Rasyid Rajasa awalnya bukanlah selebritis.
Kalaupun iya, tidak setenar sekarang. Sebuah kecelakaan yang
jelas-jelas membuktikan bahwa dialah pelakunya tak membuatnya masuk
penjara begitu saja. Tak lain dan tak bukan karena ia adalah putra
seorang politisi terkenal sekaligus putra dari besan presiden, Hatta
Rajasa. Ia terbukti sedang mengendarai mobil BMW mewahnya pada perayaan
tahun baru 2013 lalu dan menewaskan dua orang nyawa. Jalan Tol Jagorawi
menjadi saksi bisu kecelakaan maut itu terjadi.
Bukti telah menunjukkan bahwa kecelakaan
yang menewaskan dua nyawa tak bersalah tersebut adalah karena kelalaian
Rasyid Rajasa. Begitu hebatnya kekuasaan dan uang bermain. Dari pihak
kedokteran maupun kepolisian, pernyataan yang dikeluarkan semuanya
terkesan dibuat-buat, diulur-ulur, sehingga seorang Rasyid Rajasa belum
juga diubah statusnya menjadi tahanan. Ia masih sehat walafiat, segar
bugar, diantar ke rumah sakit untuk terapi hipnotis demi upaya
rehabilitasi trauma. Bicara soal trauma, justru pihak keluarga dari
Harun dan M Raihan lah yang harus direhabilitasi. Trauma mereka akan
kehilangan orang-orang tercinta yang belum sembuh ini masih diperparah
dengan jawaban santai Hatta Rajasa saat dimejahijaukan.
“Saya bilang bertanggung jawab, tapi tidak bilang bersalah.”
Entah apa yang berada di balik benak
seorang anak pejabat yang hanya bisa hura-hura hasil keringat orang tua
itu. Kalau saja BMW yang dikemudikannya itu hasil keringatnya sebagai
pengusaha swasta mandiri yang lepas dari campur tangan dan nama besar
sang ayah, bolehlah saya berkata meski dalam hati ‘well, setidaknya,
ternyata,’. Bukannya membela karena saya bukan fansnya, hanya berusaha
menjadi penikmat berita yang objektif saja. Tapi nampaknya dia malah
membuat saya semakin kecewa. Kentara betul betapa dia memanfaatkan upaya
pembelaan diri dari status terpandang keluarga besarnya. Raut mukanya
yang selalu tampak tanpa beban itu seolah ingin meneriakkan pada
khalayak ramai ‘bokap gue penguasa, masalah buat lo‘.
Airlangga Yudhoyono
Airlangga Satriadhi Yudhoyono. Bayi ini
menjadi terkenal se-Indonesia (bahkan mungkin juga dunia, siapa tahu?)
lantaran dia cucu dari RI-1 saat ini sekaligus cucu politisi yang juga
besan sang RI-. Banyak dugaan bayi ini mendapat fasilitas nomor wahid di
RSCM lantaran bobot-bibit-bebet tersebut. Apalagi dengan adanya
kunjungan langsung Menkes, Nafsiah Mboi.
Sebuah pertanyaan besar mengusik benak.
Memangnya tanggung jawab memastikan fasilitas kesehatan yang diterima
seorang cucu presiden tak bisa didelegasikan? Apakah menjenguk dan
membeberkan pada wartawan tentang kondisi kesehatan si bayi kondang ini
tak cukup dari mulut ketua tim dokter yang bertanggung jawab? Apakah
menjenguk cucu presiden sama pentingnya ibarat kampanye penggunaan
kondom demi mencegah penyebaran HIV? Rasanya saya hanya bisa bertanya
pada rumput yang bergoyang.
Sebuah dilema juga kembali menyerang benak. Seorang bayi bernama Dera Nur Aini meninggal lantaran telat mendapatkan perawatan kesehatan.
Tak tanggung-tanggung, ayahnya pontang-panting lari dari satu rumah
sakit ke rumah sakit lain demi sang buah hati dengan hanya berbekal KTP
dan KK karena ia tak punya fasilitas sakti Kartu Jakarta Sehat. Dalih
yang diberikan semua rumah sakit tersebut serupa: tak ada tempat dan
harus antre alat.
Ketika seorang cucu presiden diperkirakan
akan melihat dunia, tempat yang tadinya tak ada tiba-tiba di depan mata.
Ketika Airlangga Yudhoyono perlu dioperasi, bayi-bayi lain yang jauh
lebih butuh dioperasi segera harus rela diberi urutan terakhir. Bahkan
mungkin lebih mengenaskan lagi, didepak dengan alasan tak ada tempat,
seperti halnya yang terjadi pada Dera Nur Aini.
Nafsiah Mboi protes. Dirut RSCM, TKP
meninggalnya Dera sekaligus bukti keberhasilan operasi Airlangga, juga
mengelak. Sang menteri menolak penanganan pasien tebang pilih. Si dirut
RS berdalih rumah sakitnya sedang direnovasi. Lagi-lagi, uang dan kekuasaan bermain nyaman. Melenggang penuh gemulai dan membius pikiran penduduk negeri untuk makin menjarah uang rakyat dengan sepak terjang: SIKAT APA YANG BISA DIDAPAT.
Jakarta, 21 Februari 2013
Rendezvous puisi “Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia’ edisi dua.
sumber: http://hukum.kompasiana.com/2013/02/21/skandal-menjual-keadilan-duo-rajasa-yudhoyono-young-offsprings-530847.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com