Pengantar
As-salamu’alaikum
wa Rahmatullahi wa Barakatuhu! Salam sejahtera dan Selamat Menyambut
Tahun Baru Islam 1 Muharram 1435 H. Semoga semangat dan makna Hijrah
memberi pelajaran berharga dan menambah kecerdasan dan kejernihan kita
dalam berfikir dan menapaki hidup ke depan.
Saya akan menuliskan beberapa hal terkait pemberitaan yang beredar luas di dunia maya, baik melalui social media maupun media online. Pada pokoknya pemberitaan yang menyudutkan saya itu antara lain dilansir oleh GATRA, tentang terpilihnya Saudara Hamdan Zoelva sebagai Ketua MK; REPUBLIKA ONLINE, tentang Usulan Yusron sebagia Dubes Jepang; DETIK.COM dan Tribunnews.
Kalau
media tidak bebas, maka berita kasak-kusuklah yang menyebar kesana
kemari dan membuat orang percaya dengan berita jenis itu. Kini media
bebas beritakan apa saja, tapi sebagian orang tampaknya masih perlu
analisa untuk memahami sesuatu. Analisa para pakar biasanya panjang dan
melelahkan untuk membacanya, maka orang “lari” ke analisa sederhana yang
serba cepat. Sayangnya, analisa sederhana dan serba cepat dibuat a la
kadarnya: tanpa data, tanpa kerangka teori, tapi bumbu-bumbunya seru dan
aduhai.
Anehnya,
lumayan banyak juga yang percaya dengan analisa seperti itu, termasuk
beberapa anggota DPR kita. Pemahaman rakyat kita pun makin hari semakin
jauh dari kedalaman. Padahal rakyatlah penentu jalannya Negara. Maka
perjalanan negara kian karut marut. Analisa berisi rumors dan
kasak-kusuk makin laris manis dan dipercaya banyak orang.
Perpu
Awalnya saya setuju Presiden keluarkan Perpu sehari atau dua hari setelah Akil ditangkap. Perpu hanya difokuskan pada pengawasan terhadap hakim MK, untuk memulihkan kepercayaan kepada lembaga itu pasca penangkapan Akil. Ketika Perpu keluar tanggal 17 Oktober 2013, saya malah kritik dan serang Perpu tersebut, tentu dengan beberapa alasan:
Awalnya saya setuju Presiden keluarkan Perpu sehari atau dua hari setelah Akil ditangkap. Perpu hanya difokuskan pada pengawasan terhadap hakim MK, untuk memulihkan kepercayaan kepada lembaga itu pasca penangkapan Akil. Ketika Perpu keluar tanggal 17 Oktober 2013, saya malah kritik dan serang Perpu tersebut, tentu dengan beberapa alasan:
Pertama, karena Perpu sudah kehilangan urgensi dan sifat kegentingan memaksanya. Kedua,
cakupan Perpu terlalu luas seperti menambah syarat jadi hakim MK dan
pola rekrutmennya. Pemuatan dua hal tadi dalam Perpu tidak ada sifat
kegentingan memaksanya. Harusnya ajukan RUU untuk kedua hal tersebut. Ketiga,
saya kritik Perpu yang ada 2 versi. Ada pertanyaan langsung saya kepada
Wamenkumham tentang hal tersebut, yang tidak pernah dijawab. Meskipun
demikian, saya berpendapat MK tidak bisa menguji Perpu. Ada argumen
hukum tata negara yang saya kemukakan mengapa MK tidak bisa uji Perpu.
Dalam
hal kewenangan MK menguji Perpu itu, ada bantahan saya terhadap Prof.
Saldi Isra dan dimuat media. Pendapat saya disertai rujukan dan
argumentasi konstitusionalnya. Kalau ada yang membantah
pendapat-pendapat saya dengan argumen juga, saya hormati perbedaan
pendapat itu.
Yang
sekarang berkembang di wacana bukan argumentasi untuk membantah
pendapat saya, tapi analisa disertai rumors yang tidak jelas. Saya
digambarkan mendukung Perpu karena ada deal dengan SBY. Padahal
pendapat saya tentang Perpu itu sangat jelas. Ketika saya berpendapat
MK tidak bisa menguji Perpu, ini juga dianggap deal saya dengan SBY.
Sikap saya tentang Perpu lalu disebut-sebut sebagai deal
saya dengan SBY untuk muluskan Hamdan Zoelva jadi Ketua MK. Analisis
sederhana seperti itu mengaburkan seluruh argumen konstitusional yang
saya bangun, dan mengubahnya jadi rumor kasak-kusuk belaka.
Banyak
yang tidak percaya tentunya, namun lumayan banyak pula yang percaya dan
terus-menerus menyebarkannya di dunia maya. Kayaknya kita belum
terbiasa melawan argumen dengan argumen, seperti para pejuang bangsa
kita zaman dulu.
Kalau
argumen dibelokkan menjadi rumors dengan analisa a la kadarnya, maka
bangsanya ini tidak akan maju-maju, malah mundur ke belakang. Kualitas
politisi dan aktivis kita pun makin menurun, yang berakibat menurunnya
kualitas kita sebagai sebuah bangsa.
Speculative thinking
memang dikenal dalam sejarah filsafat untuk membahas hal-hal yang belum
teruji secara empiris. Meski demikian, logika tetap digunakan dalam speculative thinking, agar pemikiran tidak ngawur.
Dalam sains, speculative thinking
lebih kurang sama dengan hipotesis. Kebenaran hipotesis harus diuji
secara empiris. Bila pengujian empiris tidak didukung oleh data yang
akurat, maka hipotesis harus ditinggalkan alias tidak benar samasekali.
Itu sains.
Dalam filsafat pengujian empiris tidak diperlukan. Speculative thinking dapat diterima sepanjang logis, dalam arti sesuai dengan kaidah logika. Celakanya kalau menganalisa politik menggunakan speculative thinking, hasilnya hanya kemungkinan-kemungkinan yang bisa iya bisa tidak. Itu filsafat.
Orang yang percaya dengan analisis politik sebagai hasil speculative thinking bisa repot sendiri. Ia memercayai sesuatu yang tidak ada dalam kenyataan. Kalau analisis hasil speculative thinking
dijadikan sikap dan dasar bertindak dalam politik, hasilnya tambah
celaka lagi. Mengapa saya katakan celaka? Sebab orang menciptakan
bayang-bayang yang siap dijadikan kawan atau lawan. Arah pergerakan
politik jadi tidak jelas.
Namun bagi orang yang mau mengadu domba, speculative thinking memang efektif, sebab bisa memengaruhi orang awam dan menggiring mereka. Cara yang ditempuh lebih soft dibanding menggunakan metode propaganda a la Nazi dahulu. Namun hasilnya lumayan juga.
Saran
saya, akurasi analisis sangat penting dalam menentukan sikap dan
tindakan politik. Jangan tentukan sikap dan mengambil tindakan politik
berdasarkan analisis yang tidak meyakinkan, apalagi data dan info tidak
akurat.
Menentukan sikap politik, apalagi mengambil tindakan politik berdasarkan analisa dangkal dan referensi a la
kadarnya bisa merusak diri sendiri. Menentukan sikap dan mengambil
langkah politik perlu kedalaman analisis dan keakuratan agar tidak salah
dalam bersikap dan bertindak.
Politisi
yang baik haruslah mempunyai minat intelektual yang besar dan luas.
Minat itu akan membimbing arah politiknya. Jadi politisi dengan
kedangkalan, hasilnya akan sangat mengecewakan.
Demikian, semoga bemanfaat!
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com