Pernikahan Yang Dilarang Dalam Agama Islam
Macam-macamnya antara lain :
1. Nikah Mut’ah
Nikah mut’ah, adalah nikah untuk sementara waktu, misalnya : tiga hari, seminggu, sebulan, dsb, dengan imbalan tertentu.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: كُنَّا
نَغْزُوْ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ ص لَيْسَ مَعَنَا نِسَاءٌ، فَقُلْنَا: اَلاَ
نَخْتَصِى؟ فَنَهَانَا عَنْ ذلِكَ، ثُمَّ رَخَّصَ لَنَا بَعْدُ اَنْ
نَنْكِحَ اْلمَرْأَةَ بِالثَّوْبِ اِلَى اَجَلٍ. ثُمَّ قَرَأَ عَبْدُ اللهِ
{ ياَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوْا لاَ تُحَرّمُوْا طَيّبَاتِ مَا اَحَلَّ
اللهُ لَكُمْ. المائدة:87 }. احمد و البخارى و مسلم
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata : Kami pernah
berperang bersama Rasulullah SAW dan tidak ada wanita yang berserta
kami. Kemudian kami bertanya, “Tidakkah (sebaiknya) kami berkebiri
saja?”. Maka Rasulullah SAW melarang kami dari yang demikian itu,
kemudian beliau memberi keringanan kepada kami sesudah itu, yaitu dengan
cara mengawini wanita sampai batas waktu tertentu dengan (imbalan)
pakaian, lalu Abdullah bin Mas’ud membaca (firman Allah), “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan apa-apa yang baik
yang dihalalkan Allah atas kamu”. (QS. Al-Maidah : 87) [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ كَعْبٍ عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ: اِنَّمَا كَانَتِ اْلمُتْعَةُ فِى اَوَّلِ اْلاِسْلاَمِ.
كَانَ الرَّجُلُ يَقْدُمُ اْلبَلْدَةَ لَيْسَ لَهُ بِهَا مَعْرِفَةٌ.
فَيَتَزَوَّجُ اْلمَرْأَةَ بِقَدْرِ مَا يَرَى اَنَّهُ يُقِيْمُ فَتَحْفَظُ
لَهُ مَتَاعَهُ، وَ تُصْلِحُ لَهُ شَأْنَهُ حَتَّى نَزَلَتْ هذِهِ
اْلآيَةُ: اِلاَّ عَلى اَزْوَاجِهِمْ اَوْ مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُهُمْ.
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ. فَكُلُّ فَرْجٍ سِوَى هُمَا حَرَامٌ. الترمذى
Dan dari Muhammad bin Ka’ab dari Ibnu
Abbas, ia berkata : Sebenarnya kawin mut’ah itu hanya terjadi pada
permulaan Islam, yaitu seseorang datang ke suatu negeri dimana ia tidak
memiliki pengetahuan tentang negeri itu, lalu ia mengawini seorang
wanita selama ia muqim (di tempat itu), lalu wanita itu memelihara
barangnya dan melayani urusannya sehingga turunlah ayat ini (Kecuali
terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki). (QS Al-Mukminuun : 6).
Ibnu Abbas berkata, “Maka setiap persetubuhan selain dengan dua cara
itu (nikah dan pemilikan budak) adalah haram”. [HR. Tirmidzi]
عَنْ عَلِيٍّ رض اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص
نَهَى عَنْ نِكَاحِ اْلمُتْعَةِ وَ عَنْ لُحُوْمِ اْلحُمُرِ
اْلاَهْلِيَّةِ زَمَنَ خَيْبَرَ. و فى رواية: نَهَى عَنْ مُتْعَةِ
النِّسَاءِ يَوْمَ خَيْبَرَ وَ عَنْ لُحُوْمِ اْلحُمُرِ اْلاِنْسِيَّةِ.
احمد و البخارى و مسلم
Dari Ali RA, bahwasanya Rasulullah SAW
melarang nikah mut’ah dan daging himar jinak pada waktu perang Khaibar.
