Drs.St.MUKHLIS DENROS
Ketua Yayasan Garda Anak Nagari Sumatera Barat
Anggota DPRD Kabupaten Solok 1999-2009
Manusia punya perasaan, perasaan senang
dan sedih, takut dan berani, susah dan bahagia, gelisah dan tenang. Semua
perasaan itu bisa tumbuh dan hilang sesuai dengan kondisi yang ada. Ketika
ibadah yang kita lakukan dengan baik akan menimbulkan ketenangan bagi perasaan
kita dan sebaliknya saat dosa dan maksiat kita lakukan maka resah, gelisah
serta takut selalu membayangi kita hingga dosa itu diampuni dengan taubat dan
ketaatan. Banyak hal yang menjadikan kita gelisah diantaranya karena sifat iri
dan dengki terhadap kelebihan orang lain.
Sifat iri pasti akan menghampiri Anda kemudian membuat
gelisah, lantas beruntunglah
ketika ia mampu menyikapi atau mengolah rasa gelisah itu menjadi sesuatu yang
berfaedah bagi dirinya, sebaliknya kerugianlah
yang ia dapatkan manakala rasa galau tersebut ia tempatkan pada posisi
yang tidak semestinya, sehingga bercampur polusi yang ditebarkan oleh syaitan
hingga berujung pada dosa.
Gelisah atas kebahagiaan orang lain (iri) adalah penyakit
kehidupan yang terlahir dari pandangan yang dangkal dan cara pengelolaan
perasaan yang keliru. Dalam sebuah drama kehidupan seringkali kita memandang
suatu masalah dengan baju milik kita sendiri sedangkan kita mengetahui
tak semua baju akan cocok bagi orang lain. Seperti apa pandangan kita terhadap
orang lain dalam diri kita akan sangat mempengaruhi terhadap bagaimana sikap
kita. Kesalahan terbesar kita seringkali melihat suatu permasalahan
dengan sudut pandang hanya satu titik, tanpa mencoba melihat dari sudut pandang
yang lain, dan ini yang menjadikan titik gelap dalam hati kita.
“Sumber keburukan itu ada 2, yaitu, niat yang buruk dan cara
pandang yang buruk” kata Ibnu Taimiyah. Dalam kalimat
tersebut dapat kita simpulkan sejatinya permasalahan itu datang dari diri kita
sendiri jika kita mau mengamati. Dan ini terkait bagaimana menyikapi sebuah
masalah.
Kawan, sesungguhnya kita memiliki kebahagiaan tersendiri,
yang kita bangun dari pola pikir dan sangka baik (khusnudzon) terhadap apa yang
kita miliki yang telah Allah karuniakan kepada kita. Kenapa harus fokus
pada kekurangan kita dan kebahagiaan orang lain? Cobalah kita lihat kelebihan
yang Allah karuniakan terhadap kita. Dan perlu kita ketahui sebanyak apapun
yang belum kita miliki, pasti sangat sedikit jika dibandingkan dengan yang
sudah kita miliki. Jika kita belum memiliki apa yang kita kehendaki, dibanding
orang lain yang sudah memilikinya, [Mustaqim
Anshori ,Kenapa Harus Gelisah?dakwatuna.com 13/7/2011 | 12 Sya'ban 1432 H].
Demikian pula halnya tentang dosa, secara jujur dengan hati
nurani yang bersih, siapapun yang melakukan dosa pasti hidupnya gelisah, resah dan dikejar-kejar dengan
kesalahan.
Secara umum perbuatan dosa terbagi
menjadi dua, yang pertama adalah dosa besar. Rasulullah dalam beberapa haditsnya secara ekspisit menjelaskan sejumlah
dosa yang termasuk dalam kategori dosa besar. Seperti syirik, sihir, memakan harta riba, durhaka kepada orangtua, saksi
palsu dan sebagainya. Dosa seperti ini, bila sipelaku
tidak sempat bertaubat, akan mendatangkan balasan yang berat dan pedih dari
Allah SWT. Artinya, taubat dari dosa besar, masih mungkin dilakukan selama yang
bersangkutan sungguh-sungguh meninggalkan perkara dosa tersebut.
