ARTIKEL PILIHAN

GOOGLE TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

ARTIKEL PILIHAN

JANGAN SALAH SANGKA MENGENAI JIHAD, MELURUSKAN MAKNA JIHAD YANG SEBENARNYA

Written By Situs Baginda Ery (New) on Jumat, 01 Juli 2016 | 22.42

Diantara langkah musuh-musuh islam dalam menyesatkan orang-orang islam dari dahulu hingga sekarang adalah pemalingan istilah-istilah syari’, dan sekarang kita juga menyaksikan sebagian ummat islam yang teracuni kemunafiqan atau memang dia munafiq atau juga dia memang orang bodoh yang ikut serta menggunakan istilah musuh-musuh Alloh ta’ala yang tujuannya adalah penyesatan kaum muslimin dari agama Alloh yang mulia ini.

Di antara istilah yang akhir-akhir ini sedang diselewengkan adalah “Jihad”. Bukan hanya musuh-musuh islam yang mencoba merubah arti jihad yang sebenarnya, bahkan yang lebih menyedihkan banyak  dari orang yang mengaku aktifis islam ikut mencoba menyembunyikan makna jihad yang sebenarnya, lebih-lebih orang awam, mereka akan ketakutan jika ditanya tentang apa itu “Jihad” sekalipun sebenarnya mereka juga memang tidak mengetahui apa makna jihad.

Untuk meluruskan kembali arti jihad yang sebenarnya berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah serta perkataan para ulama yang berpegang teguh terhadap keduanya, maka mari kita simak makna jihad yang benar:

1. JIHAD SECARA BAHASA

Imam Arrogib alasfahani berkata: ”Kalimat “Aljahdu” dan “Aljuhdu” adalah kemampuan dan kesusahan.” (almufrodat hal:99).

Imam ibnu hajar al-asqolani berkata: ”Dan jihad dengan menkasrohkan huruf jim berarti kesusah-payahan.” (Fathul bari 6/3)

2. JIHAD MENURUT SYAR’I

Jihad adalah hukum syar’i, berarti pengertian jihad-pun harus berdasarkan Al-qur’an dan As-sunnah agar pengetian jihad itu sesuai dengan apa yang dimaksud oleh Alloh ta’ala dan Rosul-Nya. Para ulama khususnya ulama ahli fiqih mengungkapkan definisi jihad dalam kitab-kitabnya, mayoritas mereka mengartikan bahwa jihad itu adalah: ”Berperangnya kaum muslimin melawan orang-orang kafir setelah mendakwahi mereka untuk memeluk islam, jika mereka enggan masuk islam maka mereka ditawari membayar pajak kemudian baru memerangi mereka jika tetap membangkang.”

Adapun beberapa perkataan ulama madzhab yang mewakili setiap madzhabnya sebagai berikut dalam mendefinisiakan jihad:

Ulama madzhab hanafi mengatakan: ”Mengerahkan tenaga dan kemampuan dengan berperang di jalan  Alloh aza wa jalla dengan jiwa, harta, lisan dan selaian itu.” (Badai’u as-shona’i) ada juga yang mengatakan: ”Mengajak untuk memeluk agama yang hak ini dan memerangi mereka jika tidak mau menerimanya.” (Hasyiah ibnu ‘abidin 4/121)

Dan menurut madzhab maliki mengatakan bahwa jihad adalah: ”Peperangan seorang muslim dengan orang kafir yang tidak punya ikatan janji perdamaian untuk meninggikan kalimatulloh ta’ala.” (As-syarhrus sogir ‘ala aqrobul masalik 2/267)

Menurut madzhab syafii’ sebagaimana yang dikatakan oleh Al-hafidz ibnu hajar al-asqolani: ” Mengerahkan kemampuan dalam memerangi orang-orang kafir.” (fathul bari 6/3)

Adapun menurut madzhab hambali: ”Memerangi orang-orang kafir.”

Inilah pengertian jihad menurut para ulama “Memerangi orang-orang kafir” dan definisi ini jika kata-kata jihad disebut secara mutlak, sekalipun demikian bukan berarti jihad tidak memiliki makna lain selain makna perang, ada definisi jihad yang tidak ada kaitannya dengan perang yaitu jika digandengankan dengan kalimat lain, seperti jihad melawan orang munafiq, jihad melawan jiwa, berjihad dalam mempelajari ilmu, mengamalkannya serta mendakwahinya, oleh karenanya Syaikhul islam rohimahulloh memberikan pengertian jihad secara umum, yaitu:  ”Jihad adalah mengerahkan segenap kemampuan untuk mendapatkan sesuatu yang dicintai oleh kebenaran dan menangkal sesuatu yang dibenci oleh kebenaran.” Dan beliau juga berkata: ”Hal itu disebabkan karena hakikat jihad adalah bersungguh-sungguh mendapatkan apa-apa yang dicintai oleh Alloh dari iman dan amal sholeh serta menangkal apa-apa yang dibenci oleh Alloh dari perbuatan kufur, fasik dan juga perbuatan maksiat.” (Majmu’ fatawa 10/ 191 -193)

Pengertian jihad secara umum ini berdasarkan dalil dari Al-qur’an dan As-sunnah, diantaranya yaitu firman Alloh ta’ala:

(( وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّى نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِيْنَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِيْنَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ ))

Artinya :”Dan Sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kalian agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kalian, dan agar kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (Q.S.Muhammad 31)

(( يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمَ وَبِئْسَ اْلمَصِيْرُ ))

Artinya: ”Hai nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. tempat mereka ialah jahannam. dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.”(Q.S.Ataubah 73) Berjihad melawan kaum munafiq di sini adalah dengan menyampaikan hujah kepada meraka dan bukandengan pedang sebagaimana yang di contohkan oleh Rosul ketika muncul orang-orang munafiq, diantaranya Abdullojh bin ubay bin salul.

Dan juga berdasarkan hadits Rosululloh alaihisolatu wassalam :

( اَلْمُجَاهِدُ مَنْ جَاهَدَ نَفْسَهُ فِي طَاعَةِ اللهِ وَاْلمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَي اللهُ عَنْهُ )

“Mujahid adalah orang yang berjihad/ bersungguh-sungguh melakukan ketaatan kepada Alloh dan orang yang berhijroh adalah orang yang hijroh dari apa-apa yang dilarang oleh Alloh” (H.R. Ahmad 6/21, Ibu hibban:25 dan Alhakim serta disepakati oleh imam Ad-dzahabi)

Jadi sangatlah jelas dari uraian diatas tentang jihad, bahwa jihad tidak hanya memiliki arti perang, selain itu menuntut ilmu, mengamalkannya, dakwah, melawan hawa nafsu serta mengamalkan ibahah-ibadah kepada Alloh juga bisa di sebut dengan jihad,  jika kata-kata jihad digandengkan dengan amal sholeh tersebut.

Ditulis oleh: Abu Mujahidah al-Ghifari, Lc.

http://dainusantara.com
22.42 | 0 komentar | Read More

INILAH JIHAD YANG BENAR MENURUT ISLAM

Dalam Islam, arti kata Jihad adalah berjuang dengan sungguh-sungguh.

Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia yaitu menegakkan Din Allah atau menjaga Din tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran. Jihad yang dilaksanakan Rasul adalah berdakwah agar manusia meninggalkan kemusyrikan dan kembali kepada aturan Allah, menyucikan qalbu, memberikan pengajaran kepada ummat dan mendidik manusia agar sesuai dengan tujuan penciptaan mereka yaitu menjadi khalifah Allah di bumi.

Pelaksanaan Jihad dapat dirumuskan sebagai berikut:

    Pada konteks diri pribadi - berusaha membersihkan pikiran dari pengaruh-pengaruh ajaran selain Allah dengan perjuangan spiritual di dalam diri, mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

    Komunitas - Berusaha agar Din pada masyarakat sekitar maupun keluarga tetap tegak dengan dakwah dan membersihkan mereka dari kemusyrikan.

Kedaulatan - Berusaha menjaga eksistensi kedaulatan dari serangan luar, maupun pengkhianatan dari dalam agar ketertiban dan ketenangan beribadah pada rakyat di daulah tersebut tetap terjaga termasuk di dalamnya pelaksanaan Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Jihad ini hanya berlaku pada daulah yang menggunakan Din Islam secara menyeluruh (Kaffah
Etika perang

Semasa kepemimpinan Muhammad dan Khulafaur Rasyidin antara lain diriwayatkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq sebelum mengirim pasukan untuk berperang melawan pasukan Romawi, memberikan pesan pada pasukannya , yang kemudian menjadi etika dasar dalam perang yaitu:

    Jangan berkhianat.
    Jangan berlebih-lebihan.
    Jangan ingkar janji.
    Jangan mencincang mayat.
    Jangan membunuh anak kecil, orang tua renta, wanita.
    Jangan membakar pohon, menebang atau menyembelih binatang ternak kecuali untuk dimakan.
    Jangan mengusik orang-orang Ahli Kitab yang sedang beribadah.


Terorisme tidak bisa dikategorikan sebagai Jihad; Jihad dalam bentuk perang harus jelas pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam peperangan, seperti halnya perang yang dilakukan Nabi Muhammad yang mewakili Madinah melawan Makkah dan sekutu-sekutunya. Alasan perang tersebut terutama dipicu oleh kezaliman kaum Quraisy yang melanggar hak hidup kaum Muslimin yang berada di Makkah (termasuk perampasan harta kekayaan kaum Muslimin serta pengusiran).

Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa : "Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau !".(QS 4:75)

Perang yang mengatasnamakan penegakan Islam namun tidak mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa disebut Jihad. Sunnah Rasul untuk penegakkan Islam bermula dari dakwah tanpa kekerasan, hijrah ke wilayah yang aman dan menerima dakwah Rasul, kemudian mengaktualisasikan suatu masyarakat Islami (Ummah) yang bertujuan menegakkan Kekuasaan Allah di muka bumi.

http://dhika28.blogspot.co.id
22.15 | 0 komentar | Read More

SEBUAH KEMATIAN DAN DOSA

TAKUT MATI KARENA DOSA, BENERAN? 
Banyak dari kita, sesama kita, dimanapun, kapanpun, selalu merasa horror ketika mendengar kata benda ini “KEMATIAN”. Bahkan mungkin juga saat kita membaca judul di atas ini sudah ketakutan sendiri. Tapi tahukah kalian? Sahabat, bahwa sebenarnya kita tak perlu takut dengan kematian, karena ia merupakan hal yang pasti terjadi. Bahkan bagi orang-orang beriman, kematian merupakan sesuatu yang ditunggu karena merupakan suatu pintu untuk bertemu dengan Allah Azza Wa Jalla. Dzat yang paling dicintainya.
Lalu mengapa kita sangat takut dengan kematian? Ada yang menjawab karena takut dosa. Tapi pertanyaannya, apakah benar karena takut dosa? Coba kita tanyakan kepada diri kita masing-masing. Apakah benar kita takut mati karena takut dosa. Dosa kita terlalu banyak sehingga takut masuk neraka. Kita tanyakan ke hati kita yang terdalam Apakah benar kita takut mati karena dosa?
Jika memang benar, coba kalau pertanyaannya diganti. Seandainya Allah telah menghapus segala dosa kita dan menjamin kita terbebas dari segala dosa, bahkan menjamin kita tempat di syurga setelah mati. Apa siap kau untuk mati? Alhamdulillah, jika ada yang menjawab siap, semoga Allah merahmatimu dengan khusnul khatimah. Amin
Tapi mungkin masih ada yang menjawab masih belum siap, masih takut atau mungkin ragu-ragu untuk mati. Terus kurang apa? Bukankah Allah sudah memastikan syurga untuk kamu? Ada jawaban tambahan seperti : masih ada mimpi dan harapan yang harus saya capai, keluarga masih membutuhkan saya, saya takut keluarga sedih kehilangan saya, atau ada dengan alasan yang menggelitik “ saya belum nikah”… (hehe..).
Coba kita maknai sebuah analog di bawah ini :
Andi memiliki seorang sahabat dekat, akrab, shohib yang bernama Anto. Setiap waktu mereka saling bersama dalam cinta persahabatan. Sehingga mereka diibaratkan “api dan asap”. Kemana Anto mengajak Andi, Andi pasti ikut. Begitu pula sebaliknya. Hingga suatu ketika ada seseorang bernama Anam, teman jauh Andi mengajak Andi ke suatu tempat yang bagus dan disukai oleh Andi. Tetapi Andi lebih mengikuti Anto, yang lebih ia percaya karena merupakan teman dekatnya. Sehingga ajakan Anam di tolak.
Mari kita kaji cerita di atas. Bukan maksud menyamakan Allah dengan makhlukNya, tapi kita jadikan sebuah analog saja. Andi adalah manusia, hamba Allah, kemudian Anto adalah duniawi dan Anam disini adalah Allah yang menjanjikan sebuah tempat terindah (syurga) kepada Andi. Namun karena Andi lebih banyak menghabiskan waktunya dengan Anto, dan lebih mencintai Anto sebagai sahabatnya, ajakan Anam ditolak meski ia mengajak suatu tempat yang disukainya.
Seperti itulah kira-kira penggambaran kita sebagai manusia yang masih menjadikan dunia teman akrab, sehingga lebih mempercayai dan nyaman terhadap dunia daripada Allah. Padalah Allah telah menjanjikan syurga, tapi kita lebih memilih duniawi karena t’lah terikat erat dengan dunia.
Seperti halnya alasan di atas : masih ada harapan yang harus saya capai, keluarga masih membutuhkan saya, saya takut keluarga sedih kehilangan saya dll. Itu semua merupakan hal-hal dunia yang membuat kita lebih memilihnya karena kecintaan kita terhadap dunia. Untuk lebih memahami kita tadaburi ayat berikut :
Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.(At taubah 24)
Bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan, perniagaan dan tempat tinggal adalah hal-hal dunia yang secara manusiawi, manusia menyukainya. Hal-hal itu jugalah yang membuat kita sangat enggan memilih Allah, Rasul dan Jihad sebagai sesuatu yang kita cintai. Seperti orang munafik yang berkata ketika dikeluarkan perintah berperang dalam surat Al Baqarah 216: "Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai kepada beberapa waktu lagi?" (An Nisaa 77) dan beralasan "Sekiranya kami mengetahui akan terjadi peperangan, tentulah kami mengikuti kamu" (Ali Imran 167).
Dan orang-orang beriman berkata : "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun” (An Nisaa 77).
Lalu bagaimana caranya? Sang Nabi Muhammad SAW memberikan solusi : “Siapa yang ingin merasakan lezatnya iman, maka cintailah seseorang karena Allah” (HR. Muslim).
Jelas kan? Kita tak perlu meninggalkan atribut duniawi itu. Cukup kita mencintai Allah dari lainnya kemudian mencintai bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluarga, harta kekayaan, perniagaan dan tempat tinggal karena Allah. Sehingga ketergantungan kita kepada Ash Shamad tetap menjadi prioritas.
Begitulah, kecintaan dunia telah membuat kita sangat takut terhadap kematian. Maka mari mulailah kita belajar mencintai Allah lebih dari yang lain dengan mengendalikan hawa nafsu duniawi sekuat-kuatnya, dan mengantinya dengan aktivitas syurgawi. Sehingga ayat-ayat tentang syurga di bawah ini menjadikan kita tentram dan memicu semangat ibadah kita ketika membacanya :
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan kenikmatan, mereka bersuka ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhan mereka; dan Tuhan mereka memelihara mereka dari azab neraka. (Dikatakan kepada mereka): "Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan", mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. Dan orang-orang yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. Dan Kami beri mereka tambahan dengan buah-buahan dan daging dari segala jenis yang mereka ingini. Di dalam surga mereka saling memperebutkan piala (gelas) yang isinya tidak (menimbulkan) kata-kata yang tidak berfaedah dan tiada pula perbuatan dosa. Dan berkeliling di sekitar mereka anak-anak muda untuk (melayani) mereka, seakan-akan mereka itu mutiara yang tersimpan (Atthur 17-24)
Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera , di dalamnya mereka duduk bertelakan di atas dipan, mereka tidak merasakan di dalamnya (teriknya) matahari dan tidak pula dingin yang bersangatan. Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya. Dan diedarkan kepada mereka bejana-bejana dari perak dan piala-piala yang bening laksana kaca, (yaitu) kaca-kaca (yang terbuat) dari perak yang telah diukur mereka dengan sebaik-baiknya. Di dalam syurga itu mereka diberi minum segelas (minuman) yang campurannya adalah jahe. (Yang didatangkan dari) sebuah mata air surga yang dinamakan salsabil. Dan mereka dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka, mutiara yang bertaburan. Dan apabila kamu melihat di sana (surga), niscaya kamu akan melihat berbagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar. Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (diberi balasan).” (Al Insaan 5-22)
Sesungguhnya penghuni syurga pada hari itu bersenang-senang dalam kesibukan (mereka). Mereka dan isteri-isteri mereka berada dalam tempat yang teduh, bertelekan di atas dipan-dipan. Di syurga itu mereka memperoleh buah-buahan dan memperoleh apa yang mereka minta. (Kepada mereka dikatakan): "Salam", sebagai ucapan selamat dari Tuhan Yang Maha Penyayang.” (Yaasin 55-58).
Banyak muka pada hari itu berseri-seri, merasa senang karena usahanya, dalam syurga yang tinggi, tidak kamu dengar di dalamnya perkataan yang tidak berguna. Di dalamnya ada mata air yang mengalir. Di dalamnya ada takhta-takhta yang ditinggikan, dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya), dan bantal-bantal sandaran yang tersusun, dan permadani-permadani yang terhampar.” (Al Ghaasiyah 8-16).
Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya, seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan dengan baik (As Shafaat 48)
Namun, disuatu waktu Rasulullah pernah bersabda dari Abu Hurairah r.a. dari Rasulullah s.a.w., sabdanya: "Janganlah seseorang dari engkau semua itu mengharapkan kematian dan jangan pula berdoa untuk didatangi kematian itu sebelum kematian itu sendiri datang padanya - tanpa didoakan. Sehingga walau kematian itu sebenarnya sangat indah (jika kecintaan kita terhadap Allah telah terbangun) dan kita siap menghadapinya dengan berserah, biarkan ia datang sendiri sebagai bentuk penyerahan jiwa, raga dan hati kita kepadaNya dan Dialah yang Maha Berkehendak… sehingga Insya Allah kematian dalam Khusnul Khotimah kita raih, seperti peringatanNya…
dan datanglah kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri."(An Naml 31)
Lalu takwa dan berserah diri menjadi solusi :
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan berserah diri. (Ali Imran 102)
Maka dari itu berdo’alah :
"Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu)."( Al A’raaf 126)
Dan biarkan puisi dibawah akan memberikan kebahagiaan tak terkira saat maut menjemput, ketika di baca :
Izrail berjubah putih
Tersenyum manis dan ramah
Ia membawa sebuah kafan putih
Akupun tersenyum…meramah laksana seorang raja yang disambut pelayannya
Dan izrailpun melempar salam
“Salamun alaika”
Kujawab : “Waalaika salam”
Ia pun memanggil arwah suci…
Yang mengalir bagai air mengalir dari bejana
Dari mulutku
Tinggalkan jasad yang suci pula
Kembali kepangkuan Rabbku
“Allahuakbar”
Bersama iringan para malaikat
Ruhku menebarkan aroma wangi
Bersama aroma surga kumelayang
Menebar cinta ilahi
Dalam iringan nyanyian “Salam” dari penduduk langit
Jiwa tenangku
Kembali padaNya dengan hati yang puas lagi diridhaiNya
Masuk dalam jamah hamba-hambaMu
Dan menuju surgaMu…

