Keluh Seorang Teman Soal Pendidikan Kita
AWAL pekan lalu, saya bertemu dengan seorang kawan lama di Mataram. Dia adalah tetangga, ketika saya masih bermukim di ibukota Provinsi NTB itu. Kami berpisah cukup lama, sejak saya memutuskan pindah ke Bima pada tahun 2000 lalu. Praktis karena kesibukan masing-masing, kami jarang kontak apalagi bertemu.
Kawan saya ini seorang PNS di sebuah instansi pemerintah Provinsi NTB. Seperti lazimnya orang yang baru bertemu, berbagai hal kami bicarakan, kecuali soal rumah tangga saja hehehe… Belakangan saya tahu, ternyata dia lebih aktif sebagai pengusaha ketimbang pekerjaannya sebagai PNS. ”Saya pernah mengajukan cuti dini bahkan mengundurkan diri. Tetapi terhambat karena atasan saya mengatakan saya harus mengganti kerugian negara,” ceritanya pada saya sambil menelusuri jalan di Kota Mataram dengan mobil pribadinya.
Pada hari itu, saya tanya apakah dia tidak ada kerjaan di kantornya sehingga leluasa mengajak saya berputar-putar dengan durasi yang sangat panjang. Dia bahkan bercerita, akan segera ke Lombok Timur siangnya karena ada urusan berkaitan dengan bisnisnya. ”Lho tidak masuk kantor?,” tanya saya.
Rupanya pekerjaan utamanya adalah pengusaha. PNS adalah sampingan saja hehehe. Selama bercerita dengan saya, ada satu yang paling menarik menurut saya. Yaitu soal pendidikan di Kota Mataram. Kata dia, pendidikan sekarang ini rusak. Lho kok bisa? ”Iya, menurut saya pendidikan kita sekarang ini benar-benar rusak,” tegasnya lagi.
Dia kemudia bercerita tentang putri pertamanya yang saat ini sudah duduk di bangku kelas tiga sebuah SMA di Mataram. Menurut cerita anaknya, dia bisa mengambil kesimpulan bahwa pendidikan kita tidak menyiapkan generasi yang lebih baik, tetapi sebaliknya. ”Pokoknya rusak, rusak parah,” katanya lagi dengan nada gusar.
Kesimpulan dia ini ternyata cukup beralasan. Karena pendidikan saat ini menurut dia sudah menjadi obyek politisasi. ”Lihat saja bagaimana kepala sekolah jadi jabatan ‘politis’ yang menjadi obyekan di era otonomi daerah dan pemilihan kepala daerah secara langsung sekarang ini,” katanya.
Demikian pula dengan jabatan di atasnya. Kepala Cabang Dinas, Kepala Dinas, dan seterusnya. Mereka lebih takut dengan jabatannya masing-masing dengan mengorbankan kualitas pendidikan, ketimbang menjaga masa depan generasi bangsa. ”Generasi bangsa kita sudah sejak dini diajarkan tidak benar,” katanya.
Sejauh ini, saya belum terlalu paham dengan cerita kegusarannya. Tetapi nalar saya sudah mulai merunutnya dengan sejumlah kisah lain yang saya juga peroleh dari sumber berbeda di daerah yang berbeda. Tentu saja, termasuk Bima.
Ingin memahami lebih banyak atas sinyalemennya itu, saya kemudian mengajukan beberapa pertanyaan untuk menjawab rasa ingin tahu saya. Kawan saya tadi kemudian bercerita soal putrinya yang mengeluh karena sudah belajar keras, tetapi nilainya hanya beda tipis dengan siswa lain yang tidak belajar. Bahkan ketika putrinya yang selalu menonjol itu menjadi salah satu siswa yang ditugaskan memeriksa hasil pekerjaan kawannya, dia diinstruksikan untuk membuat nilai minimum 7.5 karena itu standar terendah. ”Kalau ada kawannya yang punya nilai di bawah itu, harus dinaikan minimal 7.5,” begitu instruksi gurunya yang ditiru putrinya saat bercerita kepada ayahnya.
Di kesempatan terpisah, kawan saya ini juga bercerita tentang kegelisaham salah seorang dari tua siswa yang ingin anaknya belajar yang rajin. ”Saya siap memfasilitasi semua kebutuhannya, yang penting bisa belajar dengan baik,” demikian cerita kawan dari kawan saya itu. Tetapi dengan enteng, anaknya menjawab; ”Buat apa belajar keras, yang penting kan nilainya bagus-bagus,” katanya anaknya.
Mendengar jawaban seperti itu, sang bapak tadi sempat ragu. Kok bisa dapat nilai bagus padahal tidak belajar. ”Logikanya kan tidak sejalan tuh…” gumamnya.
Benar saja, ketika raportnya diterima, nilai yang dijanjikan anaknya memang menjadi kenyataan. ”Bagus semua,” kata kawan saya.
Kawan tadi penasaran kemudian melakukan penelusuran. Hasilnya, sangat mengejutkan. ”Kesimpulan saya memang ada praktik tidak benar di dunia pendidikan kita. Praktik tidak mendidikan dan menurut saya menghancurkan masa depan generasi kiita,” ujarnya.
Lalau bagaimana hubungannya dengan Pemilukada langsung atau era otonomi daerah? Menurut dia, semua takut malu, sehingga nilai harus bagus. Titik. Sampai di sini baru saya paham. Artinya, nilai bagus dianggap guru sudah berprestasi, kepala sekolah sudah berprestasi, KCD sudah berprestasi, dan tentu saja kepala dinas juga demikian. Celaka!
Lalu bagaimana praktiknya? Kawan tadi bahkan sempat mendapat informasi bahwa untuk mendapatkan nilai bagus saat keluar dari SMA, buku raport sejak kelas 1 dibakar semuanya. ”Tinggal dibuat yang baru dengan nilai bagus semua,” ujarnya.
Lalu apakah yang ingin dicapai dari model pendidikan kita yang seperti ini? Entahlah. Yang pasti kenyataan seperti ini harus membuka mata setiap orang yang bertanggungjawab pada masa depan bangsa, harus mengubah orientasi. Jangan lagi ada politisasi pada dunia pendidikan, jangan ada lagi politisasi pada jabatan kepala sekolah, KCD, Kepala dinas dan seterusnya.
Dampak yang paling buruk yang bisa tertanam dalam benak setiap generasi kita adalah; CURANG. Dengan praktik seperti ini, maka yang ada dalam benak mereka dan akan dibawa sampai suatu saat mereka memegang kendali bangsa adalah; BOLEH CURANG. BOLEH TIDAK FAIR dan boleh menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Inikah yang mau kita wariskan? Bagaimana pendapat Anda? (*)
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com