GOOGLE TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

ARTIKEL PILIHAN

RAHASIA SEPULUH MALAM TERAKHIR “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (Q.S Al Qadr [97]: 3)

Written By Situs Baginda Ery (New) on Senin, 29 Juli 2013 | 21.39

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.”
(Q.S Al Qadr [97]: 3)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjvH7uTz0wzZypkIhzyESy_kaOmcLdvP85QxMizOSIOzeSctqr_Q0YdFBOfpLrcTiwRLbzE5WMgJDqclEpXxBVe-bM_t4CdYbbEH1F0mK4nXp_0SdHqDwoyMimp7MuJQeVkUew9OHVp_A/s320/Masjid+ilustrasi+lailatul+qadar.jpg 
Salah satu dari sekian keistimewaan bulan Ramadhan adalah adanya malam yang bernama Laylat al-Qadr. Suatu malam yang oleh al-Qur’ân dinamai “lebih baik dari seribu bulan”. Malam yang penuh berkah, malam turunnya al-Qur’ân. Sehingga banyak umat Islam di seluruh penjuru dunia menunggu kehadiran malam kemuliaan itu, khususnya di sepanjang sepuluh malam terakhir dengan beriktikaf melakukan dzikir dan do’a untuk memperoleh keberkahan. “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur’ân) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. (Q.S AQadr [97]: 1-3)
Kapankah laylat al-Qadr itu?
Diantara ulama ada yang cenderung menyatakan bahwa peristiwa turunnya al-Qur’ân (Nuzul al-Qur’ân) terjadi tepat pada tanggal 17 Ramadhan, dengan merujuk pada firman Allah berikut ini: “Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqân, yaitu di hari bertemunya dua pasukan.” (Q.S al-Anfâl [8]: 41)
Menurut Quraish Shihab, mereka yang memahami secara harafiah mengenai, “Hari al Furqân” sebagai hari turunnya al-Qur’ân bersamaan dengan hari bertemunya “dua pasukan atau perang Badr” yang terjadi pada tanggal 17 Ramadhan, tidak didukung oleh sebagian ulama. Diantaranya karena al-Furqan pada ayat diatas tidak semata-mata harus diartikan sebagai al-Qur’ân. Karena, al-Furqân pada ayat tersebut juga memiliki arti pemisah antara kebenaran dan kebatilan (furqan). Maka menurut ayat diatas justru menerangkan bahwa, hari perang Badr itu merupakan hari pemisah antara kebenaran dan kebatilan. 


Sebenarnya ada banyak pendapat dari para ulama, Imam Malik mengatakan, Laylat al-Qadar bergeser dari tahun ke tahun antara 10 malam terakhir itu. Pendapat Ibnu Araby lebih aneh lagi bahwa Laylat al-Qadr itu bergeser sepanjang tahun, bukan hanya di bulan Ramadhan. Menurutnya Nabi pernah menemui Laylat al-Qadr dua kali di bulan Sya’ban, dan dua kali di bulan Ramadhan. Imam Syafi’i menyatakan Laylat al-Qadr jatuh pada tanggal 21 Ramadhan. Ibnu Abbas r.a. mengatakan Laylat al-Qadr jatuh pada tanggal 23 Ramadhan. Ubay bin Ka’aab r.a. berpendapat malam itu jatuh pada tanggal 27 Ramadhan. Aisyah r.a. berkata bahwa Nabi menyuruh mencarinya di malam-malam ganjil pada 10 malam terakhir bulan Ramadhan. Antara malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29 Ramadhan. Itupun kalau bulan Ramadhan lamanya 30 hari. Kalau seandainya hanya 29 hari, menurut Ibnu Hazm, kita dapat mencarinya pada 10 hari terakhir dimulai tanggal 20, jadi Laylat al-Qadr harus dicari sejak malam ke-20, 22, 24, 26, dan 28. Maka, kesimpulannya malam Laylat al-Qadr bisa jatuh pada tanggal genap, dan bisa juga ganjil. Pendapat para ulama diatas kebanyakan bersandar pada sabda Nabi berikut ini, Aku melihat Laylat al-Qadr lalu aku dibuat lupa kapan waktunya, maka barangsiapa yang ingin mencarinya maka carilah pada 10 hari terakhir..” (HR Bukhari)
Itulah sebabnya dibeberapa negeri Islam Timur Tengah, merayakan peringatan Nuzul al-Qur’ân pada tanggal 27 Ramadhan, berbeda dengan kita di Indonesia yang merayakannya pada tanggal 17 Ramadhan, tapi ada juga yang merayakannya pada malam ke-21 Ramadhan seperti pendapat Imam Syafi’i, sehingga dalam jawa dikenal dengan tradisi malam selikuran


