebabkan terorisme ini.
Kemunculan
terorisme di awal begitu mengagetkan dan membuat penangannya sangat
tidak terarah. Di beberapa kasus perlakuan pelaku terorisme sama dengan
pelaku tindak pidana lainnya. Mereka ditindak secara hukum sama. Padahal
disepakati baha terorisme ini adalah kejahatan luar biasa. Dan kemudian
terorisme ini disikapi oleh banyak pihak sebagai musuh bersama sehingga
harus diberantas dari bumi ini. Pakar-pakar bekerja keras dan didorong
oleh pemerintah sehingga kemudian produk peraturan sesuai.
Pencegahan
terus berlanjut, namun bentuk-bentuk teror ini justru berkembang.
Michael R. Ronczkowzki, teror bisa berupa teror politik, teror
ekologikal, teror agrikultural, teror narco, teror biologikal, dan teror
cyber.
Teror
politik digambarkan sebagai upaya pengancaman menggunakan kekuatan atau
kekuasaan seseorang atau kelompok berkuasa terhadap orang lain,
sehingga orang lain tersebut tidak tenang dan merasa terus menerus
terancam. Teror ekologikal merupakan salah satu yang mungkin dilakukan
dengan cara melakukan sebuah rekayasa terhadap suatu ekologi lingkungan
hidup untuk menghentikan produksi jenis-jenis tanaman/ hewan tertentu
atau sebaliknya agar wilayah yang dituju terganggu kondisinya yang pada
akhirnya masyarakat akan ketakutan. Teror agrikultural merupakan cara
teror yang berdampak panjang, karena biasanya mereka para pelaku
menggunakan bahan-bahan kimia untuk merusak wilayah tertentu sehingga
semua orang akan terkena dampaknya secara langsung dari cairan kimia dan
racun. Narco ini merupakan hal yang sudah terjadi, yaitu teror dengan
mensuplai banyak narkotika agar rakyat suatu negara menjadi pecandu dan
tergantung terhadapnya sehingga masyarakat akan diliputi rasa cemas dan
takut apabila keluarga dan orang disekitar mereka menjadi pengedar dan
pengguna. Stabilitas keamananan dimasyarakat atas dampak-dampaknya
meningkat. Di awal tahun 2000an pasca tragedi 9/11 banyak negara adidaya
merasa paranoid dengan ancaman-ancaman terorisme, sehingga semua cara
mereka lakukan untuk menghindari serangan-serangan tersebut ke dalam
negara atau kantor-kantor perwakilan negaranya di luar negeri. Santer
terdengar bahwa beberapa kelompok terorisme sedang merancang berbagai
macam alat/ senjata kimiawi untuk menghancurkan negara atau wilayah
tertentu yang dianggapnya musuh. Tujuan teror bilogikal ini adalah
menghancurkan wilayah dan seluruh orang-orang di dalamnya menggunakan
senjata kimiawi yang akan secara cepat memusnahkan semua sasaran yang
terkenanya. Misalnya bagaimana Israel menggunakan fosfor putih yang
ganas untuk menghancurkan penduduk Gaza pada tahun 2008. Terakhir adalah
bentuk teror yang sangat baru dan menjadi ancaman yang sangat
mengerikan, karena meski secara fisik tidak berdampak langsung, namun
dampak secara makro akan sangat terasa. Penggunaan teknologi komputer
untuk mengintimidasi dengan cara menyusup ke dalam pusat pengendali dan
data nasional yang menentukan hajat hidup orang banyak. Mereka berusaha
merusak sistem dan jaringan juga untuk mencuri data-data rahasia
berkaitan dengan keamanan negara.
Banyaknya
tindakan teror yang telah merenggut banyak nyawa di negeri ini,
khususnya warga-warga sipil yang sudah seharusnya mendapatkan
perlindungan yang sangat ketat, namun apa daya, teror-teror tersebut
justru lebih sering menyasar kepada mereka.
