http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2013/12/25/lebaran-kristen-toleransi-tanpa-banyak-teori-622453.html
Saya
dibesarkan di tengah keluarga muslim yang taat. Namun keluarga besar
kami tak hanya terdiri atas satu agama saja. Saya punya beberapa saudara
yang berbeda agama dengan keluarga saya ( Ayah, Ibu, saya, dan
kakak-adik saya ), baik dari pihak Ibu maupun dari pihak Ayah. Entah
sejak kapan ada perbedaan agama di dalam keluarga besar kami yang
mayoritas beragama Islam ini. Mungkin sejak dua atau tiga generasi ,
atau barangkali sudah sejak seratus tahun yang lalu, entahlah. Yang
jelas menurut ibu saya, nenek moyangnya adalah orang-orang yang sudah
pergi haji, sementara beberapa saudara dekat kakek-neneknya tersebut ada
juga yang berprofesi sebagai seorang pendakwah agama Kristen di kampung
halamannya.
Sebetulnya famili kami itu (Bude,
Sepupu, dll, ) bukan beragama Kristen, tapi Katholik. Karena di
Indonesia Kristen identik dengan Protestan (cmiiw). Namun karena awamnya
keluarga besar kami, semua orang yang pergi sembahyangnya ke gereja
kami panggil Kristen saja, tak peduli mereka itu beragama Katholik atau
Protestan.
Tak hanya beragama Kristen, yang tak
punya agamapun ada di keluarga besar kami. Anggota keluarga besar kami
itu, terutama yang sudah sepuh-sepuh, tak jelas beragama apa. Kata Ibu,
mereka memang tak beragama tapi percaya pada Tuhan, alias penganut
aliran kepercayaan. Karena kami berasal dari suku Jawa, maka aliran
kepercayaan mereka adalah Kejawen. Sebuah ajaran kuno yang mengandung
filsafat tinggi,perpaduan antara Hindu, Islam, dan kepercayaan animisme
asli Jawa (cmiiw lagi).
Meski berbeda agama, namun kehidupan
kami berjalan normal saja. Tak pernah sekalipun ada benturan keyakinan.
Kami hidup rukun, guyub, dalam suasana penuh persaudaraan. Jika
kebetulan kami berkumpul di rumah joglo milik Eyang Putri, suasananya
selalu heboh penuh canda dan keceriaan. Tak pernah kami berdebat agama
sampai ngotot. Kami hanya berdiskusi soal agama dengan saudara-saudara
yang satu keyakinan saja. Kalaupun ada yang berbeda agama turut serta
dalam perbincangan, itu pasti atas kemauannya sendiri.
Interaksi campur sari
Toleransi bagi kami adalah sebuah
keniscayaan. Tak pernah diajarkan secara khusus, namun sangat dicontohkan. Itupun tak berlebihan, secara alamiah saja dalam keseharian. Kalau diingat-ingat, lucu juga mengenang cara kami yang berbeda keyakinan ini saling berinteraksi. Bukan hal yang aneh, saudara kami yang beragama Katholik mengucapkan kata alhamdulillah, insyaallah, astaghfirullah,dll, dalam percakapan sehari-hari, seolah itu adalah kata-kata umum biasa saja, bukan istilah yang dalam agama Islam mengandung doa. Tapi yang paling saya ingat adalah interaksi saya dengan Joshua (nama samaran), kakak sepupu saya yang tinggal di Jakarta. Saat itu dia masih seorang calon pendeta. Jika bertemu dengan saya, begini kurang lebih percakapan kami :
keniscayaan. Tak pernah diajarkan secara khusus, namun sangat dicontohkan. Itupun tak berlebihan, secara alamiah saja dalam keseharian. Kalau diingat-ingat, lucu juga mengenang cara kami yang berbeda keyakinan ini saling berinteraksi. Bukan hal yang aneh, saudara kami yang beragama Katholik mengucapkan kata alhamdulillah, insyaallah, astaghfirullah,dll, dalam percakapan sehari-hari, seolah itu adalah kata-kata umum biasa saja, bukan istilah yang dalam agama Islam mengandung doa. Tapi yang paling saya ingat adalah interaksi saya dengan Joshua (nama samaran), kakak sepupu saya yang tinggal di Jakarta. Saat itu dia masih seorang calon pendeta. Jika bertemu dengan saya, begini kurang lebih percakapan kami :
” Hi Anni, assalamualaikum ! “.