Pemalang, Akhir 2011
 
http://dennylenggana.blogspot.co.id
22.13 | 0 komentar | Read More

SEBUAH HIDUP: Cinta Hidup-Mati Karena Allah swt

“Cinta yang besar adalah cinta yang mempertaruhkan nyawanya sendiri”. Inilah kecinta Para nabi-nabi dan Rasulullah saw kepada Allah swt. Kecintaan kepada Dzat yang telah menghidupkan mereka di dunia ini. Saking cinta kepada-Nya, para nabi dan Rasulullah saw mempertaruhkan hidup dan matinya demi menjunjung tinggi derajat Allah swt.
“Orang-orang mukmin itu ibarat satu jasad, apabila satu anggota badan sakit, maka seluruh jasad turut merasakan sakit dengan demam dan tidak dapat tidur.” (HR. Muslim)
Perlu kita ketahui saudara-saudara bahwa, jika kita mencintai Allah swt dengan keikhlasan hati, dijamin kita akan hidup bahagia baik di dunia maupun akhirat. Sudah dipersiapkan dengan matang oleh Allah swt, yang sangat mencintai-Nya sebagai bukti Maha Adil-Nya kepada umat Islam di dunia.
Cinta kepada Allah swt berarti menjauhi segala larangannya, dan mematuhi segala perintah-perintahnya. Cinta kepada Allah swt haruslah dengan sungguh-sungguh. Cinta kepada Allah swt adalah takut kepada Allah swt. Ketakutan ini bukannya lari terbirit-birit dan pergi menjauh di suatu daerah. Namun takut Allah swt marah kepada kita, murka kepada kita, dan Kita diberi Ahzab yang pedih oleh-Nya.
“Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqoroh: 148)
Cinta kepada Allah swt adalah jaminan masuk surga. Jaminan bagi orang-orang yang salih. Pintu-pintu surga terbuka lebar bagi siapa pun yang mencintai Allah swt dengan sungguh-sungguh. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita sebagai umat Islam menjunjung tinggi Dzat Yang Maha Agung, Dzat Yang Maha Perkasa, Dzat Yang Tak Tertandingi, supaya kita termasuk ke dalam golongan ahli surga.
Jadi oleh sebab itu, berikanlah kecintaan kita kepada Allah swt dengan sepenuh hati. Dengan segenap nyawa kita yang telah Dia berikan. Toh nantinya Allah swt juga membalas kecintaan kita kepada-Nya. Akhirulsam. Wassalamu’alaikum wr wb
“(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan Rasul-Nya. Mereka itulah orang-orang yang benar(ash-shodiquun). Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr: 8-9)
Hak Cipta
[Luqman Abdurrahman Shaleh]

https://arraahmanmedia.wordpress.com
22.11 | 0 komentar | Read More

Beginilah Sikap Muslim Dalam Menghadapi Fitnah

Written By Situs Baginda Ery (New) on Minggu, 26 Juni 2016 | 20.28

Berlindunglah Kepada Allah Ta'ala dari fitnah, karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallamsering sekali berdoa meminta perlindungan dari Allah agar tidak terkena fitnah.

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam bahkan sudah memperingatkan umatnya akan timbulnya fitnah, sebagaimana dalam sebuah hadits shahih:

أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يَتَقَارَبُ الزَّمَانُ وَيُقْبَضُ الْعِلْمُ وَتَظْهَرُ الْفِتَنُ وَيُلْقَى الشُّحُّ وَيَكْثُرُ الْهَرْجُ ». قَالُوا وَمَا الْهَرْجُ قَالَ « الْقَتْلُ »

Artinya: "Zaman akan semakin dekat, dicabutnya ilmu, akan timbul fitnah-fitnah, dimasukkan (ke dalam hati) sifat kikir dan akan banyak al harj", mereka (para shahabat) bertanya: "Apakah al harj,wahai Rasulullah?", beliau menjawab: "Pembunuhan". HR. Bukhari dan Muslim.


Fitnah jika sudah datang maka akan datang bersamaan dengannya kerusakan sampai hari kiamat. Allah Ta'ala telah memperingatkan adanya fitnah, coba perhatikan firman-Nya:

{وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ} [الأنفال: 25]      

Artinya: "Dan peliharalah dirimu dari pada fitnah yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zhalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya". (QS. 8:25).
 
Makna fitnah adalah sesuatu yang genting, berubah-rubah, tidak ada stabilitas dan semisalnya, akibat dari penyimpangan terhadap ajaran islam.

Kaidah-kaidah penting untuk seorang muslim dalam menghadapi fitnah:

1. Jika timbul fitnah, maka hendaklah hadapi dengan sikap hati-hati, tidak gegabah dan penuh kesabaran.

Hadapi dengan lemah lembut dan ramah tamah, karena Sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam:

« إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ ».

Artinya: "Sesungguhnya kelemah lembutan (keramah tamahan) tidaklah ada di dalam sebuah perkara kecuali menghiasinya dan tidak dicabut (kelemah lembutan) dari sesuatu kecuali memburukkannya". HR. Bukhari dan Muslim.

Hadapi dengan sikap hati-hati (tidak gegabah) dan kesabaran, berdasarkan sabda Nabi Muhammadshallallahu 'alaihi wasallam kepada Asyajj Abdul Qais radhiayallahu 'anhu:

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالأَنَاةُ





Artinya: "Sesungguhnya di dalam dirimu ada dua sifat yang dicintai oleh Allah, yaitu; kesabaran dan pelan-pelan (tidak gegabah)". HR. Muslim.

2. Tidak menghukumi sesuatu kecuali sesudah mengetahui kejadian sebenarnya, sesuai dengan kaedah fiqih:

الحكم على الشيء فرع عن تصوره

Artinya: "Menghukumi sesuatu itu adalah termasuk bagian tentang gambaran sesuatu tersebut."

Dan perlu diingat, suatu perkara tidak bisa diketahui kecuali dengan dua: dari kabar kaum muslim yang terpercaya dan dari berita orang yang meminta fatwa akan perkara tersebut meskipun orang yang minta fatwa tersebut adalah orang fasik.

3. Hendaklah selalu memegang sikap adil dan pertengahan (tidak berlebih-lebihan).
Karena firman Allah Ta'ala:

{وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَى} [الأنعام: 152]

Artinya: "…Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu…," (QS. 6:152).

Juga firman Allah Ta'ala:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ لِلَّهِ شُهَدَاءَ بِالْقِسْطِ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ } [المائدة: 8]

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang akamu kerjakan." (QS. 5:8).

Dan arti sikap adil dan sikap pertengahan bukanlah berarti membenarkan yang salah dan menyalahkan yang batil tetapi menempatkan standar kesalahan dan standar kebenaran sesuai dengan syari'at Islam bukan dengan hawa nafsu, harap diperhatikan point ini.

4. Selalu bersatu dalam kesatuan kaum muslim di bawah kepemimpinan yang sah.

Karena hal inilah yang ditunjukkan Allah dalam firman-Nya:

{وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ} [آل عمران: 103]

Artinya: "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk." (QS. 3:103).

Dan berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam:

عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ

Artinya: "Hendaklah kalian berjama'ah (di dalam kesatuan kaum muslimin) dan jauhilah dari perpecahan". HR. Tirmidzi dan dishahihkan oleh Al Albani.

Dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang berpecah belah ketika sudah jelas keterangan dan dalil bagi dia, firman Allah Ta'ala:

{وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (104) وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (105)} [آل عمران: 104، 105]

Artinya: "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung. (QS. 3:104) Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat." (QS. 3:105).

5. Slogan, bendera, visi dan yang semisalnya yang dibawa ketika fitnah harus ditimbang oleh seorang muslim dengan timbangan syari'at agama Islam, timbangannya Ahlu Sunnah wal Jama'ah.

Dan timbangan yang digunakan ada dua macam: pertama, timbangan yang digunakan untuk mengukur apakah bendera, visi, misi, slogan merupakan agama Islam, kalau tidak, berarti kebalikan Islam yaitu kekufuran. Dan kedua, timbangan yang digunakan untuk mengukur apakah bendera, visi, misi dan yang semisalnya sesuai dengan islam yang benar, kalau tidak, berarti kebalikan Islam yang benar adalah Islam yang tidak sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.

Allah Ta'ala berfirman:

{وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ} [الأنبياء: 47]

Artinya: "Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan". (QS. 21:47).

6. Setiap perkataan dan perbuatan di dalam setiap fitnah harus ada dhawabith (ukuran yang tepat).

Karena tidak semua perkataan yang anda anggap baik itu cocok untuk dikatakan dalam fitnah tertentu, begitu pula tidak semua perbuatan yang anda anggap baik itu cocok untuk diperbuat di dalam fitnahtertentu.

Karena setiap perkatan ataupun perbuatan akan mendatangkan beberapa perkara yang lain.
Oleh sebab itu ada riwayat dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:


مَا أَنْتَ بِمُحَدِّثٍ قَوْمًا حَدِيثًا لاَ تَبْلُغُهُ عُقُولُهُمْ إِلاَّ كَانَ لِبَعْضِهِمْ فِتْنَةً.


Artinya: "Tidak anda berbicara dengan suatu kaum sebuah pembicaraan yang tidak bisa dipahami oleh akal mereka kecuali akan menjadi fitnah bagi sebagian dari mereka". HR.Muslim.

7.    Jika terjadi fitnah, maka bersatulah dengan kaum muslimin apalagi para ulama.

Dan para ulama yang merupakan referensi (tempat kembali kaum muslimin) adalah mereka yang mempunyai dua sifat: pertama, dari ulama Ahlus sunnah yang mengerti tentang tauhid, sunnah dan yang lainnya yang berdasarkan pemahaman para shahabat nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dan kedua, yang benar-benar paham akan hukum-hukum islam secara menyeluruh, paham akan kaedah-kaedah dasar, akar-akar permasalahan, sehingga mereka tidak mempunyai kesamaran dalam menghadapi permasalahan.

8. Seorang muslim tidak boleh menurunkan hadits-hadits tentang fitnah yang disebutkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam kepada fitnah yang lagi berlangsung, misalkan dengan mengatakan : "Inilah fitnah yang disebutkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, atau dengan mengatakan: "Inilah orang yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, padahal fitnah tersebut masih berlangsung belum selesai, boleh kita mengatakan seperti itu ketika fitnah tersebut sudah selesai sebagai pernyataan seorang muslim akan berita yang dikabarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.
 
Tulisan ini disarikan dari kitab berjudul "Adh Dhawabit Asy Syar'iyyah Limauqif Al Muslim Min Al Fitan" (kaidah-kaidah Syariat tentang sikap seorang muslim dalam menghadapi keadaan-keadaan genting), karya Syeikh Shalih Alu Syeikh hafizhahullah, Menteri Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah dan Penyuluhan untuk Kerajaan Arab Saudi. Alih Bahasa: Abu Abdillah Ahmad Zainuddin.[]


http://www.dakwahsunnah.com/
20.28 | 0 komentar | Read More

Inilah Terapi Rasulullah saw Mengatasi Fitnah (Pelajaran dari Haditsul Ifki)

Oleh: Hepi Andi Bastoni, MA

            Madinah gempar. Fitnah keji terhadap keluarga Nabi saw merebak. Aisyah, istri Nabi saw dituduh berselingkuh dengan Shafwan bin Muaththal. Tuduhan itu seolah menemukan fakta: keduanya ditemukan berjalan berduaan sepulang dari perang Bani Musthaliq!

Lalu, apa yang dilakukan Nabi saw mengatasi fitnah ini? Lembaran sejarah mengajarkan kepada kita, bagaimana beliau memberantas fenomena ini sampai akarnya. Sebuah sikap yang sangat perlu diteladani oleh qiyadah dalam memberikan terapi atas peristiwa semacam ini.

