Oleh Fauzan Al-Anshari
(Direktur Lembaga Kajian Syariat Islam – LKSI)
Jelang lebaran kita dikagetkan dengan kasus sepele, yakni seorang tentara mengkritik atasannya. Tapi kasus ini bisa menjadi momentum penyadaran bagi kita tentang arti seorang pemimpin dan yang dipimpin. Adalah Presiden SBY sebagai Panglima Tertinggi TNI dikritik oleh seorang perwira menengahnya bernama Kolonel Adjie Suradji yang dimuat di Harian Kompas (6/9). Karena isi kritikannya dianggap keras, maka SBY membandingkan tindakan Adjie itu dengan kritik yang dilakukan Jenderal Stanley McChrysta pada Presiden AS Barack Obama terkait perang Afghanistan.
"Kita ingat jenderal bintang empat yang memimpin pasukan besar di Afghanistan. Statementnya lunak, soft statement, tapi dianggap merusak hubungan sipil militer, maka seorang presiden harus melakukan tindakan tegas," kata SBY. (detikcom, 8/9). Saat itu Obama mengambil tindakan tegas yakni memberhentikan Jenderal McChrsyta. SBY juga menjelaskan, bahwa sikap kolonel Adjie itu, bukan cerminan demokrasi khas Indonesia. Lalu khas mana? Di Amerika, kritik lunak prajurit terhadap panglimanya saja dipecat apalagi kritik keras.
SBY menegaskan, sesuatu yang lebih fundamental dalam kehidupan demokrasi berlaku di Indonesia dan di seluruh dunia, bahwa prajurit dan perwira aktif tidak ada ruang mengkritik atasan. "Siapapun atasan, di organisasi dan di lembaga itu, maupun di tingkat nasional. Karena itu bertentangan dengan sumpah prajurit, dengan UU TNI, di mana disebutkan dengan gamblang kode etik perwira," jelasnya.
Materi Kritik
Agaknya ini adalah kritik terbuka pertama kali seorang tentara aktif kepada panglimanya. Ada apa gerangan? Seorang anggota TNI Angkatan Udara berpangkat Kolonel secara terbuka mengkritik kepemimpinan SBY yang juga Panglima Tertinggi TNI. Kolonel Adjie mengkritik secara kritis sikap kepemimpinan SBY. Dalam tulisan opininya itu, dia menyindir mengenai Indonesia yang masih banyak terjadi korupsi, dan itu terkait dengan ketidaktegasan pemimpin.
Ia pun secara gamblang membandingkan kepemimpinan SBY dengan presiden RI sebelumnya. Dalam tulisannya, ia menyebutkan keberhasilan-keberhasilan presiden Indonesia. Ia juga menyebut keberhasilan Megawati Soekarnoputri sebagai Ratu Demokrasi. "Megawati sebagai peletak dasar demokrasi, ratu demokrasi, karena dari lima mantan RI-1, ia yang mengakhiri masa jabatan tanpa kekisruhan. Yang lain, betapapun besar jasanya bagi bangsa dan negara, ada saja yang membuat mereka lengser secara tidak elegan," tulisnya.(Inilah.com, 8/9)
Usai menuliskan keberhasilan presiden-presiden RI sebelumnya, ia langsung menyayangkan kepemimpinan SBY yang tidak mampu mengubah hal buruk dari presiden RI terdahulu, yakni memberantas korupsi. "Sayang, hingga presiden keenam (SBY), ada hal buruk yang tampaknya belum berubah, yaitu perilaku korup para elite negeri ini. Akankah korupsi jadi warisan abadi? Saatnya SBY menjawab. Slogan yang diusung dalam kampanye politik, isu 'Bersama Kita Bisa' (2004) dan 'Lanjutkan' (2009), seharusnya bisa diimplementasikan secara proporsional," kritiknya.
DAMPAK KRITIK
Mungkin karena kritikannya sambil membandingkan dengan presiden sebelumnya yang kita semua tahu, Megawati tidak memiliki hubungan yang normal dengan SBY sehingga hal itu dianggap lebih sekedar kritik, melainkan dinilai sebagai serangan politik yang menguntungkan lawan politiknya. Walaupun hal itu sudah dibantah oleh Panglima TNI, namun kesan orang awam yang membaca ulasan kemungkinan adanya penunggangan terhadap kritik tersebut memunculkan spekulasi semacam itu. Dampak kritik seperti itu memang diatur dalam UU produk demokrasi.
