Menserikatkan Allah bukan sebatas merusak iman, tapi dia merupakan
sebuah kezhaliman, kezhaliman saja mengantarkan seseorang
ke dalam neraka, apalagi kezhaliman itu adalah kezaliman yang besar,
syirik merupakan kezhaliman yang besar, ini yang diwaspadai
Lukman terhadap pendidikan anaknya, yaitu penanaman dan
pembenahan iman sebelum perintah
untuk menegakkan shalat.
Perkara iman bukanlah urusan manusia, iman bukanlah warisan dari nenek moyang dan tidak bisa untuk diwariskan, kalau iman urusan manusia maka yang lebih dahulu beriman kepada Allah adalah Abu Thalib, yaitu paman dari Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam. Nabi Ibrahim harus berlawanan dengan ayahnya karena dia tidak mau menyembah patung hasil karya ayahanda. Karena keimanan pulalah kenapa Nabi Musa harus berhadapan dengan Fir’aun, Nabi Ibrahim dimusuhi oleh Namrudz dan Nabi Muhammad tidak disukai oleh bangsa Quraisy.
Tidak semua orang dapat hidayah iman, dia merupakan karunia Allah Subhanahu Wa Ta’ala kepada hamba-Nya tanpa memandang status sosial dan keturunan. Bilal bin Rabah dan Amar bin Yasir hanya budak yang dikekang oleh majikannya, berbuat hanya untuk kepentingan sang tuan, tidak ada hak-hak istimewa diberikan kepada para budak, siapa yang membangkang maka lecutan, tendangan dan tamparan menjadi sarapan setiap pagi, apalagi menyatakan diri telah beriman kepada agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam.
Betapa sayangnya Allah kepada kita sehingga hidayah iman itu diberikan kepada kita, apakah keimanan itu karena ajakan dan didikan orangtua atau karena usaha kita yang menelaahnya. Dari sekian karunia Allah yang dicurahkan kepada kita, apakah nikmat harta, kesehatan, kelapangan hidup, kebahagiaan rumah tangga dan tersedianya fasilitas hidup, maka nikmat iman adalah karunia yang besar, sebab kepentingannya bukan hanya di dunia tapi untuk menyelamatkan diri kita di akherat kelak.
Nikmat iman hanya diberikan kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya dan ini merupakan hak preogratif Allah tanpa bisa dicampuri oleh siapapun. Walaupun demikian iman tersebut akan diberikan memang kepada orang-orang yang mencarinya atau orang-orang yang memang ada kecendrungan kepada keimanan, Allah berfirman; "Segala puji bagi Allah yang Telah menunjuki kami kepada (surga) ini. dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. "[Al A'raf 7;43]/
Betapa banyak orang yang hidup dizaman Rasulullah, tapi mereka tidak mendapat petunjuk untuk mengikuti kebenaran, karena kecendrungan hati mereka pulalah sehingga Allahpun menyesatkan mereka. Walaupun semua orang berupaya untuk memberi petunjuk kepada kita, tapi kalau Allah tidak memberikan petunjuk itu maka tidak ada yang bisa untuk memberikan petunjuk, lihatlah betapa dekatnya Abu Thalib dengan Rasulullah, bahkan dia berupaya untuk melindungi Nabi dari serangan orang-orang kafir, ketika mau meninggal, Rasulullah menawarkan kembali kepadanya keimanan dengan mengucapkan kalimat shahadat, tapi dia menggeleng untuk sekian kalinya, dan sebaliknya walaupun semua orang berupaya untuk menghalangi datangnya petunjuk maka tak satupun yang akan dapat menghalangi ketika petunjuk itu diberikan oleh Allah, bagaimana raja Najasi, yang jauh hidup di negeri Habasyah, tidak pernah bertemu dengan Rasul, tapi dia beriman kepada Allah, ketika meninggal Rasulullah melakukan shalat ghaib untuk sang raja. "Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, Maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan Allah, Maka merekalah orang-orang yang merugi" [Al A'raf 7;178]
Iman yang ada pada hati manusia bila diibaratkan kepada bangunan bagaikan pondasi yang menghunjam ke bumi sehingga bangunan itu kokoh dan kuat. Bila diibaratkan kepada pohon dia adalah akar yang kuat yang terkubur di tanah. Tanpa itu semua bangunan dan pohon tadi akan mudah rubuh, tumbang dan tidak berdaya. Demikian pula manusia, tanpa iman dan taqwa akan goncang dalam percaturan kehidupan ini.
