ARTIKEL PILIHAN

GOOGLE TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

ARTIKEL PILIHAN

Fakta Unik dan Menarik Tentang Nyamuk Yang Belum Diketahui Banyak Orang

Written By Situs Baginda Ery (New) on Selasa, 24 September 2013 | 22.12

by: http://munsypedia.blogspot.com/2013/06/fakta-tentang-nyamuk-yang-belum.html
Nyamuk merupakan musuh besar manusia dari zaman dulu hingga kini dan Zaman yang akan datang..Sampe sekarang munsypedia mikir, apa untungnya dicipakan makhluk ini..? tapi gak nemu juga jawabannya,..
Mungkin nayamuk diciptakan agar obat nyamuk laku,.atau mungkin sebagai makanan cicak,.kalo gak ada nyamuk ntar cicak kelaparan,....wah ane jadi makin ngelantur ne,...Langsung aja Berikut adalah Fakta Tentang Nyamuk Yang Belum Diketahui Banyak Orang...

fakta unik tentang nyamuk - munsypedia.blogspot.com


22.12 | 0 komentar | Read More

Kenapa BBM Untuk Android Tak Jadi Dirilis Pekan Ini

TEMPO.CO, Ontario - Fitur tukar pesan dari BlackBerry, BlackBery Mesenger, yang rencananya dirilis untuk Android dan iPhone pekan ini diundur. Menurut Andrew Bocking, Executive Vice President bidang BBM di BlackBerry, timnya sekarang sedang fokus untuk menyesuaikan sistem agar bisa memblokir versi BBM Android unreleased, saat BBM versi resmi nanti diluncurkan. "Walau kelihatan sederhana, tapi ini rumit. Ini akan memakan waktu dan saya tak bisa memastikan dalam pekan ini," ujar Bocking dalam blog perusahaannya, Senin, 23 September waktu setempat.
BBM Untuk Android Tak Jadi Dirilis Pekan Ini

Sabtu lalu, saat BBM for All diluncurkan, sudah banyak beredar versi BBM Android unreleased di berbagai situs file sharing. Pengunduh versi unreleased, kata Bocking, mendekati sejuta orang. Akibatnya, lalu lintas data di server BlackBerry melonjak tinggi dan tak bisa berjalan dengan normal. Jika versi unreleased ini tak diblokir, maka versi resmi tak bisa diluncurkan. "Maka satu-satunya cara mengatasi masalah ini adalah menunda peluncuran," kata Bocking.

Aplikasi BBM unreleased Android itu untuk sementara ditutup. Pelanggan yang sudah mengunduhnya harus mendaftar di www.BBM.com.
22.02 | 0 komentar | Read More

BAGAIMANA SOAL POLITIK DALAM PANDANGAN ISLAM

by: http://www.meriwardanaku.com/2011/07/politik-dalam-pandangan-islam-by-hasan.html
"Kebangkitan suatu bangsa di dunia selalu bermula dari kelemahan. Sesuatu yang sering membuat orang percaya bahwa kemajuan yang mereka capai kemudian adalah sebentuk kemustahilan. Tapi, di balik anggapan kemustahilan itu, sejarah sesungguhnya telah mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran, keteguhan, kearifan, dan ketenangan dalam melangkah telah mengantarkan bangsa-bangsa lemah itu merangkak dari ketidakberdayaan menuju kejayaan." (Hasan Al-Banna; Risalah Ila Ayyu Syain Nad u An-Naas.)

http://cahyadi-takariawan.web.id/wp-content/uploads/2011/09/politik-4.jpg 
Dalam sejarah kehidupan bangsa-bangsa, kebangkitan dan kemajuan adalah sebuah keniscayaan yang mesti diyakini. Namun, kelemahan yang sedang mengungkung suatu bangsa seringkali memicu keputusasaan sehingga bayang-bayang ketidakpastian dan kemustahilan menjadi begitu kuat. Realitas kejiwaan masyarakat inilah yang ingin didobrak oleh Hasan Al-Banna, dengan salah satu ungkapannya: "Inna haqaiqa al-yaumi hiya ahlamu al-amsi, wa ahlama al-yaumi haqaiqu al-ghadi (Sesungguhnya kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini akan menjadi kenyataan esok hari)."

Sementara akar penyebab kelemahan yang sebenarnya ada pada kehancuran jiwa masyarakatnya. Ini yang secara kuat dicemaskan oleh Abul Hasan An-Nadwi dengan ucapannya, "Kemanusiaan sedang ada dalam sakratul maut.”. Bahkan, kecemasan dunia modern yang digjaya seperti Amerika misalnya, juga terletak di sini. Laurence Gould pernah mengingatkan publik Amerika, "Saya tidak yakin bahaya terbesar yang mengancam masa depan kita adalah bom nuklir. Peradaban AS hancur ketika tekad mempertahankan kehormatan dan nilai-nilai moral dalam hati nurani warga kita telah mati." (Hamilton Howze, The Tragic Descent: America in 2020 , 1992).

Dari pemahaman inilah, Hasan Al-Banna menyimpulkan bahwa pilar kekuatan utama membangun kembali umat adalah kesabaran (ash-shabru), keteguhan (ats-tsabat), kearifan (al-hikmah), dan ketenangan (al-anat) yang kesemuanya menggambarkan kekuatan kejiwaan (al-quwwah an-nafsiyah) suatu bangsa. Dan Hasan Al-Banna menyimpulkan adanya lima babak yang akan dilalui. Kesimpulan ini berangkat dari analisa sejarah perjalanan bangsa-bangsa dan upaya memahami arahan-arahan Rabbani

Berikut Seri Pemikiran Politik Hasan Al-Banna: Lima Babak Kebangkitan Umat

1. Kelemahan (adh-dho fu).
Faktor utama kelemahan adalah terjadinya kesewenang-wenangan rezim kekuasaan yang tiranik. Kekuasaan inilah yang memporak-porandakan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan memberangus potensi-potensi kebaikannya dengan dalih kepentingan kekuasaan. "Sesungguhnya Firaun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, membunuh anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka. Sesungguhnya Firaun termasuk orang yang membuat kerusakan." (QS. 28:4) Itulah sebabnya tujuan pertama transisi politik menurut Al-Banna adalah membebaskan umat dari belenggu penindasan dalam kehidupan politik.

2. Kepemimpinan (az-zuaamah).
Sejarah perubahan menunjukkan bahwa upaya bangkit kembali dari kehancuran membutuhkan seorang pemimpin yang kuat. Kepemimpinan ini mesti muncul pada dua wilayah, yaitu pemimpin di tengah-tengah masyarakat (az-zuaamah ad-da wiyah) yang menyeru kepada kebaikan dan pemimpin pemerintahan (az-zuaamah as-siyasiyah) yang sejatinya muncul atau menjadi bagian dari mata rantai barisan penyeru kebaikan itu. "Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi(QS. 24:55). Ini artinya kekuatan-kekuatan Islam mesti mempersiapkan diri secara sistematis, sehingga masa transisi politik menjadi kesempatan untuk meneguhkan kepemimpinan dakwah dan untuk meraih kepemimpinan politik. Inilah tantangan sekaligus rintangan terberat kaum muslimin pada hari ini.

3. Pertarungan (ash-shiraa u)
Ketika suatu bangsa memasuki masa transisi politik, Al-Banna mengingatkan akan muncul dan maraknya berbagai kekuatan ideologis yang lengkap dengan tawaran sistem dan para penyerunya. Akan terjadi kompetisi terbuka untuk menanamkan pengaruh, meraih dukungan dan memperebutkan kekuasaan. Ada dua karakter dasar ideologi-ideologi kuffar. Pertama, secara hakiki ia berlawanan dengan ideologi Islam. Dan kedua, untuk menjamin eksistensinya di muka bumi, ideologi-ideologi kuffar itu akan berupaya menghancurkan ideologi Islam. Pertarungan terberat adalah pada upaya untuk membebaskan diri dari mentalitas, sikap, perilaku dan budaya yang sudah terkooptasi oleh ideologi materialisme-sekuler. Pertarungan ini tidak bisa dimenangkan dengan kekuatan senjata, tetapi dengan bangunan keimanan baru yang memantulkan izzah (harga diri) umat di hadapan peradaban-peradaban kuffar.

4. Iman (Al-Iman)
Pertarungan ideologi di fase transisi menuju kebangkitan adalah masa-masa ujian berat bagi umat. Pertarungan akan memunculkan dua golongan manusia. Pertama, mereka yang tidak istiqamah dengan cita-cita Islam dan menggadaikan perjuangannya demi keuntungan-keuntungan material. Perjuangan bagi mereka adalah bagaimana mengumpulkan sebanyak-banyaknya perhiasan dunia sesuatu yang tidak mereka miliki sebelumnya. Golongan kedua, adalah mereka yang istiqamah dan iltizam dengan garis dan cita-cita perjuangan. Besarnya kekuatan musuh justru menambah keimanan mereka dan semakin mendekatkan diri mereka kepada Allah. Inilah golongan yang sedikit, tapi dijanjikan kemenangan oleh Allah. Proses kebangkitan umat tidak akan berjalan tanpa keberadaan mereka; orang-orang yang akan menorehkan garis sejarah panjang perjuangan yang diliputi berbagai keistimewaan dan keajaiban.

5. Pertolongan Allah (Al-Intishar)
Inilah hakikat kemenangan bagi umat, yaitu ketika Allah swt. telah menurunkan pertolongannya untuk mencapai kemenangan sejati. Kemenangan tidak semata diukur oleh terkalahkannya musuh. Tetapi, kemenangan adalah ketika tangan-tangan Allah ikut bersama kita menghancurkan seluruh kekuatan musuh. Inilah awal tumbuhnya kehidupan baru di mana Allah akan menerangi dengan cahayaNya dan Allah akan menaungi kehidupan umat dengan Keperkasaan dan Kasih-sayangNya. Di sinilah pembalikan keadaan (tabdil) dalam kehidupan akan terjadi. Kemakmuran, keamanan, kedamaian dan keadilan akan menjadi nikmat yang bisa dimiliki setiap makhluk yang mendiami negeri itu. "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmatNya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang besar." (QS. Al-Fath: 1-3)
21.44 | 0 komentar | Read More

Tentang Qadha’ dan Qadar: Memahami Qadha’ dan Qadar (Ketentuan dan Takdir Allah)

by: http://abihumaid.wordpress.com/2011/03/03/memahami-qadha-dan-qadar-ketentuan-dan-takdir-allah/