” idih Pendeta kok assalamualaikum “, jawabku meledek.
“
Abis kalau pakai bahasa Indonesia, semoga keselamatan terlimpah atas
dirimu, kan kepanjangan. Ya udah pakai assalamualaikum aja !. Lagian
kamu bawel banget, tinggal jawab aja apa susahnya sih ?! “
” Hehehee … Iya deh, waalaikumsalam “.
” Apa kabar Mas ? “, tanyaku.
” Alhamdulillah, sehat !”, jawabnya sambil nyengir lebar.
” idih, tadi bilang assalamualaikum, sekarang alhamdulillah ! kreatif dong, ciptain sendiri kek …”, kataku meledek lagi.
” Lhahh ? alhamdulillah kan artinya puji Tuhan Allah ! ya sudah, apa bedanya ? Kristen juga menyembah Allah kok !
” hi hi hi hiii …. “
” Ketawa lagi, dasar jelek …”
He hee …
Ah
kangen juga sama kakak sepupuku itu. Semenjak menjadi pendeta belasan
tahun lalu, dan saya sudah menikah, tak pernah lagi kami saling
berkomunikasi. Sibuk dengan dunianya masing-masing.
Orang Islam santri buduk, orang Kristen nyembah patung
Hampir semua anggota keluarga besar kami
memiliki banyak anak. Setiap anggota keluarga rata-rata memiliki 6
sampai 7 anak. Ibu saya sendiri punya 8 anak. Kalau kebetulan ada acara
kumpulan, yang bikin heboh ya acara kumpul bocah itu. Namanya juga
anak-anak, bandel-bandel pasti. Dulu waktu saya masih kecil, kami suka
juga ejek-ejekan dan berantem sama sepupu-sepupu, sampai bawa-bawa agama
segala. Padahal jujur, saat itu kami sendiri belum mengerti sedikitpun
tentang agama yang kami anut. Jangankan melaksanakan sholat, bacaan
sholat saja belum hafal. Tapi kami sudah gagah berani membela agama kami
dari ejekan sepupu-sepupu yang beragama Kristen. Ejekan yang paling
sering dilontarkan adalah,” orang Islam santri buduk “, yang kami balas tak kalah sengit, ” orang Kristen nyembah patung ! “.
Wah, dahsyat sekali ejekan-ejekannya, bukan ?. Bayangkan kalau
kata-kata itu dihamburkan di zaman sekarang, bisa-bisa kami kena pasal
menghina SARA.
Kalau sudah perang kata-kata seperti
itu, Eyang Putri (Nenek) akan langsung menoleh ke arah kami dengan dagu
mendongak dan mata melotot. Ini adalah bahasa tubuh Eyang yang paling
legendaris, yang artinya, ” tutup mulut kalian, pengacau cilik ! ”. Tanpa kata sama sekali, namun sudah cukup membuat para
ibu bangkit dari majelis rumpi lalu tergopoh-gopoh melerai dengan cara
menjewer telinga kami agar segera menjauh dari arena pertempuran. Entah
mendapat ilham dari mana sehingga kami mendapat amunisi ejekan serupa
itu. Yang jelas, begitu kami bertambah besar dan bertambah dewasa, semua
ejekan itu sudah kami tinggalkan. Kalau diingat-ingat, sadis juga ya
cara kami saling ejek. Semoga kebandelan kami ini tidak menurun ke
generasi berikutnya. Serem soalnya.