Dan dalam satu riwayat (dikatakan), “Rasulullah SAW melarang kawin
mut’ah pada masa perang Khaibar dan (melarang makan) daging himar
piaraan”. [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim]
عَنْ سَلَمَةَ بْنِ اْلاَكْوَعِ قَالَ:
رَخَّصَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص فِى مُتْعَةِ النِّسَاءِ عَامَ اَوْطَاسٍ
ثَلاَثَةَ اَيَّامٍ. ثُمَّ نَهَى عَنْهَا. احمد و مسلم
Dari Salamah bin Akwa’, ia berkata,
“Rasulullah SAW memberi keringanan (hukum) kepada kami untuk kawin
mut’ah pada tahun perang Authas selama tiga hari, kemudian ia
melarangnya”. [HR. Ahmad dan Muslim]
عَنْ سَبُرَةَ اْلجُهَنِيِّ اَنَّهُ
غَزَا مَعَ النَّبِيِّ ص فَتْحَ مَكَّةَ، قَالَ: فَاَقَمْنَا بِهَا
خَمْسَةَ عَشَرَ، فَاَذِنَ لَنَا رَسُوْلُ اللهِ ص فِى مُتْعَةِ
النِّسَاءِ. وَ ذَكَرَ حَدِيْثَ اِلَى اَنْ قَالَ: فَلَمْ اَخْرُجْ حَتَّى
حَرَّمَهَا رَسُوْلُ اللهِ ص.احمد و مسلم
Dari Saburah Al-Juhaniy, bahwa
sesungguhnya ia pernah berperang bersama Rasulullah SAW dalam
menaklukkan Makkah. Saburah berkata, “Kemudian kami bermuqim di sana
selama lima belas hari, lalu Rasulullah SAW mengizinkan kami kawin
mut’ah”. Dan ia menyebutkan (kelanjutan) hadits itu. Selanjutnya Saburah
berkata, "Maka tidaklah kami keluar hingga Rasulullah SAW
mengharamkannya”. [HR. Ahmad dan Muslim]
و فى رواية: اِنَّهُ كَانَ مَعَ
النَّبِيِّ ص فَقَالَ: ياَيُّهَا النَّاسُ، اِنِّى كُنْتُ اَذِنْتُ لَكُمْ
فِى اْلاِسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ وَ اِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذلِكَ
اِلَى يَوْمِ اْلقِيَامَةِ، فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَيْءٌ
فَلْيُخْلِ سَبِيْلَهُ، وَ لاَ تَأْخُذْوْا مِمَّا آتَيْتُمُوْهُنَّ
شَيْئًا. احمد و مسلم
Dan dalam satu riwayat (dikatakan) : Bahwa
sesungguhnya Saburah pernah bersama-sama Nabi SAW, lalu beliau
bersabda, “Hai manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan kamu kawin
mut’ah, dan bahwasanya Allah benar-benar telah mengharamkan hal itu
sampai hari qiyamat, maka barangsiapa yang masih ada suatu ikatan dengan
wanita-wanita itu hendaklah ia lepaskan dan janganlah kamu mengambil
kembali apa-apa yang telah kamu berikan kepada mereka itu sedikitpun”.
[HR. Ahmad dan Muslim]
و فى رواية عنه: اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ ص فِى حَجَّةِ اْلوَدَاعِ نَهَى عَنْ نِكَاحِ اْلمُتْعَةِ. احمد و ابو داود
Dan dalam riwayat lain dari Saburah
(dikatakan), “Bahwasanya Rasulullah SAW pada waktu haji Wada’ melarang
kawin mut’ah”. [HR. Ahmad dan Abu Dawud].
2. Nikah Tahlil
Nikah tahlil, ialah seorang laki-laki menikahi wanita dengan niat akan
menceraikannya setelah mencampurinya agar wanita itu bisa menikah
kembali dengan bekas suaminya yang telah menthalaqnya tiga kali. Maka
laki-laki tersebut disebut Muhallil, adapun bekas suami/istri yang
menghendaki demikian disebut Muhallal lahu.
عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ ص اْلمُحَلِّلَ وَ اْلمُحَلَّلَ لَهُ. احمد و النسائى و الترمذى و صححه
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, “Rasulullah
SAW melaknat muhallil (yang menghalalkan) dan orang yang dihalalkannya”.
[HR. Ahmad, Nasai dan Tirmidzi. Dan Tirmidzi mengesahkannya].
عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: اَلاَ اُخْبِرُكُمْ بِالتَّيْسِ اْلمُسْتَعَارِ؟
قَالُوْا: بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ. قَالَ: هُوَ اْلمُحَلِّلُ، لَعَنَ
اللهُ اْلمُحَلِّلَ وَ اْلمُحَلَّلَ لَهُ. ابن ماجه
Dari ‘Uqbah bin Amir, ia berkata :
Rasulullah SAW bersabda, “Maukah kamu kuberi tahu tentang pejantan
pinjaman ?” Mereka menjawab, “Mau, ya Rasulullah”. Rasulullah SAW
bersabda, “Yaitu muhallil. Semoga Allah melaknat muhallil dan muhallal
lahu”. [HR. Ibnu Majah]
3. Nikah Syighar
Nikah Syighar ialah seorang laki-laki menikahkan anak perempuannya kepada seseorang dengan syarat imbalan, ia harus dikawinkan dengan anak perempuan orang tersebut, dan keduanya tanpa mahar
Nikah Syighar ialah seorang laki-laki menikahkan anak perempuannya kepada seseorang dengan syarat imbalan, ia harus dikawinkan dengan anak perempuan orang tersebut, dan keduanya tanpa mahar
عَنْ نَافِعٍ عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ
رَسُوْلَ اللهِ ص نَهَى عَنِ الشِّغَارِ. وَ الشِّغَارُ اَنْ يُزَوِّجَ
الرَّجُلُ ابْنَتَهُ عَلَى اَنْ يُزَوِّجَهُ ابْنَتَهُ وَ لَيْسَ
بَيْنَهُمَا صَدَاقٌ. الخمسة، لكن الترمذى لم يذكر تفسير الشغار. و ابو
داود جعله من كلام نافع. و هو كذلك فى رواية احمد و البخارى و مسلم
Dari Nafi’ dari Ibnu Umar, sesungguhnya Rasulullah SAW melarang nikah syighar. Sedang nikah syighar itu ialah
seorang laki-laki menikahkan anak perempuannya kepada seseorang dengan
syarat imbalan, ia harus dikawinkan dengan anak perempuan orang
tersebut, dan keduanya tanpa mahar. [HR. Jama’ah, tetapi Tirmidzi tanpa
menyebutkan penjelasan arti syighar dan Abu Dawud menjadikan penjelasan
arti syighar itu sebagai perkataan Nafi’. Dan hadits seperti itu
diriwayatkan juga oleh Ahmad, Bukhari dan Muslim].
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ: نَهَى
رَسُوْلُ اللهِ ص عَنِ الشِّغَارِ. وَ الشِّغَارُ اَنْ يَقُوْلَ الرَّجُلُ:
زَوِّجْنِى ابْنَتَكَ وَ اُزَوِّجُكَ ابْنَتِى، اَوْ زَوِّجْنِى اُخْتَكَ
وَ اُزَوِّجُكَ اُخْتِى. احمد و مسلم
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata :
Rasulullah SAW melarang nikah syighar. Sedang nikah syighar yaitu,
seorang laki-laki berkata, “Nikahkanlah aku dengan anak perempuanmu, dan
aku akan menikahkan kamu dengan anak perempuanku, atau nikahkanlah aku
dengan saudara perempuanmu dan aku akan menikahkan kamu dengan saudara
perempuanku”. [HR. Muslim]
عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ النَّبِيَّ ص قَالَ: لاَ شِغَارَ فِى اْلاِسْلاَمِ. مسلم
Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Tidak ada nikah syighar dalam Islam”. [HR. Muslim]
4. Pernikahan di masa jahiliyah
عَنْ عُرْوَةَ اَنَّ عَائِشَةَ
اَخْبَرَتْهُ: اَنَّ النِّكَاحَ فِى اْلجَاهِلِيَّةِ كَانَ عَلَى
اَرْبَعَةِ اَنْحَاءٍ. فَنِكَاحٌ مِنْهَا نِكَاحُ النَّاسِ اْليَوْمَ.
