Salah
satu ciri khas para sufi adalah persahabatan diantara mereka yang
demikian akrab secara lahir dan bathin, saling menghargai dan saling
memberikan kepercayaan kepada saudaranya. Menolong saudaranya tanpa
diminta dan mengikhlaskan apa-apa yang dimilikinya kepada saudaranya
jika saudaranya tersebut memerlukan bantuan. Sikap persaudaraan ini
seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah saw sebagaimana dalam sabda
Beliau: “Perumpamaan dua orang yang bersaudara laksana dua belah tangan yang saling mencuci satu sama lain” (HR Abu Naim di dalam al-Hilayah).
Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah saw bersabda, “Orang mukmin bagi mukmin lainnya laksana sebuah bangunan, masing-masing bagian saling menguatkan”. Salah seorang ulama mengatakan, “Tidaklah
seorang sahabat menemani sahabatnya, walau sesaat, melainkan akan
dimintai pertanggung jawaban akan persahabatannya : apakah di dalam
persahabatannya itu dia memenuhi hak-hak Allah atau malah
menyia-nyiakannya”.
Dalam
tulisan yang saya buat bersambung ini akan ada pembahasan secara
lengkap adab atau aturan yang berlaku di kalangan sufi, para pengamal
tarekat sesame murid dan juga adab kepada seluruh kaum musim. Adab ini
perlu diperhatikan terutama orang-orang yang sedang berguru agar dia
dapat memperoleh hikmah dalam proses berguru dan adab ini apabila
diterapkan ditengah masyarakat luas akan terbentuk masyarakat yang baik,
harmonis dan rukun.
Tulisan
ini merujuk kepada karya-karya Tasawuf/Tarekat yang membahas tentang
adab, baik adab Guru kepada murid, adab murid kepada guru maupun adab
murid kepada sesame murid dan kaum muslim dan salah satu karya yang
manjadi rujukan saya disini adalah karangan Syekh Amin Al-Kurdi, Beliau
disampai ulama yang memiliki pengetahuan luas tentang tasawuf juga
seorang Pengamal sekaligus Mursyid Tarekat sehingga referensi Beliau
bisa mewakili orang-orang yang memang menekuni tarekat.
Ada
beberapa adab yang harus dipenuhi oleh sesama murid dan adab ini juga
perlu menjadi perhatian segenap kaum muslim diantaranya :
Pertama, Engkau mencintai mereka seperti mencintai diri sendiri. Tidak mengistimewakan diri sendiri atas mereka.
Kedua,
Setiap kali berjumpa mereka, engkau harus bersedia memulai salam,
mengajak bersalaman dan berbicara manis. Rasulullah saw bersabda, “Apabila dua orang muslim bersalaman, telapak tangan keduanya tiada lepas sebelum Allah memberikan ampunan pada keduanya” (HR. Ath-Thabrani)
Ketiga,
Memperlakukan mereka dengan akhlak yang baik. Engkau harus
memperlakukan mereka dengan perlakuan yang kau senangi bila mereka
memperlakukanmu dengan perlakuan itu, dengan cinta dan kasih sayang.
Akhlak yang baik itu merupakan penghimpun kebaikan. Cukuplah pujian
Allah terhadap Rasulullah sebagai bukti, “Sesungguhnya engkau benar-benar berada dalam akhlak yang agung”.
Rasulullah saw bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah
yang paling sempurna akhlaknya (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Salah seorang ‘Arif berkata, “Tidaklah
seorang mulia menjadi mulia kerena banyak shalat atau banyak puasa,
tidak pula karena banyak mujahadah. Seorang menjadi mulia dengan akhlak
yang baik”. Standar mulia seseorang tidak ditentukan oleh banyaknya
ibadah, banyaknya zikir dan suluk tapi oleh akhlak, apa bila akhlaknya
buruk maka tidak ada kemuliaan pada diri orang tersebut. Imam Al-Junaid
berkata, “Ada empat hal yang bisa mengangkat seorang hamba mencapai
derajat paling tinggi, meskipun amal dan ilmunya amat sedikit. Yakni :
bijaksana, berendah diri (tawadhu’), dermawan dan budi pekerti yang baik”.
