GOOGLE TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

ARTIKEL PILIHAN

TULISAN INI DITULIS BERDASARKAN KISAH NYATA= PERJANJIAN DENGAN SYETAN PESUGIHAN

Written By Situs Baginda Ery (New) on Minggu, 04 Agustus 2013 | 15.39

http://www.ihsanboluk.com.tr/wp-content/uploads/2011/06/iblis.jpg 
Allah tidak akan membiarkan seseorang mengatakan bahwa ia telah beriman sebelum diuji dengan berbagai cobaan dan penderitaan. Allah menguji manusia dengan kejadian baik dan buruk. Ada orang yang tahan diuji dengan kenikmatan namun tidak tahan diuji dengan kesulitan dan kesengsaraan. Sebaliknya adapula orang yang tahan diuji dengan kesengsaraan namun tidak tahan diuji dengan kenikmatan. Allah mengingatkan ini dalam surat Al Ankabut ayat 2-3
al-ankabut-2-3
2- Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? 3- Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al Ankabut 2-3)
Diantara manusia ada yang tidak tahan diuji dengan penderitaan dan kemiskinan, mereka berusaha mencari kekayaan dengan mecari jalan pintas seperti mencuri, merampok , mengurangi timbangan , menipu, korupsi dan lain sebagainya. Ada pula yang menempuh cara ghaib dengan membuat perjanjian dan persekutuan dengan syetan dan Jin pesugihan. Berikut ini kami sampaikan kisah atau pengalaman orang yang mengambil jalan pintas mengatasi kesulitan ekonominya dengan mengadakan perjanjian dengan syetan. Kisah ini kami kutip dari sumbernya “Kisahmistis.blogspot.com”. Mudah mudahan kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita , betapa buruknya akibat yang diderita bagi orang yang mengikuti bujuk rayu syetan.
DISIKSA JIN PESUGIHAN
Penulis : EKO HARTONO
Karena lalai memberikan sesaji dan melanggar pantangan, jin pesugihan itu akhirnya berbalik menyiksanya….
Seorang laki-laki tua kurus berpakaian compang-camping dan bertampang dekil terlihat senyum-seyum sendiri di sudut pasar dekat tempat pembuangan sampah. Setiap orang yang melihatnya pasti sudah tidak menduga kalau lelaki itu orang gila alias tidak waras.
Dugaan itu memang tidak salah. Tapi, siapa sangka bahwa laki-laki yang berpenampilan kotor dan lusuh itu dulunya bekas orang kaya dan pejabat kepala desa di daerah setempat. Penulis baru mengetahui hal itu setelah mendengarkan cerita dari pemilik warung makan tempat Misteri kebetulan mampir.
Dari penuturan Pak Diman, si pemilik warung, terkuaklah kisah tragedi memilukan yang dialami oleh Suryo, nama lelaki tak waras itu. Ternyata penyebab Suryo mengalami sakit jiwa tak lain adalah ulahnya sendiri. Disebutkan, dia bersekutu dengan iblis untuk mendapatkan kekayaan dan jabatan.