Pertama, melakukan konfirmasi dan klarifikasi. Ini yang kita saksikan melalui beberapa pertanyaan yang diajukan Rasulullah saw, kepada  Zaid sebelum memutuskan kebenaran laporannya. Nabi saw sendiri melakukan hal itu. Qiyadah mana pun seharusnya melakukan klarifikasi sebelum mengeluarkan keputusan.

Jamaah yang tidak menghargai anggotanya takkan mendapatkan manfaat darinya di kala mengalami cobaan. Saat ini setelah era Rasulullah saw, kepada kita tidak diturunkan wahyu yang dapat mengabsahkan kejadian atau mementahkannya. Untuk itu, ada data-data dimana Islam telah menetapkan syarat-syaratnya, di antaranya adanya kesaksian  dan keadilan atau data-data yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan modern, berupa alat perekam atau foto yang merekam data-data pendukung, yang dapat membantu keluasan dan kebenaran penyidik.

Kedua, dalam menanggulangi merebaknya fitnah ini, Rasulullah saw pergi di waktu yang tidak biasanya sebagaimana yang dituturkan Ibnu Hisyam dalam Sirah, “Rasulullah saw pergi bersama beberapa orang shahabat pada siang itu hingga sore, dilanjutkan malam itu hingga pagi harinya, kemudian di hari berikutnya hingga mereka disengat matahari. Kemudian beliau berhenti di suatu tempat bersama para shahabat hingga mereka mengantuk dan tertidur. Rasulullah saw melakukan semua itu agar mereka dapat melupakan pembicaraan seputar kejadian sebelumnya.

Tahapan berikutnya adalah menyibukkan orang-orang dari membicarakan fitnah itu. Sebab, masyarakat yang tidak sibuk, biasanya tak ada yang mereka bicarakan selain fitnah dan gosip. Qiyadah yang bijak dapat mengisi waktu kosong para pemudanya dengan sesuatu yang produktif atau dengan latihan kecakapan yang sesuai bagi mereka atau jihad langsung melawan musuh dimana tenaga dan kekuatan mereka bisa manfaatkan, dan mengalihkan mereka dari kasak-kusuk dan berbagai pertanyaan. Atau menghindarkan mereka dari reaksi positif maupun negatif terhadap kebohongan semacam ini. Kalau hari ini, pergaulan umat Islam dipenuhi fitnah dan gosip, itu lantaran banyaknya pengangguran di kalangan kaum Muslimin. Kalau mereka sibuk, takkan terjadi fitnah, atau fitnah takkan menyebar pesat.

Ketiga, mengemukakan pendapat kepada orang-orang dekat. Beliau melakukan pembicaraan itu kepada anggota inti pasukan. Tidak kepada semua orang. Beliau melakukan terapi dengan penuh kebijakan. Jika hal ini dicerna secara baik oleh jamaah Islam, pasti ia dapat menghindari banyak fitnah. Hendaknya masalah ketakutan hanya tersebar di kalangan tertentu dan tidak kepada semua orang.

Berbeda dengan orang-orang munafik. Mereka biasa menyebarkan desas-desus dan menikmati rasa takut itu. Hal ini sebagaimana digambarkan Allah dengan firman-Nya, “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau ketakutan  lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri)…” (QS an-Nisa’ (4) : 83).



Pelajaran bagi Kaum Muslimin

Bagi kaum Muslimin, peristiwa ini mengangkat derajat mereka. Kisah ini menjadi ujian berat dan menyakitkan bagi Rasulullah saw, Aisyah, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ummu Ruman sang ibu, dan Shafwan bin Muaththal yang disaksikan Rasulullah saw sebagai seorang yang baik dan Allah telah memberi rezeki kepadanya kesyahidan di jalan-Nya sesudah itu.

Seorang Mukmin tentu akan merasa sakit dengan sakitnya Rasulullah saw. Seorang mukmin tidak dapat menahan dirinya dari tangisan, mungkin tidak tahu apakah ia menangisi Rasulullah saw yang dirusak kehormatannya padahal beliau sebaik-baik makhluk, atau Aisyah, wanita yang paling dicintai Rasulullah saw, dan tidaklah Allah memberikan rasa cinta kepadanya terhadap Rasul-Nya kecuali karena kemuliaan dan kehormatannya.

Bagaimana tidak, ia sebaik-baik keluarga Quraisy, keluarga yang seluruhnya beriman; ayahnya, kakeknya, dan saudara-saudaranya. Allah SWT Maha Mengetahui mengatakan setelah orang-orang beiman terombang-ambing dalam musibah dari peristiwa ini selama hampir lima puluh hari, “…..janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu,…” (QS an-Nur: 11).

Sekalipun di dalamnya ada kesulitan besar dan rasa menyakitkan namun ada sisi pelajaran dan pendidikan bagi umat yang jauh lebih baik dari itu semua. Sedangkan orang-orang yang dicoba dengan peristiwa ini, pahalanya di sisi Allah SWT tidak akan dizalimi sekecil apapun, “Tidaklah seorang hamba dizalimi lalu ia bersabar atas kezaliman itu maka Allah pasti menambah kemuliaan baginya.”[1]

Betapa Aisyah terangkat kemuliaannya saat pembuktian dirinya bersih dari segala tuduhan berasal dari al-Qur’an yang selalu dibaca hingga hari kiamat. Padahal klimaks dari harapan Aisyah adalah bilamana Rasulullah saw mendapatkan mimpi tentang kebersihan dirinya. Maka, siapakah yang masih bisa menuduhnya setelah Allah membersihkannya? Kalaupun ada yang masih menuduh Aisyah, berarti ia telah  mengingkari firman Allah.

Alangkah celakanya kaum Syiah dengan keyakinannya yang batil terkait tuduhan mereka kepada Aisyah dan kepada Abu Bakar. Peristiwa ini adalah fitnah yang justru makin menampakkan kemunafikan orang-orang munafiq dan keyakinan orang-orang beriman.

Orang yang mendesain fitnah ini, Allah janjikan dengan siksaan pedih di akhirat. Sementara orang-orang beriman yang menganggap remeh dengan menyebarkan berita bohong ini dan menyangkanya sebagai hal yang biasa, Allah didik mereka dengan penegakan hukum hadd atas mereka. Sehingga mereka menjadi ibrah bagi orang-orang beriman lainnya.

Betapa sering kejadian buruk dan cobaan karena anggapan remeh terhadap dosa kecil. Di antara hasil dari peristiwa ini adalah munculnya fitnah antara kaum Aus dan Khazraj hingga mereka nyaris saling bunuh. Barangkali aturan tentang diharamkannya menuduh dan hukum hadd-nya serta diharamkannya menyebarkan berita yang belum pasti selain peristiwa ini, tidak akan mendapatkan sambutan besar seperti sambutan datangnya ayat-ayat setelah bencana besar ini. Maka, peristiwa ini bisa berarti pendidikan rabbani bagi umat. Dengan demikian, akan menambah keimanan orang-orang beriman dan menampakkan kemunafikan orang-orang munafiq.

Dari peritiwa ini juga dipetik penjelasan bagaimana Allah memberi jalan keluar dan kebahagiaan setelah masa sulit dan ujian. Hingga ketika permasalahan sudah sampai di puncaknya, Allah memberikan sesuatu yang dapat menenangkan jiwa mereka dari wahyu kepada Rasulullah saw sehingga turun laksana gerimis di saat kekeringan dan kepayahan.

Imam az-Zamakhzyari mengatakan, makna “itu baik bagi mereka” adalah karena mereka memperoleh pahala yang besar sebab sebelumnya mereka mendapat cobaan dan bencana yang besar. Bahwa ayat yang turun sebanyak 18 (delapan belas) yang masing-masing mempunyai makna tersendiri, ini semua adalah penghormatan kepada Rasulullah saw dan sebagai hiburan bagi beliau, serta penyucian bagi Ummul Mukminin dan pembersihan bagi keluarganya, sekaligus sebagai peringatan bagi siapa saja yang membicarakannya atau mendengarnya. Serta peringatan kembali bagi semua yang mendengar dan membaca (ayat) hingga hari kiamat, di samping berbagai pelajaran agama, hukum-hukum dan etika yang harus diketahui oleh semuanya.[2]

Imam al-Qurthubi menambahkan, Imam Malik berkata, “Siapa saja yang menghujat Abu Bakar, ia layak mendapatkan hukuman. Siapa yang menghujat Umar, layak mendapat hukuman. Siapa saja yang menghujat Aisyah, maka ia dibunuh. Sebab Allah SWT berfirman, “Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya. Jika kamu orang-orang yang beriman”. (QS. an-Nur: 17).

Ibnul-Arabi menambahkan juga, para pengikut Madzhab Syafii mengatakan, “Siapa yang menghujat Aisyah, maka ia mendapatkan hukuman sebagaimana terhadap orang-orang beriman lainnya, dan bukan berarti “…jika kamu orang-orang yang beriman” tentang Aisyah karena perbuatan tersebut kufur. Namun, seperti yang disabdakan Nabi saw,  “Tidaklah seorang beriman ketika ia tidak menjamin keselamatan tetangganya dari keburukannya.”[3]

Terkait peristiwa ini, Allah menurunkan firmannya dalam surah an-Nuur ayat 11 sampai dengan 21.

Sebulan kemudian keraguan dan keguncangan itu hilang dari Madinah. Kedok kaum munafik pun tersingkap. Menurut Ibnu Ishaq, setelah peristiwa itu, apabila melakukan tindakan-tindakan baru, ia (Abdullah bin Ubay, gembong munafik) dicela oleh kaumnya sendiri.[4]

Selain hampir menyebabkan perang antar saudara, peristiwa ini telah membuat Shafwan bin Muaththal dan Hassan bin Tsabit terlibat perkelahian. Ibnu Ishaq menuturkan, begitu mendengar kabar tersebut, Shafwan mendatangi Hasan bin Tsabit dengan membawa pedang. Shafwan menghadang Hasan lalu memukulnya.

Ketika melihat hal itu, Tsabit bin Qais bin Syammas meloncat ke arah Shafwan. Ia segera mengikat kedua tangannya ke leher dan membawanya ke Bani Harits bin Khazraj. Dalam perjalanan ia bertemu dengan Abdullah bin Rawahah. Abdullah heran melihat kondisi mereka. Lalu, kasus tersebut dibawa ke Rasulullah saw.