Pada
awalnya Guru mengajarkan kepada kita semangat untuk bertauhid, fakus
kepada zikir dan ubudiyah kepada Allah swt. Dalam tahap ini seorang
murid tenggelam dalam lautan makrifat dan terlena bersama keagungan
Allah. Itulah sebabnya bukan hal yang asing kalau kita lihat ada
pengamal tarekat yang seolah-olah tidak peduli dengan orang-orang
disekitarnya. Orang yang hanya berguru pada tahap ini akan menciptakan
manusia yang sangat baik hubungan dengan Allah namun kadangkala
bermasalah dengan lingkungannya.
Pada
tahap selanjutnya Guru akan mengajarkan banyak hal tentang
persahabatan, cinta kasih dan sikap saling menyayangi diantara sesama
murid. Guru saya pernah menasehati kepada murid-muridnya, “Diantara kalian harus saling menyanjung”, makna menyanjung disini adalah memberikan pujian terhadap hal yang baik dari saudara. Beliau juga berkata, “Janganlah diantara kalian saling menjatuhkan dan mencari-cari kesalahan saudara sendiri”.
Sangat mudah bagi kita untuk mencari kesalahan orang lain karena itu
memang sifat alamiah manusia. Karena itu Guru memberikan nasehat kepada
muridnya agar tidak mencari-cari kesalahan saudaranya yang akan
berakibat perpecahan diantara sesama murid.
Orang-orang
yang sedang berubudiyah di surau, sedang dalam tahap mencari akan fokus
kepada mengejar hakikat makrifat atau fokus memperebutkan kasih sayang
Guru atau populer dengan“berebut Kasih”. Memperoleh kasih
sayang Guru sangatlah penting karena kasih sayang Allah ada di dalam
kasih sayang Guru. Pada tahap selanjutnya, ketika kewajiban suluk telah
terpenuhi bahkan mungkin Guru berkenan mengangkat si murid menjadi
kepercayaannya menjadi seorang khalifah, hendaknya sikap berebut kasih
ini berubah menjadi berbagi kasih. Kasih Guru itu tidak satu yang
diperebutkan oleh jutaan murid tapi bersifat unlimited yang tidak terbatas, seberapapun banyak murid akan bisa mendapatkan kasih Guru.
Pada
tahap selanjutnya pribadi kita hendaknya menjadi pembagi kasih, pembagi
cerita, pembagi karunia kepada orang-orang yang sedang menempuh jalan
kepada Allah agar mereka menjadi kuat dan bersemangat seperti yang
pernah kita alami. Sikap ini perlu dipupuk dan dikembangkan karena pada
intinya inilah hakikat tasawuf membentuk manusia yang berakhlak baik
dan ini pula menjadi inti ajaran Guru.
Keempat, Rendah hati terhadap saudara sesama muslim. Allah Ta’ala di dalam surat Al Hijr 88 berfirman, “Rendahkanlah dirimu kepada orang-orang mukmin”
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa
rendah hati karena Allah, Allah akan meninggikannya. Dalam pandangan
dirinya dia kecil, namun di mata orang-orang dia sungguh mulia. Dan
barangsiapa bersikap sombong, Allah akan merendahkannya. Dalam pandangan
dirinya dia besar, tetapi dalam pandangan orang-orang dia sungguh
kecil, bahkan engkau akan melihat dia lebih hina dari anjing dan babi”. (HR. Ahmad, al-Bazzardan Ath-Thabrani).
Al-Imam asy-Syafii r.a berkata, “Rendah
hati merupakan akhlak orang-orang mulia, sedangkan sombong merupakan
akhlak orang-orang tercela. Manusia yang paling tinggi derajatnya adalah
orang yang tidak melihat dirinya berderajat. Dan orang yang paling
besar keutamaannya adalah orang yang tidak melihat dirinya memiliki
keutamaan”.
Rasulullah saw bersabda, Allah Ta’ala mewahyukan kepadaku, “Berendah
dirilah kalian hingga seseorang tidak bersikap angkuh terhadap seorang
pun, tidak pula seseorang berbuat lalim terhadap seorangpun”. (HR. Imam Muslim dan Abu Dawud).
Di
dalam satu ungkapan disebutkan, “Karena hukum Allah Ta’ala berlaku
bahwa setiap tumbuhan hanya akan berbuah bila di tanam di tanah yang
bahkan lebih rendah dari sandal, maka orang-orang pilihan menjadikan dii
mereka sebagai tanah bagi saudara-saudaranya.”