“Suryo sangat serakah dan tamak. Dia tidak puas dengan apa yang sudah didapatkannya. Dia ingin mendapatkan yang lebih dan lebih banyak lagi. Akhirnya, dia termakan oleh ambisinya sendiri. Kehidupannya menjadi hancur, menderita, miskin, dan akhirnya…gila. Begitulah keadaannya sekarang,” Pak Diman menuturkan.
“Bagaimana ceritanya sampai dia bisa bersekutur dengan Iblis, Pak?” tanya Penulis, ingin tahu lebih jauh lagi.
“Ceritanya panjang. Tepatnya dimulai sejak dia masih muda. Kira-kira tiga puluh lima tahun silam….”
Selanjutnya Pak Diman menceritakan riwayat hidup Suryo yang kelam itu. Berikut ini kisah lengkapnya…:
Saat itu usia Suryo masih sekitar duapuluh tahunan. Sebagai pemuda desa yang hidup miskin, Suryo diliputi keminderan. Dia jadi kurang pede dalam pergaulan. Apalagi wajahnya tergolong tidak tampan. Hanya pas-pasan.
Namun, cinta memang tak pandang bulu. Cinta memang tak pernah mengenal kasta. Tanpa sepengetahuan siapapun, diam-diam Suryo menyimpan perasaan itu pada Yati, gadis cantik yang tinggal satu kampung dengannya.
Tak tahan memendam perasaan, Suryo nekad menyampaikan hasrat hatinya kepada si gadis idaman. Sayangnya, cinta Suryo ditolak mentah-mentah oleh Yati. Bahkan dengan terang-terangan Yati mencemooh dan mengejek Suryo.
“Cah edan! Tidak mau berkaca. Siapa yang mau sama sampeyan. Muka kayak monyet gitu,” demikian ujar Yati menghina.
Hati Suryo jadi terluka karenanya. Dengan menyimpan perasaan dendam, dia lalu pergi ke seorang dukun untuk meminta bantuan gaib. Dia meminta ajian pengasihan dari sang dukun agar bisa memelet Yati. Si dukun rupanya tak keberatan membantunya.
Singkat cerita, dengan hanya bermodalkan selembar rambut milik Yati yang diambil Suryo secara diam-diam sebagai media pelet, akhirnya Yati berhasil ditaklukkan. Gadis yang pernah menghinanya itu datang ke rumahnya dan merengek-rengek minta dinikahi.
Yati sungguh jatuh cinta setengah mati pada Suryo. Kejadian yang sangat aneh ini sempat membuat keluarga Yati sedih. Meski mereka tahu Yati seperti terkena guna-guna, namun mereka tak bisa berbuat apa-apa, karena aji pelet yang dilancarkan Suryo tergolong tingkat tinggi. Meski mereka sudah mencari orang pintar untuk mengobati Yati, namuh selalu saja gagal. Untuk memendung aib yang lebih besar lagi, keluarga Yati akhirnya merestui perkawinan Yati dengan Suryo.
Namun, meski menginjinkan Suryo menikahi anaknya, orang tua Yati memberikah sebuah syarat yang harus dipenuhi Suryo. Syarat itu adalah Suryo harus bisa memberikan kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak mau Yati hidup miskin dan menderita seperti keluarga Suryo.
“Kalau sampai anakku ditelantarkan dan hidup dalam kemiskinan, maka aku tak segan menceraikan kalian. Aku akan ambil anakku kembali!” demikianlah ancam ayah Yati.
Suryo menyanggupi permintaan mertuanya. Walau sebenarnya cukup berat untuk dipenuhinya. Bagaimana tidak berat, dengan status pengangguran dan orang tua yang miskin, mungkinkah dia bisa memberikan kehidupan yang layak bagi isterinya? Untuk makan sehari-hari saja Suryo masih tergantung pada orangtuanya yang hanya bermata pencaharian petani.
Akhirnya tak ada jalan lain yang bisa ditempuh kecuali mendatangi dukun. Ya, setelah sukses memelet Yati, tampaknya Suryo ketagihan ingin mengatasi kesulitan hidupnya dengan jalan mistik.
Kali ini dia ingin mendapatkan kekayaan dalam waktu relatif singkat. Dia sering mendengar tentang ritual pesugihan yang bisa membuat orang kaya mendadak, walau harus menempuh resiko tidak ringan. Suryo akan menempuh jalan itu.
Dia kembali mendatangi dukun yang pernah menolongnya. Tapi tidak seperti saat pertama datang dulu, kali ini sang dukun sempat memperingatkannya.
“Maaf. Nak Suryo. Bukannya aku tidak ingin membantumu, tapi hal ini mengandung resiko yang berat. Kamu harus mempersembahkan tumbal dari keluargamu sendiri sehingga bisa tercapai keinginanmu itu. Selain itu kamu juga harus bisa merawat dengan telaten kekuatan gaib yang akan membantumu mencarikan harta kekayaan. Apakah kamu sanggup menghadapinya?” kata sang dukun.
“Saya sanggup, Ki. Saya capek hidup jadi orang miskin. Saya siap menghadapi resiko apa pun juga!” sahut Suryo dengan mantap.
“Tapi, Nak Suryo. Kekuatan gaib yang membantu mencarikan kekayaan ini tergolong ganas dan tingkat tinggi. Jika sampai engkau membuatnya kecewa, semisal tidak memberikan sesaji tepat waktu atau melanggar pantangan yang harus dijalani, bisa-bisa makhluk gain itu akan mengamuk dan berbalik menyakitimu.”
“Saya siap menjalaninya dengan baik, Ki!” tegas Suryo.
Sang dukun termenung sejenak. Karena Suryo tampaknya sudah sangat mantap, akhirnya sang dukun mengabulkan permintaannya.
“Baiklah. Nanti saya akan tuntun Nak Suryo mendapatkan aji pesugihan itu,” katanya setelah diam untuk beberapa saat lamanya.
Begitulah. Dengan tuntunan sang dukun, Suryo mulai melakukan beberapa ritual untuk memanggil kekuatan gaib yang bisa membantu mendatangkan kekayaan dalam waktu singkat.
Salah satu ritual yang harus ditempuh Suryo adalah keharusan menjalani lelaku di tengah hutan yang sangat wingit. Namun, karena tekadnya yang sudah bulat dia tidak merasa gentar walau sedikitpun.
Setelah menjalankan ritual pesugihan itu, Suryo kembali ke kampug halamannya. Sesampainya di rumah, Suryo mendapat kabar buruk, ayahnya meninggal dunia. Kematian ayahnya yang terkesan wajar, disadari Suryo sebagai bentuk tumbal pertama yang telah dipersembahkannya. Hatinya sedih juga. Namun segera disingkirkan perasaan itu.
Selanjutnya, Suryo menjalani hidup seperti biasa, seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Walau sekarang dia sudah memiliki ilmu pesugihan, bukan berarti uang akan datang begitu saja. Dia tetap harus bekerja sebagai jalan untuk mendatangkan kekayaan. Pekerjaan yang dijalaninya adalah berdagang. Mula-mula dia berdagang bakso keliling.
Tapi tidak seperti kebanyakan pedagang bakso lain yang begitu susah mengais rejeki, Suryo sebaliknya. Dagangannya selalu laris. Bahkan kemudian berkembang menjadi besar. Jika tadinya berdagang memakai gerobak, kini sudah membuka warung sendiri.
Kehidupan Suryo pun berubah menjadi lebih berada. Banyak orang yang kagum dan takjub dengan perkembangan hidup Suryo yang begitu pesat. Dalam waktu relatif tidak lama, Suryo bisa merubah hidupnya sebagai orang kaya. Dia bisa membeli tanah, membangun toko, membangun rumah, membeli perabotan mewah, dan membeli kendaraan.
Namun perubahan hidup Suryo itu bukan tanpa kecurigaan orang-orang di sekitarnya. Mereka mencurigai kekayaan yang didapat Suryo dilakukan dengan cara tidak wajar. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kejadian aneh yang melingkupi hidup Suryo. Setiap kali isterinya, Yati melahirkan anak, selalu bayinya mengalami kematian. Hanya satu orang anak Suryo yang hidup, tapi anak itu mengalami cacat mental. Para warga menduga, anak-anak Suryo yang mati itu digantikan sebagai tumbal. Untuk
menghilangkan kecurigaan orang-orang, Suryo kemudian mengambil anak orang lain untuk dijadikan anak angkat. Biasanya bayi orang miskin yang tidak kuat membayar biaya persalinan. Anak-anak itu ditampung di rumahnya. Dia menjanjikan akan merawat dan menyekolahkan mereka hingga dewasa.
Ada tiga orang anak angkat yang diasuh oleh Suryo. Karena mereka tidak mengalami nasib naas seperti anak kandung Suryo, dugaan menumbalkan anak pun akhirnya sirna.
Namun kecurigaan masyarakat tidak hilang. Beberapa dari mereka ada yang memergoki Suryo melarung sesaji di sebuah sungai. Ada juga yang memergoki makhluk halus besar hitam di belakang rumah Suryo. Mereka mengira makhluk halus itu sebagai peliharaan Suryo. Sayangnya, tidak ada seorang pun yang berani mengusiknya.