PENDAHULUAN
Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah mengutus hambaNya Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam dengan membawa kebenaran, menyampaikan amanat kepada ummat dan berjihad dijalanNya hingga akhir hayat. Semoga shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada beliau, berikut para keluarga, shahabat dan pengikutnya yang setia.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVY4e_QDK3MUo21Q2GQUjHFavgrCN_B6nkEDc4tRbeH92oljFjlPDaWC5B7988U1oMcG5TfmLiuMhrOiVWpoc0Prt2gu-01ybHaYXY5u2VqXPnowY-xbygVJ4Ck7SeIiUJDR1voKA1OHJi/s320/peradaban-buku.jpg
Dalam pertemuan ini, kami akan membahas suatu masalah yang kami anggap sangat penting bagi kita umat Islam, yaitu masalah Qadha’ dan Qadar. Mudah-mudahan Allah Ta’ala membukakan pintu karunia dan rahmatNya bagi kita, menjadikan kita termasuk para pembimbing yang mengikuti jalan kebenaran dan para pembina yang membawa pembaharuan.
Sebenarnya masalah ini sudah jelas, akan tetapi kalau bukan karena banyaknya pertanyaan dan banyaknya orang yang masih kabur dalam memahami masalah ini serta banyaknya orang yang membicarakanya, yang kadangkala benar tetapi seringkali salah, di samping itu tersebarnya pemahaman–pemahaman yang hanya karena mengikuti hawa nafsu dan adanya orang–orang fasik yang berdalih dengan qadha’ dan qadar untuk kefasikannya, seandainya bukan karena itu semua, niscaya kami tidak akan berbicara tentang masalah ini.
Sudah sejak dahulu masalah qadha’ dan qadar menjadi ajang perselisihan di kalangan umat Islam. Diriwayatkan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam keluar menemui shahabatnya radhiyallahu ‘anhum, ketika itu mereka sedang berselisih tentang masalah Qadha’ dan Qadar ( takdir ) maka beliau melarangnya dan memperingatkan bahwa kehancuran umat – umat terdahulu tiada lain karena perdebatan seperti ini.
.
PENGERTIAN TAUHID & MACAM – MACAMNYA
Walaupun masalah qadha’ dan qadar menjadi ajang perselisian di kalangan umat Islam, tetapi Allah Ta’ala telah membuka hati para hambaNya yang beriman, yaitu para salaf shaleh yang mereka itu senantiasa menempuh jalan kebenaran dalam pemahaman dan pendapat. Menurut mereka qadha’ dan qadar adalah termasuk rububiyah Allah Ta’ala atas makhlukNya. Maka masalah ini termasuk dalam salah satu diantara tiga macam tauhid menurut pembagian ulama:
  • Pertama: Tauhid AL-Uluhiyah, ialah mengesakan Allah Ta’ala dalam beribadah, yakni beribadah hanya kepada Allah dan karenaNya semata.
  • Kedua: Tauhid Ar-Rububiyah, ialah mengesakan Allah Ta’ala dalam perbuatanNya , yakni mengimani dan meyakini bahwa hanya Allah yang mencipta, menguasai dan mengatur alam semesta ini.
  • Ketiga: Tauhid Al-Asma’ was- Shifat, ialah mengesakan Allah Ta’ala dalam asma’ dan sifatNya. Artinya mengimani bahwa tidak ada makhluk yang serupa dengan Allah Ta’ala dalam Dzat, Asma’; maupun Sifat.
Iman kepada Qadar adalah termasuk tauhid Ar-Rububiyah. Oleh karena itu Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Qadar adalah merupakan kekuasaan Allah Ta’ala “. Karena tak syak lagi, Qadar (takdir) termasuk qodrat dan kekuasaanNya yang menyeluruh, di samping itu, qadar adalah rahasia Allah Ta’ala yang tersembunyi, tak ada seorangpun yang dapat mengetahuinya kecuali Dia, tertulis pada Lauh Mahfuzh dan tak ada seorangpun yang dapat melihatnya. Kita tidak tahu, takdir baik atau buruk yang telah ditentukan untuk kita maupun untuk makhluk lainnya, kecuali setelah terjadi atau berdasarkan nash yang benar.
.
PENDAPAT–PENDAPAT TENTANG QADAR
Pembaca yang budiman,
Umat Islam dalam masalah qadar ini terpecah menjadi tiga golongan :
Pertama: mereka yang ekstrim dalam menetapkan qadar dan menolak adanya kehendak dan kemampuan makhluk. Mereka berpendapat bahwa manusia sama sekali tidak mempunyai kemampuan dan keinginan, dia hanya disetir dan tidak mempunyai pilihan, laksana pohon yang tertiup angin. Mereka tidak membedakan antara perbuatan manusia yang terjadi dengan kemauannya dan perbuatan yang terjadi tanpa kemauannya, tentu saja mereka ini keliru dan sesat, kerena sudah jelas menurut agama, akal dan adat kebiasaan bahwa manusia dapat membedakan antara perbuatan yang dikehendaki dan perbuatan yang terpaksa.
Kedua: mereka yang ekstrim dalam menetapkan kemampuan dan kehendak makhluk sehingga mereka menolak bahwa apa yang diperbuat manusia adalah karena kehendak dan keinginan Allah Ta’ala serta diciptakan olehNya. Menurut mereka, manusia memiliki kebebasan atas perbuatannya. Bahkan ada diantara mereka yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh manusia kecuali setelah terjadi. Mereka inipun sangat ekstrim dalam menetapkan kemampuan dan kehendak makhluk.
Ketiga: mereka yang beriman, sehingga diberi petunjuk eleh Allah Ta’ala untuk menemukan kebenaran yang telah diperselisihkan. Mereka itu adalah Ahlussunnah Wal Jamaah. Dalam masalah ini mereka menempuh jalan tengah dengan berpijak di atas dalil syar’i dan dalil aqli. Mereka berpendapat bahwa perbuatan yang dijadikan Allah Ta’ala di alam semesta ini terbagi atas dua macam :
1- Perbuatan yang dilakukan oleh Allah Ta’ala terhadap makhlukNya. Dalam hal ini tak ada kekuasaan dan pilihan bagi siapapun. Seperti turunnya hujan, tumbuhnya tanaman, kehidupan, kematian, sakit, sehat dan banyak contoh lainnya yang dapat disaksikan pada makhluk Allah Ta’ala. Hal seperi ini, tentu saja tak ada kekuasaan dan kehendak bagi siapapun kecuali bagi Allah Ta’ala yang maha Esa dan Kuasa.
2- Perbuatan yang dilakukan oleh semua makhluk yang mempunyai kehendak. Perbuatan ini terjadi atas dasar keinginan dan kemauan pelakunya; karena Allah Ta’ala menjadikannya untuk mereka. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
لِمَن شَاء مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ
“Bagi siapa diantara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus”. (At Takwir: 28).
مِنكُم مَّن يُرِيدُ الدُّنْيَا وَمِنكُم مَّن يُرِيدُ الآخِرَةَ
“Di antara kamu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat”.( Ali Imran : 152)
فَمَن شَاء فَلْيُؤْمِن وَمَن شَاء فَلْيَكْفُرْ
“ Maka barang siapa yang ingin ( beriman ) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir “ ( Al-Kahfi: 29)
Manusia bisa membedakan antara perbuatan yang terjadi kerena kehendaknya sendiri dan yang terjadi karena terpaksa. Sebagai contoh, orang yang dengan sadar turun dari atas rumah melalui tangga, ia tahu kalau perbuatannya atas dasar pilihan dan kehendaknya sendiri. Lain halnya kalau ia terjatuh dari atas rumah, ia tahu bahwa hal tersebut bukan karena kemauannya. Dia dapat membedakan antara kadua perbuatan ini, yang pertama atas dasar kumauannya dan yang kedua tanpa kemauannya. Dan siapapun mengetahui perbedaan ini.
Begitu juga orang yang menderita sakit beser umpamanya, ia tahu kalau air kencingnya keluar tanpa kemauanya. Tetapi apa bila ia sudah sembuh, ia sadar bahwa air kencingnya keluar dengan kemauannya. Dia mengetahui perbedaan antara kedua hal ini dan tak ada seorangpun yang mengingkari adanya perbedaan tersebut.
Demikian segala hal yang terjadi pada diri manusia, dia mengetahui, perbedaan antara mana yang terjadi dengan kemauannya dan mana yang tidak.
Akan tetapi, karena kasih sayang Allah Ta’ala, ada diantara perbuatan manusia yang terjadi atas kemauanNya namun tidak dinyatakan sebagai perbuatannya. Seperti perbuatan orang yang kelupaan, dan orang yang sedang tidur. Firman Allah Ta’ala dalam kisah Ashabul Kahfi :
وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْيَمِينِ وَذَاتَ الشِّمَالِ
“..Dan kami balik – balikkan mereka ke kanan dan ke kiri …” (Al- Kahfi: 18)
Padahal mereka sendiri yang sebenarnya berbalik ke kanan dan berbalik ke kiri, tetapi Allah Ta’ala menyatakan bahwa Dia-lah yang membalik–balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sebab orang yang sedang tidur tidak mempunyai kemauan dan pilihan serta tidak mendapatkan hukuman atas perbuatannya.
Maka perbuatan tersebut dinisbahkan kepada Allah Ta’ala. Dan sabda Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam:
“Barang siapa yang lupa ketika dalam keadaan berpuasa, lalu makan atau minum, maka hendaklah ia menyempurnakan puasanya, kerena Allah Ta’ala yang memberinya makan dan minum “
Dinyatakan dalam hadits ini, bahwa yang memberi makan dan minum adalah Allah Ta’ala , karena perbuatannya tersebut terjadi di luar kesadarannya, maka seakan–akan terjadi tanpa kemauannya.
Kita semua mengetahui perbedaan antara perasaan sedih atau perasaan senang yang kadang kala dirasakan seseorang dalam dirinya tanpa kemauannya serta dia sendiri tidak mengetahui sebab dari kedua perasaan tersebut yang timbul dari perbuatan yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Hal ini, alhamdulillah, sudah cukup jelas dan gamblang.
Istilah penting :
  • Jabri ialah orang yang berpendapat bahwa manusia itu terpaksa dalam perbuatannya, tidak mempunyai kehendak dan keinginan. Jabariyyah adalah pemahaman yang dimaukan orang Jabri.
  • Qadari ialah orang yang berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan dalam perbuatannya dan mengingkari adanya takdir. Qadariyyah adalah pemahaman yang dimaukan orang Qadari.
SANGGAHAN ATAS PENDAPAT PERTAMA
Pembaca yang budiman,
Seandainya kita mengambil dan mengikuti pendapat golongan yang pertama, yaitu mereka yang ekstrim dalam menetapkan qadar, niscaya sia-sialah syari’at ini dari tujuan semula. Sebab bila dikatakan bahwa manusia tidak mempunyai kehendak dalam perbuatannya, berarti tidak perlu dipuji atas perbuatannya yang terpuji dan tidak perlu dicela atas perbuatannya yang tercela. Karena pada hakekatnya perbuatan tersebut dilakukan tanpa kehendak dan keinginan darinya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Allah Ta’ala Maha Suci dari pendapat dan paham yang demikian ini.
Adalah merupakan kezhaliman, jika Allah Ta’ala menyiksa orang yang berbuat maksiat yang perbuatan maksiat tersebut terjadi bukan dengan kehendak dan keinginannya.
Pendapat seperti ini sangat jelas bertentangan dengan firman Allah Ta’ala :
وَقَالَ قَرِينُهُ هَذَا مَا لَدَيَّ عَتِيدٌ . أَلْقِيَا فِي جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ . مَّنَّاعٍ لِّلْخَيْرِ مُعْتَدٍ مُّرِيبٍ . الَّذِي جَعَلَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ فَأَلْقِيَاهُ فِي الْعَذَابِ الشَّدِيدِ . قَالَ قَرِينُهُ رَبَّنَا مَا أَطْغَيْتُهُ وَلَكِن كَانَ فِي ضَلَالٍ بَعِيدٍ . قَالَ لَا تَخْتَصِمُوا لَدَيَّ وَقَدْ قَدَّمْتُ إِلَيْكُم بِالْوَعِيدِ . مَا يُبَدَّلُ الْقَوْلُ لَدَيَّ وَمَا أَنَا بِظَلَّامٍ لِّلْعَبِيدِ
“Dan ( malaikat ) yang menyertai dia berkata : ” inilah (catatan amalnya ) yang tersedia pada sisiku, Allah berfirman: “Lemparkanlah olehmu berdua ke dalam neraka semua orang yang sangat ingkar dan keras kepala; yang sangat enggan melakukan kebaikan, melanggar batas lagi ragu-ragu; yang menyembah sesembahan yang lain beserta Allah, maka lemparkanlah dia ke dalam siksaan yang sangat (pedih ). Sedang ( syaitan ) yang menyertai dia berkata : “ ya Robb kami, aku tidak menyesatkannya, tetapi dialah yang berada dalam kesesatan yang jauh’. Allah berfirman : “ Janganlah kamu bertengkar d ihadapanku, padahal sesungguhnya Aku dahulu telah memberikan ancaman kepadamu. Keputusan di sisiKu tidak dapat di ubah, dan aku sekali-kali tidak menganiaya hamba-hambaKu ( Qaaf : 23- 29)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menjelaskan bahwa siksaan dariNya itu adalah kerena keadilanNya, dan sama sekali Dia tidak zhalim terhadap hamba-hambaNya. Sebab Allah Ta’ala telah memberikan peringatan dan ancaman kepada mereka, telah menjelaskan jalan kebenaran dan jalan kesesatan bagi mereka, akan tetapi mereka memilih jalan kesesatan, maka mereka tidak akan memiliki alasan di hadapan Allah Ta’ala untuk membantah keputusanNya.
Andaikata kita menganut pendapat yang batil ini, niscaya sia-sialah firman Allah Ta’ala ini:
رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا
“(Kami utus mereka) sebagai rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah sesudah di utusnya Rasul-rasul itu. Dan Allah maha Perkasa lagi Maha Bijaksana “. (An-Nisaa’: 165)
Dalam ayat ini Allah Ta’ala menjelaskan bahwa tidak ada alasan lagi bagi manusia setelah di utusnya para Rasul, karena sudah jelas hujjah Allah Ta’ala atas mereka. Maka seandainya masalah qadar bisa dijadikan alasan bagi mereka, tentu alasan ini akan tetap berlaku sekalipun sesudah di utusnya para Rasul. Karena qadar ( takdir) Allah Ta’ala sudah ada sejak dahulu sebelum diutusnya para Rasul dan tetap ada sesudah di utusnya mereka.
Dengan demikian pendapat ini adalah batil karena tidak sesuai dengan nash (dalil) dan kenyataan, sebagaimana telah kami uraikan dengan contoh- contoh di atas.
SANGGAHAN ATAS PENDAPAT KEDUA
Adapun pendapat kedua, yaitu pendapat golongan yang ekstrim dalam menetapkan kemampuan manusia, maka pendapat inipun bertentangan dengan nash dan kenyataan. Sebab banyak ayat yang menjelaskan bahwa kehendak manusia tidak lepas dari kehendak Allah Ta’ala. Firman Allah:
لِمَن شَاء مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ . وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاء اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“ (yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila di kehendaki oleh Allah, Tuhan semesta Alam “. (At Takwir : 28- 29)
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَاء وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka” ( Al Qashash: 68)
وَاللّهُ يَدْعُو إِلَى دَارِ السَّلاَمِ وَيَهْدِي مَن يَشَاء إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ
“Allah menyeru (manusia) ke Darussalam (surga), dan menunjuki orang yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus (Islam)” (Yunus: 25).
Mereka yang menganut pendapat ini sebenarnya telah mengingkari salah satu dari rububiyah Allah, dan berprasangka bahwa ada dalam kerajaan Allah ini apa yang tidak dikehendaki dan tidak di ciptakanNya. Padahal Allah lah yang menghendaki segala sesuatu, menciptakannya dan menentukan qadar (takdir) nya.
Sekarang kalau semuanya kembali kepada kehendak Allah dan segalanya berada di Tangan Allah, lalu apakah jalan dan upaya yang akan ditempuh seseorang apa bila dia telah di takdirkan Allah tersesat dan tidak dapat petunjuk ?
Jawabnya : bahwa Allah Ta’ala menunjuki orang-orang yang patut mendapat petunjuk dan menyesatkan orang-orang yang patut menjadi sesat. Firman Allah :
فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Maka tatkala mereka berpaling ( dari kebenaran ) Allah memalingkan hati mereka; dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”. (Ash Shaf : 5)
فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَاقَهُمْ لَعنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِ وَنَسُواْ حَظًّا مِّمَّا ذُكِّرُواْ بِهِ
“(tetapi) kerena mereka melanggar janjinya, Kami kutuk mereka dan Kami jadikan hati mereka keras mambatu, mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebahagian dari apa yang mereka yang telah diberi peringatan dengannya” . (Al Ma`idah : 13)
Di sini Allah Ta’ala menjelaskan bahwa Dia tidak menyesatkan orang yang sesat kecuali disebabkan oleh dirinya sendiri. Dan sebagaimana telah kami terangkan tadi bahwa manusia tidak dapat mengetahui apa yang telah ditakdirkan oleh Allah Ta’ala untuk dirinya. Karena dia tidak mengetahui takdirnya kecuali apabila sudah terjadi, maka dia tidak tahu apakah dia ditakdirkan Allah menjadi orang yang tersesat atau menjadi orang yang mendapat petunjuk.
Kalau begitu, mengapa jika seseorang menempuh jalan kesesatan lalu berdalih bahwa Allah Ta’ala telah menghendakinya demikian? Apa tidak lebih patut baginya menempuh jalan kebenaran kemudian mengatakan bahwa Allah Ta’ala telah menunjukkan kepadaku jalan kebenaran.
