Cinta dan Benci
Kehidupan yang kita jalani kadang tidak seperti yang kita inginkan, karena hidup ini kita yang merencanakanya, tetapi Allah SWT yang menentukan semuanya. Allah SWT telah mengatur semuanya, hidup, mati, harta, jodoh, dan jabatan.
Manusia memiliki rasa cinta,
manusia juga memiliki rasa benci. Dua kata tersebut bisa membawa
keindahan dan juga keburukan dalam hati manusia, telah tertanam yang
namanya rasa cinta dan juga rasa benci. Kedua kata tersebut saling
berlomba merajai hati, mereka membuat hati itu seperti ladang dimana
cinta dan benci menanamkan benihnya untuk di kembangkan dalam hati
manusia.
Bila ladang itu di
tumbuhi dengan cinta maka ladang itu akan terlihat indah dan penuh
warna-warni yang menghiasinya, selalu ada kedamaina yang terpancarkan
dari ladang tersebut, dimana kedamaian itu bisa membawa manusia menuju
kebahagiaan.
Bila ladang itu di tumbuhi dengan benci maka ladang tersebut akan terlihat kusam dan usang, bagaikan bunga tidak berwarna, yang ada hanya hitam, yang membawa manusia kehancuran.
Siramilah hati kita dengan rasa cinta yang ikhlas
yang kita rasakan, karena cinta itu bisa membawa perubahan dalam hidup,
dimana dulu pernah merasa kesepian dan juga terasing dari yang lainnya,
tetapi dengan adanya cinta yang terkandung dalam hati, itu bisa membuat
hidup jauh lebih bahagia di bandingkan hidup tanpa cinta. You know what. Cinta itu adalah anugerah dari Sang Pencipta, karena manusia yang hidup di dunia ini, mereka ingin mencintai dan juga ingin di cintai.
Kasih sayang bagaikan duri yang terpasak di
ujung jari disaat merasakan perih didalam sebuah hubungan, dan bisa
menghilangkan semua rasa kebahagiaan dalam sekejap mata, cinta terasa
harum bagaikan mawar yang sedang mekar di saat sedang kasmaran dan
membara,, cinta kadang tidak seperti yang di inginkan, karena cinta itu
tidak selamanya indah dalam hidup, ada cinta yang bikin sakit hati dan
juga ada cinta yang membawa kebahagiaan.
Kenangan Dibalik Sepeda Tua
Di sudut Kampoeng di sebuah rumah yang sederhana dengan atap genteng yang sudah mulai memudar dan dindingnya yang ditumbuhi lumut yang tidak begitu tebal, disamping rumah terdapat pohon yang tidak begitu besar, dibawahnya ada
bangku panjang yang berwarna coklat tua. Keluar seorang gadis dari
dalam rumah dengan memakai kerudung berwarna biru, gadis itu pergi ke
bangku panjang yang ada di bawah pohon. Dia duduk sambil mendendangkan sebuah sya’ir dengan suaranya yang begitu merdu. Dengan raut wajah yang gembira. Keluar
wanita yang tidak begitu tua dari dalam rumah mendekati gadis manis
yang duduk dibawah pohon yang lagi berdendang, dengan senyuman yang
lembut wanita tersebut duduk disampingnya.
Dengan hati yang senang dan gembira, dia menanyakan kepada ibunya.
“Bu, bangku ini siapa yang bikin, kelihatnya sudah tua sekali”
“Bangku ini almarhum ayah mu yang bikin”
“Apa ayah bikin bangku ini sesudah Zalika lahir”
“Belum, ayah mu bikin bangku ini, semasih kamu satu bulan dalam kandungan dan pohon ini juga belum terlalu besar”
Zalika pada saat itu ingin mendengar cerita tentang ayahnya, dia minta ibunya menceritakan tentang ayah-nya sewaktu masih ada.
