Dalam salah satu legenda Cina dikisahkan, ketika kaisar Qin Shih Huang Ti wafat, langit Cina mendadak bergemuruh oleh melintasnya sembilan bola api bercahaya yang melesat cepat meninggalkan jejak kehitaman diiringi suara menggelegar. Tak lama kemudian Bumi pun bergetar. Penduduk yang terperangah dan ketakutan beranggapan bola-bola api tersebut adalah naga yang sedang menjemput arwah kaisar pertama yang terkenal kejam ini. Beribu tahun kemudian, ketika geolog menggali salah satu bagian kompleks Mausoleum Agung Xi’an, yang menjadi makam kaisar Qin, mereka menemukan meteorit siderit berdiameter 1 meter dengan massa 30-an ton, terlalu berat untuk bisa dipindahkan oleh kendaraan maupun peralatan yang telah dikenal manusia di zaman kaisar Qin. Maka jelaslah, legenda naga itu terkait dengan jatuhnya meteor.
Naga sejenis itulah yang kemarin melesat bercahaya di atas langit Bima, sebuah kabupaten di ujung timur Pulau Sumbawa, NTB. Kehebohan besar pun muncul setelah penduduk Desa Tori, Kecamatan Wawo mendengar dentuman suara menggelegar yang mengiringi sang naga membelah langit untuk kemudian mendarat di bukit dekat tempat tinggal mereka. Suara menggelegar kembali terdengar diiringi dengan kilatan cahaya yang menerangi hampir seluruh tubuh bukit. Bersamaan dengan itu listrik pun mati total, meninggalkan Desa Tori dalam gelap gulita sepanjang malam. Penduduk yang penasaran namun ketakutan lebih memilih meringkuk di dalam rumah, menghabiskan malam, dan baru di pagi harinya mereka berani mendaki bukit, menuju ke titik tempat kilatan cahaya semalam terjadi.
Di pinggang bukit, mereka menemukan satu lubang aneh. Berukuran 50 x 50 cm dengan kedalaman mungkin 2 meter, lubang ini dikitari bekas-bekas seperti hangus terbakar hingga meleleh. Lelehan beku ini nampak berwarna hitam kebiruan mirip kaca. Beberapa potong pecahan batu yang digali dari dalam lubang memperlihatkan bentuk meleleh juga di salah satu permukaannya. Ilalang dan pepohonan di sekitar lubang nampak mengering, namun tidak menunjukkan bekas terbakar. Seutas kabel listrik tampak menjuntai setelah putus dari tiangnya, rupanya inilah penyebab kegelapan semalam.
Naga tersebut adalah meteor dan lubang di punggung bukit adalah jejak yang ditinggalkan meteoritnya, karena meteor yang bersangkutan tidak habis terbakar selama perjalanan nan berat menembus atmosfer Bumi. Karena lokasinya di Kabupaten Bima, tak ada salahnya kita menamakannya sebagai meteor Bima.
Tidak seperti meteor Duren Sawit yang melesat beberapa hari sebelumnya, sulit untuk mengetahui berapa besar ukuran (diameter) meteorit Bima mengingat lubang yang diciptakannya (atau kawah) tergolong tidak umum dalam ilmu per-meteor-an. Ketika menumbuk Bumi, meteorit pada umumnya akan membentuk lubang yang diameternya lebih besar ketimbang kedalamannya, dengan proporsi 3 : 1 atau 4 : 1. Sementara lubang pada meteorit Bima malah sebaliknya, yakni 1 : 4. Namun morfologi lubang mengesankan meteorit yang membentuknya jatuh dari sekitar titik zenith atau dari altitude 90° sehingga tumbukan meteor ini tergolong tumbukan tegak (frontal impact). Jejak-jejak hangus terbakar sampai meleleh menunjukkan meteorit yang membentuk lubang ini kemungkinan besar adalah meteorit besi (siderit).
