Menikmati Sisa Hidup dengan Senyuman

Berpacu dengan waktu

Hidup ini tak lebih hanyalah terdiri dari kumpulan waktu. Hitung-hitungannya, 1 tahun 12 bulan, 1 bulan 30 hari, 1 hari 24 jam, 1 jam 60 menit dan 1 menit 60 detik. Biasanya kita akan tercengang bila bertemu dengan angka nominal, misalkan saya yang tahun ini genap 25 tahun, klo dihitung sejak awal masa baligh, dari usia 15 hingga kini berarti sudah berlalu 10 tahun. Bila dikalikan hari, berarti menghabiskan hari sebanyak 3650 hari, wow luar biasa. Lebih berani lagi dikalikan jam, 3650 x 24 jam = 87.600 jam, wah, angka nominalnya ternyata lebih dahsyat lagi.

Indahnya dalam agama kita, dalam sehari-hari di dunia Allah mewajibkan kita sholat selama 5 kali sehari. Setiap hari kita bertemu dengan Shubuh, Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya’. Begitu sempurnanya. Allah tahu kita letih sehingga memberikan waktu-waktu senggang untuk bernafas, rehat dari kepenatan dunia. Dan yang terpenting juga, manusia sering lupa dengan pencipta-Nya, sehingga memang harus sering-sering diingatkan.

Suatu ketika Rasulullah meminta bilal untuk mengumandangkan azan, uniknya kata yang digunakan adalah ar rahah atau bisa diartikan rehat. Arihna bisholah ya bilal, rehatkan kita dengan azan sholat, itu makna lengkapnya.

Ada satu point yang ingin saya tuliskan dalam oretan ini. Yaitu tanpa disadari, ternyata kontrak kita di dunia makin hari makin berkurang. Angka nominal hitungan hari kita hidup di dunia bisa jadi tesisa beberapa ratus hari lagi. Waktu terus bergulir, tiap pagi kita selalu disapa matahari, malam hari kita bertemu bulan dan bintang, semua silih berganti tanpa kita sadari.

Mungkin kalau bulan dan matahari itu bisa ngomong, ia akan mengingatkan penduduk bumi ini kalau dirinya telah menjadi saksi sejarah dari jaman nabi Adam dulu di awal kali dirinya menginjakkan kaki di bumi. Tentu mereka merekam bagaimana perjalanan anak-anak manusia dari masa ke masa. Tapi sayang bulan gak bisa ngomong, klo bulan bisa ngomong, pasti dia tak akan bohong :) *doel soembang mood on:p

Potret yang sama kini juga tengah kita alami. Kehidupan kita akan menjadi sejarah saja nantinya, ketika kematian menjemput dan setiap kita sudah tercatat sebagai makhluk yang pernah mendiami bumi. Saya sering mengambil pelajaran dari Firaun yang sejarah hitamnya banyak diabadikan dalam Al Quran. Firaun yang usianya tak seberapa, hingga detik ini berada di alam kubur sembari menanti sangkakala akhir ditiupkan. Taruhlah usia Firaun 400 tahun, dari masa kematiannya hingga kini hitung-hitunagannya bisa jadi puluhan abad. Artinya, penantiannya di dalam kematian, jauh lebih lama dari masa hidupnya di dunia.

Umat nabi Muhammad pun demikan, rata-rata usia kita umumnya klo diberi kekuatan berkisar 60-65 tahun. Dan tidak menutup kemungkinan kiamat masih terjadi puluhan atau ratusan abad lagi dan kita hanya menantinya di balik kain kafan kita, itu pun klo masih utuh :D. Tepat bila hidup di dunia hanya disebut sebagai persinggahan, karena memang jatah usia kita tak seberapa dibanding masa sesudah kematian.

Ada seorang sahabat kemudian berseloroh, “kalau gitu, buat apa kita banyak-banyak tidur, toh kita akan tidur puanjang sekale sampai kiamat itu datang, lihat saja Fir’aun and the gank” Yup, logika yang pas menurutku. Ia pun melanjutkan, “berarti hidup kita ini murni menyiapkan bekal, karena hanya sebentar, dan kehidupan sesungguhnya setelah nanti kita dibangkitkan dari kematian”. Lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk tanda setuju.

Jadi, usia kita memang tak seberapa lama lagi, walau pun begitu, nikmati saja sisa hidup ini dengan senyuman, tentunya dengan menyiapkan bekal berupa amal kebajikan, agar senyum kita pun tak terhenti dalam menikmati dunia ini saja, namun juga berlanjut dengan senyum kepuasan, karena jerih payah di dunia dapat kita nikmati hasil di akhirat kelak insya’allah.

Wallahua’lam bishowab