Tentang Musik Koplo: Psikologi Musik Koplo

by: http://filsafat.kompasiana.com/2013/06/08/psikologi-musik-koplo-566874.html
Dalam kajan musikologi mungkin jenis musik yang satu ini kurang diperhatikan oleh para pengamat, mengingat kurangnya publikasi di stasiun TV nasional. padahal di kalangan masyarakat bawah khususnya daerah pantura yang membentang dari Banyuwangi samapai ke daerah brebes musik koplo ini sangat populer dan digrandrungi.
Masyarakat di daerah Pantura seringkali menggelar pementasan musik ini untuk berbagi festifal kerakyatan seperti sedekah laut, peringatan hari besar kenegaraan, perkawinan, khitananan sampai untuk peringatan hari besar keagamaan.

Beberapa grup musik koplo yang terkenal di daerah Pantura antara lain seperti SERA, MONATA, HALMAHERA, PALAPA, RGS, dll. Konon bagi masyarakat yang menghendaki untuk menggelar pementasan musik dengan menampilkan grup-grup di atas memerlukan biaya sekitar 30 jutaan. Makanya hanya bos-bos besar ataupun paguyuban2 yang mampu untuk mengadakannya. sedangkan masyarakat dari lapisan menengah ke bawah cukup dengan organ tunggal jika menginginkan untuk mengadakan pagelaran musik tersebut.

Hampir semua tipe musik bisa dibuat koplo, baik Dangdut, Pop, Campursari, Sampai lagu Regae. Musik yang konon pertama kali dipopulerkan di daerah Sragen ini memiliki ciri khas tersendiri, yaitu menkocok nada sehingga apapun tema lagu yang dinyanyikan baik suka ataupun duka akan dapat didengarkan dengan suasana hati yang gembira.
Terlepas dari kontrofresi sutuju atau tidak dengan musik yang satu ini, penulis melihat bahwa musik koplo merupakan sublimasi dari karakter psikologis masyakat kita. Proses modernisasi / pembangunan seringkali membuat masyarkat terpinggirkan sari struktur ekonomi, sosial, ataupun politik sehingga mereka hanya menjadi objek modernisasi.

Hal ini dapat kita lihat dengan masih banyaknya masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan dan mengalami keterbelangan karena tidak mampu mengakses pendidikan. Akibtanya beban kehidupan semakin dirasa berat. Masyrakat tradisional bisa hidup dengan bersandar pada alam, namun untuk hidup hidup dizaman modern kita tidak mampu mengakses alam secara langsung. Modernisasi membuat pola struktur pada alam yang memaksa seseorang untuk memproses alam tanpa bisa langsung menggunakannya sebagaimana ketika kita hidup pada masyarakat tradisional.
Karena terlampau lama menghadapi himpitan hidup seperti ini, sementara dalam kondisi yang demikian itu mereka juga bisa menyaksikan secara langsung orang-orang yang hidup berlimpah sebab berkah dari modernisasi maka lambat laun tercipta pola mashokisme psikologis dalam dirinya. Dalam artian kebiasaan hidup dalam derita membuat mereka bisa semakin menikmati penderiaan itu. mashokisme psikologis ini mereka sublimasikan dalam segenap ekspresi kehidupan, dalam bidang seni khususnya seni musik sublimasi mashokisme ini diwujudkan dalam bentuk musik koplo. Musik yang akan selalu nikmat didengarkan tak peduli yang dinyanyikan itu lagu suka ataupun duka.