Pantaskah dia menjadi orang yang jabri kalau tersesat dan qadari kalau berbuat kebaikan ?
Sungguh tak pantas seseorang menjadi jabri ketika berada dalam kesesatan dan kemaksiatan, kalau ia tersesat atau berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala ia mengatakan : “ ini sudah takdirku, dan tak mungkin aku dapat keluar dari ketentuan dan takdir Allah”; tetapi ketika berada dalam ketaatan dan memperoleh taufiq dari Allah untuk berbuat ketaatan dan kebaikan ia mengatakan : “ini kuperoleh dari diriku sendiri”. Dengan demikian ia menjadi qadari dalam segi ketaatan dan menjadi “jabri” dalam segi kemaksiatan.
Ini tidak dibenarkan sama sekali, sebab sebenarnya manusia mempunyai kehendak dan kemampuan.
Masalah hidayah persis seperti masalah rizki dan menuntut ilmu. Sebagaimana kita semua tahu bahwa manusia telah ditentukan untuknya rizki yang menjadi bagiannya. Namun demikian dia tetap berusaha untuk mencari rizki ke sana dan kemari baik di daerahnya sendiri atau di luar daerahnya. Tidak duduk di rumah saja saraya berkata : “ kalau sudah ditakdirkan untukku rizkiku tentu ia akan datang dengan sendirinya”. bahkan dia akan berusaha untuk mencari rizki tersebut. Padahal rizki ini disebutkan bersamaan dengan amal perbuatan, sebagaimana di sebutkan dalam hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
“Sesungguhnya kalian ini dihimpunkan kejadiannya dalam perut ibu selama empat puluh hari berupa air mani, kemudian berubah menjadi segumpal darah selama empat puluh hari pula, kemudian berubah menjadi segumpal daging selama empat puluh hari pula, lalu Allah mengutus seorang malaikat yang diberi tugas untuk mencatat empat perkara, yaitu rizkinya, ajalnya, amal perbuatannya dan apakah ia termasuk orang celaka atau bahagia”.
Jadi rizki inipun telah tercatat seperti halnya amal perbuatan, baik ataupun buruk  juga telah tercatat.
Kalau begitu, mengapa anda pergi kesana dan kemari untuk mencari rizki dunia tetapi tidak berbuat kebaikan untuk mencari rizki akherat dan mendapatkan kebahagiaan surga? padahal kedua-duanya adalah sama, tidak ada perbedaannya.
Jika anda mau berusaha untuk mencari rizki dan untuk mempertahankan kelangsungan kehidupan anda, sehingga kalau anda sakit, pergi kemanapun untuk mencari dokter ahli untuk mengobati penyakit anda, padahal anda tahu kalau ajal telah ditentukan, tidak akan dapat bertambah dan tidak berkurang. Anda tidak bersikap pasrah sambil berkata : “ sudahlah aku tetap tinggal di rumah saja meski menderita sakit , kerena kalaupun aku di takdirkan panjang umur aku akan tetap hidup”. Bahkan anda berusaha sekuat tenaga untuk mencari dokter yang ahli, yang sekiranya dapat menyembuhkan penyakit anda dengan takdir Allah subhanahu wa ta’ala. Jika demikian, mengapa usaha anda di jalan akherat dan dalam amal shaleh tidak seperti usaha anda untuk kepentingan duniawi?
Sebagaiman telah aku kemukakan bahwa masalah qadar adalah rahasia Allah Ta’ala yang tersembunyi, tak mungkin anda dapat mengetahuinya. Sekarang anda di antara dua jalan: jalan yang membawa anda kepada keselamatan, kebahagiaan, kedamaian dan kemuliaan ; dan jalan yang dapat membawa anda kepada kehancuran, penyesalan, dan kehinaan. Sekarang anda sedang berdiri di antara ujung kedua jalan tersebut dan bebas untuk memilih tak ada seorangpun yang akan merintangi anda untuk melalui jalan yang kanan atau jalan yang kiri. Anda dapat pergi kemanapun sesuka hati anda. Lalu mengapa anda memilih jalan kiri (sesat) kemudian berdalih bahwa” itu sudah takdirku”? apa tidak lebih patut jika anda memilih jalan kanan dan mengatakan bahwa “ itu takdirku” ?
Untuk lebih jelasnya, apa bila anda mau bepergian ke suatu tempat dan di hadapan anda ada dua jalan. Yang satu mulus, lebih pendek dan lebih aman ; sedang yang kedua rusak, lebih panjang dan mengerikan. Tentu saja anda akan memilih jalan yang mulus, yang lebih pendek dan lebih aman, tidak memilih jalan yang tidak mulus, tidak pendek dan tidak aman. Ini berkenaan dengan jalan yang visual, begitu juga dengan yang non visual, sama saja dan tidak ada bedanya. Namun kadangkala hawa nafsulah yang memegang peran dan menguasai akal.
Padahal, sebagai seorang mu’min seyogyanya akalnyalah yang harus lebih berperan dan menguasai hawa nafsunya. Jika orang menggunakan akalnya, maka akal itu menurut pengertian yang sebenarnya akan melindungi pemiliknya dari yang membahayakan dan membawanya kepada yang bermanfaat dan membahagiakan.
Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa manusia mempunyai kehendak dan pilihan dalam perbuatan yang di lakukannya secara sadar, bukan terpaksa. Kalau manusia berbuat dengan kehendak dan pilihannya untuk kepentingan dunia, maka iapun seharusnya begitu pula dalam usahanya menuju akherat. Bahkan jalan menuju akherat lebih jelas. Karena Allah Ta’ala telah menjelaskannya dalam Al-Qur’an dan melalui sabda RasulNya Shalallahu ‘alaihi wassalam , maka jalan menuju akherat tentu saja lebih jelas dan lebih terang daripada jalan untuk kepentingan dunia.
Namun kenyataannya, manusia mau berusaha untuk kepentingan dunia yang tidak terjamin hasilnya dan meninggalkan jalan menuju akhirat yang telah terjamin hasilnya dan diketahui balasannya berdasarkan janji Allah Ta’ala , dan Allah Ta’ala tidak akan menyalahi janjiNya.
Pembaca yang budiman,
Inilah yang menjadi ketetapan Ahlussunnah Wal Jamaah dan inilah yang menjadi aqidah serta madzhab mereka, yaitu bahwa manusia berbuat atas dasar kemauannya dan berkata menurut keinginannya, tetapi keinginan dan kemauannya itu tidak lepas dari kemauan dan kehendak Allah Ta’ala. Dan Ahlussunnah Wal Jamaah mengimani bahwa kehendak Allah Ta’ala tidak lepas dari hikmah kebijaksanaanNya, bukan kehendak yang mutlak dan absolut, tetapi kehendak yang senantiasa sesuai dengan hikmah kebijaksanaanNya. Karena di antara asma Allah Ta’ala adalah AL- HAKIM yang artinya Maha Bijaksana yang memutuskan segala sesuatu dan bijaksana dalam keputusanNya.
Allah Ta’ala dengan sifat hikmahNya, menentukan hidayah bagi siapa yang di kehendakiNya yang menurut pengetahuanNya benar-benar menginginkan al-haq dan hatinya dalam istiqamah. Dan dengan sifat hikmahNya pula, dia menentukan kesesatan bagi siapa yang suka akan kesesatan dan hatinya tidak senang dengan Islam. Sifat hikmah Allah Ta’ala tidak dapat menerima bila orang yang suka akan kesesatan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk, kecuali jika Allah Ta’ala memperbaiki hatinya dan merubah kehendaknya, dan Allah Ta’ala maha Kuasa atas segala sesuatu. Namun, sifat hikmahNya menetapkan bahwa setiap sebab berkait erat dengan dengan akibatNya
.
TINGKATAN QADHA’ DAN QADAR
Menurut Ahlussunnah Wal Jamaah, qadha’ dan qadar mempunyai empat tingkatan :
  • Pertama : Al-‘Ilm (pengetahuan)
Artinya mengimani dan meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Tahu atas segala sesuatu. Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, secara umum maupun terperinci, baik itu termasuk perbuatanNya sendiri atau perbuatan makhlukNya. Tak ada sesuatupun yang tersembunyi bagiNya.
  • Kedua : Al-kitabah (penulisan)
Artinya mengimani bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan ketetapan segala sesuatu dalam Lauh Mahfuzh.
Kedua tingkatan ini sama-sama dijelaskan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya:
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاء وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah”. (Al-Hajj:70)
Dalam ayat ini disebutkan lebih dahulu bahwa Allah Ta’ala mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, kemudian dikatakan bahwa yang demikian itu tertulis dalam sebuah kitab Lauh Mahfuzh.
Sebagaimana dijelaskan pula oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:
“ Pertama kali tatkala Allah Ta’ala menciptakan qalam (pena), Dia firmankan kepadanya : Tulislah!. Qalam itu berkata : “ya Tuhanku, apakah yang hendak kutulis?” Allah Ta’ala berfirman : “Tulislah apa saja yang akan terjadi!” maka seketika itu bergeraklah qalam itu menulis segala sesuatu yang akan terjadi hingga hari kiamat”.
Ketika Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang apa yang hendak kita perbuat, apakah sudah ditetapkan atau tidak? beliau menjawab: “sudah ditetapkan”.
Dan ketika beliau ditanya: “Mengapa kita mesti berusaha dan tidak pasrah saja dengan takdir yang sudah tertulis? Beliaupun menjawab : “Berusahalah kalian, masing-masing akan dimudahkan menurut takdir yang telah ditentukan baginya”. Kemudian beliau mensitir firman Allah:
فَأَمَّا مَن أَعْطَى وَاتَّقَى . وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى . فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى . وَأَمَّا مَن بَخِلَ وَاسْتَغْنَى . وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى . فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى
“Adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang mudah. Sedangkan orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan adanya pahala yang terbaik, maka Kami akan memudahkan baginya (jalan) yang sukar”.( Al Lail: 5–10)
Oleh karena itu hendaklah anda berusaha, sebagaimana yang diperintahkan nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam kepada para shahabat. Anda akan di mudahkan menurut takdir yang telah ditentukan Allah Ta’ala.
  • Ketiga : Al- Masyiah ( kehendak ).
Artinya: bahwa segala sesuatu, yang terjadi atau tidak terjadi, di langit dan di bumi, adalah dengan kehendak Allah Ta’ala. Hal ini dinyatakan jelas dalam Al-Qur’an Al–Karim. Dan Allah Ta’ala telah menetapkan bahwa apa yang diperbuatNya, serta apa yang diperbuat para hambaNya juga dengan kehendakNya. Firman Allah:
لِمَن شَاء مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ . وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاء اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apa bila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam”. (At Takwir : 28 -29)
وَلَوْ شَاء رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ
“ jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya”. (Al–An’am : 112)
وَلَوْ شَاء اللّهُ مَا اقْتَتَلُواْ وَلَـكِنَّ اللّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ
“Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehandakinya”. (Al–Baqarah: 253)
Dalam ayat–ayat tersebut Allah Ta’ala menjelaskan bahwa apa yang diperbuat oleh manusia itu terjadi dengan kehendak-Nya.
Dan banyak pula ayat-ayat yang menunjukkan bahwa apa yang diperbuat Allah adalah dengan kehendak-Nya. Seperti firman Allah:
وَلَوْ شِئْنَا لَآتَيْنَا كُلَّ نَفْسٍ هُدَاهَا
“Dan kalau kami menghendaki niscaya akan kami berikan kepada tiap–tiap jiwa petunjuk (bagi) nya”. (As Sajdah: 13)
وَلَوْ شَاء رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً
“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu”. (Huud : 118)
Dan banyak lagi ayat–ayat yang menetapkan kehendak Allah dalam apa yang diperbuat-Nya.
Oleh karena itu, tidaklah sempurna keimanan seseorang kepada qadar (takdir) kecuali dengan mengimani bahwa kehendak Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu. Tak ada yang terjadi atau tidak terjadi kecuali dengan kehendakNya. Tak mungkin ada sesuatu yang terjadi di langit ataupun di bumi tanpa dengan kehendak Allah Ta’ala.
  • Keempat : Al–Khalq ( penciptaan )
Artinya mengimani bahwa Allah pencipta segala sesuatu. Apa yang ada di langit dan di bumi penciptanya tiada lain kecuali Allah Ta’ala. Sampai “ kematian” lawan dari kehidupan itupun diciptakan Allah.
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
“Yang menjadikan hidup dan mati, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. (Al-Mulk : 2)
Jadi segala sesuatu yang ada di langit ataupun di bumi penciptanya tiada lain adalah Allah Ta’ala.
Kita semua mengetahui dan meyakini bahwa apa yang terjadi dari hasil perbuatan Allah adalah ciptaan-Nya. Seperti langit, bumi, gunung, sungai, matahari, bulan, bintang, angin, manusia dan hewan kesemuanya adalah ciptaan Allah. Demikian pula apa yang terjadi untuk para makhluk ini, seperti : sifat, perubahan dan keadaan, itupun ciptaan Allah Ta’ala.
Akan tetapi mungkin saja ada orang yang merasa sulit memahami, bagaimana dapat dikatakan bahwa perbuatan dan perkataan yang kita lakukan dengan kehendak kita ini adalah ciptaan Allah Ta’ala?
Jawabnya: Ya, memang demikian, sebab perbuatan dan perkataan kita ini timbul karena adanya dua faktor, yaitu kehendak dan kemampuan. Apa bila perbuatan manusia timbul karena kehendak dan kemampuannya, maka perlu diketahui bahwa yang menciptakan kehendak dan kemampuan manusia adalah Allah Ta’ala. Dan siapa yang menciptakan sebab dialah yang menciptakan akibatnya.
Jadi, sebagai argumentasi bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan manusia maksudnya adalah bahwa apa yang diperbuat manusia itu timbul karena dua faktor, yaitu : kehendak dan kemampuan. Andaikata tidak ada kehendak dan kemampuan, tentu manusia tidak akan berbuat, karena andaikata dia menghendaki, tetapi tidak mampu, tidak akan dia berbuat, begitu pula andaikata dia mampu, tetapi tidak menghendaki, tidak akan terjadi suatu perbuatan.
Jika perbuatan manusia terjadi karena adanya kehendak yang mantap dan kemampuan yang sempurna, sedangkan yang menciptakan kehendak dan kemampuan tadi pada diri manusia adalah Allah Ta’ala, maka dengan ini dapat dikatakan bahwa yang menciptakan perbuatan manusia adalah Allah Ta’ala.
Akan tetapi, pada hakekatnya manusia-lah yang berbuat, manusia-lah yang bersuci, yang melakukan shalat, yang menunaikan zakat, yang berpuasa, yang melaksanakan ibadah haji dan umrah, yang berbuat kemaksiatan, yang berbuat ketaatan; hanya saja perbuatan ini ada dan terjadi dengan kehendak dan kemampuan yang diciptakan oleh Allah Ta’ala. Dan alhamdulillah hal ini sudah cukup jelas.
Keempat tingkatan yang disebutkan tadi wajib kita tetapkan untuk Allah Ta’ala. Dan hal ini tidak bertentangan apabila kita katakan bahwa manusia sebagai pelaku perbuatan.
Seperti halnya kita katakan : “api membakar” padahal yang menjadikan api dapat membakar adalah Allah Ta’ala. Api tidak dapat membakar dengan sendirinya, sebab seandainya api dapat membakar dengan sendirinya, tentu ketika nabi Ibrahim ‘alaihissalam dilemparkan ke dalam api, akan terbakar hangus. Akan tetapi, ternyata beliau tidak mengalami cidera sedikitpun, karena Allah Ta’ala berfirman pada api itu:
يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ
“hai api, jadilah dingin dan keselamatan bagi Ibrahim”. (Al Anbiya’: 69)
Sehingga Nabi Ibrahim tidak terbakar, bahkan tetap dalam keadaan sehat wal afiat.
Jadi, api tidak dapat membakar dengan sendirinya, tetapi Allah-lah yang menjadikan api tersebut mempunyai kekuatan untuk membakar. Kekuatan api untuk membakar adalah sama dengan kehendak dan kemampuan pada diri manusia untuk berbuat, tidak ada perbedaanya. Hanya saja, Karena manusia mempunyai kehendak, perasaan, pilihan dan tindakan, maka secara hukum yang dinyatakan sebagai pelaku tindakan adalah manusia. Dia akan mendapat balasan sesuai dengan apa yang diperbuatnya, karena dia berbuat menurut kehendak dan kemauannya sendiri.
.
PENUTUP
Sebagai penutup, kami katakan bahwa seorang mu’min harus ridha kepada Allah Ta’ala sebagai Tuhannya, dan termasuk kesempurnaan ridha-Nya yaitu mengimani adanya qadha dan qadar serta meyakini bahwa dalam masalah ini tidak ada perbedaan antara amal yang dikerjakan manusia, rizki yang dia usahakan dan ajal yang dia khawatirkan. Kesemuanya adalah sama, sudah tertulis dan ditentukan. Dan setiap manusia dimudahkan menurut takdir yang ditentukan baginya.
.
Selesai.
21.34 | 0 komentar | Read More