Beliau segera memanggil Hasan bin Tsabit dan menasihatinya. Sebagai ganti rugi atas pemukulan Shafwan, Nabi saw memberi Tsabit sebuah istana Biyaraha yang semula milik Thalhah bin Sahl yang telah diberikan kepada Rasulullah saw. Selain itu, Nabi saw juga memberikan seorang budaknya Sirrin hadiah dari raja Mesir kepada Hasan yang kemudian melahirkan anak bernama Abdurahman bin Hassan.

Belakangan, menurut Aisyah, orang-orang pun bertanya tentang Shafwan. Didapati ternyata dia seorang yang impoten dan tidak bisa menggauli wanita. Tak lama setelah itu, Shafwan gugur sebagai syahid.[5]

Sebuah riwayat dari jalur Urwah bin Zubair disebutkan, Aisyah mengatakan, “Demi Allah, sesungguhnya laki-laki yang di-issu-kan itu berkata, ‘Maha Suci Allah, demi Dzat diriku ada pada-Nya, saya tidak pernah memasuki bilik wanita sama sekali.” Setelah itu ia gugur di medan jihad di jalan Allah.[6]

Jadi, dilihat dari berbagai penjelasan, berita buruk tentang Aisyah ini terbantahkan. Ia hanyalah peristiwa yang menjadi makanan empuk orang-orang munafik untuk memecah belah umat Islam saat itu.[7]



Orang Munafik Tak Bekerja Sendiri

Ketika fitnah Haditsul Ifki merebak, yang langsung terlintas dalam bayangan kita adanya berita itu akibat ulah orang-orang munafik. Merekalah yang merancang semua itu. Namun, al-Qur’an menjelaskan bukti bahwa yang membuat gosip itu justru sekelompok ‘oknum’ kaum Mukmimin. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari goongan kalian juga. Janganlah kalian kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian, bahkan ia adalah baik bagi kalian…” (QS an-Nur (24) : 11).

Secara berturut-turut ayat al-Qur’an mendebat kaum Mukminin yang terlibat pada peristiwa tersebut. “Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong itu orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata, “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata,” (QS an-Nur (24) : 12 )

Sementara itu peran yang dimainkan orang-orang munafik adalah meniup-niupkan berita ini dan menyebarkannya. Aisyah mengisyaratkan bahwa yang mengambil bagian terbesar dalam peristiwa ini adalah Abdullah bin Ubay, sebagaimana yang dikatakannya, “Bagian terbesar pada peristiwa itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul yang memberitakan kepada beberapa orang Khazraj tentang apa yang dikatakan Misthah dan ia menjaminnya.”

Aisyah menceritakan tersebarnya berita itu, “….ketika mereka telah tenang orang itu muncul dan menuntun kendaraanku, lalu orang-orang penyebar gosip itu mengatakan apa yang mereka katakan dan rombongan menjadi gempar. Demi Allah, aku tidak tahu-menahu sedikit pun soal itu….”

Orang-orang munafik tidak akan berani menyebarkan berita itu serta mengguncingkannya setelah kebusukan mereka terbongkar habis melalui Ibnu Ubay. Tersebarnya berita  itu dan tergoncangnya barisan Islam membuat peluang mereka sangat terbuka lebar untuk terlibat dan untuk menyalakan api dan balik tabit. Barangkali  Abdullah bin Ubay sendiri yang tampak dalam nash ini sebagai orang yang mengambil bagian terbesar.

Di kalangan barisan Islam, terdapat tiga orang yang berperan dalam peristiwa ini. Yakni,  Hassan bin Tsabit, penyair Rasulullah saw, orang yang Rasulullah saw pernah bersabda kepadanya, “Seranglah dan Ruhul Qudus bersamamu!”. Lalu, Misthah bin Utsatsah, salah seorang Muhajirin dan termasuk veteran Perang Badar, dan anak bibi Aisyah yang tinggal di rumah Abu Bakar. Kemudian, Hamnah binti Jahsy, anak bibi Rasulullah saw dan istri seorang syahid dalam Islam Mush’ab bin Umair.

Jadi, fenomena orang-orang munafik sebagai suatu kelompok muncul pertama kali menjelang Perang Uhud dan mencapai puncak dan bahayanya bagi barisan Islam pada Perang Uhud itu sendiri. Selanjutnya satu demi satu habis hanya tinggal beberapa orang yang bisa dihitung dengan jari.

Barisan Islam menjadi bersih dan murni, berkat tarbiyah Nabi saw, yang mendorong banyak di antara mereka masuk Islam dan bagus keislamannya. Fenomena ini muncul kembali pasca-Fathu Makkah saat Islam mulai menyabar ke seantero negeri Arab. Yang paling mencolok dalam fenomena tersebut adalah pada Perang Tabuk, dimana surah Bara’ah membongkar rencana dan strategi jahat mereka.

Munculnya kemunafikan pada Fathu Makkah ini disebabkan banyaknya orang masuk Islam secara terpaksa. Rasa takut membuat mereka menampakkan keislamannya dan menyembunyikan kekafiran. Ini yang menjadi benih kemunafikan. Wallahu a’lam.

[1] Bagian dari Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi 9/199, 200 dalam Bab Zuhud. Ia mengatakan: ini hadits hasan shahih. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad 4/231 dari Hadits Abi Kabisyah al-Anmari. Hadits ini juga mempunyai penguat dari riwayat Abu Hurairah dalam shahih Muslim dengan redaksi; “dan tidaklah seorang hamba bertawadhu kecuali Allah meninggikannya.

[2] Al-Kasysyaf 3/217,218

[3] HR Bukhari 10/457 bab Adab, Imam Muslim 2/17 tentang Iman

[4]Ibnu Hisyam II/297

[5] Ibnu Hisyam II/230

[6] HR Bukhari 7/486-499, dan Imam Muslim 18/102-113 daam Bab Taubat

[7] Disarikan dari ar-Rahiqul Makhtum372-373, Ibnu Hisyam II/290-292

http://www.al-intima.com/

20.27 | 0 komentar | Read More

Ketika Kita Difitnah Orang? : Inilah Yang Harus Anda Lakukan


Hidup penuh dengan ujian. Bukan orang diluar sana yang menguji kita tapi orang-orang disekitar kitalah yang rame-rame menguji diri ini.  Ujian hidup datangnya tidak dapat diprediksi, kadang tiba-tiba, bisa juga saat kita lagi senang dan lengah. Bila kita diuji secara fisik akibatnya berupa luka dan memar yang dapat sembuh tetapi apabila ujian itu secara mental artinya tidak teraba tapi sakitnya menusuk-nusuk dada ini. Oleh karena itu banyak orang mengatakan “kata-kata lebih tajam dari pada pisau” karena kata-kata bisa sampai menembus ulu hati dan sakitnya itu sampai berbulan-bulan, bertahun-tahun bahkan seumur hidup.

Motivasi dan Alasan mengapa orang memfitnah

Maksud hati seseorang tidak bisa diperkirakan. Mereka bisa mengumbar kata-kata manis didepan anda tapi belakangan mereka mengumbar kejelekan bahkan menuduh yang tidak-tidak.  Oleh karena itu jangan pernah terbuai kata-kata manis tapi perhatikanlah apa pendapat mereka ketika anda sudah membelakangi dan meninggalakan mereka. Berikut ini beberapa tujuan seseorang ketika memfitnah anda :
  1. Fitnah yang salah sasaran. Ini dapat dialami oleh siapa saja karena manusia syarat dengan kecerobohan yang terkadang salah sasaran dan merugikan orang lain tanpa unsur sengaja.
  2. Mengungkapkan kebenaran. Walau bagaimanapun anda berusaha menyembunyikan kebenaran dan menganggap orang lain yang meluruskannya sebagai pemfiitnah. Semua itu sia-sia karena kebenaran tidak bisa terus disembunyikan, suatu saat ia akan di tinggikan dan disaksikan oleh semua orang.
  3. Merendahkan dan menjatuhkan. Iri hati adalah awal dari sikap “susah melihat orang lain senang”. Orang seperti ini akan selalu ada dalam  kehidupan ini.
  4. Memancing di air yang keruh. Beberapa orang sengaja mengacaukan pikiran anda dengan tuduhan yang tidak masuk akal agar mereka bisa mengambil keuntungan dari keadaan itu.
  5. Menguji kepribadiaan. Ada saatnya dimana anda diuji oleh seseorang untuk menilai lalu melayakkanmu (me-like-kanmu) untuk sesuatu yang lebih hebat.

Macam-macam fitnah

Fitnah itu banyak jenisnya, tergantung dari kemauan pelaku pemfitnah untuk menemui anda. Berikut beberapa jenis fitnah yang sering anda alami :
  1. Fitnah langsung. Seorang gentleman yang menyatakan keburukan tepat dihadapan anda. Orang seperti ini tidak mungkin seberani itu jika ia tidak memiliki bukti yang kuat.
  2. Fitnah tidak langsung (oleh orang ketiga). Seseorang menyatakan kesalahan anda akan tetapi dia tidak secara langsung melihat keburukan itu melainkan ia sendiripun mendengarnya dari orang lain. Akurasi dari fitnah jenis ini sangat diragukan karena penyampaian dari mulut ke mulut cenderung berubah-ubah dari orang ke orang lain.
  3. Fitnah tidak jelas/ samar-samar. Seorang anonim memfitnah anda dimana hal tersebut disampaikan dengan sumber yang  tidak jelas dan terkesan disamarkan. Fitnah jenis inipun tidak jelas pangkal ujungnya dimana.

Akibat fitnah

Dunia jaman sekarang emang uedan! Hal yang tidak ada bisa di anggap ada. Hal yang tidak terjadi dan tertulis dapat pula terucap. Omong kosong bisa dibenarkan. Yang belum terjadi dapat diumbar kemana-mana. Mudahnya memfitnah orang dijaman sekarang ini, bahkan tanpa bukti sekalipun. Apalagi didukung oleh media sosial semisalnya facebook dan twitter.
Sudah pengalaman, inilah yang anda alami jika anda difitnah orang:
  1. Kenyataan pahit pertama yang anda alami adalah : KEBANYAKAN ORANG BERPIKIRAN NEGATIF TERHADAP ANDA.
  2. Kenyataah sepat yang harus anda rasakan adalah : ORANG AKAN BERLOMBA-LOMBA MENYIKUK DAN MENJATUHKAN ANDA.
  3. Kenyataan menyakitkan yang harus anda telan bulat-bulat adalah : BANYAK ORANG MENOLAK ANDA.
  4. Kenyataan yang semakin menekan dan memberatkan anda adalah : JIKA ANDA TIDAK PUNYA RELASI DAN TIDAK ADA ORANG YANG MEMPERCAYAI.
  5. Kenyataan yang membunuh anda adalah : ANDA TIDAK BISA APA-APA UNTUK MENGUBAH HAL TERSEBUT.