Tidak sedikit juga para ulama yang mengaitkan kehadiran Laylat al-Qadr dengan tanda-tanda alam, yang bersandar pada beberapa hadits diantaranya, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah bersabda, “Pada malam Laylat al-Qadr itu tidak panas & tidak dingin, tidak berawan dan tidak hujan dan tidak berangin, tidak juga terang dengan bintang-bintang, tanda di pagi harinya adalah matahari terbit bercahaya lembut.” (HR al-Suyuthy)
Tentu saja hadits tersebut harus ditafsirkan sesuai pada konteks keadaan geografis kondisi alam tropis Jazirah Arab pada masa Nabi s.a.w. Karena keadaan daerah subtropis akan menjadi berlawanan dengan negara tropis. Ketika di Mekkah sedang mengalami malam hari, maka di bagian belahan bumi yang lain ada yang sedang mengalami siang hari seperti di New York.  Terlebih lagi daerah lingkaran kutub akan mengalami perbedaan panjang siang dan malam yang sangat “ekstrim”. Ambil contoh kasus di Islandia, dimana disana saat musim dingin, matahari hanya muncul beberapa jam setiap harinya. Sebaliknya di musim panas, matahari nyaris bersinar sepanjang hari. Sementara itu, di Nord, sebuah kota di utara Greenland yang juga tercatat sebagai salah satu kota paling utara di Bumi, Matahari bersinar selama 6 bulan penuh tiap tahun yang akan disusul dengan malam yang lamanya juga selama 6 bulan. Jika, seandainya Ramadhan tiba di saat matahari ketika itu bersinar terang, maka di sana tidak akan ditemukan adanya tanda-tanda malam seperti yang digambarkan di dalam hadits tersebut. 


Mencapai Malam Kemuliaan
Laylat al-Qadr berasal dari kata Laylah” dalam bahasa Arab mempunyai beberapa makna. Ada makna literal berarti malam, lawan dari siang (nahar), ada makna alegoris atau metaforis seperti gelap atau kegelapan, kesunyian, kesepian, keheningan, kesyahduan, kerinduan, dan kedamaian, ada makna spiritual seperti kekhusyukan, kepasrahan (tawakkal), kedekatan (taqarrub) kepada Ilahi. Sedangkan Qadr tidak hanya memiliki makna kemuliaan tapi juga bisa memiliki arti ketetapan atau ukuran. Maka, laylat al-Qadr bisa berarti malam ketetapan bagi hamba-hamba-Nya yang mulia.
Namun, menurut penulis malam Laylat al-Qadr disini juga memiliki kecenderungan untuk diartikan sebagai malam dalam makna simbolik. Laylat al-Qadr merupakan suatu tanda (simbol) pencapaian prestasi spiritual seorang hamba dalam upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Banyaknya hadits yang menganjurkan untuk melakukan banyak beribadah pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan mengisyaratkan adanya berkah dan nilai-nilai keutamaan di malam hari. Malam hari di sini menurut saya lebih mengarah kepada kekuatan simbol atau makna esoteriknya. 


Makna Laylat al-Qadr lebih utama untuk diperkenalkan ketimbang fakta malam beserta tanda-tanda alamnya. Sementara ada hamba Tuhan yang merasakan malam harinya penuh kesibukan karena tuntutan pekerjaan. Maka bisa jadi seorang hamba merasakan keheningan, kefakuman, dan kekhusyukan justru pada saat siang hari. Bagi mereka, siang hari adalah malam spiritualnya.
Meskipun banyak ulama berbeda pendapat mengenai kehadiran malam tersebut, yang jelas di malam bulan Ramadhan itulah Nabi s.a.w. sering melakukan perenungan tentang diri beliau dan masyarakat. Karena, segala yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya selama ini, bukanlah suatu kebenaran. Maka, ketika beliau telah mencapai ma’rifat, turunlah Jibril membawa ajaran dan membimbing beliau sehingga terjadilah perubahan total dalam perjalanan hidup beliau bahkan perjalanan hidup umat manusia. Beliau telah mengenal fitrah sejatinya sebagai seorang Nabi dan Utusan Allah yang bertugas untuk membimbing dan mengarahkan umatnya ke jalan yang lurus. Jadi, Laylat al-Qadr akan memberikan bekas dan kesan abadi di dalam diri seseorang..Dari perspektif ini terdapat isyarat  kuat bahwa Laylat al-Qadr memiliki keistimewaan untuk merubah secara total kualitas jiwa manusia. 


Laylat al-Qadr merupakan saat-saat yang sangat menentukan bagi perjalanan  hidup seorang hamba disepanjang hayat kehidupannya. Untuk meraihnya, tidak bisa instan. Jiwa harus ditempa, diasah dan dibakar melalui puasa. Hingga menjelang akhir Ramadhan adalah merupakan masa-masa kematangan bagi jiwa manusia. Itulah sebab hadits Laylat al-Qadr mengisyaratkan pada malam-malam terakhir.
Pada ”malam” itu merupakan titik tolak bagi para pejalan spiritual di bulan Ramadhan. Para malaikat turun menebarkan berkah dan salam hingga sang hamba mencapai fajar kehidupan dan puncak pencerahan. Allah berfirman, ”Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusanMalam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbitnya fajar kehidupan” (Q.S al-Qadr [97]: 4-5). Untuk itu, marilah kita perbanyak amalan di bulan penuh berkah ini, sepanjang hari, sejak hari pertama hingga berakhirnya Ramadhan dengan penuh kekhusyukan dalam beraktifitas. Sehingga mudah-mudahan hikmah malam kemuliaan ini dapat kita capai dari awal. Amin.Wallahu a’lam.
by: http://alrasikh.uii.ac.id/2010/08/26/rahasia-sepuluh-malam-terakhir/

0 komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com

BACA JUGA

DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY

Ikuti situs Bagindaery

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...