Namun ketika iman itu sudah ada dalam hati, kita tidak pandai memeliharanya, iman itu kita dinodai dengan kotoran yang busuk, walaupun kita masih shalat, masih puasa, zakat bahkan hingga menunaikan ibadah haji. Kemurnian iman itu telah rusak, dia tidak laku lagi dihadapan Allah, percuma saja kita shalat, puasa, zakat, haji atau amalan-amalan lainnya kalau iman telah kotor, busuk lagi berulat, ibarat koreng yang semakin melebar sakitnya, lama-kelamaan kaki yang terkena koreng itu akan habis digerogoti oleh penyakit.
Betapa sia-sianya kita, yang telah diberi hidayah oleh Allah berupa iman, tapi kita tidak pandai memeliharanya, iman itu kita cemari dengan keyakinan lain yaitu syirik kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Kita menyatakan beriman kepada Allah dengan melaksanakan segala pengabdian seperti shalat, puasa dan pengabdian lainnya tapi kita tidak takut dengan dosa syirik yang kita lakukan, seperti melakukan pengobatan kepada dukun, padahal Nabi sendiri menyatakan bahwa siapa yang mendatangi dukun, maka tidak diterima amal ibadahnya selama empat puluh hari, kita masih mendatangi kuburan-kuburan tertentu untuk memohon berkah, padahal yang dikubur itu tidak mampu untuk memberikan berkah kepada dirinya, kita juga masih menyediakan sajian-sajian kepada syaitan dengan alasan untuk menolak bala serta bentuk kesyirikan lainnya, memakai jimat, menggantungkan sesuatu di pintu rumah yang intinya untuk menyelamatkan diri dari gangguan syaitan, padahal dengan jelas Allah sudah menerangkan bahwa syirik itu adalah dosa yang tidak berampun dan pelakunya dimasukkan ke dalam neraka. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.”(An-Nisaa’ 4 : 48,116)
“ Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.”(.Al Bayyinah 98:6).
Betapa malangnya ya Allah, andai kata kami tidak mengetahui kalau iman kami telah tercemar oleh syirik, kurafat dan tahayul, atau mungkin kami sadar bahwa itu perbuatan syirik, tapi masih dilakukan juga, sehingga sia-sialah iman dan amal ibadah kami selama ini, padahal Engkau telah menyebutkan dalam firman-Mu yang mulia tentang sia-sianya amal perbuatan bila iman dicemari oleh kesyirikan, “Dan seandainya mereka berbuat syirik, pastilah gugur amal perbuatan yang telah mereka kerjakan.”(Al-An’am 6; 88).
“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan masjid-masjid Allah, (sedangkan) mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia amalan-amalan mereka, dan mereka kekal di dalam Neraka.” (At-Taubah 9: 17).
Betapa banyak dari kami yang tidak pandai menjaga iman walaupun kami melakukan shalat, puasa, zakat dan haji, tapi iman kami bercampur-aduk dengan kotoran. Sebenarnya kamipun sudah banyak mendengar dalam pengajian dan ceramah bahkan khutbah tentang bahaya perbuatan syirik, tapi kami tidak tanggapi semua itu sebab kami telah terlanjur mengikuti cara-cara nenek moyang kami yang mereka tidak mendapat petunjuk dan jauh dari kebenaran.