Cara menghindari fitnah

Fitnah adalah produk sampingan dari interkasi sosial. Siapapun yang pernah melakukan interaksi sosial niscaya suatu saat hal ini akan menimpanya. Oleh karena itu, fitnah jelas tidak bisa dihindari akan tetapi bisa diminimal-kan :
  1. Selalu berbuat baik kepada siapapun. Kebaikan hati adalah benteng pertama agar anda terhindar dari fitnah.
  2. Membangun citra yang baik dimata masyarakat. Nama baik adalah benteng paling tangguh yang akan menahan fitnah yang hendak ditujukan kepada anda.
  3. Memiliki relasi dan sahabat yang percaya pada diri ini. Kerabat adalah orang-orang yang akan membenarkan dan siap membela anda saat berada dijalan yang benar.
  4. Sebisa mungkin hindari persaingan tidak sehat. Persaingan yang tidak sehat banyak negatifnya. Salah satunya adalah dilegalkannya fitnah sebagai alat untuk menjatuhkan lawan.

Solusi difitnah

Sudah pengalaman, jangan sampai anda terbunuh. Pembunuhan yang paling cepat dan paling menyakitkan adalah PEMBUNUHAN KARAKTER. Oleh karena itu, berikut ini gambaran solusi jika anda difitnah orang :
  1. Berdoa
    doaSebagai ciptaan Yang Mulia.  Sudah sepatutnya dan sewajarnya kita memohonkan pertolongan dan perlindungan dariNYA.
  2. Miliki Mentalitas Pejuang : Semangat ’45
    Solusi difitnah - Mentalitas pejuangJikan anda lemah,  lesu  dan loyo  menghadapi fitnah yang ditujukan kepada anda. Saya pastikan anda akan semakin tertekan,  terindas  dan akhirnya tersingkirkan.  Hidup ini keras sodara apalagi kalau anda difitnah : kerasnya akan menjadi 2x lipat, 3x lipat bahkan 10x lipat. Oleh karena itu, milikilah “Semangat ’45”.  Ini saya sebut sebagai semangat : “MAJU TAK GENTAR-MEMBELA YANG BENAR”. MeNgApA aNdA hArUs TaKut, JIKA ANDA BENAR!!!. Ingat: Berjuanglah sampai titik darah penghabisan. Jangan menyerah berbuat baik sekalipun orang-orang memaknainya negatif!
  3. Bersabar.
    saya difitnah orang-sabar-tanpa-batas2
    Sabar itu kekuatan yang sangat AMPUH. Ini adalah perisai pertama dan utama dalam menghadapi fitnah. Selengkapnya lihat (Sabar itu indah)
  4. Berhenti bertanya “MENGAPA”? Berhenti Cuap-Cuap Membela Diri.
    Berhenti bertanya-tanya kalau difitnah
    Seperti kata pepatah classic : “Diam Itu Emas”. Namanya saja fitnah,  itu adalah “Citra buruk yang ditempelkan orang lain dibelakang punggung anda”.  Sikap orang disekitar anda berubah,  berhentilah berspekulasi,  bertanya-tanya  dan membela diri mati-matian. Cuap-cuap membela diri hanya membuat anda kehilangan konsentrasi lalu sakit kepala akhirnya pekerjaanpun tidak kunjung selesai, ujung-ujungnya harga diripun terjun bebas dimata banyak orang.  Stay “positive thingking”. Tetaplah lakukan rutinitas anda sesuai dengan aturan-ataran yang telah ditetapkan.
  5. Harus Berbenah.
    Koreksi diri sendiriLihat diri anda secara logis. Bercerminlah dengan bertanya kepada orang lain tentang diri anda. Jika ada sesuatu yang mungkin sedikit keseleo, tersenggol, atau bahkan salah dalam diri, tutur kata dan sikap anda : Perbaikilah itu!
  6. Buat Orang Percaya Kepada Anda.
    Ini lumayan sulit sodara : apalagi kalau anda memiliki relasi yang minim bahkan nihil. Berharaplah kepada Tuhan agar IA yang murah hati itu, mengirim seseorang untuk peduli lalu berbaik hati sampai orang tersebut percaya kepada anda : Perhatikan point nomor 7.
  7. Buktikan Kualitas Kepribadian Anda.
    Kualitas kepribadian lewat tindakan nyata
    Kualitas kepribadian identik dengan prinsip hidup, seperti: jujur, loyal, tanpa pamrih, rendah hati, rela berkorban, integritas dan lain sebagainya. Anda harus tetap memperjuangkan hal ini dan membuktikannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Anda harus mempertahankan integritas dan independensitas dari sikap-sikap tersebut.
  8. Jungkir Balikkan Teori Yang Merendahkan Anda.
    Difitnah orang-buktikan kualitas kepribadian anda
    Jika anda dituduh pembohong : Jadilah orang jujur dimanapun anda berada. Jika anda dituduh asusila : Jadilah orang yang sopan dimanapun anda berada. Jika anda dituduh tidak sopan : Jadilah orang yang berbudaya dimanapun anda berada.
  9. Maafkan Dan Berbuat Baiklah Kepada Orang Yang Memfitnah Anda.
    Sudah pengalaman :  lumayan berat untuk melakukan ini sodara. Ayo kita coba tahap demi tahap :
    Dimulai dengan memaafkannya dalam hati
    >> lalu >>
    tanggapi dengan santai
    >> lalu >>
    tersenyumlah kepada orang tersebut
    >> lalu >>
    Selanjutnya terserah anda mau berbuat baik dalam rupa (bentuk) apa kepada orang tersebut (bersabar menjalaninya teman setiap tahapan butuh proses dan butuh waktu).
    Saya nobatkan ini sebagai PUNCAK KEBAIKAN HATI SETIAP MANUSIA.
Singkatnya, fitnah itu menyebarnya cepat akan tetapi hilangnya lama bahkan bisa sampai seumur hidup, Hal ini tergantung dari cara-cara yang kita terapkan dalam menanggapi fitnah. Jangan buru-buru menanggapi fitnah tapi cobalah untuk :
  • Dengarkanlah dahulu dengan seksama (isi fitnahnya)
  • Perhatikan – apakah fitnah itu sekedar “omdo (omong doang/ tidak jelas/ samar-samar)” atau ada bukti konkrit yang bisa dipertanggung jawabkan.
  • Kedepankan kesabaran dan pengertian (selengkapnya klik)
    *) Jika sekedar omdo (dengar-dengar, kata orang dan modus lainnya) >> tetap diam.
    *) Jika ada bukti (bisa dilihat mata kepala) >> perlu klarifikasi.
  • Dan Teruslah berjalan sambil tersenyum sebagai tanda bahwa anda tidak tertekan dan tidak goyah atas semua tuduhan palsu itu karena banyak fitnah dilontarkan orang lain hanya sekedar membuat sisi gelap, ketakutan dan kelemahan kita disaksikan oleh banyak pihak.
Jika kita difitnah orang, itu seumpama seutas tali yang salah satu ujungnya dipegang oleh orang lain lalu ia berusaha melilitkan tali tersebut ketubuh anda. Selama anda tidak memegang ujung tali yang satunya “aman-tidak akan terjadi apa-apa”. Akan tetapi jika anda terlalu risih lalu memegang ujung satunya “hati-hati-ikatannya makin kencang‘”.
 Terakhir…..
Fitnah adalah tuas ungkit yang akan menaikkan level EQ (kecerdasan emosional). HAVE POSITIVE THINGKING!
Terimakasih

http://lasealwin.info/
20.27 | 0 komentar | Read More

Beginilah Cara Taubat Dan Cara Meninggalkan Dosa Besar dan Maksiat

Cara Taubat

1. Benar-benar menyesali perbuatan tersebut 
2. Berhenti dari perbuatan tersebut 
3. Berjanji untuk tidak mengulanginya. Apabila ternyata masih mengulanginya, maka hal tersebut belum dikatakan taubat nasuha (taubat yang sebenarnya)
Cara Meninggalkan Dosa Besar
Meninggalkan dosa besar yang sudah menjadi kebiasaan memanglah sangat berat. Oleh karena itu, saya akan menyebutkan beberapa hal yang mudah-mudahan bisa merubah kebiasan tersebut. Berikut ini beberapa langkah yang mungkin bisa saudara lakukan:
  1. Mensucikan niat agar benar-benar ikhlas hanya untuk Allah
    Jika seseorang benar-benar ikhlas dalam bertaubat kepada Allah, insya Allah, Allah akan menghidupkan hatinya untuk selalu taat kepada-Nya dan menjauhi segala yang bertentangan dengan ketaatan tersebut.
  1. Melakukan semua hal yang dicintai oleh Allah
    Orang yang benar-benar ikhlas dalam bertaubat maka akan terbimbing untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dicintai oleh Allah dan mencintai orang-orang yang dicintai oleh Allah serta menjahi perbuatan-perbuatan yang dibenci oleh Allah dan membenci orang-orang yang dibenci oleh Allah.
  1. Menuntut dan memperdalam ilmu agama 
    Hal-hal yang dicintai oleh Allah sangatlah banyak, begitu pula dengan hal-hal yang dibenci oleh Allah, jumlahnya juga sangat banyak. Oleh karena itu, seseorang yang ingin benar-benar bertaubat harus mau mempelajari ilmu agama. Dengan ilmu yang dia dapatkan, maka dia bisa membedakan antara yang haq dengan yang batil, sehingga ilmu akan menuntun dia untuk selalu mengamalkan apa-apa yang dicintai oleh Allah subhanahu wa ta’ala.
  1. Berusaha dengan keras dengan membuat jadwal rutin ibadah 
    Setelah mengetahui beberapa amalan yang dicintai oleh Allah, maka seorang yang ingin bertaubat harus mempraktikkan dengan sungguh-sungguh apa yang telah didapatkan. Untuk mengerjakan banyak amalan yang dicintai oleh Allah, dia harus membuat jadwal rutin ibadah wajib dan sunnah, kemudian memaksa dirinya untuk mengerjakannya sesuai kemampuan yang dia miliki, meskipun sedikit tetapi terus-menerus.
  1. Berusahalah meninggalkan pengaruh buruk lingkungan tempat saudara tinggal 
    Pada kisah tentang pembunuh seratus orang di atas, orang yang berilmu manasihati dia agar pindah ke negeri yang baik dan meninggalkan negerinya yang buruk. Begitu pula dengan saudara, jika saudara merasa bahwa di lingkungan saudara ada banyak orang yang shalih, maka dekatilah mereka. Tetapi jika ternyata di lingkungan saudara tidak ada atau hampir tidak ada orang yang shalih, maka saudara harus pindah dari tempat itu. Karena jika kita tidak bisa mempengaruhi orang lain untuk berbuat kebaikan, maka kitalah yang akan mendapatkan pengaruh buruk darinya.
  1. Berteman dengan orang-orang yang shalih dan mencari teman yang bisa membantunya untuk selalu taat 
    Teman memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter atau sikap. Oleh karena itu, memilih teman yang baik adalah sesuatu yang tak bisa dianggap remeh.Islam mengajarkan agar kita tak salah dalam memilihnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
(الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ)