Di
Indonesia, persitiwa teror sudah berlangsung sejak lama. Meskipun tidak
banyak yang mengetahuinya pada saat itu dikarenakan media komunikasi
dan informasi belum begitu menjamur, di tahun 1976, pada saat orde baru,
tepatnya 11 November 1976, Di Masjid Nurul Iman, Padang. Yang dituduh sebagai pelakunya adalah Timzar Zubil, seorang tokoh yang disebut pemerintah orde baru sebagai Komando Jihad. Hingga detik ini, Zubil tidak pernah ditemukan.
Kemudian
berlanjut ke tanggal 4 Oktober 1984. Terjadi serangkaian ledakan bom,
yaitu di BCA, Jalan Pecenongan, Jakarta Barat. Pelakunya adalah Muhammad
Jayadi, anggota Gerakan Pemuda Ka’bah (anak organisasi Partai Persatuan
Pembangunan) lantaran protes terhadap Peristiwa Tanjungpriok 1983.
Jayadi yang tidak dikenal sebagai anggota Gerakan Pemuda Ka’bah kemudian
dijatuhi hukuman penjara 15 tahun setelah mengaku menjadi pelaku
peledakan. Peristiwa-peristiwa teror kemudian terus berlanjut hingga era
reformasi, pada saat itu yang sangat terkenal adalah peristiwa bom
malam natal yang terjadi 24 Desmber 2000 di 34 titik yang berbeda. Ada
juga kasus Legian Bali yang sangat terkenal hingga ke seluruh dunia,
karena korbannya banyak merupakan warga negara asing yang sedang
berlibur di Bali, bahkan terjadi lebih dari satu kali, sehingga dikenal
sebagai Bom Bali 1 dan Bom Bali 2. Disusul Bom Marriot dan Bom Kuningan
yang menggoncang stabilitas keamanan masyarakat karena terjadi di
tengah-tengah pusat perkantoran dan aktifitas bisnis. Begitu banyak kejadian yang terjadi dalam tempo waktu 30 tahun terakhir.
Semua
orang terfokus tentang bagaimana mencegah aktifitas teror dan juga
pengembalian kondisi pasca terjadinya teror. Kebenaran tentang motif di
balik terjadinya teror juga sulit dibuktikan. Banyak tuduhan-tuduhan
yang tidak berdasar dan tak ada kebenaran hukum yang nyata. Untuk
menuduhkan sebuah tindak pidana maka harus ada unsur kesalahan dan
kesengajaan.
Tidak
banyak orang akhirnya menyoroti bagaimana para pelaku teror tersebut
mendapatkan pendanaanya, kepentingan siapa yang mendorong mereka
sehingga melakukan serangkaian teror tersebut, atau dengan motif apa
mereka melakukan teror-teror tersebut.
Saya
sedikit ingin menyoroti terkait dengan pendanaan terorisme, dan
bagaimana negara kita melakukan proteksi melalui regulasi dan
penegakannya.
Sudah
tentu para pelaku terorisme ini merupakan salah satu bentuk kejahatan
yang melakukan rencana dan tindak kejahatan yang mengancam masyarakat
secara luas dengan berbagai macam cara seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Kegiatan-kegiatan mereka pastilah membutuhkan dana yang
sangat besar, tidak hanya sebatas membeli atau menyediakan bahan-bahan
peledak atau alat lainya, namun juga untuk menghidupi kelompok dan juga
menyembunyikan identitas diri mereka sebaik mungkin. Jumlah yang sangat
besar yang mereka butuhkan, dan dengan cara yang instan.