Disamping
dosa besar, ada pula dosa kecil. Umumnya sedikit orang yang memperhatikan dosa
kecil ini sebagai suatu kemaksiatan.
Padahal ampunan Allah terhadap hamba-Nya yang melakukan dosa, selama tidak
dilakukan berulang, lebih besar kemungkinan terkabulnya dibandingkan ampunan
terhadap dosa kecil yang dilakukan kembali secara berulang-ulang.
Dosa yang
dilakukan dianggap kecil akan menjadi besar oleh Allah, sebaliknya bila dosa
dianggap besar, maka ia akan menjadi kecil dalam penilaian Allah, Rasulullah
bersabda,”Sesungguhnya seorang mukmin itu melihat dosa-dosanya sepertinya ia
berada di bawah gunung besar yang ia takut menimpa dirinya. Sementara orang
yang banyak dosa itu adalah orang yang melihat dosanya seperti lalat yang ada
di hidungnya. Kemudian ia katakan begini [meremehkan].
Anas bin
Malik Ra, diriwayatkan oleh Bukhari menyebutkan hadist,”Sesungguhnya kalian akan melakukan suatu amal yang dalam pandangan
kalian amalan tersebut lebih kecil dari rambut, sementara kami menganggapnya
dizaman Rasulullah sebagai dosa besar”.
Bilal bin
Rabah mengatakan,”Jangan memandang kecilnya suatu kemaksiatan, tetapi lihatlah
pada kebesaran Zat yang engkau lakukan maksiat terhadap-Nya”.
Kita sering mendengar kata "Dosa" dalam perbincangan sehari-hari, namun pengertiannya
adalah; ''Dosa adalah apa yang
tergetar di hatimu dan engkau tidak senang kalau orang lain mengetahuinya'
[HR.Muslim].
Dosa adalah akibat melanggar larangan Allah baik
disengaja ataupun tidak, baik besar ataupun kecil. Larangan Allah yang
dilakukan manusia dapat merusak pribadi, keluarga dan masyarakatnya. Manusia
adalah makhluk Allah yang diberi beberapa kelebihan dibandingkan dengan makhluk
lain. Kelebihan itu diantaranya; manusia
adalah makhluk Allah yang terbaik dibandingkan makhluk yang lain;"Sesungguhnya
kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya " [At
Tin 95;4]
Manusia adalah makhluk Allah yang termulia
dibandingkan makhluk ciptaan Allah yang, kemuliaan itu terbukti diberikan Allah
fasilitas untuk hidup di dunia; "Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan
anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan" [Al Isra'
17;70]
Manusia adalah makhluk Allah yang dipercaya untuk
memegang amanah sehingga keimanan dapat terjaga dengan baik, bila amanah sudah
dikhianati karena mencampurkan iman dengan kekafiran dan kenifakan maka akan
merendahkan posisi manusia. Posisi yang jatuh kepada kerendahan martabat karena
berbuat dosa, akan kembali baik bila bertaubat dengan sungguh-sungguh. "Sehingga
Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang
musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima Taubat
orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang ' [Al Ahzab 33;73]
Manusia adalah makhluk Allah yang tersayang dengan
memberikan segala apa yang ada di langit
dan di bumi untuk kesejahteraan hidupnya. Namun bila perbuatan yang dilarang
Allah dilakukan maka posisi ini akan merendahkan derajatnya dihadapan Allah dan
masyarakatnya;"Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu" [Al Baqarah 2;29]
Manusia adalah makhluk Allah yang pintar, sehingga mampu
untuk menaklukkan dunia ini dengan ilmunya itu, walaupun malaikat sudah lama
diciptakan tapi mereka harus memberi hormat kepada nabi Adam yang diberikan
ilmu pengetahuan sedangkan malaikat tidak mempunyai, demikian pula karena
pentingnya ilmu sehingga ayat yang turun pertama kali adalah kata-kata Iqra' yang artinya baca,
selidiki, teliti dan kaji ;"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui." Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang
benar orang-orang yang benar!"[Al Baqarah 2;30-31]
Walau status
itu diberikan Allah kepada manusia, tapi bila melakukan dosa maka status itu
akan direndahkan...."Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang
serendah-rendahnya (neraka)''[At Tin 95;5]
Ibarat
pepatah yang mengatakan "karena nila setitik maka rusaklah susu sebelanga". Artinya kelebihan
manusia yang diberikan Allah sehingga
mendapat posisi mulia akan hancur bilamana melakukan perbuatan dosa.