Misteri Takdir Hidup Manusia: Mampukah Manusia Mengubah Takdir ?

Sumber Refferensi
Alquran dan Hadist
Tulisan Karya http://ayahalif.blogspot.com/2011/02/takdir.html

artikel by: http://www.kabarislam.com/hukum-fiqih/bisakah-manusia-mengubah-takdir

Selalu menggelitik memang untuk memahami apa yang akan terjadi esok, lusa, minggu depan, tahun depan, atau seratus tahun ke depan !. Apakah takdir bisa berubah?, apa yang menyebabkan perubahan takdir, dimana Allah berposisi dan melakukan reposisi terhadap takdir?. Dan banyak lagi pertanyaan di wilayah ini.
Tidak heran pembuat buku Salat Smart yang bukunya sudah beredar di negeri Jiran mengulas dan mempertanyakan : Perlukah Memilih Takdir. Satu pertanyaan yang saya jadi ragu mengelaborasinya, karena memang ada beberapa pandangan dalam cara kita melihat takdir.


https://lh5.googleusercontent.com/-s0hCu17e4vI/TXV-e4w4wqI/AAAAAAAAAoA/6Zb4gmiGa7w/s1600/langkah.jpg 
Saya  lebih melihat bahwa takdir itu adalah ketentuan Allah. Dan ketentuan itu tidak akan mengalami perubahan ataupun kalaupun berubah, maka manusia “ditakdirkan” untuk tidak mampu mengamati perubahan dari takdir itu sendiri.
Allah berfirman :
QS 48. Al Fath 23. Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.
Firman ini menegaskan bahwa kita tidak akan dapat menemukan perubahan (melalui pengamatan) bahwa takdir mengalami perubahan. Jadi apa saja yang kita akan jalani dalam kehidupan, termasuk mimpi-mimpi sekalipun berada dalam arena yang telah ditetapkan.  Kemanapun kita melakukan pilihan melangkah, termasuk menghindari terantuk dari batu, atau memilih makanan pedas atau asin, semua adalah pilihan dari takdir.  Jadi kemanapun kita berjalan, kita akan memenuhi takdir kita !.
Jadi, bisakah manusia mengubah takdir?.
Pertanyaan yang aneh ?