Sementara itu Suryo yang telah hidup mapan, dengan memiliki banyak usaha mulai dari pertokoaan, armada angkutan, perdagangan hasil bumi, dan tanah perkebunan yang cukup luas, merasa tidak puas dengan apa yang sudah dimilikinya.
Setelah kekayaan didapat, kini ada lahan lain yang ingin dinikmatinya, yakni kedudukan sebagai pejabat. Kebetulan di desa tempat tinggalnya ada pencalonan kepala desa, Suryo ikut mencalonkan diri.
Dengan mengandalkan kekayaannya sebenarnya dia bisa membeli suara warga, namun Suryo masih kurang percaya diri. Dia tidak ingin kalah dari calon lain, apalagi dia menyadari hanya berpendidikan SMP. Dia takut kalah dari calon-calon lain yang berpendidikan tinggi.
Akhirnya dia kembali mencari jalan pintas dengan menemui dukun andalannya. Tapi sekali lagi sang dukun sempat menghalangi keinginannya itu.
“Buat apa lagi kamu menjagokan diri jadi kepala desa, Nak Suryo. Bukankah dengan kehidupan sekarang kamu sudah cukup mapan dan senang. Gaji kepala desa tidak ada seujung kukunya dari penghasilanmu sebagai pengusaha?” cetus sang dukun.
“Aku bukan mengejar kekayaan lagi, Ki. Aku menginginkan kedudukan terhormat di tengah masyarakat. Dengan menjadi kepala desa, aku akan semakin disegani dan dihormati. Jadi tolonglah aku, Ki?” desak Suryo.
“Tapi aku khawatir kamu tidak bisa merawatnya dengan baik, Nak. Untuk merawat kekuatan gaib ilmu pesugihan saja kamu sudah cukup repot, bagaimana nanti kalau ditambah kekuatan gaib lain yang digunakan untuk mengangkat derajatmu sebagai pejabat kepala desa? Apakah kamu sanggup?”
“Aku sanggup, Ki!” jawab Suryo mantap.
Karena Suryo terus memaksa, akhirnya sang dukun mengabulkan.
Memang, tampaknya Suryo sudah dikuasai ambisinya. Dia sangat tamak dan rakus. Dia ingin mendapatkan semuanya. Setelah mendapatkan isteri yang cantik, kekayaan, kini giliran..jabatan.
Setelah melakukan ritual dan laku untuk beberapa saat, akhirnya Suryo berhasil mendapatkan apa yang diimpikan. Tidak seperti kekuatan gaib untuk mendatangkan kekayaan, kekuatan gaib yang membantu meraih jabatan ini tidak membutuhkan tumbal apa-apa. Hanya saja Suryo harus rajin memberi sesaji dan merawatnya, karena kekuatan gaib ini juga cukup kuat dan ganas.
Saat dilangsungkan Pilkades, Suryo berhasil menang dengan angka mutlak. Kini dia bisa menduduki tempat terhormat sebagai orang nomor satu di desanya. Suryo bisa menikmati kejayaan sebagai orang kaya, terhormat, dan memiliki jabatan bergengsi. Tidak ada orang seberuntung Suryo.
Namun kehidupan tidak selamanya berlangsung lancar. Kehidupan yang dijalani Suryo akhirnya berbalik seratus delapanpuluh derajat. Mungkin karena terlalu terlena dibuai kenikmatan duniawi, Suryo menjadi lalai. Dia tak lagi memperhatikan kekuatan gaib yang menjadi beking utamanya. Dia lupa melakukan ritual memberi sesaji, bahkan ada beberapa pantangan yang sempat dilanggarnya.
Suatu hari Suryo mendadak jatuh sakit. Tapi anehnya, sakit yang dideritanya tidak bisa terdeteksi oleh diagnosa dokter. Obat-obatan yang diberikan pun tidak mampu meredam sakit luar biasa yang mendera tubuhnya.
Suryo merasakan badannya seolah panas dibakar api dan perih seperti ditusuk duri-duri tajam. Mungkin itulah bentuk siksaan dari kekuatan gaib yang marah padanya. Sementara di sisi lain, kedok Suryo yang telah menggunakan ilmu pesugihan diketahui masyarakat. Hal ini bermula ketika salah satu anak angkatnya kedapatan mati secara tidak wajar. Orang-orang mendapati di dalam salah satu ruang di rumah Suryo terdapat aneka macam ubo rampe yang biasa digunakan untuk acara sesembahan roh halus.
Tak pelak lagi, hal ini menimbulkan kemarahan masyarakat. Mereka merusak rumah Suryo. Sementara Suryo sendiri mengungsi ke tempat lain.
Kejatuhan Suryo tinggal menunggu waktu. Satu persatu usahanya bangkrut dan hartanya habis karena digunakan untuk mengobati penyakitnya. Malangnya, Yati, isterinya yang tiba-tiba tersadar dari pengaruh pelet kembali kepada orang tuannya dan menuntut cerai. Sementara ana-anak angkat Suryo kembali kepada keluarganya masing-masing. Mereka ngeri setelah mengetahui Suryo bersekutu dengan setan untuk mendapatkan kekayaan.
Akhirnya, Suryo jatuh miskin dan hidup terlunta-lunta. Dia kehilangan jabatannya sebagai kepala desa, karena sudah tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik. Dia juga kehilangan seluruh harta kekayaannya.
Untunglah, ada seorang Kyai berilmu yang menolongnya melepaskan siksaan jin peliharaannya. Tapi sayang, kesembuhan Suryo tidak berlangsung seratus persen. Dia berubah tidak waras alias edan. Mungkin itu sebagai karma atau balasan atas perbuatannya bersekutu dengan setan….
Begitulah kisah yang dialami Suryo. Semoga kejadian nyata ini dapat memberikan pelajaran berharga pada kita semua, bahwasanya kita jangan sekali-kali berhubungan dengan Iblis maupun pengikutnya seperti jin dan bangsa halus lainnya. Sebab, sudah jelas bahwa Iblis menyesatkan hidup manusia. Wallahu’alam bissawab! (sumber kisahmistis.blogspot.com)
DERITA CALON TUMBAL
Oleh : Sekar Ayu
Susi dan Yani tewas dengan sebuah tanda merah di telapak tangannya. Kini tinggal Fandi dan ibunya yang tersisa. Siapa yang akan dijadikan tumbal….
Fandi tampak pucat menghadapi hari yang menegangkan. Ia selalu tertekan jika saat itu tiba. Resah karena ia mengetahui keberadaan keluarganya yang makan minum dari hasil pemujaan. Ayahnya memuja setan dengan mempersembahkan nyawa demi setumpuk harta. Ayahnya telah mengambil jalan sesat, membuat batinnya selalu tersiksa. Kini hari permintaan tumbal itu telah dekat, itulah yang membuat Fandi resah. Keresahan Fandi memang sangat beralasan. Sudah banyak korban manusia yang telah dijadikan tumbal oleh ayahnya. Termasuk kedua adik perempuannya yang masih berusia belasan tahun. Fandi pun amat takut dirinya akan dijadikan tumbal oleh ayahnya. Sementara di rumah itu, kini hanya tinggal ibunya dan dia yang tersisa. Mereka hanya menunggu waktu untuk jadi tumbal ayahnya. Celakanya, Fandi tak mungkin lari dari kenyataan itu.
Ditengah lamunan Fandi, wajah Susi dan Yani adiknya melintas dalam ingatan. Wajah yang selalu menggoda dirinya bila sedang bercanda. Benar-benar menyiksa, bayangan itu tak mau pergi dari pelupuk matanya. Mereka terus membayangi sepanjang hari, seperti mengajak Fandi untuk ikut bersama mereka. Atau menyuruh Fandi untuk menghentikan semua penyengsaraan ini. Masih terbayang dalam ingatan Fandi bagaimana kedua adiknya itu meninggal. Tapi hanya tanda merah yang berbentuk seperti bola di kedua telapak tangan serta bercak-bercak merah di kulit tubuh mereka sebagai bukti kematian Susi dan Yani. Namun kenapa kedua orang tuanya tidak merasa heran atas kepergian kedua adiknya yang hanya berselang beberapa hari itu. Tuhan, apa sebenarnya yang sedang menimpa keluarga kami.
Lamunan Fandi pagi itu terhenti oleh derap kaki yang mendekatinya. Fandi langsung menoleh dan ternyata langkah kaki itu milik ibunya. Dengan membawa secangkir teh, Fitri mendekati Fandi yang menyambutnya dengan senyuman. Perlahan, Fitri, ibunya, mengambil kursi dan duduk berhadapan dengan Fandi.
“Kenapa pagi-pagi begini kamu melamun? Tidak kuliah?” Tegur Fitri. “Atau kau sengaja berangkat sama sopir? Ayahmu baru saja pergi?” Sambungnya lagi.
Tegur sapa Fitri yang halus dan lembut, membuat Fandi tergagap. Tapi ia berusaha menyembunyikannya. Fandi tak menjawab semua pertanyaan ibunya, ia malah balik bertanya. “Bu, apakah perkebunan kita tidak mengalami perubahan? Kita sudah lama tidak menjenguknya. Bila ibu mau, Fandi ingin mengajak ibu kesana. Sekaligus ada sesuatu hal yang ingin Fandi tanyakan,” kata Fandi mengajak ibunya.
Fandi memberanikan diri mengajak ibunya ke perkebunan dengan harapan dapat mengetahui apakah ibunya benar-benar belum mengetahui kalau ayahnya seorang pemuja setan. Tanpa diduga, ibunya gembira sekali dengan ajakan Fandi.