Ketika meteor Bima melesat di langit memasuki atmosfer Bumi, gesekan dengan molekul-molekul udara menaikkan suhu permukaannya hingga berpijar membara yang sekaligus membuat permukaannya meleleh. Inilah proses ablasi yang menjadikan meteor Bima bercahaya menerangi langit malam, meski hanya sekejap. Pada ketinggian di bawah 20 km dari permukaan laut, proses ablasi terhenti sehingga meteor Bima seakan lenyap dari pandangan mata, namun sejatinya meteor masih tetap ada dan sedang menjalani fase darkflight. Fase darkflight juga yang mendinginkan permukaan meteor setelah sebelumnya terpanaskan hebat, sehingga ketika sampai di permukaan Bumi yang tidak begitu tinggi terhadap permukaan laut, meteorit telah mendingin sepenuhnya sehingga suhunya permukaannya sudah menyamai suhu lingkungan tempatnya jatuh. Apa yang membuat ilalang disekitar titik tumbukan mengering, kemungkinan besar adalah akibat panas dari energi kinetik tumbukan. Meski, seperti halnya metor Duren Sawit, peningkatan panas akibat tumbukan meteorit Bima tidak mencapai suhu minimum yang diperlukan untuk membakar ilalang secara spontan.
Menggunakan spreadsheet Calculation of A Meteor Orbit dari Marco Langbroek, dengan altitude 90° dan estimasi titik tumbuk pada koordinat 8° 28′ LS 118° 45′ BT (koordinat ini meminjam koordinat ibukota Bima, karena lokasi titik tumbuk tak diketahui benar), meteor Bima tak mungkin memiliki kecepatan awal > 17 km/detik, sebab meteor siderit (besi) hanya bersumber dari kawasan Sabuk Asteroid Utama dan tak mungkin lebih jauh ketimbang Jupiter. Kemungkinan terbesar (berdasarkan sejarah tumbukan meteorit siderit lainnya), meteor Bima berasal dari lokasi di dalam Sabuk Asteroid Utama dan bersinggungan dengan celah Kirkwood sehingga dilontarkan keluar dari lingkungannya oleh gravitasi Jupiter. Jika skenario ini diperhitungkan, maka kecepatan awal meteor Bima sekitar 14,3 km/detik.
Dengan demikian meteor Bima semula merupakan pecahan asteroid yang mengorbit Matahari dalam orbit bujur telur dengan eksentrisitas orbit 0,448 dan inklinasi orbit 28,92°. Pecahan asteroid ini beredar secara prograde dengan perihelion 0,986 SA dan aphelion 2,58 SA. Aphelion ini tepat berada di sekitar celah Kirkwood. Akibat jatuh dari altitude 90° maka dengan mengambil densitas meteorit siderit rata-rata sebesar 7,8 gr/cc, meteor Bima kemungkinan memiliki diameter awal minimal 20 cm dengan massa 17 kg sehingga bisa menembus atmosfer tanpa terbakar habis. Meteor Bima melintas dengan estimasi magnitude visual -4,7 alias cukup terang di langit malam (menyamai terangnya Bulan sabit) dan ada kemungkinan cahaya yang dipancarkannya telah sanggup membentuk bayang-bayang benda yang jelas. Dengan asumsi hanya 10 % massa meteor yang tersisa ketika membentur Bumi (90 % lainnya menghilang di atmosfer akibat ablasi), maka meteorit Bima menumbuk dengan perkiraan kecepatan 68 m/detik atau 245 km/jam, lebih cepat dibanding mobil Formula 1.
Meteor Bima bisa dikatakan sebuah kasus khusus. Meteor-meteor yang memiliki diameter dan kecepatan sama dengan meteor Bima sebenarnya jatuh ke Bumi rata-rata setiap 16 jam sekali, secara statistik. Namun tidak semuanya jatuh dari altitude 90°. Dan meteor yang jatuh tidak dari altitude 90° itu akan terablasi hingga habis di ketinggian atmosfer.
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com