Disini kita menangkap dua pengertian terhadap takdir dalam  masyarakat :
Pertama : Takdir sebagai suatu ketentuan yang tidak mengalami perubahan dan telah berlaku sejak dahulu, seperti disampaikan ayat di atas. Dalam pemahaman ini, tentunya bekerja aksi-reaksi, hukum-hukum alam atau hukum fisika yang diberlakukan sejak penciptaan pertama terhadap hukum-hukum alam semesta.
Kedua   : Takdir sebagai prosesi kejadian - Yang terjadi pada manusia.  Ketika manusia berada pada posisi beruntung, entah mendapat jodoh atau diterima untuk bekerja, maka yang bersangkutan mencapai suatu posisi dari pilihan takdirnya.
Kembali ke pertanyaan awal : Dapatkah manusia mengubah takdir?.
Pertanyaan ini sulit juga ya dijawabnya.  Kok ditanya lagi !, bukankah kita "tidak akan" mampu melihat perubahan takdir.  Tapi, jelas pula bahwa Allah juga tidak menyebutkan bahwa takdir itu tidak akan berubah, takdir bisa berubah, namun manusia tidak mampu menemukan perubahannya.  Kalau begitu, bagaimana manusia tahu bahwa telah terjadi perubahan takdir !.

Bisakah mengubah  takdir? Banyak orang malas yang menjadikan takdir sebagai dalih atas kemalasannya. Padahal, takdir itu bisa diubah. 'Memang, tidak semua takdir bisa diubah'. Misalnya, jika kita ditakdirkan sebagai seorang laki-laki, tidak bisa diubah menjadi seorang perempuan ( walaupun ada yang merubah dari laki-laki jadi perempuan ini bukan merubah takdir tapi mendustai takdir).
Lalu bagaimana cara kita mengubah takdir?
Cara yang benar dan tepat, tentu saja harus bersumber dari Pembuat takdir yang tiada lain Allah SWT melalui Al Quran dan Hadits Nabi saw.
Bagi Anda yang belum tahu, bahwa takdir bisa diubah, silahkan simak hadist berikut:
Hadits dari Imam Turmudzi dan Hakim, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi SAW Bersabda :
“Barangsiapa hatinya terbuka untuk berdo’a, maka pintu-pintu rahmat akan dibukakan untuknya. Tidak ada permohonan yang lebih disenangi oleh Allah daripada permohonan orang yang meminta keselamatan. Sesungguhnya do’a bermanfa’at bagi sesuatu yang sedang terjadi dan yang belum terjadi. Dan tidak ada yang bisa menolak taqdir kecuali do’a, maka berpeganglah wahai hamba Allah pada do’a”. (HR Turmudzi dan Hakim)

Cara Mengubah Takdir


Yang pertama Yaitu dengan berdo’a. Dalilnya ialah hadits diatas.
Yang kedua Yaitu Bersedekah. Rasulullah SAW pernah bersabda : “Silaturrahmi dapat memperpanjang umur dan sedekah dapat merubah taqdir yang mubram” (HR. Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi, Imam Ahmad).
Yang ketiga yaitu Bertasbih. Ada hadits yang diriwayatkan dari Sa’ad Ibnu Abi Waqosh, Rasulullah bersabda : “Maukah kalian Aku beritahu sesuatu do’a, yang jika kalian memanfa’atkan itu ketika ditimpa kesedihan atau bencana, maka Allah akan menghilangkan kesedihan itu?  Para sahabat menjawab : “Ya, wahai Rasululullah, Rasul bersabda “Yaitu do’a “Dzun-Nun : “LA ILAHA ILLA ANTA SUBHANAKA INNI KUNTU MINADH-DHOLIMIN” (Tidak ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk diantara orang-orang yang dholim”). (H.R. Imam Ahmad, At-Turmudzi dan Al-Hakim).
Yang keempat yaitu Bershalawat ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ubay Ibnu Ka’ab, bahwa ada seorang laki-laki telah mendedikasikan semua pahala sholawatnya untuk Rasulullah SAW, maka Rasul berkata kepada orang tersebut : “Jika begitu lenyaplah kesedihanmu, dan dosamu akan diampuni” (H.R Imam Ahmad At-Tabroni)


“Tidak ada yang mengubah takdir kecuali do’a”
Dalam sebuah hadits Nabi shollallahu ’alaih wa sallam menjelaskan bahwa taqdir yang Allah ta’aala telah tentukan bisa berubah. Dan faktor yang dapat mengubah takdir ialah doa seseorang.
Bersabda Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam:
“Tidak ada yang dapat menolak taqdir (ketentuan) Allah ta’aala selain do’a. Dan Tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi 2065)

Subhanallah…! Betapa luar biasa kedudukan do’a dalam ajaran Islam. Dengan do’a seseorang bisa berharap bahwa taqdir yang Allah ta’aala tentukan atas dirinya berubah. Hal ini merupakan sebuah berita gembira bagi siapapun yang selama ini merasa hidupnya hanya diwarnai penderitaan dari waktu ke waktu. Ia akan menjadi orang yang optimis. Sebab keadaan hidupnya yang selama ini dirasakan hanya berisi kesengsaraan dapat berakhir dan berubah. Asal ia tidak berputus asa dari rahmat Allah ta’aala dan ia mau bersungguh-sungguh meminta dengan do’a yang tulus kepada Allah ta’aala Yang Maha Berkuasa.
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah ta’aala mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).”
(QS Az-Zumar 53-54)

Demikianlah, hanya orang yang tetap berharap kepada Allah ta’aala saja yang dapat bertahan menjalani kehidupan di dunia betapapun pahitnya taqdir yang ia jalani. Ia akan senantiasa menanamkan dalam dirinya bahwa jika ia memohon kepada Allah ta’aala dalam keadaan apapun, maka derita dan kesulitan yang ia hadapi sangat mungkin berakhir dan bahkan berubah.
Sebaliknya, orang yang tidak pernah kenal Allah ta’aala dengan sendirinya akan meninggalkan kebiasaan berdo’a dan memohon kepada Allah ta’aala. Ia akan terjatuh pada salah satu dari dua bentuk ekstrimitas. Pertama, ia akan mudah berputus asa. Atau kedua, ia akan lari kepada fihak lain untuk menjadi sandarannya demi merubah keadaan. Padahal begitu ia bersandar kepada sesuatu selain Allah ta’aala –termasuk bersandar kepada dirinya sendiri- maka pada saat itu pulalah Allah ta’aala akan mengabaikan orang itu dan membiarkannya berjalan mengikuti situasi dan kondisi yang tersedia. Sedangkan orang tersebut dinilai sebagai seorang yang mempersekutukan Allah ta’aala dengan yang lain. Berarti orang tersebut telah jatuh ke dalam kategori seorang musyrik…!
“Dan Tuhanmu berfirman, “Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.”
(QS Al-Mu’min 60)

Dan yang tidak kalah pentingnya bahwa seorang muslim tidak boleh pernah berhenti meminta kepadaNya, karena sikap demikian merupakan suatu kesombongan yang akan menjebloskannya ke dalam siksa Allah ta’aala yang pedih. Maka Rasulullah shollallahu ’alaih wa sallam bersabda:
“Barangsiapa tidak berdo’a kepada Allah ta’aala, maka Allah ta’aala murka kepadaNya.” (HR Ahmad 9342)
Saudaraku, janganlah berputus asa dari rahmat Allah ta’aala. Bila Anda merasa taqdir yang Allah ta’aala tentukan bagi hidup Anda tidak memuaskan, maka tengadahkanlah kedua tangan dan berdo’alah kepada Allah ta’aala. Allah ta’aala Maha Mendengar dan Maha Berkuasa untuk mengubah taqdir Anda. Barangkali di antara do’a yang baik untuk diajukan sebagai bentuk harapan agar Allah ta’aala mengubah taqdir ialah sebagai berikut:
“Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang mana ia merupakan penjaga perkaraku. Perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku. Perbaikilah akhiratku untukku yang di dalamnya terdapat tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai tambahan untukku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah matiku sebagai istirahat untukku dari segala keburukan.” (HR Muslim 4897)

Iman Kepada Takdir Baik dan Buruk
Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang terkandung alam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah iman kepada takdir. Tidak semua orang yang mengenal iman kepada takdir, mengetahui hikmah dibalik beriman kepada takdir dan bagaimana mengimani takdir. Berikut sedikit ulasan mengenai iman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.

Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan terjadi hingga akhir zaman. (Terj. Al Wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 95)

Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha hamba-Nya.

Allah Ta’ala berfirman,
إنا كل شىء خلقنه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)
وخلق كـل شىء فقدره, تقديرا
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)
وإن من شىء إلا عنده بمقدار
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)

Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun iman dan prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas ketentuan (qadha’) dan takdir (qadar) Allah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985) dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini shahih.’

Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الإيمان أن تؤ من با لله وملا ئكته وكتبه ورسله واليوم الا خر وتؤ من بالقدرخيره وشره
“Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir serta qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5)).

Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كل شيء بقدر حتى العجز والكيسز
“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/452), Ibnu Majah dalam Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/23)

Tingkatan Takdir


Beriman kepada takdir tidak akan sempurna kecuali dengan empat perkara yang disebut tingkatan takdir atau rukun-rukun takdir. Keempat perkara ini adalah pengantar untuk memahami masalah takdir. Barang siapa yang mengaku beriman kepada takdir, maka dia harus merealisasikan semua rukun-rukunnya, karena yang sebagian akan bertalian dengan sebagian yang lain. Barang siapa yang mengakui semuanya, baik dengan lisan, keyakinan dan amal perbuatan, maka keimanannya kepada takdir telah sempurna. Namun, barang siapa yang mengurangi salah satunya atau lebih, maka keimanannya kepada takdir telah rusak.

Tingkatan Pertama: al-’Ilmu (Ilmu)
Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui dengan ilmu-Nya yang azali mengenai apa-apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi, baik secara global maupun terperinci, di seluruh penjuru langit dan bumi serta di antara keduanya. Allah Maha Mengetahui semua yang diperbuat makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan, mengetahui rizki, ajal, amal, gerak, dan diam mereka, serta mengetahui siapa di antara mereka yang sengsara dan bahagia.

Allah Ta’ala telah berfirman,
ألم تعلم أن الله يعلم ما فى السـماء والأرض ۗإن ذلك فى كتـب ۚإن ذلك على الله يسر
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Qs. Al-Hajj: 70)

وعنده, مفاتح الغيب لا يعلمها إلا هو ۚ ويعلم ما فى البر والبحر ۚوما تسقـط من ورقة إلا يعلمها ولا حبة فى ظلمت الأرض ولا رطب ولا يا بس إلا فى كتب مبين
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua perkara yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia Maha Mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan, dan tidak ada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan telah tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Al-An’aam: 59)

إن الله بكل شيء عليم
“Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui atas segala sesuatu.” (Qs. At-Taubah: 115)

Tingkatan Kedua: al-Kitaabah (Penulisan)
Yaitu, mengimani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menuliskan apa yang telah diketahui-Nya berupa ketentuan-ketentuan seluruh makhluk hidup di dalam al-Lauhul Mahfuzh. Suatu kitab yang tidak meninggalkan sedikit pun di dalamnya, semua yang terjadi, apa yang akan terjadi, dan segala yang telah terjadi hingga hari Kiamat, ditulis di sisi Allah Ta’ala dalam Ummul Kitab.