Kelima,
Adab lainnya adalah meminta ridha mereka dan memandang mereka lebih
baik daripada dirimu. Saling membantu di dalam kebaikan, taqwa dan
mencintai Allah. Mendorong mereka senang melakukan hal-hal yang dicintai
dan diridhai Allah. Membimbing mereka kepada kebenaran jika mereka
lebih tua dari mereka, dan belajar kepada mereka bila engkau lebih muda.
Allah Ta’ala berfirman, “Dan tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah kalian tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan”. (QS. Al-Maidah, 2).
Rasulullah saw bersabda, “Apabila
Allah menghendari seorang penguasa menjadi baik, Allah akan menjadikan
menterinya seorang yang jujur. Apabila sang penguasa lupa, sang menteri
akan mengingatkan, dan apabila sang raja tidak lupa, sang menteri akan
membantunya. Apabila Allah menghendakinya tidak demikian, Dia akan
menjadikan menterinya seorang yang buruk. Apabila sang raja lupa, sang
menteri tidak mengingatkan. Apabila sang raja ingat, sang menteri tidak
akan membantunya”. (HR. Abu Dawud).
Keenam,
Mengasihi dan menyayangi semua saudaramu sesama muslim. Yakni dengan
cara menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda, serta
melayani mereka meski dengan sekedar menyodorkan sandal yang hendak
dipakainya. Rasulullah saw bersabda, “Orang yang tidak menghormati yang lebih besar dan tidak menyayangi yang lebih kecil bukanlah golonganku”. (HR. At-Tirmidzi).
Rasulullah saw bersabda, “Orang-orang
yang penyayang di sayang oleh Yang Maha Penyayang Tabaraka wa Ta’ala.
Maka sayangilah yang di bumi, niscaya yang dilangit akan menyayangimu”. (HR. Abu Dawud dan At-Tirmidzi).
Di dalam hadist qudsi disebutkan bahwa Allah Ta’a berfirman, “Jika kalian menginginkan kasih-Ku, maka sayangilah makhluk-Ku”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Adab
ke enam tentang menyayangi sesama ini adalah merupakan pokok ajaran
Tasawuf sebagai inti dari ajaran Islam. Islam menganjurkan pemeluknya
untuk saling menyayangi, menebarkan kasih sayang kepada semua. Begitu
juga terutama di dalam berguru, hendaknya kita memiliki sikap sayang
terhadap sesama murid. Rasulullah saw memberikan kasih sayang kepada
semua bahkan Beliau tetap menunjukkkan kasih sayang kepada musuh yang
membenci Beliau. Hati yang telah disinari cahaya Ilahi akan melimpahkan
sifat Rahman dan Rahim Tuhan dan menjadi pembawa rahmat bagi seluruh
Alam.
Ketujuh, Bersikap lemah lembut dalam menasati mereka apabila engkau melihat mereka menyalahi aturan. Al-Imam asy-Syafi’I berkata, “Barangsiapa
menasehati saudaranya dalam sembunyi, dia sungguh telah menasehatinya
dan menghiasinya. Dan barangsiapa menasehati saudaranya di keramaian,
dia sungguh telah mencemarkan dan melecehkannya.” Asy-Sya’rani berkata, “Orang
yang tidak menutupi kekeliruan yang dia lihat dari saudara-saudaranya,
berarti dia telah membuka pintu ketersikapan aib dirinya sendiri dari
sekedar ketersingkapan aib mereka”.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa
menutupi aib saudaranya, Allah akan menutup aib dirinya. Dan
barangsiapa menyingkapkan aib saudaranya, Allah akan menyingkapkan aib
dirinya hingga karenanya dia menjadi tercemar bahkan di dalam rumahnya
sendiri”. (HR. Ibnu Majah).
Anda
mungkin pernah menjumpai orang yang sangat senang menceritakan aib
orang lain bahkan mencari-cari aib dan kesalahan orang lain untuk
diceritakan kepada banyak orang dan dia dengan bangga menceritakan
kesalahan orang lain tersebut. Semakin banyak dia menceritakan aib orang
lain maka dia merasa semakin senang dan merasa semakin bersih dan suci.
Orang seperti ini jenis manusia yang berperilaku buruk dan tidak bisa
dijadikan teman.
Kalau
ada ada teman yang bersikap tercela dan memiliki aib maka nasehati dia
dengan lemah lembut agar dia mau meninggalkan sifat-sifat tercela
tersebut dan anda ikut mendoakan dia agar dia mau memperbaiki
kesalahannya. Bukan anda dengan bangga mengumumkan kepada seluruh orang,
kalau perlu seluruh dunia wajib mengetahui keburukan teman anda.
