“Hidup
adalah sebuah pengembaraan, maka manusia yang memilki visi, ibarat
seorang pengembara yang telah melihat ujung pengembaraannya. Dia tau
akan arah perjalanannya, sehingga berbagai halangan dan rintangan takkan
mampu membuatnya menjauh dari arah yang ia tuju. Berlikunya jalan yang
ia tempuh akan ia anggap sebagai konsekuensi logis dari pengembaraannya.
Hasutan yang datang dari berbagai sisi, takkan mampu membelokkan
hatinya dari jalan yang ia pegang teguh. Mengapa? Karena ia tahu, bahwa
orang lain tidak mampu melihat ujung perjalanannya. Biarlah para
penghasut berkutat dengan fatamorgananya, sedang para visioner akan
berjuang keras mewujudkan cita-cita besarnya.“
“Maka nikmat Rabbmu mana lagikah yang akan kamu dustakan?”
Alhamdulillah, sungguh rasa syukur selalu
dan harus selalu mengiri perjalanan diri ini. Termasuk masa-masa saat
ini, dimana saya banyak dikelilingi oleh para pengusaha-pengusaha luar
biasa. Pengusaha-pengusaha yang berhasrat besar untuk menularkan
semangat wirausaha kepada generasi muda. Lebih jauh lagi, saya
dikelilingi oleh para pengusaha yang senantiasa menjadi tutor untuk
mengajarkan bagaimana melaksanakan perniagaan yang tiada pernah merugi.
Salah satu hikmah yang saya dapatkan
melalui diskusi dengan beliau-beliau adalah pemahaman mengenai “proses”.
Bahwa keberhasilan yang mereka rengkuh saat ini tidaklah semudah
membalikkan telapak tangan. Target-target yang mereka capai, bukanlah
datang melalui sebuah keberuntungan. Memang benar, ada sekelumit
kesempatan yang hadir dan jarang dirasakan oleh semua orang, akan tetapi
haruslah diingat, bahwa “kesempatan akan datang bagi mereka yang
mempersiapkan. Orang-orang yang tidak siap, tidak akan menganggap suatu
kesempatan sebagai kesempatan.”
Perjalanan yang dilalui untuk mengejar
cita-cita mereka membutuhkan proses yang panjang dan berliku, terutama
pada masa-masa merintis. Bahkan sering muncul istilah, saat-saat
merintis adalah saat-saat dimana kaki menjadi kepala dan kepala menjadi
kaki. Begitulah kiranya, proses jungkir-balik menjadi hal yang lumrah
saat merintis.
Hampir semua pengusaha besar, pada
masa-masa awal usahanya, menjadi konseptor sekaligus pelaksana. Tak
hanya sebagai manajer, mereka juga turun langsung mengurusi keuangan,
melakukan pencatatan, produksi, pemasaran, dan lain sebagainya. Selain
itu, mereka juga harus bersabar menunggu saat-saat jerih payah yang
mereka perjuangkan menjadi nyata atau wujud. Maka proses dimana usaha
mereka belum membuahkan hasil memuaskan, adalah masa-masa ujian. Ada
seorang pengusaha yang berkata pada saya, “masa-masa awal mencoba, biaya
yang dikeluarkan bagi sebagian orang dianggap sebagai kerugian, namun
bagi pengusaha hal tersebut bukanlah kerugian, melainkan investasi ilmu
agar nantinya dapat mengembangkan usahanya hingga mencapai keuntungan
yang diharapkan. Justru ketika orang berhenti dan tidak mengembangkan
ilmu yang didapat dalam proses mencoba, itulah yang rugi, karena biaya
investasi ilmunya tidak kembali.”
Keyakinan pada Visi
Mengapa? ya berbagai kata mengapa akan
keluar. Mengapa mereka mau berjuang begitu kerasnya, bahkan mengerahkan
seluruh daya dan upayanya untuk memperjuangkan usaha mereka? Mengapa
mereka mampu bersabar dan bertahan menunggu hasil jerih payahnya
terwujud?
Semua hal itu tidaklah mungkin dapat
dilalui tanpa adanya visi dan keyakinan. Visilah yang membuat orang
mempunyai arah dalam hidup. Visilah yang akan menimbulkan keyakinan pada
suatu hal yang belum wujud. Kenapa? karena visi adalah suatu kondisi
yang ingin diwujudkan, dengan demikian visi adalah sesuatu yang belum
wujud. Maka orang-orang yang memiliki visi adalah orang-orang yang akan
mewujudkan visinya. Semakin tinggi keyakinan akan visi yang dimiliki,
semakin tinggi pula keyakinan seseorang untuk bertahan dalam proses
mewujudkan visinya.