Seseorang itu tergantung pada agama temannya. Oleh karena itu, salah satu di antara kalian hendaknya memperhatikan siapa yang dia jadikan teman." (HR Abu Dawud no. 4833 dan At-Tirmidzi no. 2378, di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani di Ash-Shahihah no. 927)



 Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-Qaasim berkata, “Sifat manusia adalah cepat terpengaruh dengan siapa dia bergaul (berinteraksi). Manusia bisa terpengaruh bahkan dengan seekor binatang ternak.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
(الْفَخْرُ وَالْخُيَلَاءُ فِي الْفَدَّادِينَ أَهْلِ الْوَبَرِ وَالسَّكِينَةُ فِي أَهْلِ الْغَنَمِ)

“Kesombongan dan keangkuhan terdapat pada orang-orang yang meninggikan suara di kalangan pengembala unta. Dan ketenangan terdapat pada pengembala kambing" (HR Al-Bukhari no. 3499 dan Muslim no. 187)

  1. Memperpendek angan-angan dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian 
    Banyak orang Islam yang melakukan perbuatan dosa sengaja mengundurkan taubatnya, dengan mengatakan, “Mumpung masih muda, tidak mengapa bermaksiat. Nanti kalau sudah tua, barulah kita taat dan bertaubat.” Perkataan ini sangat batil, karena seseorang tidak pernah tahu, kapan dia akan diwafatkan oleh Allah. Oleh karena itu, orang yang beriman menganggap bahwa hidup di dunia ini hanya sementara dan hanya sebagai tempat persinggahan. Angan-angannya tidak panjang, seolah-olah setiap saat dia sedang dibuntuti dengan kematian.
  1. Menjauhi sebab-sebab yang dapat memancing syahwat 
    Banyak hal yang dapat memancing syahwat seseorang, baik televisi, internet, majalah dll. Oleh karena itu Allah mengharamkan seluruh hal yang bisa memancing syahwat seseorang untuk melakukan perbuatan zina, contohnya: Allah menyuruh wanita untuk berjilbab, terlarangnya berdua-duaan yang bukan mahramnya, terlarangnya melihat aurat dan menyentuh lawan jenis dll.
  1. Membayangkan akibat buruk dosa yang akan dilakukan, lebih baik menolak untukmengerjakannya daripada berusaha melepaskan apa yang telah dilakukan. 
    Seseorang yang berada di jalan sempit yang di kiri dan kanan jalan tersebut terdapat jurang yang sangat dalam, maka orang tersebut akan berusaha berjalan dengan perlahan dan berhati-hati agar tidak terjatuh. Jika terjatuh ke jurang tersebut, maka akan sangat susah untuk naik dan kembali ke jalan tersebut. Begitulah dosa besar, lebih baik kita tidak mengerjakannya daripada terjerumus ke dalamnya. Jika sudah terjerumus ke dalamnya maka akan sangat susah berlepas darinya.
  1. Memperbanyak doa dan istigfar
  2. Sabar ketika taat, sabar ketika menjauhi kemaksiatan dan sabar ketika menghadapi cobaan
  3. Segeralah menikah jika masih membujang 
    Untuk orang yang belum menikah, maka “jurus ampuh” untuk berhenti dari perbuatan zina adalah dengan menikah. Dengan menikah, maka pandangan akan lebih mudah terjaga dan kemaluan seorang lelaki tidak ditempatkan kecuali di tempat yang halal baginya.
    Mengenai hukuman di dunia akibat perbuatan zina, maka di negara kita belum bisa diterapkan. Oleh karena perbanyaklah bertaubat dan perbanyaklah mengerjakan amalan-amalan soleh mudah-mudahan dapat menghapuskan dosa-dosa yang pernah dilakukan.
Allahu a’lam bishshawab. Wa billahittaufiq
Mudah-mudahan bermanfaat.

Dari artikel 'Tanya Jawab: Pernah Berzina Di Mushala, Bagaimana Taubatnya? — Muslim.Or.Id
20.22 | 0 komentar | Read More

TENTANG SHALAT TAUBAT: Tuntunan Bertaubat kepada Allah SWT

3. Sisi Praktis dalam Taubat

Jika dalam taubat ada sisi atau unsur pengetahuan; yang terwujudkan dalam ilmu tentang maqam Allah SWT dan kebesaran hak-Nya atas hamba-hamba-Nya, serta nikmat-nikmat-Nya yang banyak atas mereka pada satu segi, dan pada segi lain pengetahuan tentang bahaya kemaksiatan dan kesalahan serta pengaruhnya di dunia dan akhirat, serta ia akan menjadi penghalang antara manusia dan Rabbnya, dan akan menghalangi manusia untuk mencapai keberuntungan dan keselamatan yang dicarinya:

    "Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah beruntung." (QS. Ali Imran: 185)

Dalam taubat juga ada sisi atau unsur hati, emosi dan hasrat. Terwujudkan dalam penyesalan yang membakar kayu-kayu dosa. Air mata penyesalan yang mencuci kotoran kesalahan. Dan cahaya semangat dan tekad yang benar untuk tidak kembali melakukan kemaksiatan yang telah ia mintakan taubatnya, sebesar apapun godaan yang ia jumpai.

Dalam taubat juga terdapat sisi atau unsur praksis yang harus dijalankan, hingga hakikat taubat dapat dipenuhi, serta ia dapat memberikan hasilnya bagi jiwa dalam kehidupan.

Sisi praksis ini mempunyai dasar, dan darinya keluar dua cabang, atau barangkali beberapa cabang.
a. Meninggalkan Kemaksiatan Secepatnya

Pokoknya adalah: meninggalkan kemaksiatan secepatnya. Suatu taubat tidak bermakna jika orang yang bertaubat itu masih tetap menjalankan kemaksiatan yang ia sesali itu, serta tiddak meinggalknanya; karena, kalau begitu, apa yang ia taubatkan, jadinya? Meninggalkan taubat itu dinilai sebagai pekerjaan, karena ia menahana diri dari kemaksiatan yang ia ingin lakukan, untuk tetap dalam ketaatan. Tidak diragukan lagi, menahan diri ini adalah pekerjaan, gerak tubuh, serta jihad fi sabilillah. Allah SWT berfirman:

    "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS. al 'Ankabut: 69).

b. Istighfar

Sedangkan dua cabang asal itui adalah, pertama: istighfar. Dengan pengertian, memintah maghfirah dan ampunan dari Allah SWT. Seperti dikatakan oleh bapak yang pertama, Adam, dan ibu yang pertama, Hawa; setelah keduanya makan pohon yang dilarang itu:

    "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi." (QS. al A'raaf: 23)

Seluruh orang yang bertaubat amat membutuhkan untuk beristighfar, seperti diperintahkan oleh Al Quran dan sunnah serta dijelaskan oleh kaum salaf saleh.

Mengingat pentingnya istighfar, dan diulangnya perintah untuk istighfar itu, serta dorongan untuk melakukannya dalam al Quran dan hadits, maka kami akan khususkan suatu pasal tesendiri tentang hal itu.
c. Mengubah Lingkungan dan Teman

Cabang kedua adalah: merubah lingkungan masyarakat yang penuh dengan kotoran, yang ia tempati saat ia melakukan kemaksiatan dan penyelewengan. Kemudian mencari lingkungan yang bersih dan suci yang bebas dari penyakit yang berbahaya. Yang kami maksud dengan penyakit-penyakit itui adalah: penyakit kesalahan, dosa dan penyelewengan. Dan ini lebih berbahaya dari penyakit badan, dan lebih cepat pengaruhnya.

Jika pengaruh penyakit anggota badan berbahaya bagi seorang individu, maka bahaya penyelewengan dan kemaksiatan mengancam individu dan masyarakat secara bersamaan. Ia tidak hanya bahaya bagi materi yang tangible (terindera) saja, namun juga terhadap sisi maknawi dan etika (yang intangible). Ia tidak hanya berbahaya bagi dunia saja, namun juga terhadap dunia dan akhirat secara bersamaan.

Ini artinya, orang yang bertaubat hendaknya meninggalkan teman-temannya yang jahat yang mengajaknya untuk melakukan kemaksiatan dan menarik kakinya ke arah itu. Yang membuat ia terjatuh seperti mereka. Sehingga ia kemudian turut meminum minuman keras, berjudi, menggunakan obat bius, memperjual belikan barang yang haram, menerima sogokan, jatuh dalam tipu daya wanita, bekerja dengan musuh sebagai mata-mata, atau meninggalkan shalat serta mengikuti syahwat... dan macam-macam kesalahan lainnya. Oleh karena itu, ia harus mengganti teman-teman yang jahat itu dengan teman-teman yang baik. Yang dengan melihat mereka saja ia akan mengingat Allah SWT, pembicaraan mereka mengajak kepada ketaatan kepada Allah SWT , dan perbuatan mereka menunjukkan kepada jalan Allah SWT.

Orang yang bertaubat harus meninggalkan menemani "tukang tiup api" untuk kemudian memilih teman "tukang jual minyak wangi", seperti diajarkan oleh pengajar yang pertama, Rasulullah Saw.

Pengaruh teman dan shabat bagi manusia amat besar, seperti diungkapkan oleh para bijak bestari dan para penyair dari semenjak dahulu kala. Hingga ada penyair yang berkata:

    "Tentang seseorang maka janganlah tanyakan dirinya sendiri, namun tanyakan temannya Karena setiap teman dengan temannya adalah sama. "

dan penyair lain berkata:

    "Hati-hatilah dan jangan temani orang yang pencela, karena ia akan menularkan seperti orang sehat tertularkan orang berpenyakit kusta."