Allah Ta’ala berfirman,
و كل شيء أحصينه فى إمام مبـين
“Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam kitab induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (Qs. Yaasiin: 12)

ما أصاب من مصيبة فى الأرض ولا فى أنفسكم إلا فى كـتب من قبل أن نبرأهاۚۚإن ذلك على الله يسر
“Tidak ada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya.” (Qs. Al-Hadiid: 22)

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كتب الله مقادير الخلا ئق قبل أن يخلق السماوات زالأرض بخمسبن ألف سنة
“Allah telah menulis seluruh takdir seluruh makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab al-Qadar (no. 2653), dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-’Ash radhiyallahu ‘anhuma, diriwayatkan pula oleh Tirmidzi (no. 2156), Imam Ahmad (II/169), Abu Dawud ath-Thayalisi (no. 557)

Dalam sabdanya yang lain,
إن أول ما حلق الله القلم, قل له: أكتب! قل: رب وماذا أكتب؟ قل: أكتب مقادير كل شيء حتى تقوم الساعة
“Yang pertama kali Allah ciptakan adalah al-qalam (pena), lalu Allah berfirman, ‘Tulislah!’ Ia bertanya, ‘Wahai Rabb-ku apa yang harus aku tulis?’ Allah berfirman, ‘Tulislah takdir segala sesuatu sampai terjadinya Kiamat.’(Shahih, riwayat Abu Dawud (no. 4700), dalam Shahiih Abu Dawud (no. 3933), Tirmidzi (no. 2155, 3319), Ibnu Abi ‘Ashim dalam as-Sunnah (no. 102), al-Ajurry dalam ­asy-Syari’ah (no.180), Ahmad (V/317), dari Shahabat ‘Ubadah bin ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu).

Oleh karena itu, apa yang telah ditakdirkan menimpa manusia tidak akan meleset darinya, dan apa yang ditakdirkan tidak akan mengenainya, maka tidak akan mengenainya, sekalipun seluruh manusia dan golongan jin mencoba mencelakainya.

Tingkatan Ketiga: al-Iraadah dan Al Masyii-ah (Keinginan dan Kehendak)
Yaitu, bahwa segala sesuatu yang terjadi di langit dan di bumi adalah sesuai dengan keinginan dan kehendak (iraadah dan masyii-ah) Allah yang berputar di antara rahmat dan hikmah. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya dengan rahmat-Nya, dan menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dengan hikmah-Nya. Dia tidak boleh ditanya mengenai apa yang diperbuat-Nya karena kesempurnaan hikmah dan kekuasaan-Nya, tetapi kita, sebagai makhluk-Nya yang akan ditanya tentang apa yang terjadi pada kita, sesuai dengan firman-Nya,
لايسئل عما يفعل وهم يسئلون
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai.” (Qs. Al-Anbiyaa’: 23)

Kehendak Allah itu pasti terlaksana, juga kekuasaan-Nya sempurna meliputi segala sesuatu. Apa yang Allah kehendaki pasti akan terjadi, meskipun manusia berupaya untuk menghindarinya, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya, maka tidak akan terjadi, meskipun seluruh makhluk berupaya untuk mewujudkannya.

Allah Ta’ala berfirman,
فمن يردالله أن يهديه يشرح صدره للإسلام ۚومن يرد أن يضله يجعل صدره ضيقاحرجا
“Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia akan melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit.” (Qs. Al-An’aam: 125)

وَمَا تَشَاؤُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat menhendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” (Qs. At-Takwir: 29)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إن قلوب بني أدم كلها بين إصبعـين من أصا بع الرحمن, كـقلب وا حد, يصرفه حيث يشاء
“Sesungguhnya hati-hati manusia seluruhnya di antara dua jari dari jari jemari Ar-Rahmaan seperti satu hati; Dia memalingkannya kemana saja yang dikehendaki-Nya.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2654). Lihat juga Silsilah al-Ahaadits ash-Shahihah (no. 1689).

Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “Para Imam Salaf dari kalangan umat Islam telah ijma’ (sepakat) bahwa wajib beriman kepada qadha’ dan qadar Allah yang baik maupun yang buruk, yang manis maupun yang pahit, yang sedikit maupun yang banyak. Tidak ada sesuatu pun terjadi kecuali atas kehendak Allah dan tidak terwujud segala kebaikan dan keburukan kecuali atas kehendak-Nya. Dia menciptakan siapa saja dalam keadaan sejahtera (baca: menjadi penghuni surga) dan ini merupakan anugrah yang Allah berikan kepadanya dan menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki dalam keadaan sengsara (baca: menjadi penghuni neraka). Ini merupakan keadilan dari-Nya serta hak absolut-Nya dan ini merupakan ilmu yang disembunyikan-Nya dari seluruh makhluk-Nya.” (al-Iqtishaad fil I’tiqaad, hal. 15)

Tingkatan Keempat: al-Khalq (Penciptaan)
Yaitu, bahwa Allah adalah Pencipta (Khaliq) segala sesuatu yang tidak ada pencipta selain-Nya, dan tidak ada rabb selain-Nya, dan segala sesuatu selain Allah adalah makhluk. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
الله خـلق كل شىء ۖوهو على كل شىء وكيل
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (Qs. Az-Zumar: 62)

Meskipun Allah telah menentukan takdir atas seluruh hamba-Nya, bukan berarti bahwa hamba-Nya dibolehkan untuk meninggalkan usaha. Karena Allah telah memberikan qudrah (kemampuan) dan masyii-ah (keinginan) kepada hamba-hamba-Nya untuk mengusahakan takdirnya. Allah juga memberikan akal kepada manusia, sebagai tanda kesempurnaan manusia dibandingkan dengan makhluk-Nya yang lain, agar manusia dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan. Allah tidak menghisab hamba-Nya kecuali terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukannya dengan kehendak dan usahanya sendiri. Manusialah yang benar-benar melakukan suatu amal perbuatan, yang baik dan yang buruk tanpa paksaan, sedangkan Allah-lah yang menciptakan perbuatan tersebut.
Hal ini berdasarkan firman-Nya,
والله حلقكم وما تعملون
“Padahal Allah-lah yang menciptakanmu dan apa yang kamu perbuat itu.” (Qs. Ash-Shaaffaat: 96)

Dan Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya,
لا يكلف الله نفسا إلا وسعها
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (Qs. Al-Baqarah: 286)


Hikmah Beriman Kepada Takdir
Beriman kepada takdir akan mengantarkan kita kepada sebuah hikmah penciptaan yang mendalam, yaitu bahwasanya segala sesuatu telah ditentukan. Sesuatu tidak akan menimpa kita kecuali telah Allah tentukan kejadiannya, demikian pula sebaliknya. Apabila kita telah faham dengan hikmah penciptaan ini, maka kita akan mengetahui dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu yang datang dalam kehidupan kita tidak lain merupakan ketentuan Allah atas diri kita. Sehingga ketika musibah datang menerpa perjalanan hidup kita, kita akan lebih bijak dalam memandang dan menyikapinya. Demikian pula ketika kita mendapat giliran memperoleh kebahagiaan, kita tidak akan lupa untuk mensyukuri nikmat Allah yang tiada henti.
Manusia memiliki keinginan dan kehendak, tetapi keinginan dan kehendaknya mengikuti keinginan dan kehendak Rabbnya. Golongan Ahlus Sunnah menetapkan dan meyakini bahwa segala yang telah ditentukan, ditetapkan dan diperbuat oleh Allah memiliki hikmah dan segala usaha yang dilakukan manusia akan membawa hasil atas kehendak Allah.
Ingatlah saudariku, tidak setiap hal akan berjalan sesuai dengan apa yang kita harapkan, maka hendaklah kita menyerahkan semuanya dan beriman kepada apa yang telah Allah tentukan. Jangan sampai hati kita menjadi goncang karena sedikit ’sentilan’, sehingga muncullah bisikan-bisikan dan pikiran-pikiran yang akan mengurangi nikmat iman kita.
Dengarlah sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إحرص على ما ينفعك, واستعن بالله ولا تعجز, فإن أصا بك شيء فلا تقل: لو أني فعلت كذا وكذا لكن كذا وكذا, ولكن قل: قدر الله وما شاء فعل, فإن (لو) تفتح عمل
الشيطان
“Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan Allah dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ’seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala (Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ’seandainya’ itu akan mengawali perbuatan syaithan.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya (no. 2664).

Tidak ada seorang pun yang dapat bertindak untuk merubah apa yang telah Allah tetapkan untuknya. Maka tidak ada seorang pun juga yang dapat mengurangi sesuatu dari ketentuan-Nya, juga tidak bisa menambahnya, untuk selamanya. Ini adalah perkara yang telah ditetapkan-Nya dan telah selesai penentuannya. Pena telah terangkat dan lembaran telah kering.
Berdalih dengan takdir diperbolehkan ketika mendapati musibah dan cobaan, namun jangan sekali-kali berdalih dengan takdir dalam hal perbuatan dosa dan kesalahan. Setiap manusia tidak boleh memasrahkan diri kepada takdir tanpa melakukan usaha apa pun, karena hal ini akan menyelisihi sunnatullah. Oleh karena itu berusahalah semampunya, kemudian bertawakkallah.

Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,
وتوكل على الله ۚ إنه هو السميع العليم
“Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Qs. Al-Anfaal: 61)

ومن يتو كل على الله فهو حسبه
“Barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya.” (Qs. Ath-Thalaq: 3).

Dan jika kita mendapatkan musibah atau cobaan, janganlah berputus asa dari rahmat Allah dan janganlah bersungut-sungut, tetapi bersabarlah. Karena sabar adalah perisai seorang mukmin yang dia bersaudara kandung dengan kemenangan. Ingatlah bahwa musibah atau cobaan yang menimpa kita hanyalah musibah kecil, karena musibah dan cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya,
إذا أصاب أحدكم مصيبة فليذكر مصيبة بى, فإنها من أعظم المصائب
Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku, sungguh ia merupakan musibah yang paling besar.”
(Shahih li ghairih, riwayat Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqat (II/375), Ad-Darimi (I/40).

Apabila hati kita telah yakin dengan setiap ketentuan Allah, maka segala urusan akan menjadi lebih ringan, dan tidak akan ada kegundahan maupun kegelisahan yang muncul dalam diri kita, sehingga kita akan lebih semangat lagi dalam melakukan segala urusan tanpa merasa khawatir mengenai apa yang akan terjadi kemudian. Karena kita akan menggenggam tawakkal sebagai perbekalan ketika menjalani urusan dan kita akan menghunus kesabaran kala ujian datang menghadang.

Jadi, jangan pernah berhenti berdo’a dan berusaha. Seburuk apa pun kondisi saat ini, semuanya masih bisa berubah. Bagaimana pun pahitnya pengalaman kita dimasa lalu, masih bisa berubah. Optimis selalu Anda bisa mengubah takdir Anda menjadi lebih baik.