Ketahuilah bahwa mungkin saat ini dia khilaf, dia jatuh, jangan
tertawakan dia karena anda juga berada di jalan yang sama yang tidak
menutup kemungkinan akan terjadi juga seperti yang dia alami.
Kalau
ada yang menceritakan kejelekan orang lain kepada anda, maka doakanlah
agar orang yang dianggap buruk perilaku tersebut dengan doa yang baik
agar perilakunya bisa berubah menjadi baik dan jangan pernah
menceritakan kepada orang lain apalagi menceritakan kepada public yang
lebih banyak mudharat dari manfaatnya. Semua kita harus menyadari bahwa
tidak ada manusia yang sempurna, suatu saat nanti kita akan terjatuh
kepada kerikil yang sama dan kalau kita berusaha membantu orang lain
yang terjadi suatu saat kita juga akan dibantu orang lain
Bagi
seorang sahabat, tidak ada kesalahan dari sahabatnya yang ada adalah
kebaikan dan kebaikan seperti kisah berikut, Suatu hari, seorang lelaki
yang telah bersahabat dengan Ibrahim bin Adham, ketika hendak berpisah,
berkata kepada Ibrahim bin Adham, “Sayyidi, kenapa anda tidak pernah mengingatkan aku akan aib yang ada pada diriku?” lalu Ibrahim bin Adham menjawab, “Saudaraku,
aku tidak pernah melihat satu pun aib dalam dirimu, karena aku
melihatmu dengan mata cinta. Bertanyalah kepada selain aku tentang aibmu”.
Kedelapan, Berprasangka baik kepada mereka. Apabila engkau melihat ada aib pada mereka, berucaplah dalam diri, “Sungguh,
aib itu ada pada diriku. Karena seorang muslim adalah cermin bagi
muslim lainnya. Yang dilihat seseorang pada cermin hanyalah bayangan
dirinya sendiri”.
Manusia
paling mudah menyalahkan orang lain agar dia berada di posisi benar.
Kalau anda mengatakan kawan anda penipu, penjahat dan lain-lain, apakah
anda tidak sadar sebenarnya yang anda lihat itu adalah cermin dari diri
anda sendiri. Kalau anda mengatakan teman anda penipu dan telah menipu
anda, tidakkah anda renungi kenapa anda bisa berteman dengan penipu dan
kenapa Allah mengizinkan orang tersebut menipu anda. Di dunia ini telah
berlaku hukum Ketertarikan, sesuatu yang sifatnya sama akan menarik
energy yang sama pula. Kambing tidak akan mungkin berkawan dengan
harimau dan Ayam tidak akan mungkin berteman dengan musang.
Kalau
anda mengatakan teman anda seorang pencuri, penipu, preman, penzina dan
segudang keburukan lain dan anda merasa menjadi korban dari perilaku
buruk teman anda sendiri, saya ucapkan selamat kepada anda, selamat
bercermin karena sebenarnya yang anda lihat itu bukan orang lain, tapi
itu adalah diri anda sendiri. Kalau anda menceritakan keburukan teman
anda berarti anda tanpa sadar sedang menceritakan diri anda sendiri.
Alangkah
lebih baik kita belajar dari kesalahan, belajar menyadari bahwa diri
kita tidaklah sempurna. Rasulullah saw junjungan kita memberikan nasehat
mulia agar kita mau menutupi aib saudara kita. Menceritakan hal-hal
buruk tanpa sadar mengundang hal-hal yang jauh lebih buruk.
Kesembilan,
Menerima permintaan maaf saudaramu apabila dia meminta maaf, walaupun
dia berbohong. Sebab orang yang meminta kerelaanmu secara lahir,
walaupun bathinnya membencimu, ia sungguh telah mentaatimu dan
menghormatimu, sekiranya dia tidak terang-terangan menentangmu. Tentang
hal ini seorang ‘arif berkata Terimalah udzur orang yang meminta maaf
kepadamu tulus maupun dusta permohonanya itu. sungguh, orang yang
lahirnya ridha kepada mu telah menaatimu dan yang membantahmu dalam
sembunyi pun telah menghormatimu.
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa
saudaranya datang meminta maaf dari kesalahannya, hendaklah dia
menerimanya, entah dia bersungguh-sungguh maupun berpura-pura. Siapa
yang tidak melakukannya, dia tidak akan sampai ke telagaku di Hari
Kiamat”. (HR. Al-Hakim).