Teman ada dua macam: teman yang membawa engkau menuju surga, dan teman yang menjerumuskan engkau ke dalam neraka. Al Quran telah menceritakan kepada kita akan bahaya teman jenis terakhir ini. Karena ia dapat menyesatkan dan menghalangi dari jalan Allah. Dan mungkin korban-korban mereka baru diketahui di akhirat nanti, ketika tabir kegaiban telah dibuka, dan manusia melihat hakikat sejara jelas. Allah berfirman:

    "Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang-orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata: "Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul". Kecelakaan besarlah bagiku; kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab (ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Qur'an ketika Al Qur'an itu telah datang kepadaku. Dan adalah syaitan itu tidak mau menolong manusia." (QS. al Furqan: 27-29).

Oleh karena itu, kita melihat seluruh teman di dunia menjadi musuh di akhirat. Masing-masing mencela yang lain, dan satu orang melaknat temannya yang lain, serta mereka saling membebaskan diri dari masing-masing. Seluruh mereka berkata kepada sahabatnya: engkaulah yang telah menyesatkan dan membuatku sesat. Kecuali ada satu jenis teman dan kekasih yang tetap saling mencintai, yaitu orang-orang yang taqwa, yang takut kepada Rabb mereka, dan azab yang buruk. Allah SWT berfirman:

    "Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa." (QS. az-Zukhruf: 67)

Dari sini, sebagian ahli suluk dari kalangan salaf memperingatkan untuk mengganti sahabat. Ketika ia berkata, "taubat adalah: menyesal dengan hati, bertekad untuk meninggalkan maksiat, meminta ampunan dengan lisan, menjauhkan maksiat dengan badan, serta menjauhi teman-teman yang buruk." Ini adalah pandangan pendidikan yang benar dan telah teruji. Inilah yang telah diperingatkan oleh al Qusyairi dan ia menasehati orang yang taubat untuk memulai dengan perbuatan ini, yaitu menjauhi teman-teman yang buruk. Merekalah yang mendorongnya untuk menggagalkan niatnya untuk bertaubat, serta menganggu tekadnya untuk melakukan ketaatan. [Risalah Qusyairiah : 1/255.].

Ini diperkuat oleh hadits sahih: yaitu hadits yang berbicara tentang orang yang telah membunuh seratus orang, kemudian ia bertanya siapa orang yang paling pandai di dunia. Kemudian ia diberitahukan untuk menemui seorang alim ia berkata kepadanya: bahwa ia telah membunuh seratus orang, maka apakah ia masih mempunyai kesempatan untuk bertaubat? Orang alim itu menjawab: ya, siapa yang yang menghalangi orang untuk bertaubat? Pergilah engkau ke daerah ini dan ini, karena di sana terdapat orang-orang yang menyembah Allah SWT, maka beribadahlah kepada Allah SWT bersama mereka, dan jangan engkau kembali ke kampungmu, karena ia adalah kampung yang buruk... hadits. [Hadits itu muttafaq alaih dari Abi Sa'id al Khudri. Disebutkan oleh al Mundziri dalam Targhib wa Tarhib. Lihatlah : al Muntaqa (1936) dan telah disebutkan hadits ini dengan lengkap pada halaman sebelumnya.].
d. Mengiringi Perbuatan Buruk dengan Perbuatan Baik

Ini adalah cabang lain yang menyempurnakan dua cabang itu dan memperkuat taubat. Yaitu: mengiringi keburukan dengan kebaikan, sehingga dapat menghapus pengaruhnya dan membersihkan kotorannya. Inilah yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw kepada Abu Dzarr r.a. ketika beliau mewasiatkan kepadanya dengan wasiat yang agung ini, dan bersabda:

    "Bertakwalah di manapun engkau berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya ia akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik." [Hadits diriwayatkan oleh Ahmad dan Tirmizi dari Abi Dzar. Tirmizi berkata: hadits ini hasan sahih. Dan Al Hakim mensahihkannya atas syarat Bukhari dan Muslim, dan disetujui oleh Adz Dzahabi dan Al Baihaqi dalam Asy-Syu'ab. Dan Ahmad serta Tirmizi dan Al Baihaqi juga Thabrani meriwayatkannya pula Mu'adz. Adz Dzahabi berkata dalam kitab Muhadz-dzab: sanadnya adalah hasan. (Al Faidl: 1/121)]

Yang dimaksud adalah: seorang muslim, jika ia melakukan maksiat, hendaknya segera mengiringinya dengan kebaikan. Seperti shalat, shadaqah, puasa, perbuatan yang baik, istighfar, dzikr, tasbih dan lainnya, dari macam-macam perbuatan yang baik. Seperti firman Allah SWT :

    "Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk." [QS. Huud: 114]

Ibnu Arabi berkata: kebaikan akan menghapus keburukan, baik sebelumnya atau setelahnya. Pelaksanaan kebaikan setelah keburukan itu lebih baik, karena perbuatan itu lahir dari hati, dan berpengaruh dengannya. Maka jika ia melakukan kebaikan, itu menunjukkan hatinya yang baik. Dan jika ia melakukan perbuatan yang baik, itu timbul dari pilihan hati, sehingga menghapus keburukan yang dilakukan sebelumnya. Pengertian literer sabda beliau: 'tamhuha' "akan menghapusnya", artinya dosa itu akan lenyap dari catatan. Ada yang berpendapat: maksudnya adalah, tidak diancam dengan hukuman atas dosanya itu. [Lihatlah: Faidlul Qadir: 1/120]

Jika kesalahannya itu adalah membicarakan keburukan orang lain di hadapan seesorang tertentu, maka kebaikan itu adalah memuji orang tadi dihadapan orang yang diajak berghibah sebelumnya, atau ia beristighfar kepada Allah SWT baginya.

Jika keburukannya itu adalah mencela seseorang di hadapan manusia, maka kebaikannya itu adalah menghormatinya, memuliakannya serta menyebutnya dengan kebaikan.

Orang yang kejahatannya adalah membaca buku-buku yang buruk, maka kebaikannya adalah membaca al Quran, kitab hadits serta ilmu-ilmu Islam. Orang yang keburukannya adalah menghardik kedua orang tua, maka kebaikannya itu adalah dengan berlaku sebaik-sebaiknya dengan keduanya dan memuliakannya serta berbuat baik kepadanya, terutama saat mereka dalam usia lanjut.

Orang yang keburukannya adalah memutuskan silaturahmi, serta berbuat buruk kepada saudara, maka kebaikannya adalah berbuat baik kepada mereka serta berusaha menjaga persaudaraan, walaupun mereka memutuskannya, dan memberi mereka walaupun mereka belum pernah memberi.

Jika keburukannya adalah duduk dalam tempat hiburan, main-main dan melakukan yang haram, maka kebaikannya itu adalah duduk di tempat kebaikan, dzikr dan ilmu yang bermanfaat.

Jika keburukannya itu adalah bekerja di koran yang memusuhi Islam dan para da'inya, maka kebaikannya itu adalah bekerja di koran yang melawan musuh-musuh Islam itu, dengan menyebarkan berita yang jujur, serta pendapat yang lurus.

Jika keburukannya adalah mengarang kitab yang menyesatkan, serta mengajak kepada kemungkaran dalam perkataan dan perbuatan, menyebarakan pemikiran yang menyesatkan serta mengajak kepada syahwat, maka kebaikannya itu adalah mengarang kitab yang melawan kecenderungan itu, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma'ruf, serta melarang dari kemunkaran.

Barang siapa yang kebaikannya adalah menyebarkan nyanyian yang merangsang, serta mengundang nafsu yang rendah dengan segala cara, maka kebaikannya adalah menyebarkan kebaikan, serta mengajak kepada sifat malu dan menjaga kehormatan diri.

Barangsiapa keburukannya adalah menzhalimi manusia, memusuhi orang-orang lemah, serta mengganggu kehormatan mereka dan hak-hak material atau immaterial mereka, maka kebaikan mereka itu adalah berusaha menegakkan keadilan, berlaku jujur kepada orang yang zhalim, membela orang-orang yang lemah, dan berusaha memperjuangkan hak-hak mereka.

Jika keburukannya adalah bergabung dengan kelompok penguasa yang despotis dan mendukung kebohongan mereka, serta membantu mereka menjalankan kezaliman mereka terhadap rakyat, maka kebaikannya adalah membantah orang-orang yang zalim itu sedapat mungkin, serta membuka kebobrokan mereka di hadapan massa, membongkar kelakuan buruk mereka serta korupsi yang mereka lakukan, sehingga manusia menjauh dari mereka.

Inilah kebaikan yang dapat menghapuskan dosa orang yang melakukan keburukan semampu ia lakukan. Yaitu dengan melawannya, menghilangkan pengaruhnya, serta membersihkan diri dari pengaruhnya. Yaitu dengan meniti jalan yang berlawanan dari perbuatan buruk itu, seperti dijelaskan oleh imam Al Ghazali. Karena orang yang sakit diobati dengan lawannya penyakit itu.

Seluruh kezaliman yang naik ke hati dengan kemaksiatan, maka ia tidak dapat dihapuskan kecuali dengan cahaya yang naik dengan perbuatan baik, yang berlawanan dengan perbuatan buruk itu. Yang berlawanan adalah yang berpasangan (baik-buruk). Demikianlah hendaknya, seluruh keburukan dihapuskan dengan kebaikan yang sejenisnya, semampu mungkin. Cara seperti ini dalam menghapus keburukan, lebih dipercaya dan lebih diyakini dari pada secara terus menerus menjalankan suatu macam ibadah tertentu saja, meskipun itu juga pada gilirannya akan menghapus dosanya.

Cara penghapusan dosa dengan lawannya ini, diperkuat oleh syari'ah. Yaitu al Quran mewajibkan dalam kasus pembunuhan karena kealpaan dengan membebaskan budak. Karena perbudakan adalah semacam kematian seseorang, karena ia tidak mempunyai kebebasan. Dengan membebaskan budak maka terdapat penghidupan maknawi di dalamnya. Karena manusia tidak mungkin menghidupkan orang secara material dan langsung, maka ia dapat menghidupkannya secara maknawi, yaitu dengan membebaskannya.

(sebelum, sesudah)

Judul Asli: at Taubat Ila Allah
Pengarang: Dr. Yusuf al Qardhawi
Penerjemah: Abdul Hayyie al Kattani
Penerbit: Maktabah Wahbah, Kairo
Cetakan: I/1998

http://media.isnet.org
20.19 | 0 komentar | Read More

BACA JUGA

DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY

Ikuti situs Bagindaery

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...