“Bu, Zalika boleh nggak minta sesuatu sama ibu”
“Kamu mau minta apa sama ibu ?”
“Aku mau ibu ceritain tentang ayah semasih ada, apa ayah orangnya baik bu”
Ibu Aminah menceritakan tentang suaminya kepada Zalika anak satu-satunya hasil dari buah cinta mereka. Zalika ingin tahu bagaimana ayahnya sewaktu masih ada
dan dia ingin tahu bagaimana sosok seorang ayah yang dia miliki.
Sungguh tidak beruntung Zalika, sebelum dia lahir ayahnya sudah tiada,
namun tidak patah semangat untuk menjalani hidup walaupun sudah di
tinggal untuk selamanya oleh ayah yang tercinta.
“Ayah kamu seorang yang sangat penyayang sewaktu dia masih ada, ibu tidak pernah di marahi, dia selalu sayang sama ibu”
“Ayah kerjanya apa dulu bu, sebelum meninggal”
“Ayah mu kerja dirumahnya pak Amir”
“Maksud ibu, ayahnya Mustafa ya”
“Ia, ayah mu dulu kerja disana”
Zalika juga menanyakan tentang sepeda tua yang ada di rumahnya, dia ingin tahu juga kenapa sepeda itu sangat berarti sekali dimata ibunya, pada hal sepeda itu sudah begitu tua, kalau di jual juga tidak seberapa. Sepeda itu sudah di penuhi karatan di celah-celah yang sungguh terliat sudah tua sekali, warnanya juga sudah kusam dan pucat.
“Bu, kenapa ibu begitu sayang sama sepada itu, malah melebihi ibu sayang sama aku”
Ibu Aminah menjawab dengan hati yang sedih, saat dia bilang kalau sepeda itu banyak kenangan terindah
dalam hidupnya, tidak heran dengan itu semua karena sepeda tua itu
mereka bisa bersatu. Suatu kisah cinta yang tidak pernah dirasakan oleh
orang lain, cinta orang tua Zalika begitu besar dan juga tersimpan
banyak kenangan di balik sepeda tua. Tidak heran kalau ibu Aminah sangat
menyayangi sepeda itu, cuma itu satu-satunya kenangan yang bisa
mengingatkan ibu Aminah pada suaminya.
“Sepeda itu kenangan satu-satunya yang ibu miliki dari ayah mu, sepeda itu yang mempersatukan ibu sama ayah mu dulu”
“Berapa tahun sudah umur sepeda itu bu……?”
“Sepeda itu sudah lama, ketika ibu masih
pacaran sama bapak mu dulu, coba kamu bayangkan sekarang berapa umur mu
dan tambah lima tahun dengan umur mu, segitulah umur sepeda itu”
“Wah sudah lama sekali ya bu, dimana ayah membelinya dulu”
“Ibu tidak tahu, karena setelah lebih dari sebulan ibu pacaran sama ayah mu, ayah mu membeli sepeda itu”
“Jadi ayah tidak menceritakan sama ibu dimana ia membeli sepeda itu ?”
“Tidak nak, ayah mu tidak pernah menceritakannya ke ibu ”
Zalika selalu membawa sepada tua itu kemanapun dia pergi, sepeda itu juga sangat berarti bagi Zalika. Sebelum Zalika lahir ibunya hidup menjanda karena ayahnya sudah lama meninggal, dua bulan dia dalam kandungan ayahnya meninggal dunia, hanya meninggalkan seorang wanita dan janin yang di kandung, janin yang di kandung oleh wanita yang bernama Aminah itu lahir ke dunia, hingga terlahirlah seorang Zalika, bayi mungil yang belum berdosa dan tidak tahu apa-apa.