يَخْطُبُ الرَّجُلُ اِلَى الرَّجُلِ وَلِيَّتَهُ اَوِ ابْنَتَهُ
فَيُصْدِقُهَا، ثُمَّ يَنْكِحُهَا.
Dari ‘Urwah : Sesungguhnya ‘Aisyah RA
pernah memberitahukan kepadanya, bahwa pernikahan di jaman jahiliyah itu
ada 4 macam. 1. Pernikahan seperti yang berlaku sekarang ini, yaitu
seorang laki-laki meminang wanita atau anak perempuan kepada walinya,
lalu membayar mahar, kemudian menikahinya.
وَ نِكَاحٌ آخَرُ كَانَ الرَّجُلُ
يَقُوْلُ ِلامْرَأَتِهِ: اِذَا ظَهَرَتْ مِنْ طَمْثِهَا اَرْسَلَ اِلىَ
فُلاَنٍ فَاسْتَبْضِعِى مِنْهُ وَ يَعْتَزِلُهَا زَوْجُهَا وَ لاَ
يَمَسُّهَا حَتَّى يَتَبَيَّنَ حَمْلُهَا مِنْ ذلِكَ الرَّجُلِ الَّذِى
تَسْتَبْضِعُ مِنْهُ، فَاِذَا تَبَيَّنَ حَمْلُهَا اَصَابَهَا زَوْجُهَا
اِذَا اَحَبَّ. وَ اِنَّمَا يَفْعَلُ ذلِكَ رَغْبَةً فِى نَجَابَةِ
اْلوَلَدِ. فَكَانَ هذَا النِّكَاحُ يُسَمَّى نِكَاحَ اْلاِسْتِبْضَاعِ.
Bentuk pernikahan yang lain yaitu, 2.
seorang laki-laki berkata kepada istrinya, ketika istrinya itu telah
suci dari haidl, “Pergilah kepada si Fulan, kemudian mintalah untuk
dikumpulinya”, dan suaminya sendiri menjauhinya, tidak menyentuhnya
sehingga jelas istrinya itu telah mengandung dari hasil hubungannya
dengan laki-laki itu. Kemudian apabila telah jelas kehamilannya, lalu
suaminya itu melanjutkan mengumpulinya apabila dia suka. Dan hal itu
diperbuat karena keinginan untuk mendapatkan anak yang cerdas (bibit
unggul). Nikah semacam ini disebut nikah istibdla’.
وَ نِكَاحٌ آخَرُ يَجْتَمِعُ الرَّهْطُ
دُوْنَ اْلعَشْرَةِ فَيَدْخُلُوْنَ عَلَى اْلمَرْأَةِ كُلُّهُمْ.
فَيُصِيْبُوْنَهَا. فَاِذَا حَمَلَتْ وَ وَضَعَتْ وَ مَرَّ لَيَالٍ بَعْدَ
اَنْ تَضَعَ حَمْلَهَا اَرْسَلَتْ اِلَيْهِمْ، فَلَمْ يَسْتَطِعْ رَجُلٌ
مِنْهُمْ اَنْ يَمْتَنِعَ حَتَّى يَجْتَمِعُوْا عِنْدهَا، فَتَقُوْلُ
لَهُمْ. قَدْ عَرَفْتُمُ الَّذِى كَانَ مِنْ اَمْرِكُمْ، وَ قَدْ وَلَدْتُ
فَهُوَ ابْنُكَ يَا فُلاَنُ، فَتُسَمِّى مَنْ اَحَبَّتْ بِاسْمِهِ.