Lebaran Kristen
Sebagaimana sebagian keluarga Jawa
lainnya, keluarga besar kami punya istilah sendiri untuk menyebut hari
Natal, yakni Lebaran Kristen. Kok lebaran Kristen ? Ya iyalah, kalau
Islam punya lebaran, masak Kristen nggak punya ? Kalau setahun sekali
kami yang muslim merayakan hari lebaran dengan baju baru, menu istimewa
dan kue-kue yang serba lezat, maka anggota keluarga Kristenpun punya hak
yang sama. Berlebaran setahun sekali, setiap tanggal 25 desember,
dengan baju baru, menu istimewa, dan kue-kue yang enak. Nah, ini baru
adil. Yah, setidaknya adil menurut Eyang putri.
Kalau pas liburan lebaran Iedul Fitri
atau liburan Natal dan kami berkumpul di rumah nenek, maka menu yang
disajikan sama saja, tak ada bedanya antara menu lebaran Islam sama menu
lebaran Kristen. Selalu : ketupat, opor ayam, sambal goreng kentang ati
ampela, rendang, acar mentimun wortel, dan kerupuk udang. Kue-kuenya :
bolu marmer, kaastengels, nastar, kacang bawang, kue putri salju, lidah
kucing, tape ketan berwarna hijau, manisan kolang-kaling, kue kering
Khong Guan, dan minumannya es sirup ABC rasa jeruk. Selalu itu-itu saja
selama bertahun-tahun tak pernah berubah, dari saya masih TK sampai SMP
hingga akhirnya Eyang meninggal dunia. Pendeknya di keluarga besar kami,
apapun agamanya menu lebarannya sama saja.
Toleransi tanpa basa-basi
Kini masa kecil dengan keriuhan di
keluarga besar sudah lama berlalu. Kami yang dulu masih bocah dan selalu
mengacaukan acara keluarga itu, sudah tumbuh dewasa dan sudah berumah
tangga pula. Semakin jarang saja kami berkumpul, karena kami sudah
tinggal di tempat yang berjauhan. Sebagian dari kami bahkan tinggal di
luar negeri, yang membuat semakin sulit untuk bisa bertemu.
Kenangan masa kecil yang indah, takkan
mungkin terlupakan. Hidup berdampingan dengan famili yang berbeda agama
dalam sebuah keluarga besar, dengan Eyang Putri sebagai pusat keluarga.
Eyang putri yang anggun, berwajah indo Belanda, lembut, namun sangat
tegas dan disegani. Eyang seorang muslimah yang sangat taat dengan
ajaran agamanya, namun mencontohkan bagaimana menghormati keyakinan yang
berbeda, dengan ajarannya yang sederhana namun masuk akal. Kata Eyang,
keyakinan adalah soal hati. Tak boleh kita mengusik orang lain hanya
karena perbedaan agama. Pantang menghina ajaran agama orang lain, jika
kita tak suka agama kita dihina. Ajaran Eyang sederhana saja, namun
menurut saya tetap aktual hingga hari ini. Ajaran Eyang tentang Lebaran
Kristen bagi saya adalah cerminan kearifan lokal Jawa yang tiada duanya.
Sebuah contoh pemikiran khas Jawa yang gandrung akan keserasian
kosmik.
Dari semua pelajaran hidup yang saya
pahami, ada satu hal yang saya inginkan dalam hidup saya : anak-anakku
bertumbuh menjadi pribadi yang taat menjalankan ajaran agama, mencintai
Allah, namun pandai menjaga hubungan baik dengan orang-orang yang
berbeda agama. Nah teman-teman, semoga bermanfaat dan mohon maaf jika
ada kata-kata yang kurang berkenan.
Salam sayang,
Anni
Sumber gambar :
fotomodelindo.blogspot.com
dovechristian.com
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com