Kulirik kaca spion yang mengarah ke bangku belakang. Rombongan teraneh yang pernah kubawa selama ini. Sembilan orang duduk berdesakan di dalam mobil. Semuanya mengenakan pakaian putih yang santun, sebagian mengenakan sarung, lengkap dengan songko (kopiah dari kain) yang juga berwarna putih. Semua penumpang masih dalam diam, sejak mobil ini berangkat dari sebuah kawasan pemukiman padat di Jakarta Timur dan menerobos kepadatan jalan kampung yang semrawut oleh bajaj, ojek motor, gerobak sampah dan warung-warung kecil yang berhimpitan di kedua sisinya. Tapi tak ada keluh kesah di antara mereka. Juga tak ada tawa ataupun canda sepanjang perjalanan menuju luar kota, melintasi jalan bebas hambatan ke arah pantai di kulon. Sebagian kelihatan tegang dan sebagian lagi tenggelam dalam fikirannya masing-masing sambil berusaha memahami apa yang sedang terjadi.
.
“Kita lakukan di luar kota saja, supaya tidak banyak pertanyaan…”, begitu instruksi teteh Imun (bukan nama sebenarnya) yang menjadi pimpinan rombongan.
Semuanya mengangguk tanda mengerti. Memang lebih baik dilakukan di luar kota saja, yang jauh dari jangkauan wartawan media maupun para citizen journalists yang sekarang ini makin banyak saja (hehe). Daripada nanti jadi heboh dan menimbulkan polemik yang tidak perlu antara mereka yang percaya dengan yang ngotot bilang semua ini mengada-ada.
Zaenal dan Usman, dua orang anggota rombongan yang duduk di bangku paling belakang, terus mendekap papan nisan yang sudah disiapkan. Di atas papan kayu nisan itu juga sudah dituliskan nama-nama almarhum lengkap dengan bin-nya. Fulan bin Fulan, Anu bin Anu. Papan Nisan? Ya, karena ini adalah sebuah prosesi mengantar jenazah ke peristirahatannya yang terakhir…ke kuburan.
Tidak hanya satu jenazah, tetapi tujuh jenazah sekaligus yang diantarkan hari ini. Sehingga ada tujuh nama di satu papan nisannya. Tapi dimana jenazahnya? Cuma satu mobil ini yang ada, dan isinya pun sudah penuh sesak sembilan orang tak menyisakan ruang sedikitpun. Tak satupun fisik jenazah yang nampak dibawa oleh rombongan ini…?!! Prosesi pemakaman tanpa jenazah….
Dan di kulon sana, di sebuah daerah pemakaman warga yang sangat sederhana, telah diinstruksikan untuk menyiapkan sebuah lubang makam. Tidak terlalu dalam, tetapi cukup untuk melakukan simbolis prosesi penguburan meski tanpa jenazah yang ditanamkan. Beberapa warga desa tentu saja awalnya heran, koq menggali kuburan tapi tidak dalam? Tetapi karena mereka sudah terbiasa dengan hal-hal “tidak biasa”, maka tidak banyak pertanyaan yang diajukan.
….
Semingguan yang lalu, seorang guru ngaji mengadu kepada Teteh Imun yang dikenal sebagai “orang pintar” di kampung ini, sebuah pemukiman sangat padat di tengah ibu kota Jakarta, berlokasi di belakang sebuah hypermart besar di Jakarta Timur. Sudah setahun belakangan ini ia dilanda musibah tak berkesudahan. Anak nya satu-persatu keluar masuk rumah sakit bergantian. Penyakitnya beraneka ragam berganti-ganti. Usai yang sulung sembuh, yang bungsu gantian diopname. Yang bungsu sembuh, gantian yang tengah masuk diopname. Begitu seterusnya. Ia hampir putus asa, karena opname berarti kebutuhan biaya yang tidak sedikit. Ada apa sebenarnya?
“Itu sebenarnya hanya pesan…”, Teteh Imun menjelaskan pada suatu malam. “Ada kuburan di bawah rumahmu…sebuah kuburan dari masa lalu…”
Tentu saja sang guru ngaji kaget setengah mati. Rumahnya berdiri di atas kuburan ?!!..Duh,..Kenapa tidak ada informasi apapun tentang itu ketika ia mengontrak rumah itu beberapa tahun yang lalu. Mengapa tidak ada cerita ataupun gosip dari tetangga sekitar, tentang kuburan di atas mana rumahnya didirikan. Mungkin karena kebanyakan penduduk di sini adalah warga pendatang, yang tentu saja tidak mengenal sejarah yang tertulis di daerah ini.