Setiap kali Zalika melihat ibunya memandang sepeda tua itu, ibunya sedih dan menangis. Zalika tidak menyadari dan tidak mengetahui sejarah tentang sepada tua itu karena dia masih kecil. Zalika tidak tau bahwa sepeda tua itu sangat berarti bagi ibunya, pernah Zalika di marahi oleh ibunya karena Zalika tidak membawa pulang sepeda tua itu. Ia pun di suruh ibunya kembali untuk mengambil sepeda yang ia tinggal di padang ilalang. Zalika anak yang sangat menuruti kata orang tuanya. Lalu pergi mengambil sepeda, setelah sepeda tua itu di bawa pulang ke rumah dia melihat raut wajah ibunya tersenyum bahagia yang di sertai dengan air mata, Zalika pun ikut tersenyum melihat ibunya tersenyum manis dan dia tidak mengambil hati walaupun dia di marahi ibunya karena suka meninggalkan sepeda di padang rumput.
Ibu Zalika
bekerja membuat anyaman dari daun pandan yang kering, yang di buat
untuk tikar, keranjang dan topi untuk menghidupi keluarga, saat Zalika
masih kecil dia biasa di bawa ibunya berkeliling untuk menjual anyaman
dari daun pandan tersebut, dengan penghasilan yang kecil yang tidak
memenuhi kebutuhan hidup, namun ibu Zalika tetap sabar dan tabah dalam menjalaninya.
***
Di Kampoeng terdapat banyak kehidupan yang
sederhana. Salah satunya terdapat sebuah rumah dengan genteng yang
berwarna merah dan dinding yang bercat putih bersih, dengan pagar besi
di sekelilingnya, didepan dan disamping rumah di penuhi dengan berbagai
tanaman yang indah.
Di depan rumah tersebut, seorang wanita
paruh baya duduk tersenyum melihat ke sekeliling rumahnya. Tak berapa
lama ia duduk, datang seorang pemuda yang sangat tampan, pemuda itu
membuka gerbang dan berjalan menuju kearah wanita tersebut. Pemuda itu
pun memberikan senyumnya sambil bersalaman dan mencium tangan wanita
itu. Wanita itu adalah ibu dari pemuda tersebut. Pemuda yang bernama “Mustafa” itu terlebih dahulu mengucap Salam kepada ibunya.
“Assalamualaikum”
“Wa’alaikum salam”
Mustafa senang melihat ibunya duduk dengan
wajah yang dipenuhi senyuman. Mustafa biasanya selalu mendengar suara
keras dari dalam rumah saat ia baru saja pulang. Ke dua orang tuanya
selalu bertengkar, tidak pernah akur dan tidak saling melengkapi.
“Ibu, Mustafa senang melihat ibu hari ini”
“Jadi kamu kemaren-kemaren tidak senang lihat ibu”
“Bukan begitu bu”
“Biasanya saat aku pulang aku pasti mendengar suara keras, dari mulut ayah”
Orang tua Mustafa hidup mapan dan memiliki segalanya. Mereka hampir tidak pernah kekurangan apapun. Meskipun orang tua Mustafa orang yang berada, namun Mustafa lebih memilih untuk menjalani hidupnya dengan sederhana dan jauh dari kemewahan.
Dia ingin hidup sederhana ingin sama-sama seperti anak yang lain,
bebas yang tidak di manja. Namun kehidupan yang dia rasakan sangat jauh
dari kebahagian, walaupun dia hidup dalam tumpukan harta, namun
dia tidak pernah merasakan ke bahagian dalam keluarganya, tiap pagi
atau malam dia selalu mendengarkan suara keras dari dalam kamar orang
tuanya. Dia benci segala apa yang dia punya, karana dia memikir untuk
apa dia hidup dengan bergelimang harta tetapi orang tuanya selalu
bertengkar. Dia iri kepada orang lain, karena walaupun miskin tetapi
sangat bahagia dalam rumah tangga. Kehidupan yang dia rasakan tidak ubah
seprti dalam sangkar emas, walaupun di tengah harta namun jiwanya
sangat tertekan, tidak guna apa yang dia punya jika jiwanya mati, untuk
apa harta tetapi tidak bisa membuat hidupnya bahagia itu semua hanya
membuatnya tertekan dengan apa yang dia punya, dia mencoba untuk keluar
dari itu semua, dia ingin mencari dunianya sendiri.