Fitri sebenarnya sedikit was-was karena Fandi tidak biasanya mengajak ke perkebunan. Fandi lebih sering mengajak ibunya belanja ke toko untuk mencari sesuatu. Tapi akhirnya Fitri mengiyakan ajakan anak sulungnya itu. Ia masuk ke dalam dan mengeluarkan mobil dari garasi. Tak lama kemudian berangkatlah mereka ke perkebunan. Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam membuat jantung Fandi berdebar-debar. Ia membayangkan wajah ibunya nanti bila ia menanyakan tentang keberadaan ayahnya. Reaksi seperti apa yang akan ditampakkan oleh ibunya.
Tiba di perkebunan, Fandi menggandeng tangan ibunya sambil mencari tempat untuk bernaung. Akhirnya mereka singgah di sebuah gubuk reyot untuk mengobrol. Perlahan-lahan Fandi memegang jemari ibunya dan mencoba memberanikan diri untuk bertanya. “Sudah berapa lama perkebunan ini dimiliki oleh ayah Bu?” Tanya Fandi. “Pada saat ayah membeli tanah ini, Fandi tak mengetahuinya. Padahal gaji ayah ‘kan cuma pas-pasan. Tidak mungkin ayah memiliki uang sebanyak itu. Apakah mungkin gaji seorang pegawai Asuransi bisa membeli perkebunan ini. Belum lagi ayah telah membeli kendaraan dan semua barang istimewa yang saat ini kita miliki?” Tanya Fandi. Fitri terkejut mendengar pertanyaan yang diucapkan Fandi. Ia hanya menatap kedua mata Fandi dengan tajam. Tak lama kemudian ia berdesah, kekhawatirannya selama ini terbukti. Pertanyaan inilah yang selalu membuat dirinya resah sepanjang malam. “Sebenarnya ibu telah lama menyimpan rahasia ini, dan baru kali ini ibu membukanya. Bagus sekali kamu mengajak ibu kesini. Kesempatan seperti inilah yang ibu tunggu-tunggu. Sekarang kamu sudah dewasa dan mampu berpikir, mana yang baik mana yang buruk. Kamu dapat membedakannya,” jawab Fitri yang merasa senang anaknya telah mengetahuinya.