Tidakkah kita meneladani bagaimana Lukman Al Hakim mendidik anak-anaknya yang diawali dengan pembersihan hati dari keimanan yang syirik, Lukman tidak mendahulukan pengajaran kepada anaknya tentang shalat atau puasa dan ibadah lainnya walaupun hal itu memang dianjurkan, tapi dia perioritaskan terlebih dahulu membersihkan hati anaknya dari syirik, “dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". [Lukman 31;13]
Menserikatkan Allah bukan sebatas merusak iman, tapi dia merupakan sebuah kezhaliman, kezhaliman saja mengantarkan seseorang ke dalam neraka, apalagi kezhaliman itu adalah kezaliman yang besar, syirik merupakan kezhaliman yang besar, ini yang diwaspadai Lukman terhadap pendidikan anaknya, yaitu penanaman dan pembenahan iman sebelum perintah untuk menegakkan shalat, karena kalau sekedar beriman, banyak orang yang beriman tapi hatinya kotor, rusak, bernoda dan busuk, bahkan Fir’aun yang selama ini kita yakini seorang Raja Zhalim yang sombong, ternyata hatinya beriman kepada Allah, terbukti ketika dia ditenggelamkan di laut, saat ajal menjemput dia mengakui Allah sebagai Tuhan yang layak disembah, tapi keimanannya sia-sia, begitu juga Iblis, dia adalah makhluk yang beriman kepada Allah, keingkarannya muncul ketika tidak mau sujud kepada Adam, padahal perintah sujud itu dari Allah sehingga saat itu iblis makhluk yang terlaknat.
Ampuni kami ya Allah atas keterlanjuran ini, berilah kami hidayah iman dan beri pula kami kemampuan untuk menaga iman itu dengan baik, tetapkanlah hati kami istiqamah untuk menjaga iman sehingga ketika kematian menjemput, iman yang kami miliki adalah iman yang tauhid, yaitu iman yang bersih dari noda-noda syirik, karena iman yang bersihlah yang akan menyelamatkan kami sebagaimana yang Engkau janjikan kepada kami dalam hadits qudsi “Hai anak Adam, seandainya kamu dating kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu sedikitpun, niscaya aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula.”(HR. At-TirmidzidanAdh-Dhiya’, hadisthasan).
Berilah juga taufiq dan hidayah-Mu kepada saudara-saudara kami yang masih tenggelam dalam kesyirikannya, mereka masih percaya dengan kehebatan batu cincin, masih meyakini suara burung di malam hari akan mendatangkan bahaya, tidak sedikit diantara saudara kami yang masih menghitung-hitung hari, dan mencari hari baik untuk mengadakan pesta, ada juga yang menaburi sesuatu di depan kedainya agar usahanya lancar, ramal meramal sudah menjadi kebiasaan di negeri kami. Kalaulah masyarakat awam yang melakukan masih dapat dikatan wajar, tapi yang melakukan dan yang punya keyakinan tersebut banyak pula mereka yang terpelajar, bergelar sarjana, ada juga yang mengadakan semua praktek syirik disebut buya, ustadz, kiyai atau orang pintar, anehnya merekapun shalat dan puasa sehingga orang yakin kalau hal itu dibolehkan oleh agama dan bukan termasuk syirik.
Maha besar Engkau ya Allah, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, engkau masih memberikan waktu kepada kami untuk hidup di dunia ini beberapa saat saja untuk memperbaiki iman dan amal ibadah kami sebelum ajal menjemput, alangkah malangnya kami bila kematian mendahului kami sebelum iman kami bersih dari segala noda, dengan taufiq dan hidayah-Mu, berilah kami kecendrungan hati untuk mempelajari islam dengan baik dari para ulama yang bersih imannya dan shahih ibadahnya, semoga kami mampu membersihkan iman ini dari segala kotoran dan noda yang mencemarinya, Wallah A’lam [Cubadak Solok, Jum’at 18 Rabiul Awal 1436.H/ 09 Januari 2015.M].
Literatur;
1. Yanuar Z Arief, Hikmah: Kabar Kubur,Republika OnLine; Jumat, 18 Februari 2011, 09:46 WIB
Artikel diatas dikirim oleh: mukhlisdenros@gmail.com
Dipublish oleh: bagindaery.blogspot.com
11.57 | 1
komentar | Read More