Hidup adalah sebuah pengembaraan, maka
manusia yang memilki visi, ibarat seorang pengembara yang telah melihat
ujung pengembaraannya. Dia tau akan arah perjalanannya, sehingga
berbagai halangan dan rintangan takkan mampu membuatnya menjauh dari
arah yang ia tuju. Berlikunya jalan yang ia tempuh akan ia anggap
sebagai konsekuensi logis dari pengembaraannya. Hasutan yang datang dari
berbagai sisi, takkan mampu membelokkan hatinya dari jalan yang ia
pegang teguh. Mengapa? Karena ia tahu, bahwa orang lain tidak mampu
melihat ujung perjalanannya. Biarlah para penghasut berkutat dengan
fatamorgananya, sedang para visioner akan berjuang keras mewujudkan
cita-cita besarnya.
Kepercayaan besar akan visi adalah sebuah paradigma yang sulit ditemui saat ini. Paradigma yang bisa juga disebut “believing is seeing” inilah
yang akan membuat orang bertahan untuk berjuang mewujudkan suatu hal
yang belum wujud. Sedangkan paradigma yang saat ini diajarkan dimanapun,
terutama di sekolah adalah “seeing is believing” sehingga sulit menemukan orang-orang visioner di tengah-tengah kehidupan ini. Orang-orang yang “seeing is believing” lebih
menyukai pekerjaan-pekerjaan yang telah terukur dengan pasti dan telah
dilalui orang-orang kebanyakan di sekitarnya. Maka wajarlah orang-orang
seperti ini takkan mampu menjadi pendobrak, karena mereka hanya melihat
yang ada di sekitarnya, bukan melihat pada hal-hal yang bersifat
futuristik layaknya para visioner.
Sungguh sebenarnya keyakinan akan sesuatu yang belum terlihat wujudnya, atau “believing is seeing” adalah ajaran yang telah termaktub di dalam Al-Quran.
“Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” (Q.S. Al Baqoroh : 2-3)
Secara tidak langsung, orang-orang
visioner, termasuk salah satunya para pengusaha, telah meniru perilaku
yang disebutkan pada ayat tersebut, yaitu mempercayai hal yang gaib atau
belum wujud. Berbeda dengan mayoritas orang saat ini yang lebih
menyukai kejelasan, seperti bekerja dengan gaji yang besaran dan
waktunya pasti.
Mengejar Visi yang Berdasar
Sungguh sulit memang membayangkan
masa-masa prihatin para pengusaha sukses, namun mereka memang
benar-benar pernah merasakan masa-masa jatuh dan bangun. Menakjubkan
melihat kegigihan mereka untuk menggapai cita-cita maupun visi yang
mereka yakini.
Hal ini seharusnya menjadi ayat bayyinah bagi kita. Saya teringat surat Al Baqoroh ayat 199 – 201 yang berbunyi sebagai berikut:
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah
hajimu, maka berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu
menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan)
berdzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang
yang berdoa: “Ya Rabb kami, berilah kami (kebaikan) di dunia”, dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat.
Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Rabb kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”.
Mereka itulah orang-orang yang mendapat
bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat
perhitungan-Nya. (Q.S. Al-Baqoroh: 199-201)
Ayat tersebut mengajarkan kepada kita
bahwa ada manusia-manusia yang bervisi pada kebahagiaan dunia serta ada
pula manusia-manusia yang bervisi pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Tanpa melihat latar belakang penyusunan
visi yang dibuat oleh para pengusaha-pengusaha sukses, setidaknya
kehidupan mereka menjadi idaman bagi kebanyakan orang saat ini. Dengan
demikian, bisa kita pandang bahwa mereka telah mampu merengkuh
kebahagiaan di dunia sehingga pantaslah jika kegigihan serta daya juang
mereka dalam merintis usahanya menjadi gambaran dan teladan bagi kita
dalam merintis kebahagiaan dunia.
Namun, seperti yang termaktub dalam surat
Al Baqoroh ayat 199-200 di atas, mengejar kebahagiaan dunia saja
tidaklah cukup. Kita harus mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat.