Fitri bicara sambil menahan perasaannya yang tertekan. Betapa dirinya selama ini menyimpan rahasia suaminya di dalam batin. Tiga tahun bukanlah waktu yang pendek untuk menyimpan sebuah rahasia besar yang telah dilalui oleh keluarganya.
Fandi semakin tegang melihat wajah ibunya yang menatap dengan tatapan kosong. Akhirnya ia menepuk bahu ibunya sambil berdehem. “Bu….! Ibu kenapa? Apakah pertanyaan Fandi menyinggung perasaan ibu? Maafkan Fandi bu. Fandi telah lancang, seharusnya Fandi tak boleh begitu.” “Tidak Fandi……!” Celetuk ibunya. “Ibu hanya ragu untuk mengatakan sesuatu padamu,” lanjutnya.
Dengan cepat Fandi menyela ucapan ibunya sambil mencium tangannya. “Cepat bu, katakanlah! Fandi sudah lama sekali menunggu jawaban ini. Rasanya Fandi sudah tak sabar mendengarnya. Masalah ayahkan bu? Sekarang begini saja, dari pada ibu sulit untuk membukanya, biarlah Fandi yang mewakili perasaan ibu.
Mudah-mudahan ibu dapat menerima apa yang akan Fandi katakan. Sebab Fandi sudah mengetahui apa yang telah menimpa keluarga kita. Bukankah ayah itu seorang pemuja bu? Susi dan Yani telah dijadikan tumbal oleh ayah. Kini giliran Fandi dan ibu yang saat ini tengah diincar ayah. Ketakutan inilah yang membuat ibu sering sakit. Sebenarnya Fandipun seperti ibu. tetapi apakah kita akan tinggal diam bu? Apakah kita tidak secepatnya minta pertolongan. Biarlah kita pergi diam.-diam selagi masih ada kesempatan dan belum terlambat,” jelas Fandi panjang lebar.

