Hiruk pikuk tulisan dan berita tentang Barrack Obama di media cetak dan elektronik sangat terasa, sampai pasca terpilihnya Obama. Kisah masa kecilnya yang penuh warna, perjuangannya mencapai kursi Senator Amerika sampai dengan pesonanya selama masa kampanye, menjadi berita yang patut untuk disimak. Setidaknya untuk menjadi wacana kehadiran seorang Afro Amerika pertama yang menjadi Presiden Amerika Serikat.

Tidak berhenti sampai disitu. Pasca terpilih menjadi Presiden dalam Pemilu tanggal 4 November lalu, nama Obama menjadi inspirasi dari Ibu-ibu untuk memberi nama yang sama dengan anak mereka yang baru lahir. Bukan hanya nama Obama. Nama Michelle sang istri, Malia dan Sasha kedua putri Obama, juga dijadikan nama-nama bayi yang lahir pasca kemenangan Obama dari rivalnya, McCain. O’baby, demikian nama fenomena yang terjadi di Amerika saat ini. (sumber: petikan berita di radio Suara Surabaya, 13 November 2008)

Tulisan ini tidak hendak mengulang kisah masa kecil Obama selama 4 tahun di Indonesia, atau mengulas sejarah Obama menuju kursi kepresidenan. Sudah sedemikian banyak tulisan yang lebih lengkap dan detil mengenai perjalanan Obama. Tulisan ini adalah soal sepenggal kisah kehidupan Obama yang bisa kita tiru. Pernik-pernih kehidupan Obama yang bisa kita teladani.

Memodel Obama. Itu yang saya dapatkan dari bacaan di beberapa media cetak tentang Obama, dan terutama setelah melihat tayangan biografi Obama yang disiarkan di MetroTV beberapa pekan yang telah lewat. Apa saja ya yang bisa kita model dari politisi langka yang mampu menulis tentang dirinya dengan cara yang menarik dan orisinal versi harian New York Times ini?

· Merancang impian sejak kecil

Seorang guru Obama cilik sewaktu bersekolah di Menteng, Jakarta menceritakan bagaimana Obama sudah merancang impiannya sejak kecil. Sewaktu kelas 3, ketika sang guru meminta murid-muridnya menuliskan apa cita-cita mereka, Obama cilik menuliskan bahwa dia ingin menjadi orang nomor satu! Wow! Benar-benar sebuah impian yang sudah dirancang sejak kecil. Sejak kelas 3 SD. Bisa jadi waktu itu Obama belum bersungguh-sungguh dengan cita-citanya. Atau sekedar cita-cita layaknya bocah kecil lainnya. Namun, ternyata kemenangannya dalam pemilihan Presiden AS benar-benar mewujudkan apa yang sudah dicita-citakannya sejak kelas 3 SD. Luar biasa kekuatan sebuah harapan dan sebuah keinginan, bukan? Law of attraction dari cita-cita ini me-magnet-i setiap langkah berikutnya dari Obama cilik yang pernah menyebut dirinya sebagai ‘Jakarta street kid’ ini sampai menuju Gedung Putih.

· Perceraian bukan penghalang

Saat di usia emas (golden age) dalam perjalanan umur psikologi perkembangan manusia, tepatnya saat berumur 2 tahun, Obama sudah mengalami perceraian orang tuanya. Obama yang masih balita belum bisa merasakan kesedihan atau peristiwa yang terjadi dibalik perceraian itu. Bukan hanya sekali Obama mengalami masa perceraian orang tuanya. Bahkan sampai dua kali! Perceraian orang tua seringkali menjadi unfinished condition yang kemudian dijadikan kambing hitam dari kegagalan dalam kehidupan seseorang. Namun tidak demikian dengan Obama. Obama berhasil mematahkan stigma negatif tentang perceraian (orang tua) terhadap kelangsungan dan kesuksesan dirinya.

Setelah 4 tahun berada di Indonesia dan kembali ke negara asalnya, menginjak dewasa tercetus keingintahuan Obama tentang asal-asul ayah kandungnya. Obama menilik lagi kehidupan asal ayah kandungnya yang berasal dari Kenya. Obama mencoba mengetahui sisi-sisi lain dari ayah kandungnya yang meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil di Kenya. Dreams from My Father, adalah buku pertama karya Obama yang berisi pandangannya terhadap kisah kehidupan dan sepak terjang almarhum ayah kandungnya, serta nasihat yang pernah disampaikan ayahnya kepadanya.