Dulu,
kelompok-kelompok teroris diduga mendapatkan pendanaan melalui transfer
dana atau kurir dari luar negeri seperti kelompok-kelompok besar
Al-Qaeda (meskipun kebenarannya masih dipertanyakan). Kemudian mereka
juga disinyalir menggunakan cara perampokan atau pencurian uang tunai
dan logam mulia seperti yang pernah terjadi di Medan dan Poso. Saat itu
sebuah bank dirampok habis-habisan oleh perampok yang kemudian
disinyalir sebagai kelompok teroris. Dan gaji guru di Poso pada saat itu
dicuri dan diberikan ke pimpinan salah satu kelompok teroris. Cara yang
paling banyak dilakukan juga adalah meretas situs-situs bisnis yang
khususnya bergerak di forex trading untuk dicuri paksa poin-poinnya
hingga kemudian mereka menggunakan poin tersebut untuk membeli sejumlah
aset-aset yang bernilai tinggi dan tidak mudah untuk dicurigai. Mereka
juga melakukan upaya pencucian uang dengan uang-uang haram dan ilegal
tersebut. dana tunai itu mereka belikan rumah, mobil, logam mulia, dan
aset berharga lainnya, yang pada saat awal tahun 2000an, pedagang
kendaraan bermotor, logam mulia dan properti belum diwajibkan melaporkan
transaksi-transaksi besar kepada otoritas intellijen keuangan
Indonesia, PPATK. Penyedia barang dan jasa baru memiliki kewajiban
pelaporan setelah Undang-undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang Nomor 8 tahun 2010 disahkan dan diundangkan. Pada
saat itu, hal-hal tersebut berulang terjadi.
Saat
ini, Indonesia telah maju dengan memilki perangkat hukum dan unit-unit
anti terorisme. Seperti adanya Undang-undang Nomor 15 tahun 2003 tentang
Pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun
2002 tentang Tindak Pidana Terorisme. Misalnya saja diatur di dalam
Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang apa yang dimaksud dengan
pendanaan terorisme pasal 11“Setiap orang yang dengan sengaja
menyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan akan digunakan atau
patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk
melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam pasal 6,
pasal 7, pasal 8, pasal 9 dan pasal 10.” Di dalam Pasal 9
juga dijelaskan terkait mereka yang mendukung kegiatan terorisme dengan
penyediaan amunisi/ senjata-senjata untuk melancarkan serangannya “Setiap
orang yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat,
menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan,
menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam
miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau
mengeluarkan ke dan/atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi,
atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan
maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme,
dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun.
Mereka
yang mendukung kegiatan terorisme di Indonesia baik sebagai pemberi
dana atau alat-alat yang akan digunakan para pelaku dapat dijerat dengan
pasal 9 di atas. Ancaman tersebut bukan main-main, karena bisa jadi
pelaku akan dijatuhi hukuman mati atau seumur hidup, tergantung
pembuktian di pengadilan dan seberapa kuatnya alat-alat bukti yang
memberatkan terdakwa di pengadilan.
Kini
Indonesia semakin diuntungkan dengan lahirnya PPATK (Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan) sebagai safeguard baru pencegahan
pendanaan terorisme. PPATK memiliki kewenangan yang sangat mendukung
POLISI dan Unit Anti-Terorisme yang dimiliki Indonesia
untuk menelusuri aliran-aliran dana yang dicurigai sebagai sumber
pendanaan terorisme pada kelompok-kelompok tertentu, khususnya yang
menggunakan penyedia jasa keuangan dan penyedia barang jasa dalam
mengubah/ mencuci asal muasal dana tersebut. Apabila benar ada
transaksi-transaksi mencurigakan yang terkait dengan pendanaan
terorisme, maka PPATK akan segera memberikan laporan dan rekomendasi
pada aparat penegak hukum.
Meski
masih banyak tindakan teror di negeri ini, tentu penulis berharap hal
tersebut tidak terjadi lagi seiring upaya pemerintah dan aparat penegak
hukum untuk menghentikan semua arus dan aliran terorisme ini. Mencegah
dan memutus rantai terorisme di negeri ini dengan menghentikan pendanaan
kegiataan itu sendiri.
Ryan Eka Permana Sakti | Peneliti pada Indonesian Research Center for Anti-Money Laundering and Combating Financing of Terrorism (IRCA) | FH UI 2009 | Aktivis SerambiFHUI |
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2013/03/24/terorisme-dan-upaya-memutus-aliran-dana-kelompok-terorisme-539936.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com