“Dulu sekali, disini pernah berdiri benteng kolonial Belanda. Ketika kerajaan belanda menguasai Batavia dan rakyat Betawi melakukan perlawanan atas penindasan belanda…”, Teteh Imun membuka penjelasan.
Oo..pantas, daerah ini dikenal juga dengan nama “bentengan”. Padahal tidak nampak sedikitpun sisa-sisa bangunan fisik bentengnya. Namun sejarah nampaknya tetap hidup terpelihara hingga kini. Sekarang ini, semua tukang ojek tahu kalau diminta mengantar ke daerah “benteng mas” atau “benteng” atau “bentengan”. Namun hampir pasti tak seorangpun dari mereka mengerti dari mana asal mula nama itu, apalagi memahami sejarah hitamnya.
“Benteng ini..dinding dan tanahnya, semuanya menjadi saksi atas kekejaman kolonial Belanda. Ketika mereka menyeret-nyeret para pejuang Betawi tawanan mereka, menyiksa mereka, dan akhirnya membunuh mereka di tiang gantung…..ataupun dengan menembak mati…seperti ketujuh Beliau ini”
“Ketujuh Beliau ini diseret ke dalam benteng, menjadi tawanan, dan akhirnya dieksekusi di dalam benteng ini, di depan regu tembak Belanda. Tak ada yang tahu, karena mereka juga dikuburkan di dalam area benteng ini…”
“Pengorbanan para pejuang Betawi itu, yang dengan kekuatan seadanya berani menghadang ke-super power-an kolonial belanda saat itu,….menjadi amal baik yang melintasi ruang dan waktu. Niat suci mereka, perjuangan suci mereka, menjadi amal baik…yang kini sedang memancar kepada kita semua.
.
Amal baik mereka mengangkat derajat mereka….meski sudah ratusan tahun berlalu terkubur diam dalam tanah…kini amal baik mereka mengangkat nama-nama mereka atas izinNya.
.
Selama ini mereka tersembunyi, tak dikenal, pejuang-pejuang yang hilang. Tetapi kini,..mereka akan dikenal sebagai pahlawan-pahlawan, setidaknya oleh kita yang mengetahui dan mengantarkan mereka kini. Selama ini mereka hilang tanpa nama. Tetapi kini,…nama-nama mereka akan dikenal dan dihormati. Inilah nama-nama mereka……”
Maka satu nama demi satu nama disebutkan oleh Teteh Imun. Semuanya nama-nama lelaki Betawi. Dan setiap disebut satu nama, kami semua menundukkan kepala penuh hormat sembari membisikkan banyak doa. Fulan bin Fulan….Anu bin Anu…Fulan bin Fulan…..Tak terasa air mata kami menetes membasahi pipi, mengingat betapa besar pengorbanan Beliau-Beliau semua dulu…telah memberikan nyawanya untuk kemerdekaan negeri ini. Satu nama…dua nama….tiga nama….hingga tujuh nama pada akhirnya.
….
Hari sudah menjelang senja. Prosesi pemakaman tujuh pahlawan telah selesai dilakukan. Disaksikan oleh kami, sembilan orang yang telah diberi kesempatan olehNya untuk mengantar Beliau-Beliau ke peristirahatannya yang terakhir. Dan beberapa warga desa penggali kubur dan anak-anak kecil yang diam mencoba memahami. Sebuah prosesi pemakaman tujuh almarhum, tetapi pemakaman tanpa jenazah. Kuburan berupa gundukan tanah merah ini memang kosong, tak diisi jenazah. Karena tulang belulang telah hancur ratusan tahun silam, jauh di kedalaman di tengah kota Jakarta sana. Namun semoga “prosesi pemakaman” ini memberikan ketenangan dan kedamaian bagi mereka semuanya. Juga sebagai tanda penghormatan yang sederhana dari kami atas jasa-jasa Beliau. Yasin dan Tahlilan singkat digelar dalam lantunan yang berbisik menyambut senja, dan banyak doa dipanjatkan ke hadirat Gusti Allah Yang Maha Rahmaan. Usai prosesi, aku mengusap penuh hormat papan nisan sederhana yang sudah terpancang dengan tujuh nama di atasnya.
Wahai Betawi,..inilah pahlawan-pahlawanmu. Selama ini mereka hilang tanpa nama. Selama ratusan tahun berlalu. Tapi kini, inilah mereka…engkong, uwak dan kumpe’ mu…..pahlawan-pahlawan Betawi…pahlawan-pahlawanmu !!…. Yang amal baiknya memancar melintasi generasi, ruang dan waktu…..
Hadiahkanlah Al-Fatihah kepada mereka semuanya…..
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com