Betapa terkejutnya Fitri mendengar ungkapan Fandi. Ia tidak menyangka anak sulungnya telah mengetahui ayahnya seorang pemuja. Fitri segera memeluk Fandi sampai bercucuran air mata. Fitri menumpahkan semua jeritan batin yang selama ini menghimpit dadanya. Sementara itu Fandi terlihat sangat lega karena ibunya sudah menerima semua kalimat yang diucapkannya. Keberadaan ayahnya sebagai seorang pemuja setan, telah terungkap. Dengan bersimbah air mata, Fitri melepaskan pelukannya. Perlahan ia mengusap kedua matanya lalu kembali menatap wajah Fandi dengan sayu. “Semua yang kau katakan adalah benar Fandi. Masalah inilah yang selalu mengganggu pikiran ibu. Saranmu akan ibu turuti, dari pada kau dan ibu dijadikan korban oleh ayahmu!” Jawab Fitri.
“Mari kita pulang Fandi. Takut ayahmu pulang lebih awal dari biasanya,” ajak Fitri pada anaknya.

Fandi mengangguk sambil bergegas melangkahkan kakinya menuju mobil. Sementara Fitri mengikutinya dari belakang. Tanpa banyak bicara, Fandi langsung menstater mobil dan segera meluncur pulang. Sampai di rumah, Fitri menerobos masuk ke dalam rumah dan langsung berganti pakaian. Setelah itu ia segera beristirahat untuk meninggalkan jejak bahwa dirinya pulang dari bepergian. Sedangkan Fandi duduk di kursi tamu sambil membaca koran. Dalam hatinya berkecamuk rencana yang telah disepakati dengan ibunya.

