GOOGLE TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

ARTIKEL PILIHAN

Enam Tahun Korban Lumpur Lapindo Hidup dalam Ketidakpastian

Written By Situs Baginda Ery (New) on Selasa, 26 Maret 2013 | 21.16

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2010/12/12928759172068931826.jpg

 

Bertahan di Tanggul demi Tuntut Ganti Rugi
Enam pekan sudah sejumlah warga bertahan hidup di tanggul lumpur Lapindo. Mereka adalah warga yang masuk dalam peta terdampak sesuai Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 2007. Nyatanya, setelah bertahun-tahun menanti, mereka tak kunjung mendapatkan pelunasan ganti rugi.

SUTIKNO. Nama ini begitu terkenal di titik 25, salah satu titik di tanggul lumpur Lapindo yang dekat dengan pusat semburan. Dia biasa mangkal di sebuah warung yang terletak di ujung utara titik 25.
Keberadaan Sutikno menjadi hiburan tersendiri bagi warga. Hal itu tak lepas dari ulahnya yang spontan. Kadang dia mengaku sebagai anggota Densus 88. Pada kesempatan lain, Sutikno memperkenalkan diri sebagai Danramil alias komandan rayon militer.
Ulah Sutikno benar-benar sulit ditebak. Suatu ketika, dia menari-nari. Eh, pas dikerubuti anak-anak kecil, mendadak pria 52 tahun itu berhenti menari dan berteriak ’’huaaaa” ke kerumunan anak-anak tadi. Tak pelak, anak-anak itu pun semburat. Ada yang tertawa, ada pula yang langsung menangis.
    ’’Ya, memang seperti itu ulah Mbah Tik,” kata Hartoyoso, salah seorang warga, kepada Jawa Pos (grup Radar Lampung). Hartoyoso mengungkapkan, perilaku tak normal Sutikno mulai tampak pada 2009. ’’Stresnya ya gara-gara lumpur Lapindo ini,” terangnya.
Sutikno termasuk warga yang paling getol memperjuangkan hak-haknya. Tanah dan rumahnya di Kedungbendo, Tanggulangin, Sidoarjo, menjadi korban luberan lumpur Lapindo. Sampai sekarang, dia baru menerima kompensasi 20 persen.
Petaka lumpur Lapindo membuat hidup Sutikno merana. Anak-istrinya tidak diketahui keberadaannya. Dia tinggal sendirian di warung yang hanya beralaskan terpal dan gelas-gelas yang diletakkan begitu saja. Bagaimana jika hujan? ’’Kalau hujan, ya saya langsung sembahyang dan hujan pun berhenti,” jawab Sutikno sekenanya.
Berkomunikasi dengan Sutikno memang gampang-gampang susah. Pembicaraan normal paling hanya terjadi pada satu-dua kalimat awal. Setelah itu, dia susah mempertahankan konsistensi pembicaraan.
Ketika ditanya tentang keberadaan anak-istrinya, Sutikno bilang berada di kecamatan lain dan membuka toko pracangan. Sejurus kemudian, dia bilang anaknya sakit dan ususnya difotokopi. Usus difotokopi? Sutikno kukuh. Dia terus berkata bahwa anaknya sakit. Nah, berkat ketegasannya memaksa dokter, sang anak sekarang sembuh.
Kondisi berbeda dialami Ny. Asmani. Perempuan 64 tahun tersebut tinggal di sebuah rumah reyot di Desa Siring, Porong. Suaminya sudah meninggal. Dia tinggal bersama keponakannya yang berusia 14 tahun. Namun, sang keponakan jarang di rumah karena menjadi pengamen jalanan.
    Untuk makan sehari-hari, Asmani sangat bergantung pada para tetangga. Kadang dia menjadi buruh cuci, kadang diundang makan begitu saja.
    Mengapa tetap tinggal di rumah itu? Asmani menjawab bahwa rumah tersebut merupakan hak waris, bersama sembilan saudaranya. ’’Kalau tidak ada yang menjaga, nanti bila ada pencairan siapa yang ngurus,” katanya.
    Perempuan renta itu berharap PT Minarak Lapindo Jaya tidak membayar kekurangan rumahnya dengan cara mencicil. Sebabnya, rumah itu merupakan warisan. ’’Membaginya nanti seperti apa,” tuturnya.
    Aspek sosial lain yang patut diperhatikan adalah soal adaptasi lingkungan. Supriyatno, warga Siring, menyatakan, mungkin mudah bagi warga perumahan yang bekerja di swasta untuk beradaptasi. ’’Tetapi, bagaimana dengan kami? Kami biasa bertani dan tinggal ramai-ramai bersama saudara dan tetangga. Kalau pindah ke perumahan, kami harus kerja apa? Sementara lahan juga sudah tak punya,” tutur pria yang tergabung dalam GKLL (Gabungan Korban Lumpur Lapindo) tersebut.
    Supriyatno mengatakan, boleh-boleh saja pihak lain memandang warga yang memblokade tanggul itu merupakan aksi protes. ’’Kami lebih suka menyebutnya pulang ke rumah kami sendiri. Rumah kami ini ya di sini,” tandasnya.
    Setelah enam tahun bencana ini, dia benar-benar kebingungan mencari nafkah. ’’Kasarannya, kalaupun sudah diberi uang muka, tetapi kemudian enam tahun tak jelas dibayar, tentu uang itu sudah habis untuk biaya hidup sehari-hari saja,” tambahnya.
Karena itu, bersama korban lumpur Lapindo yang lain, pendapatan Supriyatno sangat bergantung pada orang yang membayar saat ’’menikmati” wisata lumpur. Jumlahnya tak seberapa. Tak lebih dari Rp25 ribu per hari. Jumlah itu hanya cukup untuk makan dua kali dengan menu sederhana.
    Paring Waluyo Utomo, pendamping warga korban lumpur Lapindo, mengatakan, pemerintah dan PT Minarak seharusnya peduli dengan permasalahan sosial seperti ini. ’’Tidak lantas membeli (lahan milik warga) dan selesai itu sudah,” tegasnya.
Menurut Paring, harus ada program relokasi yang benar-benar terintegrasi. Tujuannya, ketika pindah, warga yang mempunyai kultur berbeda dengan warga perumahan tak kehilangan kemampuan mencari nafkah. ’’Kalau dipindah, mereka harus dapat jaminan tetap bisa bekerja dan mencari nafkah,” tandas pria jebolan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang itu. (jpnn/c1/ewi)

0 komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com

BACA JUGA

DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY

Ikuti situs Bagindaery

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...