فَيُلْحَقُ بِهِ وَلَدُهَا لاَ يَسْتَطِيْعُ اَنْ يَمْتَنِعَ مِنْهُ
الرَّجُلُ.
Kemudian bentuk yang lain, 3. Yaitu
sejumlah laki-laki, kurang dari 10 orang berkumpul, lalu mereka semua
mencampuri seorang wanita. Apabila wanita tersebut telah hamil dan
melahirkan anaknya, selang beberapa hari maka perempuan itu memanggil
mereka dan tidak ada seorang pun diantara mereka yang dapat menolak
panggilan tersebut sehingga merekapun berkumpul di rumah perempuan itu.
Kemudian wanita itu berkata kepada mereka, “Sungguh anda semua telah
mengetahui urusan kalian, sedang aku sekarang telah melahirkan, dan anak
ini adalah anakmu hai fulan”. Dan wanita itu menyebut nama laki-laki
yang disukainya, sehingga dihubungkanlah anak itu sebagai anaknya, dan
laki-laki itupun tidak boleh menolaknya.
وَ نِكَاحٌ رَابِعٌ يَجْتَمِعُ
النَّاسُ اْلكَثِيْرُ وَ يَدْخُلُوْنَ عَلَى اْلمَرْأَةِ لاَ تَمْتَنِعُ
مِمَّنْ جَاءَهَا وَ هُنَّ اْلبَغَايَا. يَنْصُبْنَ عَلَى اَبْوَابِهِنَّ
الرَّايَاتِ وَ تَكُوْنُ عَلَمًا. فَمَنْ اَرَادَهُنَّ دَخَل عَلَيْهِنَّ،
فَاِذَا حَمَلَتْ اِحْدَاهُنَّ وَ وَضَعَتْ جَمَعُوْا لَهَا وَ دَعَوْ
لَهَا اَلْقَافَةَ، ثُمَّ اْلحَقُوْا وَلَدَهَا بِالَّذِى يَرَوْنَ.
فَالْتَاطَ بِهِ وَ دُعِيَ ابْنَهُ لاَ يَمْتَنِعُ مِنْ ذلِكَ. فَلَمَّا
بَعَثَ اللهُ مُحَمَّدًا ص بِاْلحَقِّ هَدَمَ نِكَاحَ اْلجَاهِلِيَّةِ
كُلَّهُ اِلاَّ نِكَاحَ النَّاسِ اْليَوْمَ. البخارى و ابو داود. فى نيل
الاوطار 6:178-179
Bentuk ke-4 yaitu, berhimpun laki-laki
yang banyak, lalu mereka mencampuri seorang wanita yang memang tidak
akan menolak setiap laki-laki yang mendatanginya, sebab mereka itu
adalah pelacur-pelacur yang memasang bendera-bendera di muka pintu
mereka sebagai tanda, siapa saja yang menginginkannya boleh masuk.
Kemudian jika salah seorang diantara wanita itu ada yang hamil dan
melahirkan anaknya, maka para laki-laki tadi berkumpul di situ, dan
mereka pun memanggil orang-orang ahli firasat, lalu dihubungkanlah anak
itu kepada ayahnya oleh orang-orang ahli firasat itu menurut anggapan
mereka. Maka anak itu pun diakuinya, dan dipanggil sebagai anaknya,
dimana orang (yang dianggap sebagai ayahnya) itu tidak boleh menolaknya.
Kemudian setelah Allah mengutus nabi Muhammad SAW sebagai Rasul dengan
jalan haq, beliau menghapus pernikahan model jahiliyah tersebut
keseluruhannya, kecuali pernikahan sebagaimana yang berjalan sekarang
ini. [HR. Bukhari dan Abu Dawud, dalam Nailul Authar juz 6, hal.
178-179]
http://salampathokan.blogspot.com/2014/02/macam-macam-nikah-yang-dilarang-agama.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com