by: http://luar-negeri.kompasiana.com/2013/10/13/idul-adha-di-negeri-tanpa-harpitnas-598452.html
Lain padang lain belalang. Lain lubuk lain ikannya. Akhir pekan panjang ini tiba-tiba saja mengingatkan saya pada pengalaman saat merantau. Selama bermukim bertahun-tahun di Tanzania, belum pernah saya menemukan yang namanya cuti bersama dalam rangka harpitnas alias hari kejepit nasional.
Baiklah saya bagikan sedikit pengalaman Idul Adha saya di Kilimanjaro, sekitar tahun 2010 kalau tak salah ingat. Pagi itu, sekitar pukul 7 pagi waktu Kilimanjaro, saya sedang mengenakan sepatu, siap keluar dari kamar hostel menuju kampus. Tujuannya standar saja: mau berangkat kuliah.
“Tuti, happy eid mubarak.”
Sontak saya mencari sumber suara. Rayya, mahasiswa kedokteran asli Tanzania tapi keturunan Arab itu menyapa. Kamarnya dan kamar saya hanya berjarak 3 kamar saja.
Saya terdiam sejenak. Otak saya belum bekerja maksimal tampaknya. Sampai-sampai loadingnya demikian lamban.
“Oh, thanks.” Jawab saya sambil balas tersenyum.
Saya mengunci pintu dan meneruskan rencana: menuju ke kampus. Selama berjalan kaki, saya mengamati bahwa pagi itu tidak seperti biasanya. Suasana kampus cukup lengang. Tapi kaki ini tetap saya langkahkan hingga akhirnya sampai di perpustakaan.
Sekitar 15 menit saya membaca, Jacklin, sang penjaga perpustakaan tiba-tiba menghampiri dan bertanya,
“Tuti, are you a moslem?”
Saya kembali bingung. Kok tumben-tumbenan ini orang jadi rasis? Pagi-pagi pula?
“Yes. Why?” jawab saya dengan muka bingung. Semoga dia sedang amnesia mendadak.
“You didn’t go for Eid praying?” tanya Jacklin lagi.
(Ternyata saya yang amnesia mendadak.)
Barulah saya sadar sesadar-sadarnya bahwa hari itu libur Idul Adha. Berhubung Idul Adha-nya jatuh lebih awal dari tanggal merah yang tercetak di kalender, staf yang non-muslim tetap masuk. Jadi, libur harpitnas tidak diberlakukan sebagaimana umumnya di Indonesia.
Jadilah saya dan Jackline awalnya cengengesan bersama, tetapi kemudian malah jadi ngakak berjamaah. Kebetulan hanya saya seorang yang mengunjungi perpustakaan saat itu.
Otak pun menimbang-nimbang. Kalau saya lari maraton menuju masjid terdekat sekalipun, tetap saja acara sholat id-nya sudah kelar dan jamaah sudah pada bubar.
Mungkin Dia ’sengaja’ membuat saya lupa bahwa hari itu Idul Adha. Kenapa? Mungkin supaya saya tidak lupa, bahwa sholat id itu hukumnya sunnah muakkad. Dilakukan lebih baik, tapi jika tidak pun tak apa-apa jika sudah ada sebagian lain yang melakukannya. Jadi, ya saya pilih lanjut….kan bacanya hehehe. Rupanya otak saya saat itu sudah sukses mengikuti pola libur non-harpitnas di sana.
Bukan berarti saya tak suka harpitnas. Siapa sih yang tak suka libur? Ini hanya sekelumit catatan nostalgia ber-Idul Adha di negeri orang. Apapun yang terjadi dalam hidup, kalau dinikmati dan diambil sisi positifnya, tak ada yang sia-sia.
Libur tak libur, yang penting nurani jangan libur.
Salam PerantauPembelajarPenikmatHidup
Jakarta, 13-10-2013
Lain padang lain belalang. Lain lubuk lain ikannya. Akhir pekan panjang ini tiba-tiba saja mengingatkan saya pada pengalaman saat merantau. Selama bermukim bertahun-tahun di Tanzania, belum pernah saya menemukan yang namanya cuti bersama dalam rangka harpitnas alias hari kejepit nasional.
Baiklah saya bagikan sedikit pengalaman Idul Adha saya di Kilimanjaro, sekitar tahun 2010 kalau tak salah ingat. Pagi itu, sekitar pukul 7 pagi waktu Kilimanjaro, saya sedang mengenakan sepatu, siap keluar dari kamar hostel menuju kampus. Tujuannya standar saja: mau berangkat kuliah.
“Tuti, happy eid mubarak.”
Sontak saya mencari sumber suara. Rayya, mahasiswa kedokteran asli Tanzania tapi keturunan Arab itu menyapa. Kamarnya dan kamar saya hanya berjarak 3 kamar saja.
Saya terdiam sejenak. Otak saya belum bekerja maksimal tampaknya. Sampai-sampai loadingnya demikian lamban.
“Oh, thanks.” Jawab saya sambil balas tersenyum.
Saya mengunci pintu dan meneruskan rencana: menuju ke kampus. Selama berjalan kaki, saya mengamati bahwa pagi itu tidak seperti biasanya. Suasana kampus cukup lengang. Tapi kaki ini tetap saya langkahkan hingga akhirnya sampai di perpustakaan.
Sekitar 15 menit saya membaca, Jacklin, sang penjaga perpustakaan tiba-tiba menghampiri dan bertanya,
“Tuti, are you a moslem?”
Saya kembali bingung. Kok tumben-tumbenan ini orang jadi rasis? Pagi-pagi pula?
“Yes. Why?” jawab saya dengan muka bingung. Semoga dia sedang amnesia mendadak.
“You didn’t go for Eid praying?” tanya Jacklin lagi.
(Ternyata saya yang amnesia mendadak.)
Barulah saya sadar sesadar-sadarnya bahwa hari itu libur Idul Adha. Berhubung Idul Adha-nya jatuh lebih awal dari tanggal merah yang tercetak di kalender, staf yang non-muslim tetap masuk. Jadi, libur harpitnas tidak diberlakukan sebagaimana umumnya di Indonesia.
Jadilah saya dan Jackline awalnya cengengesan bersama, tetapi kemudian malah jadi ngakak berjamaah. Kebetulan hanya saya seorang yang mengunjungi perpustakaan saat itu.
Otak pun menimbang-nimbang. Kalau saya lari maraton menuju masjid terdekat sekalipun, tetap saja acara sholat id-nya sudah kelar dan jamaah sudah pada bubar.
Mungkin Dia ’sengaja’ membuat saya lupa bahwa hari itu Idul Adha. Kenapa? Mungkin supaya saya tidak lupa, bahwa sholat id itu hukumnya sunnah muakkad. Dilakukan lebih baik, tapi jika tidak pun tak apa-apa jika sudah ada sebagian lain yang melakukannya. Jadi, ya saya pilih lanjut….kan bacanya hehehe. Rupanya otak saya saat itu sudah sukses mengikuti pola libur non-harpitnas di sana.
Bukan berarti saya tak suka harpitnas. Siapa sih yang tak suka libur? Ini hanya sekelumit catatan nostalgia ber-Idul Adha di negeri orang. Apapun yang terjadi dalam hidup, kalau dinikmati dan diambil sisi positifnya, tak ada yang sia-sia.
Libur tak libur, yang penting nurani jangan libur.
Salam PerantauPembelajarPenikmatHidup
Jakarta, 13-10-2013
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com