by: http://green.kompasiana.com/penghijauan/2013/11/26/sepeda-kayu-trend-gowes-gowes-masa-depan-611282.html
Sebetulnya, sepeda terbuat dari kayu bukanlah
barang baru. Lima tahun belakangan, sudah banyak seniman Belanda mencoba
membuat sepeda dari bahan-bahan ramah lingkungan. Namun, karena
sepeda-sepeda itu masih dianggap instalasi seni, orang kurang tertarik
membeli dan memakainya sehari-hari. Boleh jadi, akibat terimbas resesi,
kini orang Belanda cenderung lebih ‘melek’ dan peduli dengan sepeda kayu
atau bambu. Kan ide daur ulang katanya sejalan dengan penghematan…
Lagi
pula, sepeda adalah alat transportasi merakyat dan populer di Belanda.
Pemerintah pun menyediakan jalur khusus sepeda hingga ke pelosok. Selain
itu, penduduk diberi keringanan pajak atau subsidi jika menggunakan
sepeda ke kantor contohnya. Jadi, mayoritas orang Walanda mau tak mau
mengikuti perkembangan tren kendaraan kayuh beroda dua di negeri mungil
ini.
Pabrik-pabrik sepeda asal Belanda pun jeli
melihat celah ini. Terutama, produsen-produsen skala menengah kian
gencar mempromosikan bahan-bahan alternatif di sepeda rancangan mereka.
Sepeda kreasi mereka tak hanya enak dipandang mata dan nyaman dipakai,
tapi juga minim membebani lingkungan. Sedapat mungkin, sepeda-sepeda itu
dibuat dari bahan-bahan terbarukan, misalnya multipleks, bambu, dan
serat pokok ganja atau hemp. So, Belanda bukan hanya negara tukang nyimeng aja ya. Hehe…
Kompasianers,
kebanyakan sepeda yang digunakan oleh masyarakat di Belanda terbuat
dari besi dan aluminium. Seperti biasa, pasti ada kubu pro dan kontra
soal sepeda ‘anyar’ berbahan alternatif yang saya sebutkan di atas.
Ditambah lagi, sepeda-sepeda kayu dan bambu ini diembel-embeli hip dan happening.
Wah, makin seru aja diskusi di forum pecinta gowes-gowes di sini.
Penggemar sepeda ‘tradisional’ menyanggah, sepeda kayu atau bambu cuma
rangkanya saja berbahan sinambung. Rantai, poros, jeruji, setang, dan
sambungan sadel tetap terbuat dari logam. Aluminium dan besi pun dapat
di-recycle serta awet digunakan 10 hingga 15 tahun. Benar demikian?
Pendapat itu tak sepenuhnya keliru. Saya bukan enviromentalist,
lho… Tapi, bambu atau kayu itu bisa membantu pemasukan bagi masyarakat
di Afrika atau negara-negara berkembang lainnya. Produksi kerangka
misalnya dapat diserahkan ke para pengrajin di sana. Bambu tumbuh
relatif cepat dan sisanya lapuk bersama tanah, sedangkan produksi
aluminium dan besi membutuhkan mesin-mesin berat serta boros listrik.
Sebenarnya, produsen sepeda di Belanda sudah memberikan opsi untuk
pengganti aluminium dan besi, misalnya serat karbon yang kerap digunakan
pada mobil-mobil sport mewah dan titanium yang, konon, awet seumur hidup. Masalahnya, harga sepeda akan melambung dan tak lagi terjangkau.
Sepeda-sepeda
kayu atau bambu pun masih dibanderol cukup tinggi di Belanda, kira-kira
€ 1.950. Merek-merek ternama asal Amerika seperti Renovo Bikes malah
mematok harga selangit berkisar $ 3.000. Bandingkan dengan sepeda
reguler bermutu baik asal Cina yang dirakit di Belanda dan sudah bisa
dimiliki mulai € 500.
Kabar
menggembirakan, 2007 lalu, desainer Belanda, Basten Leijh, punya ide
cemerlang bertajuk Sandwichbikes. Prototipenya sempat dipajang pada
pameran desain internasional di Milan, Italia. Sayang, model yang belum
diproduksi itu dicuri. Akibatnya, Leijh terpaksa merancang ulang
kreasinya. Barulah awal Februari 2013 sepeda-sepeda kayu itu diproduksi
kecil-kecilan bersama rekan bisnisnya di Amsterdam, Pedalfactory, dan
dipasarkan seharga € 799. Yang menarik, sepeda kayu betulan rancangan
Leijh ini dikemas dalam paket pipih sehingga mudah didistribusikan.
Mirip mebel IKEA yang sebentar lagi hadir di Tanah Air.
Calon
pegowesnya harus memasang sendiri 52 suku cadang yang ada di dalam
kardus. Butuh waktu kurang lebih 45 menit sampai siap pakai. Kok tahu?
Salah seorang kolega saya meminjam demo sepeda ini, makanya saya sempat
melirik. Bagaimana dengan daya tahan terhadap cuaca? Kayu itu ‘hidup’
dan memuai terimbas hawa panas, ada baiknya menyimpan sepeda ini di
dalam ruangan. Namun, kapal-kapal kayu di Belanda pun sepanjang tahun
bersandar di dermaga dan tak bermasalah.
Karena Sandwichbikes ini ‘polos’, mudah saja di-customized dan
stabil tapi tetap ringan digenjot. Saya cuma nyoba sebentar di parkiran
kantor, sih… Siap-siap cari gembok yang kuat deh, secara sepeda ini
mencolok perhatian maling. Haha… Sayang, sementara ini hanya tersedia model untuk laki-laki. Buat pengayuh perempuan dan biker cilik, kudu sabar sedikit. Halah, malah promo…
Saya
mengapresiasi Sandwichbikes ini sebab inisiatifnya menggugah. Info
tambahan, produksi ‘sepeda sandwich’ ini (masih) berskala kecil,
berkisar 300 buah per tahun. Kerangka sepeda diproduksi di negara
tetangga Jerman, hanya pedal dan empat komponen kecil didatangkan dari
Taiwan. Barangkali, ada pengusaha Indonesia tertarik? Justru langkah
idealis seperti ini yang mesti disorot, toh? Sedikit demi sedikit,
lama-lama menjadi bukit.
Salam gowes-gowes!
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com