Berbeda seratus delapan puluh derajat dengan etika Islam antara pemimpin dan yang dipimpin. Dalam konteks ibadah mahdhoh (langsung diatur caranya oleh Allah dan Rasul) seperti solat, justru hubungan imam dan makmum sangat demokratis. Betapa tidak? Bila seorang imam salah bacaan, maka makmum tidak boleh diam atau membiarkan kesalahan itu sampai akhir rokaat. Makmum harus langsung membetulkan bacaan imam yang salah. Bila imam lupa hitungan rokaat, maka makmum laki-laki harus mengingatkannya dengan mengucapkan: subhanallah. Sedangkan bagi makmum wanita dengan menepuk tangannya sebagai tanda mengingatkannya.
Dengan mekanisme check and balance semacam ini maka jamaah solat akan terpelihara dari kesalahan yang menyebabkan kerugian bagi jamaah itu sendiri. Imam tidak boleh marah ketika diingatkan makmumnya, kalau memang itu salah. Makmum pun tidak boleh merasa sombong karena sudah mengingatkan imamnya. Di sinilah keikhlasan masing-masing pihak dalam posisinya senantiasa harus dijaga agar solat jamaah tersebut diterima oleh Allah swt.
Dalam ibadah ghoru mahdhoh, yakni kepemimpinan politik oleh Khalifah Umar bin Khattab ra juga diperlihatkan bagaimana mekanisme saling menasihati antara pemimpin dan yang dipimpin. Bahkan pada masa Umar baru saja dilantik menjadi Khalifah (lebih tinggi daripada jabatan presiden), ada seorang rakyat biasa (jauh lebih rendah kedudukannya dari pangkat Kolonel) maju ke depan sambil menghunus sebilah pedang seraya berkata: Wahai Umar, jika engkau menyimpang dari Al-Qur’an dan Sunnah maka aku akan meluruskannya dengan ini (sambil mengangkat pedangnya)! Apa reaksi Umar? Umar bertakbir dan mengucapkan hamdalah (memuji Allah swt) karena telah diberikan rejeki seorang rakyat yang berani meluruskan Umar dengan pedang jika ia menyimpang dari syariat, sehingga Umar dan seluruh rakyatnya akan selamat.
Bayangkan jika seorang rakyat itu yang menyatakannya di depan bapak presiden panglima tertinggi tentara nasional Indonesia, apakah reaksinya? Mengapa Umar justru bersyukur dengan adanya kritik tadi? Tak lain, pengritik tadi bermaksud baik, yaitu ingin agar Umar tetap berada pada jalan yang benar, walaupun cara penyampaiannya tidak sesuai dengan undang-undang buatan manusia mana pun. Tidak saja dianggap tidak sesuai dengan etika ketimuran atau apa pun namanya.
Apalagi materi kritiknya menyangkut soal yang sangat sensitif yakni korupsi yang menjadi musuh bebuyutan segenap rakyat. Maka sikap Nabi saw patut dijadikan suri teladan ketika beliau menyatakan kepada para sahabat: Seandainya Fatimah putri Nabi mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya! Subhanalloh! Betapa luhurnya kepribadian kepemimpinan Nabi saw. Apa sikap seperti itu bisa ditiru oleh presiden Indonesia yang juga mengaku pengikut Nabi saw dan memiliki majelis dzikir khusus itu?
Tidak itu saja, soal hak preveledge (keistimewaan) juga tidak diberikan kepada anak Khalifah yang bisa semau gue menggunakan fasilitas Negara ataupun mendapat keistimewaan lainnya. Khalifah Umar bin Abdul Aziz mencontohkan ketika anaknya datang kepadanya, ia bertanya untuk urusan pribadi atau Negara. Ketika anaknya menjawab urusan pribadi, maka lentera yang tadi menyala dengan minyak yang dibiayai Negara langsung dimatikan. Begitu juga kalau dia datang terlambat ke masjid maka terpaksa harus berada di shof belakang. Salah sendiri kenapa terlambat. Tidak mentang-mentang anak Khalifah lalu maunya duduk di shof depan padahal datangnya belakangan. Lalu pulang duluan, yang lain memberikan jalan. Apalagi harus menunggu anak presiden menaiki pesawat sehingga penumpang lainnya dipaksa rela menerima keterlambatan penerbangan pesawat. Naudzubillahi mindzalik! Kepemimpinan macam apa itu?
Semoga di hari fitri ini kita benar-benar kembali suci seperti kita dulu dilahirkan dan menyadari sepenuhnya bahwa kekuasaan hanyalah titipan (amanah) paling lama dua periode (10 tahun). Bila di tengah-tengah jalan ada kesalahan segera saja diperbaiki, tidak perlu menunggu habis masa kepemimpinan, kalau kita semua ingin selamat dunia dan akhirat. Kecuali kita mau celaka dunia akhirat. Wallohu a’lam bisshowab.
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com