Dengan kata lain, kita harus mampu menciptakan sebuah tatanan yang mampu
menghasilkan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat seperti yang
dilakukan oleh Rasulullah Muhammad SAW dan para sahabatnya.
Pejuang Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Berkaca pada hal tersebut, maka
bagaimanakah jatuh-bangunnya Rasul dan para sahabat dalam merintis
kebahagiaan dunia dan akhirat? Bagaimanakah pengorbanan yang dilakukan
oleh Rasul dan para sahabatnya? Bagaimanakah besarnya ujian yang
dihadapi oleh mereka? Bagaimanakah ketangguhan daya juang mereka dalam
rangka menggapai visi yang diidamkan?
Sungguh sulit memberikan jawaban gamblang
akan pertanyaan-pertanyaan di atas. Namun, melihat ayat-ayat nyata
mengenai perjuangan orang-orang yang sukses menggapai kebahagiaan di
dunia, maka gambarannya, untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat,
pastilah dibutuhkan perjuangan yang jauh lebih besar daripada perjuangan
menggapai kebahagiaan dunia.
Jika pada masa merintis, para
pengusaha bersedia mengerjakan segala usahanya sendiri, maka pastinya
satu orang muslim terdahulu juga mengerjakan berbagai kegiatan yang
beban pengerjaannya puluhan atau bahkan ratusan orang. Itulah
sebabnya, dahulu pasukan muslim, selalu bisa mengalahkan pasukan musuh
yang jumlahnya berkali-kali lipat jumlah pasukan muslim. Hal itu tidak
lain dan tidak bukan karena pasukan muslim telah terlatih untuk memegang
tanggung jawab yang seharusnya dipikul oleh banyak orang. Firman Allah
dalam surat Al Anfaal ayat 65.
“Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti” (Q.S. Al-Anfaal:65) |
Maka bagi para muslim yang sedang
merintis jalan menuju cita-cita agung, yakni kebahagiaan dunia dan
akhirat, sudah pastilah akan memegang tampuk amanah besar dengan beban
pengerjaan besar. Jika proses tersebut mampu dilewati, niscaya
satu orang muslim akan bisa menyamai kapasitas ratusan orang sesuai
dengan janji Allah tersebut.
Jika pada masa merintis, para pengusaha
harus melewati jalan yang berlika-liku, maka begitu pula yang dialami
oleh Rasul dan para sahabatnya. Mereka ditempa dengan berbagai ujian
untuk bisa memasuki kehidupan yang didamba-dambakan. Seperti firman
Allah dalam surat Al-Baqoroh ayat 214
“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk Jannah, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” |
Jika para pengusaha sangat meyakini
keberhasilan visi mereka, maka bayangkan, seperti apa Rasul dan para
sahabatnya meyakini visi yang sangat berdasar dan merupakan janji dari
Sang Khalik? Keyakinan inilah yang membuat semangat para muslim terdahulu berkobar luar biasa tanpa bisa dibendung.
Jika para pengusaha meyakini bahwa dalam
proses merintis tidak ada kata merugi dan bahwa merugi adalah kondisi
ketika orang menyerah di tengah perjalanan merintisnya, maka
memang seharusnya seorang muslim tidak pernah boleh mundur dalam
memperjuangkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Layaknya pasukan muslim
saat menaklukan Andalusia, dimana panglima perang saat itu, Thariq bin
Ziyad, membakar seluruh kapal muslim beserta dengan amunisi di dalamnya
sehingga tidak ada pilihan selain maju menghadapi musuh. Keberanian yang
berbuah kemenangan tersebut tidak lain dan tidak bukan karena keyakinan
yang tinggi akan kebenaran janji Allah tanpa ada keraguan sedikitpun,
seperti dalam firman-Nya
“Kebenaran itu dari Rabbmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (Q.S. Al Baqoroh : 147) |
Semoga tulisan ini menjadi sebuah potret
langkah yang mampu menjaga diri ini dan juga jiwa-jiwa lain agar
senantiasa maju tak gentar serta tak mengenal lelah dalam memperjuangkan
apapun cita-cita yang dimiliki, termasuk cita-cita mewujudkan
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Semoga diri ini dan para pembaca
semakin yakin bahwa tidak ada kata merugi bagi para perintis kebahagiaan
dunia dan akhirat sesuai dengan firman Allah dalam surat Fathir ayat
29.
Maka, janganlah takut, janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.
https://mahdikarim.wordpress.com
14.53 | 0
komentar | Read More