Rasulullahpun telah berpesan,”Hati-hatilah terhadap dosa kecil, siapa tahu
begitu kamu mengerjakan dosa kecil Allah mencatatmu sebagai penduduk neraka
selama-lamanya dan hati-hatilah terhadap amal yang kecil, siapa tahu ketika
kalian mengerjakan amal yang kecil itu dicatat Allah sebagai penghuni syurga
selama-lamanya”.
Dr. Saad Riyadh dalam bukunya berjudul
Jiwa Dalam Bimbingan Rasulullah Saw, menyatakan;
Diriwayatkan bahwa Washibah al Asadi
berkata,”Saya adalah orang yang cukup antusias untuk mencari tahu macam-macm
amalan baik dan buruk. Setiap ada satu perkara yang saya ragukan baik atau
buruknya, saya akan lansung menghadap kepada Rasulullah saw. Suatu hari, ketika
saya mendatangi Rasulullah saw, di sekeliling beliau telah berkumpul banyak
orang yang juga ingin bertanya tentang berbagai masalah agama.
Ketika saya bermaksud melintasi
kerumunan tersebut, orang-orang serentak berkata,”Wahai Washibah, jangan
mendekat kepada Rasulullah saw.” Saya lalu berkata,”Izinkanlah saya mendekati
Rasulullah saw, saya paling suka berada di dekat beliau.”
Tiba-tiba Rasulullah saw
berkata,”Biarkanlah Washibah mendekat!” [Kalimat ini beliau ucapkan dua atau
tiga kali]. Saya kemudian mendekat sampai berada tepat di hadapan Rasulullah
saw, beliau lalu bertanya,”Wahai Washibah, apakah saya yang akan memberi tahumu
sesuatu atau kamu yang mengajukan pertanyaan?”. Saya menjawab,”Engkau saja yang
memberi tahu.”
Rasulullah saw, kemudian bersabda,”Kamu
pasti datang untuk bertanya tentang amalan-amalan baik dan dosa?”. Saya
menjawab,”Benar”. Rasulullah saw kemudian mengepalkan tangannya dan memukul
dada saya dengan lembut seraya bersabda,”Wahai Washibah, tanyalah hati
nuranimu, mintalah pendapat kepada batinmu! [kata-kata ini beliau ucapkan tiga
kali]. Kebaikan [al birr] adalah sesuatu yang batin merasa tenang ketika
mengerjakannya. Sebaliknya dosa [al itsm] itu adalah yang membuat perasaan
gelisah [tidak tentram] dan hati ragu-ragu ketika melakukannya meski semua
orang sepakat mengatakan [bahwa pekerjaan yang engkau lakukan itu adalah baik
dan benar].” [HR. Ahmad]. [Gema Insani, 2007, hal 56].