Tak lama kemudian Sasmito ayah Fandi tiba. Mendengar suara suaminya, Fitri pura-pura tidur. Sementara itu Fandi merasa bersyukur karena ayahnya tidak mengetahui bahwa ibu dan dia pulang dari perkebunan. Malam nampak cerah, purnama bersinar terang. Tapi Fandi dicekam ketakutan menyaksikan purnama itu. Hatinya begitu gelisah. Siapakah yang akan dijadikan tumbal oleh ayahnya pada Purnama ini? Keringat Fandi mengucur deras membasahi kemeja yang ia kenakan. Ia beranjak dari ranjangnya, Fandi mengkhawatirkan keadaan ibunya. Perasaannya gelisah seperti akan terjadi sesuatu pada ibunya. Fandi bergegas mendatangi kamar tidur ibunya dan langsung mengetuk pintu kamar.
“Bu, bu……! Ini Fandi bu! Tolong bukakan pintunya bu. Fandi mau bicara. Apakah ibu tidak sholat Isya’ dulu?” Lama Fandi menunggu, tapi tak satupun pertanyaan dijawab. Akhirnya ia mengintip melalui lubang kunci. Tiba-tiba Fandi berteriak nyaring memanggil ayahnya.”Ayah…..! Ayah…..! Tolong ibu ayah!” Teriak Fandi.
Sasmito menghampiri Fandi sambil bertanya, “Ada apa Fandi? Kenapa dengan ibumu?” “Lihat ayah! Pintu kamar ini terkunci dari dalam. Saat Fandi memanggil-manggil ibu, ia tak menyahut. Sepertinya ibu sedang sakit ayah.”
Sasmito nampak panik.
Ia segera mendobrak pintu tersebut bersama Fandi lalu berlari masuk ke dalam kamar. Fandi bersama ayahnya langsung menghampiri ranjang melihat Fitri tergolek lemah di atasnya. Dan, semua teriakan tak satupun didengar Fitri.
“Fitri, bangun Fitri! Ada apa denganmu Fitri!” Sasmito dan Fandi menangis sambil menjerit-jerit.
“Fitri jangan tinggalkan aku Fitri. Aku tidak sanggup hidup tanpa kau disisiku!” Sasmito terus berteriak sambil memeluk tubuh istrinya.
“Fandi…..! Ibumu sudah tiada. Ibu sudah menghadap Tuhan. Ini memang salah ayah Fandi. Maafkan ayah.” Sasmito berbicara sambil meratap, ratapan yang sangat memilukan. Ia menangis bagai bayi yang baru lahir. Hatinya hancur atas kepergiaan Fitri yang telah dijadikan tumbal olehnya. Isak tangis Sasmito terdengar sangat mengharukan. Tapi Fandi merasa muak dengan sikap ayahnya.
Mendadak Fandi marah, ia sudah sekian lama memendam kebencian terhadap ayahnya. Kebencian itu muncul akibat perlakukan ayahnya yang tega menjadikan kedua adiknya sebagai tumbal. Apalagi kini ibunya tewas menyusul kedua adiknya. Ibunya telah menjadi korban atas pemujaan ayahnya.