Apa pula peran manusia dalam melakukan pilihan takdir ?.  Usaha !.  Usaha manusiakah ? atau takdir manusia untuk berusaha !?.  Ataukah menyerah ?.  Dan menyerah, berputus asa pun tidak lepas dari takdir Illahi !.
21.28 | 0 komentar | Read More

Memahami Takdir Allah: Ketika Takdir Sulit Dimengerti


by: http://www.sarkub.com/2011/ketika-takdir-sulit-dimengerti/#ixzz2DvmQ3KgP
Kenapa temanku kaya, sedangkan aku miskin. Kenapa tetanggaku bahagia sedangkan aku selalu menderita. Allah telah mendhalimiku dengan memberikan aku segala kesengsaraan di dunia. Inilah ungkapan dari seseorang yang berprasangka buruk kepada Allah.
Ia mengucapkan seperti itu seakan-akan Allah telah mendhaliminya padahal Allah SWT telah banyak berkata dalam Al Qur’an sesungguhnya segala sesuatu yang terjadi pada diri manusia itu akibat perbuatan manusia itu sendiri. Namun kita jangan lupa, kadang ada beberapa orang yang berpendapat bahwa Allah tidak mempunyai campur tangan dalam hal takdir manusia, atau bahkan sebaliknya seseorang yang meninggalkan sebuah usaha atau ikhtiar dan hanya bertumpu pada takdir yang Alloh SWT berikan. Kedua hal tersebut juga salah.
https://lh3.googleusercontent.com/-7fSkg9actBU/TXL1LFOsBMI/AAAAAAAAALM/4FvlGW2ywuY/s1600/sastra.jpg
Di dalam setiap kehendak ALLAH bernama takdir adalah bahwa ALLAH bukan hanya menunjukan betapa maha berkehendaknya DIA, tapi juga betapa ALLAH mengetahui segala galanya, ALLAH mengetahui itu, yang telah terjadi, yang sedang terjadi, dan yang akan terjadi semua dalam genggaman ALLAH, untuk itulah ALLAH memilihkan takdir terbaik karena DIA bukan hanya Berkendak tapi Maha Tahu, sedang kita? kita adalah milik ALLAH dan setiap pemilik akan memelihara apa yang dimilikinya dengan kasih sayang artinya apapun itu, iya apapun yang terjadi saat ini karena ALLAH menyayangi kita, mungkin saat ini terlihat seperti luka yang perih menyayat hati namun tahukah kita bahwa esok ini akan menjadi sesuatu yang justru kita syukuri, sesuatu yang akan mendekatkan diri kita kepada ALLAH, lalu masihkah kita marah atas takdir kali ini ketika kita tahu bahwa ini terjadi karena kasih sayangNYA.
Ketika semua tak seperti yang kita inginkan, sedih pasti, kecewa apalagi,  dan akan menjadi kekeliruan yang fatal ketika kita salah menyikapi, haruskah kita marah dengan ALLAH yang telah memutuskan ini terjadi? satu hal yang harus kita ingat “boleh jadi engkau menyukai sesuatu tapi itu belum tentu baik menurut ALLAH, dan boleh jadi engkau membenci sesuatu tapi itu belum tentu buruk menurut ALLAH” siapa yang lebih tahu, kita atau ALLAH? jadi kalau kita protes dan sok tahu bahwa rencana kita yang terbaik dan harus terjadi, itulah kesombongan kita. Jadi ALLAH lah yang lebih tahu.
Saudaraku, janganlah kita menjadi orang yang berprasangka buruk kepada ALLAH yaitu orang yang selalu melihat sisi buruk dari setiap kejadian yang menimpa dirinya. Orang seperti ini akan selalu dihantui oleh ketakutan-ketakutan dan diliputi oleh keburukan-keburukan, karena sebaik apapun pemberian Allah kepadanya tetap saja dia merasa hal itu buruk baginya.
Dan teruslah penuhi hidup dengan berbaik sangka kepada ALLAH, jangan ada ruang sekecil apapun dalam diri ini untuk berburuk sangka padaNYA, dapat menemui kehendakNYA sejalan dengan prasangka kita kepadaNYA. Percayalah dengan berbaik sangka kepada ALLAH akan merubah musibah menjadi anugrah, kesedihan menjadi kegembiraan. Karena ALLAH mengikuti prasangka hambaNYA. Ujian, kehilangan, luka dan duka yang terjadi akan berubah dalam sesaat menjadi kekuatan hidup yang kian membuat kita lebih bijaksana dan tenang.
Dalam sebuah Hadits Qudsi:
Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Nabi saw. bersabda : “Allah Ta’ala berfirman : “Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya apabila ia ingat kepadaKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika ia ingat kepadaKu dalam kelompok orang-orang yang lebih baik dari kelompok mereka. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal maka Aku mendekat kepadanya sehasta. jika ia mendekat kepadaKu sehasta maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil”. (HR. Bukhari).
Kadang orang berucap “kalau semua yang terjadi adalah takdir ALLAH, kenapa harus sibuk ikthiar, duduk manis saja menunggu takdir“ inilah pasrah, kira-kira apa yang akan kita dapat ketika kita hanya pasrah tanpa ikhtiar? satu lagi yang perlu diingat takdir ALLAH adalah akhir dari ikhtiar, dimana ikthiar dulu baru takdir.
Ketika takdir ALLAH tak dapat dipahami, maka kembalikanlah kepadaNYA, sebab memang ada ruang gelap yang dengan ilmu akan sulit dipahami, namun tak sulit untuk direnungi. Diruang inilah tempat untuk menyandarkan segala harapan. Diruang inilah  tawakal diletakan, kepasrahan dilabuhkan. Akhirnya, akan mengerti takdir ALLAH adalah cintaNYA kepada hamba…
Ingat!!!  kita hanya hamba, ALLAH-lah Pemilik segalanya & Penentu keputusan, Jangan bertanya mengapa begini mengapa begitu, tak akan sanggup kita memahami ruang misteri milik ALLAH.
Sebagai renungan berikut wejangan Syaikh Abdul Qadir Jailani: “Jangan sibuk dengan urusan harta, istri, anak, karena tidak akan lama engkau akan dipisahkan darinya. Jangan sibuk mengejar-ngejar dunia dan mencari kemuliaan dari makhluk, karena sesungguhnya mereka tidak akan dapat membelamu dihadapan ALLAH SWT. Engkau berprasangka buruk terhadap ALLAH SWT didalam setiap keadaanmu. DIA pasti mengetahui perbuatanmu dan DIA akan memurkaimu”
21.18 | 0 komentar | Read More