Ustadz Mashadi menyebutkan sumber-sumber dosa yang dilakukan manusia
sehingga dengan dosanya itu manusia berada pada posisi hina, apakah kehinaan
itu datang dari manusia ataupun dari Allah Swt, lebih jauh Ustadz Mashadi
menyebutkan;
Kemudian, dosa ini dibagi
dalam tiga kategori, yang masing-masing mempunyai pengaruh dalam kehidupan
seseorang. Diantaranya :
Dosa mulkiyah, adalah perbuatan atau sifat makhluk yang mengadopsi
sifat-sifat Allah. Seperti merasa suci, kultus, kesombongan, kesemena-menaan,
merasa tinggi, kezaliman, menjajah, dan memperbudak manusia. Perbuatan ini
masuk dalam katagori syirik (menyekutukan) Allah.
Karena, yang sering
menjerumuskan manusia ke dalam perbuatan syirik, merasa suci, berlaku sombong
dengan kekuasaan dan harta yang dimilikinya. Para penguasa, pemimpin gerakan,
jamaah, partai, bisa berlaku sombong, disebabkan kekuasaan yang dimilikinya.
Bisa mengatur, menentukan, memerintah, dan bahkan bertindak sewenang-wenang,
dan tidak ada lagi yang berani mengingatkannya.
Dirinya bisa berlaku sebagai
orang suci, yang kemudian dikultuskan pengikutnya, atau menciptakan tata-cara
yang membuat para pengikutnya melakukan kultus, dan pemimpin itu seolah-olah
berubah menjadi seorang tuhan, yang kemudian dapat menentukan nasib seseorang.
Seseorang menjadi bergantung hidupnya kepada mereka yang memiliki kuasa. Entah
itu para penguasa, pemimpin gerakan, jamaah, partai dan organisasi, jika tidak
ada lagi yang dapat mengingatkan bisa berubah menjadi ‘tuhan’.
Barangsiapa yang menjadi
pelaku jenis dosa ini, maka ia telah merampas ketuhanan dan kerajaan
(kedaulatan) Allah dan menjadi tandingan bagi-Nya. Ini adalah dosa yang paling
besar disisi Allah dan amal perbuatan yang baik tidak gunanya.
Betapa banyak manusia yang
sekarang telah berlaku dan berubah dirinya menjadi tuhan, karena hanya sedikit
memiliki kekuasaan, kekayaan, dan kesempatan (waktu), dan kemudian mereka
mengubah sifat-sifat dasar mereka, dan mereka berubah menjadi ‘tuhan-tuhan’
yang sejatinya tidak layak.
Dosa syaithoniyah adalah dosa di mana palakunya menyerupai perilaku
dan sifat setan, seperti melampui batas, penipuan, dengki, memakan harta yang
haram, makar, memerintahkan perbuatan maksiat kepada Allah, menghiasi
kemaksiatan dengan kebaikan, melarang melakukan ketaatan kepada Allah,
melakukan bid’ah, serta mendakwahkan bid’ah dan kesesatan. Ini dosa yang akan
menjerumuskan para pelakuknya ke dalam neraka jahanam.
Betapa banyak manusia yang
berwujud manusia, tetapi perbuatan mereka seperti setan, dan menjadi hamba
setan. Perbuatannya selalu durhaka dan melawan kepada Allah. Tidak mau
bertahkim (berhukunm) dengan hukum Allah, dan hanya mengikuti hwa nafsunya,
yang akhirnya menjerumuskan diri mereka ke dalam kesesatan yang nyata. Tetapi,
mereka masih berani mengatakan yang mereka kerjakan adalah kebajikan. Inilah
orang-orang yang sudah menjadi pengikut setan.
Dosa bahimiyah adalah binatang, yang menampakkan pelakunya berbuat
kejam dan biadab, seperti menumpahkan darah, melakukan peperangan, menindas
kaum yang lemah, dan menghancurkan kehidupan mereka. Dengan tanpa merasa
menyesal atas perbuatan mereka.
Manusia berubah menjadi
binatang buas, hanya mengikuti syahwat perut dan seksual. Dari sini lahir
perzinahan, pencurian, memakan harta yang haram, memakan harta anak yatim,
bakhil, pelit, penakut, keluh-kesah, yang menyebabkan manusisa sudah tidak lagi
memiliki landasan hidup yang benar.
