Akhir-akhir ini kita dihebohkan oleh
berita terkait Ryan Tumiwa. Lelaki kurus yang terkenal karena
keinginannya ingin mengakhiri hidupnya, namun tidak ingin melakukannya
dengan cara yang ilegal. Ia ingin mengakhiri hidupnya dengan cara yang
sah dan diakui negara. Ia tidak ingin melanggar hukum. Sungguh sebuah
kasus yang aneh. Biasanya berita yang kita dengar atau lihat di TV
adalah seseorang yang sudah tidak sanggup menahan beban hidupnya
kemudian gantung diri, minum obat nyamuk, melompat dari ketinggian dan
lain sebagainya. Mengapa Ryan tidak melakukan hal yang sama?
Berita di media massa menunjukan ryan
adalah seseorang yang berpendidikan. Ia menyandang gelar master dibidang
ekonomi dan merupakan alumnus Universitas Indonesia dengan IPK sangat
memuaskan. Sayang pendidikan yang diterimanya tidak mampu membuat
hidupnya lebih baik, ia sempat bekerja dan kehilangan pekerjaan,
kemudian terhimpit ekonomi dan sebatang kara sehingganya ia merasa
hidupnya tidak memiliki arti lagi.
Apa yang dilakukan Ryan dengan
mempertanyakan UUD pasal 34 UUD 1945 mengenai fakir miskin dan anak
terlantar dan mengenai jaminan/tunjangan bagi pengangguran (jobless)
seperti dirinya adalah hal yang cerdas. Untuk diketahui, di beberapa
negara maju seperti di Jerman, tunjangan dan jaminan untuk pengangguran
benar-benar ada dan di jamin oleh pemerintah, apalagi untuk seseorang
yang pernah bekerja dan memiliki ijazah seperti Ryan. Sayangnya lapangan
pekerjaan di Indonesia tidak mampu menyerap seluruh “Sarjana” di
Indonesia. Peran lembaga-lembaga ketenaga-kerjaan di Indonesia juga
sepertinya kurang maksimal. Ryan adalah satu dari seribu “Sarjana” di
Indonesia yang tidak beruntung.
Ryan sempat mengunjungi Komnas HAM dan
DEPKES namun menerima penolakan sehingga akhirnya frustasi dan bertekad
mengajukan gugatan ke MK guna melegalkan suntik mati yang ingin
dilakukannya. Banyak yang menertawakan bahkan mencibir ryan sebagai
seseorang yang kurang berusaha dan hanya ingin mencari sensasi. Kasus
Ryan seharusnya membuat pemerintah malu dan merupakan tamparan keras
bagi pemerintah. Ryan Tumiwa adalah gambaran masayarakat yang hidupnya
tidak beruntung, ryan adalah gambaran betapa susahnya hidup di
Indonesia, ryan adalah gambaran bagaimana terkadang Negara absen dalam
kehidupan masyarakatnya, ryan juga adalah gambaran betapa masa depan
kehidupan di Indonesia penuh dengan ketidak pastian, juga bagi mereka
yang ber-Ijazah.
Banyak “Sarjana” yang saat ini juga masih
bingung dengan pekerjaan dan masa depannya, bahkan ada yang sudah
bertahun-tahun melamar pekerjaan namun tidak memperolehnya. Beberapa
sarjana ada yang mencoba peruntungan di dunia usaha, ada juga yang
banting stir bekerja apa saja yang tersedia walau tidak sejalan dengan
ilmu yang diperolehnya di bangku kuliah dulu. Saya yakini banyak sarjana
di Indonesia yang bernasib hampir sama dengan Ryan Tumiwa hanya saja
apa yang dilakukan Ryan Tumiwa terlalu “sensasional” untuk dilakukan,
apalagi harus mengakhiri hidup. Terkesan kurang “fight”.
Hidup memang perjuangan dan penuh beban.
Beberapa orang lebih beruntung dari yang lain, beberapa orang bekerja
sangat keras untuk berhasil, beberapa lagi terlihat selalu beruntung
dalam karirnya. Tetapi jika terlalu banyak orang yang hidup dibawah
standar kehidupan yang layak di negara yang kaya akan sumber daya
alamnya, lebih baik kita tidak usah bernegara saja!.
Komentar Pilihan:
Pingwin Pranata:
anehnya
fenomena ini…..peran negara terhadasp perlindungan-lesejahteraan
rakyaknya sesuai UU yg disyahkan diingkari….pemimpinbangsa ini tutup
mata denga sistem KKN-KOLUSI_NEPOTISME yg masih masive terjadi, dari
segala bidang kepegawean/usaha.
Turut prihatin. Tentu saja negara tak akan mengakui “bunuh diri secara legal”. Seharusnya kita bersyukur sudah diberi hidup dan kehidupan oleh Allah Yang maha Pengasih dan Penyayang. Agama Islam melarang penganutnya bunuh diri, termasuk dosa besar, semoga kita dijauhkan dari perbuatan putus asa.
Ryan Tumiwa itu usianya berapa sampai segitu putus asa? Sayang saya tak dpt membantu memberi pekerjaan. Saya hanya mampu memberi semangat spt saya lakukan pada empat anak2 saya yg sdh lulus perguruan tinggi (semua sdh bekerja).
Seharusnya dgn ijazah pasca sarjana ekonomi, banyak lowongan kerja yg bisa diisi, apa jadi guru, dosen, atau bekerja apa sajalah, jangan pilih2 dulu. Sudahkah mencoba konsultasi dgn Kantor Dinas Tenaga kerja terdekat?
Dahlia Yustina:
sampai sebegitunya kah…?, miris sy melihat keadaan ini. mengapa sampai begitu berputus asa, apakah jalan memang sudah benar2 tertutup….bukankah dlm kitab suci disebutkan…” allah tidak akan mengubah nasib seseorang jika orang tersebut tidak mau mengubahnya ” , mhon maaf mas jika kata2 sy ini salah, tapi saya pikir banyak jalan
menuju roma….salam
http://hukum.kompasiana.com/2014/08/07/ryan-tumiwa-sarjana-pengangguran-dan-suntik-mati-671935.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com