Tentang Takdir Allah: Rezeki, Jodoh dan Kematian

by: http://mind.donnyreza.net/takdir-rezeki-jodoh-dan-kematian/

Epilogue
Sebelum membaca keseluruhan tulisan ini, saya ingatkan bahwa tulisan ini mungkin agak panjang, dan mungkin akan bikin mikir-mikir juga…mungkin loh…hehehe…soalnya, saya juga bikinnya mikir habis-habisan. Harap dipahami bahwa tulisan berikut ini bukan untuk menyesatkan orang lain…(serem amat, pake menyesatkan segala…)…tapi, tulisan ini hanya gambaran dari pemahaman saya terhadap Tema yang saya angkat. Pemahaman berdasarkan perenungan dan pemikiran yang selama ini saya lakukan, jadi selama hayat masih dikandung badan, tentunya akan selalu berubah jika memang ada koreksi atau informasi yang lebih kuat dan lebih benar. Selamat membaca…(mode PD : on)…:D
————————————————————————————–
Tentang Takdir
Konsep takdir, selalu menjadi perdebatan dan pertanyaan banyak orang. Belakangan ini, saya cukup banyak menemukan pertanyaan atau pun diskusi-diskusi tentang takdir. Bagi Umat Islam, Takdir merupakan bagian daripada Aqidah, karena merupakan bagian daripada Iman terhadap Qadla dan Qadar, dimana kata Takdir ini merupakan kata yang berasal dari Qadar. Karenanya, pemahaman tentang takdir ini sangat penting bagi seorang muslim. Sebab, pemahaman akan takdir ini akan menentukan arah dan sikap seorang muslim terhadap berbagai hal yang terjadi selama hidupnya. Karenanya, banyak juga ulama-ulama yang membahas konsep takdir ini dalam buku yang mereka buat.
Mengenai takdir ini, terdapat 3 golongan yang memahaminya secara berbeda. Golongan pertama, yang berpendapat bahwa manusia itu tidak bebas sama sekali, apa yang kita lakukan, sudah ditentukan oleh ALLAH. Golongan yang kedua, berpendapat bahwa kita sangat bebas, apa pun yang kita lakukan, tidak ada campur tangan Tuhan sama sekali. Dan golongan terakhir yang berpendapat bahwa apa pun yang kita lakukan semuanya ada dalam aturan-aturan Allah, ada campur tangan Allah, tapi kita pun memiliki pilihan untuk melakukan sesuatu.
http://sphotos-a.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-ash3/s480x480/533914_245790062215598_1042122060_n.jpg
Saya sendiri, jauh sebelum mengenal konsep takdir, memiliki pemahaman tersendiri berdasarkan hasil berfikir dan merenung. Dalam buku Pengajaran Agama Islam karya HAMKA, disebutkan bahwa arti Qadla itu adalah aturan, sedangkan Qadar adalah ukuran. Jauh sebelum membaca buku tersebut, saya berfikir bahwa segala hal yang ada di muka bumi ini, tunduk pada hukum sebab-akibat. Buat saya, pemahaman terhadap Qadla dan Qadar itu sederhana saja. Apapun yang terjadi di bumi ini, pasti ada sebabnya, bahkan kematian, rezeki dan jodoh pun tunduk pada hukum ini. Dalam buku tersebut juga dikatakan bahwa hukum sebab-akibat ini lah yang kemudian disebut dengan Sunatullah. Dalam ajaran Islam, segala yang ada di muka bumi ini mengikuti Sunnatullah, aturan Allah. Itulah Qadla. Sedangkan Qadar adalah ukuran dari aturan-aturan tersebut. Besar-kecil (ukuran) usaha atau ikhtiar dalam mengikuti aturan tersebut akan menentukan hasil, karenanya hasil dari usaha inilah yang disebut dengan takdir.
Saya tidak pernah berfikir bahwa Allah mengatur kehidupan manusia ini seperti kita memainkan catur. Tidak seperti itu. Karenanya, saya tidak setuju dengan golongan yang pertama. Buat saya, campur tangan Allah itu ada pada aturan-aturan yang Dia buat. Dan kita, sebagai manusia, ada dalam aturan-aturan tersebut, sehingga kita pun tidak bebas sama sekali dari campur tangan Allah. Karenanya, saya pun tidak sepakat dengan golongan yang kedua. Lalu, aturan yang seperti apa kah yang sudah Allah tentukan ? Segala macam aturan. Tidak hanya tentang aturan bagaimana hidup yang benar, tapi juga aturan-aturan terhadap alam semesta. Umur, mati, sehat, sakit, tua, rusak, itulah aturan-aturan Allah.
Contoh sederhananya begini, kita tahu, semakin tua umur suatu tali, akan semakin lapuk dan kemampuan untuk mengangkat dan menahan bebannya pun akan semakin berkurang, inilah Qadla. Katakanlah, jika dulu tali tersebut sanggup menahan berat 200 Kg selama berjam-jam, maka sekarang tali tersebut hanya mampu menahan beban seberat 50 Kg, itupun kurang dari 2 jam, inilah Qadar. Masalahnya adalah, kita tidak pernah tahu berapa beban yang sanggup tali tersebut tahan dan berapa lama, yang kita tahu, bahwa tali tersebut sudah tua dan lapuk. Karenanya, jika ingin selamat dari kecelakaan, ketika mengangkat benda dengan tali, atau ketika kita bergelantungan dengan tali, adalah dengan menghindari penggunaan tali yang tua tersebut. Kita tidak bisa menantang aturan Allah dengan nekat menggunakan tali tersebut dengan beban melebihi kemampuan tali. Karenanya, ketika kita nekat menggunakan tali tersebut, kemudian kita celaka, tidak bisa kita mengatakan,”Ini adalah ujian dari Allah…”, tidak seperti itu. Karena, Allah sudah memberikan kepada manusia akal untuk digunakan memahami aturan-aturan Allah tersebut, jika kemudian kita menentang akal kita sendiri, dan kemudian terjadi kecelakaan, itu akibat kelakuan kita sendiri. Bukan karena Allah yang melakukan. Karenanya, kita harus intorspeksi, tidak bisa kita menyalahkan Allah. Takdir kita celaka, karena perbuatan kita sendiri. Allah sudah tentukan Qadar pada tiap aturan tersebut. Karenanya, kita harus menggunakan akal kita untuk memahami aturan tersebut dan memilih ketika melakukan sesuatu.
Kematian pun mengikuti aturan ini. Contoh pada kasus bunuh diri. Bisa jadi, orang yang melakukan bunuh diri belum saat nya mati. Bisa jadi, Allah sudah menentukan hari kematiannya di waktu yang lain. Tapi, akan menjadi berantakan segala aturan yang ada jika kemudian, misalnya, ada orang yang mencoba bunuh diri dengan minum baygon sampai ber-galon-galon, atau mencoba memegang setrum tegangan tinggi selama berjam-jam, masih hidup juga, alasannya, karena Allah belum menentukan hari kematiannya saat itu. Tidak seperti itu. Allah tidak akan sekonyol itu. Allah memang sudah menentukan saat kematian seseorang, tapi Allah pun tidak akan membiarkan aturan yang Dia buat menjadi berantakan. Karenanya, orang tersebut “harus” mati, agar aturan Allah tersebut tetap berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun, sebetulnya, bukan saatnya dia mati. Karena itu lah, Allah melaknat orang-orang yang bunuh diri. Bayangkan, jika orang tersebut masih hidup, tentunya akan menyebabkan berbagai aturan kacau balau, ilmu pengetahuan menjadi berantakan, dan mungkin, akan ada ribuan orang yang mencoba minum baygon sebagai sarapan pagi….heu heu heu.
Kasus kecelakaan mobil atau motor karena ban pecah, tabrakan, rem blong, semuanya mengikuti aturan yang ada. Ban pecah, bisa terjadi karena tertusuk paku, atau tekanan udaranya kurang, atau umur bannya sudah tua, jadi bukan Allah yang memecahkannya, aturan Allah lah yang membuat hal itu terjadi. Kasus kecelakaan lainnya, seperti tabrakan kereta api, pesawat jatuh, kapal tenggelam, semuanya pasti ada sebab nya, dan biasanya karena adanya sunnatullah yang dilanggar. Tapi dari situ, kita seolah-olah ditegur oleh Allah agar melakukan segala sesuatu sesuai dengan aturan dan ukuran yang telah ditetapkan.
Khusus untuk urusan Rezeki dan Jodoh, saya agak kesulitan juga menjelaskannya, karena memang untuk kasus-kasus ini sering terjadi hal-hal yang agak “aneh”. Bukan tidak masuk akal, hanya saja pada beberapa kasus cenderung keluar dari aturan-aturan yang ada. Selain itu juga karena adanya persinggungan dengan “takdir” orang lain. Tapi, sebagian besar tetap terikat Sunnatullah yang sudah ada.
Dalam urusan Rezeki, Islam memerintahkan untuk bekerja keras. Ingin kaya, ya bekerja keras. Ingin urusan Rezeki lancar, carilah jalan masuknya rezeki yang baik. Karenanya, biasanya, urusan Rezeki ini berbanding lurus dengan besarnya Usaha, apa yang dikerjakan, dan pada siapa kita bekerja. Jadi, tidak bisa kita mengeluh, “Sudah kerja banting tulang, tapi masih kayak gini-gini aja (miskin)…”. Pertanyaannya adalah, apa yang dikerjakan ? Di mana bekerjanya? dan kerja pada siapa ? Kalau kerja keras siang malam, tapi hanya sebagai penarik becak, wajar saja kalau tidak kaya, karena memang pintu nya kecil. Kalau sebagai karyawan, wajar saja gajinya pas-pasan, karena besarnya gaji kita juga ditentukan oleh perusahaan. Tapi, kalau jadi seorang pembicara seminar, wajar saja bayarannya besar. Karenanya, urusan Rezeki sangat berhubungan dengan orang lain juga. Tapi, dunia ini membuktikan bahwa orang-orang yang sukses secara finansial adalah orang-orang yang tahu bagaimana dia harus bekerja, tahu apa yang harus dikerjakan, dan tahu pada siapa dia harus bekerja. Tidak asal, “pokoknya gua kerja”. Dan untuk mencapai ke level itu, yang paling dominan adalah kerja keras dan pengetahuan tentang strategi mencari rezeki. Karenanya, agar rezeki menjadi lancar, kita pun harus mengkondisikan diri kita pada situasi yang memang memungkinkan kelancaran rezeki tersebut. Tidak bisa hanya tidur dan diam, lalu berkata, “kalau udah rezeki mah pasti datang sendiri…”. Karena itu, keadaan finansial kita sekarang merupakan hasil dari kerja kita diwaktu yang lalu. Kalau misalkan kita kerja selama ini tidak kaya-kaya juga, carilah tempat yang lain, atau pekerjaan yang lain. Tidak mungkin hanya diam saja di tempat tersebut. Kalau misalkan sampai saatnya mati belum kaya juga, setidaknya kita sudah berusaha untuk mencari kualitas hidup yang lebih baik.
Meksipun ada juga kasus-kasus datangnya Rezeki dari arah yang “tidak bisa diduga”, tapi biasanya, hal tersebut juga terjadi dari usaha yang kita lakukan sebelumnya. Misalnya, kita sering menolong orang lain, atau berbuat baik kepada orang lain. Sebagai rasa terima kasih, maka orang yang ditolong tersebut memberikan uang atau rezeki lainnya kepada kita. Itu pun, pada dasarnya, akibat usaha kita juga. Jarang sekali ada orang yang kaya akibat nemu duit 1 milyar di jalan. Kalau warisan, itu lain lagi, biasanya warisan tersebut merupakan hasil dari kerja keras orang yang mewariskannya. Penerima waris hanya menerima hasilnya saja.
Nah, untuk urusan jodoh, memang “sepenuhnya” karena keputusan Allah. Biasanya, untuk kasus jodoh ini, campur tangan Allah dirasakan sangat besar. Karena, kadang, sebesar apa pun usaha yang kita lakukan, kalau memang orang yang kita incar tidak suka, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Karena, urusan hati ini, hanya Allah saja yang bisa membolak-balikkannya, tentu saja dengan caraNya yang terkadang tidak bisa kita mengerti. Tapi, tetap saja, orang-orang yang berikhtiar lebih keras, cenderung lebih cepat mendapatkan jodohnya daripada orang-orang yang menunggu datangnya jodoh. Karenanya, kita pun harus introspeksi diri, seberapa besar usaha kita untuk mendapatkan jodoh tersebut…
Lalu, apa fungsinya Do’a ? Nah, Do’a adalah harapan terhadap kondisi ideal yang kita inginkan dan kita minta kepada Allah. Salah satu alasan mengapa Do’a tidak langsung dikabulkan adalah karena Allah lebih mengetahui kondisi kita yang sebenarnya daripada kita sendiri. Karenanya, agar Do’a kita terkabul, sering kali Allah menyiapkan kondisi kita terlebih dahulu. Caranya, mungkin melalui kemantapan hati ketika mengambil suatu keputusan, atau rasa gelisah ketika akan melakukan sesuatu yang salah, yang jelas, bentuk pengabulan do’a ini sangat jarang sekali yang langsung. Misalkan, kita ingin menjadi orang yang sholeh, kemudian kita berusaha untuk mencari lingkungan yang baik agar kita bisa menjadi sholeh. Nah, dalam pencarian itulah, biasanya Allah menolong kita, misalnya dengan memberikan rasa tenang ketika kita bertemu orang-orang yang sholeh, atau ketika berada di lingkungan tersebut, sehingga kita merasa betah berada disana, dan pada akhirnya, karena sering bergaul, pelan-pelan kita pun menjadi orang yang sholeh. Tidak ujug-ujug jadi sholeh, bisa hancur dunia persilatan. Allah hanya memberikan tuntunan, melalui sinyal-sinyal yang dia berikan, keputusan tetap ada pada kita. Jadi, Allah tidak memperlakukan kita seperti bidak catur…”Kamu, ke sini aja ya…? biar ntar ke neraka….” , “Nah, kamu kesana aja…supaya masuk surga..”…Saya kira tidak begitu. Hal tersebut tentu saja tidak adil, percuma saja kita hidup kalau misalkan Allah sudah menentukan “Kamu masuk Surga…”, “Kamu masuk Neraka…”. Dan untuk apa ada penghisaban di akhirat kalau jelas-jelas kita masuk neraka atau surga.
Dalam buku HAMKA tersebut, dijelaskan bahwa salah satu kemunduran umat Islam, dan menurut saya bangsa Indonesia juga, adalah menghindari Takdir, bukan menghadapinya. Kalau ingin kaya, aturannya bekerja keras, bukan diam atau malas-malasan, sementara kita lebih banyak bermalas-malasan, wajar kalau tidak kaya. Orang yang menghadapi takdir adalah mereka yang bekerja keras, sedangkan yang menghindari adalah mereka yang bermalas-malasan. Jadi,memang benar kalau segala yang baik itu datangnya dari Allah, karena Dia sudah menentukan segala sesuatunya dengan baik, kalau kita mengikuti dan memahami aturan-aturan yang ada, kita akan menemukan takdir yang baik. Sementara segala macam bencana, kecelakaan pada dasarnya memang hasil perbuatan dan kelalaian manusia juga. Contoh, banjir bandang, logikanya, banjir tersebut tidak perlu terjadi,jika hutan-hutan yang ada mampu menahan dan menyerap air tersebut. Tapi, karena hutan tersebut gundul, mengalirlah air tersebut tanpa hambatan, terjadilah banjir bandang. Siapakah yang menggundulinya ? Manusia juga. Jadi, bentuk “teguran” yang terjadi, biasanya sesuai atau akibat dari apa yang dilakukan oleh manusia.
Fenomena-fenomena alam yang terjadi juga, pada dasarnya adalah sunnatullah agar alam semesta ini tetap stabil. Gempa Bumi, letusan gunung merapi, dan lain-lain. Hanya saja, mungkin, pada saat itu Allah benar-benar “turun tangan” agar manusia tidak sombong dan lalai. Contoh pada kasus Tsunami di Aceh, mungkin yang terjadi pada saat itu bukan hanya semata-mata fenomena alam biasa, tapi mungkin memang Allah memberikan teguran secara langsung. Meskipun, secara ilmiah, masih bisa dijelaskan.
Intinya, campur tangan Allah di dunia ini, “diwakili” oleh ketentuan yang sudah Dia gariskan. Tidak turun tangan langsung seperti mengatur bidak-bidak catur. Dalam kehidupan kita, kita tidak bisa lepas dari aturan-aturan (ketentuan) tersebut. Bagaimanapun jalan kita, kita terikat oleh ketentuan tersebut. Namun, kita pun dibekali akal untuk memahami aturan-aturan tersebut, sehingga ketika kita memutuskan untuk melakukan sesuatu, kita tidak bertindak bodoh dan celaka karena melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan ketentuan. Namun, terkadang, dalam beberapa hal, Allah benar-benar mengambil alih dan “menyentil” kehidupan kita dengan caranya yang tidak bisa kita pahami.
Jadi, selamat menentukan arah takdir …
Wallahualam,
21.14 | 0 komentar | Read More

BACA JUGA

DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY

Ikuti situs Bagindaery

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...