Mustafa menyadari, apa yang semuanya dia
punya itu tidak bisa membawa kebahagian dalam hidupnya. Itu hanya
cangkang kebahagiaan di mata orang lain, sedangkan yang dirinya rasakan
hanya kehancuran dari semua itu, dia merasa sangat terbebani dengan apa
yang dia punya. Mustafa sedikitpun tidak mengharapkan semua apa yang dia
punya, karena dengan itu semua tidak bisa memberi kebahagiaan dalam
hidupnya.
Persahabatan
Lama waktu Mustafa dan Zalika jalani
persahabatan, mereka selalu bersama hingga dewasa. Sekarang mereka
masih sering bermain layang-layang di Padang
rumput yang luas tidak jauh dari Kampoeng dan juga bermain sepeda
bersama melintasi lorong-lorong di Kampoeng melintasi jalan yang
berliku-liku dan berlubang, jalan yang tidak begitu bagus dan mulus.
Siang yang begitu panas di iringi oleh angin yang berhembus, mereka
berteduh di bawah pohon yang membawa kedamaian, tubuh lemah yang di
sinari teriknya matahari terbaring dengan lelah di bawah pohon,
menikmati hawa sejuk angin yang berhembus dan gemercik dedaunan dengan
suara burung yang berkicau. Merekapun terlelap dengan suasana yang damai
itu.
Terjaga dari tidur, Mustafa melihat kearah Zalika yang masih terlelap, hati kecil Mustafa berkata
“Aku tidak menyadari bahwa selama ini aku di temani oleh seorang bidadari”
Detik-detik itu Mustafa tumbuh rasa
cinta kepada Zalika, dibawah pohon yang di kelilingi oleh ilalang ia
berkata dan berjanji kepada dirinya sendiri, akan membuat Zalika selalu
bahagia dan juga penuh dengan senyuman, hanya pohon dan ilalang
sebagai saksi atas cinta yang begitu besar datang dengan tiba-tiba yang sungguh tidak di sangka cinta itu menggila dalam hatinya. Terjaga dari tidur, Zalika melihat Mustafa masih berada di sampingnya, Mustafa tersenyum menyambut indah bangunnya Zalika,
sungguh bahagia hati yang diberi senyuman dan di sambut dengan suara
burung yang berkicau di siang hari, senyuman indah juga terlontar dari
bibir Zalika dan dia berkata dengan suara yang lembut.
“Ada apa dengan kita, mengapa kita bisa tertidur di sini”
Zalika tidak menyadari kalau Mustafa sudah jatuh cinta kepadanya,
wajah yang berseri-seri di penuhi dengan senyuman yang menawan,
pandangan mata yang tidak lepas dari wajah Mustafa yang menatap Zalika
penuh rasa sayang, semakin di pandang semangkin berseri wajah Zalika di
mata Mustafa.
Mustafa melamun
dan membayangkan wajah Zalika, dia tidak berkata apa-apa dan terus
memandang Zalika, dengan senyum yang menawan menghiasi wajahnya yang
lagi terbang melintasi dunia hayalan bersama dengan gadis yang ia
cintai, lama sudah Mustafa melamun dan melihat kearah Zalika, pada saat itu Zalika tidak memandang ke arahnya Mustafa. Zalika terus berbicara dan bertanya kepada Mustafa, tapi tidak ada respon sama sekali, hingga Zalika menoleh melihat kearah Mustafa. Zalika melihat Mustafa sedang memandangi wajahnya, Zalikapun kembali sedikit mengeraskan suaranya, “Mustafa,,,kamu
by: http://fiksi.kompasiana.com/novel/2013/06/29/serpihan-debu-573044.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com