Ibu Obama yang menjunjung tinggi nilai pendidikan juga mendorong Obama untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan menjadikan Obama selalu menjadi star di sekolah ternama. Ayah kandung Obama, Barrack Hussein Obama Senior, juga memiliki hasrat dalam pendidikan. Setelah perceraiannya dengan Ann Dunham, ia melanjutnya studi Doktoral di Harvard University sebelum akhirnya kembali ke Kenya.

· Never blame the past

Sepanjang kehidupannya, Obama tidak pernah menyalahkan masa lalunya. Tidak menyesali oleh orang tua yang bagaimana dia hadir di dunia ini. Berkulit hitam, tergolong kelompok minoritas di Amerika tidak menyurutkan niat Obama untuk berjuang di parlemen yang dikuasai kulit putih. Dalam buku keduanya, yang diterbitkan di Indonesia dengan judul Menerjang Harapan dari Jakarta Menuju Gedung Putih, karya Obama sendiri, Obama menceritakan pemikiran-pemikirannya. Termasuk kepekaannya terhadap tragedi dalam interaksi sosial yang menghiasi kehidupannya.

· Keutuhan keluarga adalah segalanya

Dalam biografi Barack Obama, diceritakan oleh saudara dan rekan-rekan terdekatnya, Obama sangat memperhatikan keutuhan keluarganya. Catatan pribadi Obama –setidaknya sampai saat ia terpilih menjadi Presiden ke-44- tidak sekalipun merekam hubungan Obama yang bersentuhan dengan kata ’perselingkuhan’ atau ’pelecehan’, layaknya rival-rival Obama sewaktu dia di Parlemen maupun dalam kampanye calon Presiden AS ini.

Pernah suatu saat Obama menomordukan tugasnya, karena anaknya sakit, dan ia memilih mendampingi anaknya. Saat sudah dinyatakan terpilih menjadi Presiden, masalah adaptasi anak-anaknya dengan lingkungan Gedung Putih juga menjadi perhatian Obama. Bahkan Obama berencana mengundang teman-teman anaknya untuk berkunjung ke Gedung Putih, agar anaknya masih bisa menikmati masa kecilnya dan tidak ’kaget’ dengan lingkungan penuh protokoler khas Gedung Putih.

Hmmm… sungguh sosok ayah dan suami yang ideal, di tengah merebaknya kasus krisis rumah tangga negara Amerika. Jangankan Amerika, di sekitar kita juga banyak yach?

Di tengah kelangkaan sosok ayah dan suami ideal ini, ternyata Obama memilih masuk ke komunitas yang langka ini.

· Aware and Desire

Ada satu hal yang buat saya istimewa dari sosok Obama ini. Obama memiliki kesadaran pribadi untuk menata hidupnya dan tahu kemana dia akan melangkah. Selain berada dalam teladan ibunya dalam soal pendidikan dan memodel ayahnya yang meskipun berkulit hitam tapi memiliki nilai-nilai hidup yang mulia, selebihnya Obama banyak memaknai kehidupannya dengan kesadaran-kesadaran yang ia ciptakan sendiri!

Maya, kakak tiri Obama menceritakan bahwa sosok Obama adalah pribadi yang dewasa, tahu kemana harus melangkah dan sadar terhadap langkah apa yang harus dia lakukan secara mandiri.

Setelah melihat tayangan biografi Obama, dalam hati saya sangat mengapresiasi kisah Obama yang diceritakan oleh kakak, saudara dan teman dekatnya. Kesadaran dan kedewasaan Obama dalam menghadapi kehidupan dan mencapai cita-citanya, meskipun masa lalu dan kehidupan orang tuanya tidaklah mulus, patut saya beri acungan jempol.

Tentu tanpa harus berkulit hitam, tanpa harus menjadi warga minoritas, dan tanpa menjadi anggota Parlemen atau menjadi Presiden sekalipun, tidak salah kan kalau kita memodel Obama untuk kehidupan kita yang lebih baik, apapun latar belakang dan masa lalu kita?

Referensi kisah Obama diambil dari:

- tayangan biografi Obama di MetroTV, tgl 6 November 2008

- kisah masa kecil Obama di harian Jawa Pos, akhir Oktober 2008

- sinopsis buku Menerjang Harapan dari Jakarta Menuju Gedung Putih, dari situs bukabuku.com