Manusia telah terjatuh ke dalam bentuk
baru, sebagai binatang. Karena menjadi bahimiyah, dan menjauhkan dari perintah
dan larangan dari Allah Ta’ala.[Sumber-Sumber Dosa Manusia? Eramuslim.com.Senin,
20/09/2010 13:59 WIB].
Sungguh tidak punya perasaan bila
manusia selalu berbuat maksiat dan dosa kepada Allah tapi hatinya tenang saja
bahkan mungkin merasa bahagia dengan dosa dan maksiat yang dilakukannya itu,
sebenarnya yang merasakan gelisah terhadap dosa dan maksiat bukanlah sikap atau
aktivitas fisik pelakunya, tapi hati nuraninya yang menyatakan demikian, tapi
dia masih bisa menutupi kegelisahannya karena tidak sanggup untuk meninggalkan
dosanya sebab syaitan masih menggelayuti nafsu dan syahwatnya.
Prof Dr Yunahar Ilyas menceritakan kisah
seseorang pemabuk yang datang kepadanya menyatakan sudah terlambat taubat
karena begitu rusaknya akibat perbuatan dosa yang dilakukan, lebih lanjut
beliau menceritakan hal itu pada tulisannya di bawah ini;
Suatu hari, selesai memberikan pengajian
di sebuah masjid, seorang jamaah mendekati dan menyalami saya. Tampaknya ada
sesuatu yang mau disampaikan. Tetapi, karena masih ada jamaah lain maka
pembicaraan kami bersifat umum saja. Setelah jamaah lain pamit dan tinggal kami
berdua, barulah dia mulai menyampaikan persoalannya. "Sekarang saya baru
sadar Ustaz."
Sambil melihat sekeliling, memastikan
tidak ada jamaah yang datang, dia melanjutkan. "Begitu pandainya saya
menyembunyikan, sehingga tidak ada yang tahu." Saya mulai menduga-duga ke
mana arah pembicaraan. Sepertinya dia mau memberikan sebuah pengakuan.
Barangkali dia berselingkuh, istri, mertua, orang tua, dan teman-temannya tidak
tahu. Sekarang betapa banyaknya laki-laki berselingkuh dan pandai
menyembunyikan perselingkuhannya.
"Menyembunyikan apa, Pak?"
tanya saya. Karena dia tidak segera menjawab, saya sampaikan dugaan yang ada
dalam pikiran saya. "Maaf, apa Bapak berselingkuh?" Dia malah
tertawa. "Bukan Ustaz, saya tidak punya potongan untuk berselingkuh. Saya
dulu peminum Ustaz." Dia diam sebentar, sepertinya mengingat masa mudanya.
"Sejak muda saya sudah peminum. Bermacam-macam minuman keras sudah saya
coba. Mula-mula yang berkadar alkohol rendah, lalu meningkat dengan kadar
alkohol yang lebih tinggi. Sampai kemudian saya menikah."
"Apakah setelah menikah Bapak masih
minum?" Dia menjawab masih minum. "Apakah mertua, terutama istri
Bapak tidak melarangnya?" selidik saya. "Di situlah masalahnya Ustaz.
Saya pandai sekali menyembunyikannya. Tidak ada yang tahu," jawabnya
sambil sesekali melihat kiri kanan khawatir ada yang datang.
"Hebat sekali Bapak
menyembunyikannya. Bertahun-tahun jadi peminum kok tidak ada yang tahu."
Mendengar pujian saya bernada sinis itu dia tersenyum, tapi senyumnya kecut.
Rupanya Bapak itu pandai mengatur kapan minum, di mana boleh minum, dan di mana
tidak minum. Barangkali dia juga pandai mengatur di mana dan jam berapa boleh
mabuk. Jarang peminum yang bisa menyembunyikan kebiasaan buruknya itu dalam
waktu cukup lama dari keluarganya.