Dalam
masyarakat masih sering kita jumpai orang-orang yang susah memberikan
maaf kepada orang lain dan senang menyimpan dendam. Semakin dia tidak
memaafkan orang akan merasa semakin tinggi pula derajatnya. Lirik lagu
atau dialog dalam film sepertinya mendukung hal demikian atau bisa jadi
apa yang disuarakan dalam lagu atau percakapan dalam film memang
gambaran dari sebagian kecil masyarakat kita. Kata “Tiada maaf bagimu”, “Pintu maafku sudah tertutup untkmu”, “Tak sudi aku memaafkanmu”,
adalah contoh kata dari sekian kata negatif yang sering digunakan untuk
mewakili rasa kecewa atau rasa dendam yang masih tersimpan di hati.
Orang
yang meminta maaf atas kesalahannya adalah sikap mulia dan orang yang
memberi maaf lebih mulia lagi. Rasul mewajibkan kepada kita untuk
memaafkan saudara kita walaupun dalam hati kecil kita tahu dia tidak
dengan sungguh-sungguh meminta maaf kepada kita. Rasul mengajurkan kita
untuk bersikap positif dan berbaik sangka terhadap permohonan maaf dari
saudara kita.
Salah
hal yang harus kita sadari bersama bahwa menyimpan dendam seperti
menyimpan racun yang lama kelamaan akan merusak diri sendiri. Guru Sufi
yang Mulia memberikan nasehat, “Jangan diantara kalian tidak saling bertegur sapa lebih dari 24 jam, nanti setan akan masuk ke hati kalian”. Lebih tegas lagi Rasulullah saw bersabda : “Tidak
halal bagi seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari.
Barangsiapa yang manjauhi saudaranya lebih dari tiga hari, dia akan mati
lalu masuk neraka.” (H.R. Abu Dawud).
Jadi,
sebagai seorang muslim dan sebagai murid dari Guru Sufi hendaknya kita
meneladani sifat yang dimiliki oleh Rasulullah saw dan sahabat-sahabat
Beliau, saling menyayangi dan mengasihi sesama dan tanpa berat hati
memaafkan semua kesalahan saudara kita karena kita juga bukan manusia
sempurna yang tidak luput dari kekhilafan dan suatu saat ketika kita
melakukan kesalahan maka kita juga memerlukan maaf dari saudara kita.
Memberi maaf kepada saudara akan menaikkan derajat kita secara jasmani
dan rohani, melepaskan penyakit yang tersimpan di hati dan akan membuat
hidup kita lebih cerah.
Tulisan Inilah Akhlak Seorang Murid saya
tulis untuk mengingatkan kita semua betapa Islam adalah agama yang luar
biasa mulia menjadikan akhlak sebagai pokok ajarannya dan Rasul di utus
kedunia dengan tujuan untuk memperbaiki akhlak manusia. Ketinggian ilmu
tidak akan bermanfaat apa-apa bila akhlak kita tidak baik. Terlebih
lagi dalam dunia Tasawuf/Tarekat yang merupakan inti sari ajaran Islam,
persoalan akhlak adalah hal yang sangat pokok. Segala sesuatu di dalam
dunia Sufi dimulai dengan adab atau aturan sopan santun yang harus
dijalankan oleh murid untuk menuntun dia kepada perilaku yang baik.
Kita mengenal Adab Masuk Suluk, Adab Keluar Suluk, Adab murid kepada Guru dan empat tulisan Inilah Akhlak Seorang Murid yang telah saya tulis adalah membahas tentang Adab Seorang murid kepada saudara seguru dan kepada seluruh kaum muslimin. Inilah Akhlak Seorang Murid saya siapkan sebanyak 7 tulisan, 3 tulisan lagi insya Allah akan saya lanjutkan bulan depan.
Di
bulan Oktober yang penuh berkah ini mari kita renungi perjalanan hidup
kita, perjalanan berguru dengan Wali Allah. Sekian tahun kita berguru
dan membaca tulisan di atas, membaca ahklak yang harus dimiliki oleh
seorang murid kemudian tanyakan dalam hati kita masing-masing, apakah
kita sudah pantas menyandang predikat menjadi murid seorang Wali Allah
atau gelar itu hanya sebuah kebanggaan tanpa pernah kita berada di
kedudukan mulia itu?
Semoga tulisan ini bermanfaat…