“Ayah benar-benar tega berbuat seperti ini. Kenapa ayah lakukan pada kami? Kami butuh kebahagiaan. Kami tidak butuh harta! Beginilah jika ayah tidak percaya dengan adanya Tuhan!” Makian Fandi yang terdengar mengutuk, terlalu pedas bagi Sasmito. Namun Sasmito tidak sedikitpun membalas makian anak sulungnya itu. Sasmito menyadari semua kesalahannya. Akhirnya Fandi keluar dari kamar dan segara memanggil para tetangga untuk memberitahukan kematian ibunya. Usai itu Fandi kembali ke kamar menemui jenazah ibunya. Tubuh Fitri terbujur kaku, tergolek di atas ranjang didampingi Sasmito. Wajahnya tampak pucat dan keriput di wajahnya semakin nampak jelas. Beberapa orang tetangganya berdatangan untuk melayat. Sasmito terlihat shock, ia hanya termenung saat melihat tubuh istrinya dibopong keluar untuk dimandikan. Sementara itu Fandi mengiringnya dari belakang sambil melihat sebuah tanda yang sudah ia kenal. Tanda yang menyebabkan kematian ibunya.

Esok harinya, setelah Fitri dimandikan jasadnya segera dimakamkan. Fandi, Sasmito dan seluruh warga menghantarkan jasad Fitri hingga ke pemakaman. Derai air mata Fandi dan Sasmito mengiringi kepergian Fitri hingga masuk ke liang kubur.
Selesai pemakaman, Fandi nampak shock dan frustasi. Semangat hidupnya kini sudah tiada lagi. Satu demi satu orang-orang yang dicintainya telah pergi meninggalkannya. Untuk apalagi dirinya bertahan hidup. Mungkin hanya untuk menunggu gilirannya dijadikan tumbal. Kegundahan hati Fandi yang terlihat nyata dapat dipahami Sasmito. Perlahan-lahan Sasmito mendekati Fandi dan memeluknya sambil berkata, “Kau akan kemana Fandi? Apa kamu akan pergi meninggalkan ayah? Ayah mengakui kesalahan ayah membuat ibu dan kedua adikmu pergi. Tapi tolong dengar kata-kata ayah. Pada waktu itu ayah tergoda oleh harta. Tapi semua itu ayah lakukan demi kehormatan keluarga kita yang selalu dihina karena hidup dalam kemiskinan. Ayah sungguh khilaf waktu itu dan tidak berpikir panjang. Sekarang tolong bantu ayah untuk menyelamatkan ayah. Ayah tak ingin kaupun dijadikan tumbal bagi Raja Siluman itu. Kau harus selamat, biarlah ayah sendiri yang menanggung akibatnya.” Hati Fandi terketuk juga oleh kata-kata ayahnya. Walau ayahnya telah salah mengambil jalan, ia tetap ayah kandungnya. Fandipun segera keluar dari rumah tanpa mau disertai ayahnya. Fandi akan berusaha mencari solusi yang bisa melindungi dirinya dan menyelamatkan nyawanya. Dengan berat hati dan perasaan tak karuan Fandi melangkahkan kakinya menembus udara bebas sambil terus berharap semoga nyawanya dapat terbebas dari cengkeraman Ratu Pemilik Harta. (Sumber kisahmistis.blogspot.com)
Demikianlah dua kisah yang memilukan dari orang yang tidak tahan menghadapi ujian dan cobaan hidup dengan kemiskinan kemudian mengambil jalan pintas dengan membuat perjanjian dengan syetan pesugihan. Mudah mudah ini jadi pelajaran bagi kita bahwa apa yang dijanjikan syetan hanyalah tipuan dan kebohongan. Allah menjanjikan kesejahteraan dan keselamatan di dunia dan akhirat, dan Allah tidak pernah mengingkari janjiNya.
Syetan juga membuat janji yang menggiurkan, namun janji syetan itu hanyalah tipuan dan kebohongan. Orang yang tidak teguh Imannya terpedaya oleh tipu daya syetan tersebut, yang berakhir dengan penyesalan berkepanjangan. Allah mengingatkan dalam surat Al Israak ayat 64
Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.(Al Israak 64)

by: http://www.fadhilza.com/2011/01/tadabbur/perjanjian-dengan-syetan-pesugihan.html

0 komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com

BACA JUGA

DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY

Ikuti situs Bagindaery

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...