"Sekarang tentu Bapak sudah taubat
kan?" tanya saya. Kalau orang sudah rajin shalat berjamaah di masjid dan
mendengarkan pengajian, dapat dipastikan sudah bebas dari hal-hal semacam itu.
Tidak mungkinlah peminum rajin ke masjid. Dengan anggukan dia menjawab,
"Ya, Ustadz. Saya sudah taubat, tapi sudah terlambat." Segera saya
yakinkan dia, bahwa tidak ada istilah terlambat untuk taubat. Selagi nyawa
masih di kandung badan tetap dapat bertaubat. "Betul Ustaz," jawab
dia.
"Kalau hubungannya dengan dosa,
mudah-mudahan dosa saya diampuni oleh Allah SWT. Tetapi dari kesehatan, saya
sudah terlambat sadar. Dokter menyatakan liver saya sudah berlobang akibat
sering minum minuman keras. Beberapa waktu lalu saya dirawat di rumah sakit,
karena perut saya bengkak." Saya kemudian membesarkan hatinya, semoga
penyakitnya segera disembuhkan Allah SWT.
Itulah pertemuan saya yang terakhir
dengan jamaah tersebut. Beberapa waktu kemudian dia meninggal dunia setelah
kembali dirawat karena sakit livernya. Sering orang baru sadar dengan larangan
Allah SWT setelah mengalami akibatnya sendiri.[Terlambat Sadar,
Republika.co.id.Minggu, 15 Januari 2012 04:30 WIB].
Hidup akan gelisah bila selalu berbuat
dosa dan maksiat, kemanapun akan lari, pada satu masa pelarian itu akan
berakhir, sampai kapanpun juga, satu ketika pengakuan akan diucapkan bahwa
dosa-dosa dan maksiat yang dilakukan itu membuat hati gelisah sehingga perlu
adanya taubat kepada Allah Swt, taubat yang disampaikan kepada Allah
mendatangkan ketenangan hati karena dosa-dosanya telah diampuni Allah. Sebagai
contoh Nabi Adam As, selalu mohon ampun kepada Allah karena telah melakukan
kesalahan yaitu memakan buah khuldi di syurga, padahal Allah telah menyampaikan
pesan, silahkan memakan semua buah-buahan yang ada di syurga tapi jangan dekati
satu pohon itu, surat Al Baqarah 2;35-38 Allah berfirman;
“dan
Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan
makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai,
dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu Termasuk orang-orang
yang zalim.”
“lalu
keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu[38] dan dikeluarkan dari
Keadaan semula[39] dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu
menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan
kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."
“
kemudian Adam menerima beberapa kalimat[40] dari Tuhannya, Maka Allah menerima
taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
“Kami
berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu! kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati".
Dosa yang diampuni akan menjadikan
manusia hidupnya tenang, tidak khawatir lagi dengan bayangan dosa yang selalu
mengejarnya sehingga tidurnya tidak nyenyak dan makannya tidak enak. Orang yang
bertaubat yang kemudian taubatnya diterima Allah maka dia akan tenang, tidak
bersedih hati sebab kesalahan dan dosanya telah diampuni oleh Allah, taubat
yang sebenar-benarnya taubatlah yang disebut dengan taubat nasuha yang akan
diampuni Allah. Untuk itulah sebelum melakukan kesalahan, dosa dan maksiat
selayaknya disadari bahwa semua itu akan membuat hati tidak tenang, gelisah,
resah dan penuh ketakutan, apalagi saat kematian mendekatinya kelak. Wallahu
A’lam [Cubadak Solok, 27 Februari 2012.M/ 05 Rabi’ul Akhir 1433.H].
http://gemirasolok.blogspot.com/2013/10/61-menghilangkan-gelisah-dengan.html
20.34 | 0
komentar | Read More