Sudah
menjadi hukum pasti yang berlaku di alam bahwa di dunia ini segala
sesuatu diciptakan Allah dengan berlapis-lapis atau bertingkat-tingkat
yang kesemuanya itu mempunyai tujuan tersendiri. Allah menciptakan bumi
berlapis, mulai dari lapisan paling atas berupa tanah yang subur,
kemudian dibawahnya ada batuan yang keras sampai kemudian kepada kerak
bumi yang terdiri dari batuan cair yang sangat panas dan kesemua susunan
yang begitu teratur itu mempunyai tujuan dan tunduk kepada hukum Alam
(Sunatullah) yang diciptakan oleh Allah saat dunia ini diciptakan.
Buah-buahan ciptakan dengan berlapis, tanaman pun demikian bahkan atom
sebagai bagian benda terkecil yang diketahui manusia saat ini juga
mempunyai lapisan.
Begitu
juga Agama Islam yang kita kenal, mempunyai tingkatan atau lapisan yang
dengan tingkatan tersebut memudahkan manusia untuk mempelajari agama.
Syariat merupakan kumpulan hukum-hukum atau aturan yang harus dijalankan
oleh ummat Islam adalah pintu terdepan, etalase yang mewakili Islam itu
sendiri. Orang yang belum mengenal Islam ketika ditanya apa itu Islam,
kita bisa menjelaskan dengan sederhana lewat Rukun Islam yang dikerjakan
oleh ummat Islam seluruh dunia. Lewat ucapan syahadat, pelaksanaan
shalat 5 waktu dan shalat sunnat di mesjid atau di rumah masing-masing,
membayar zakat, melaksanakan puasa ketika bulan Ramadhan dan puasa
sunnat serta menunaikan ibadah haji akan bisa mewakili atau menjelaskan
apa itu Islam.
Apa
yang nampak terlihat sebagai rukun Islam yang 5 perkara itu tentu saja
mempunyai asfek rohaniahnya, asfek esoteris yang mendukung gerak zahir
dari pelaksaaan rukun Islam yang 5 perkara. Gerakan-gerakan zahir,
ucapan yang keluar dari mulut akan bisa dilakukan oleh siapapun, bahkan
orang yang baru mengenal Islam sekalipun atau sangat awam akan bagitu
mudah memahami dan melaksanakan ibadah yang diwajibkan dalam Islam.
Satu
hal yang harus kita pahami bersama bahwa Islam yang kita kenal sekarang
bukan turun dalam semalam, bukan paket yang diantar oleh malaikat
kemudian dilaksanakan oleh ummat atau dalam bahasa mudahnya, Islam bukan
agama instan. Shalat sebagai ibadah wajib baru dilaksanakan ummat
setelah 13 tahun Nabi dakwah, lalu ibadah apa yang dilaksanakan oleh
ummat sebelum adanya kewajiban shalat? Apakah mereka tidak beribadah
sama sekali?
Selama
13 tahun Nabi menanamkan Tauhid, Kalimah Allah Yang Maha Tinggi yaitu
La Ilaha Ilallah yang merupakan pondasi dari agama. Kenapa harus
memerlukan waktu 13 tahun untuk mengajarkan ucapan pendek tersebut? Ini
menjadi bahan renungan dan kajian kita bersama. Nabi menjelaskan bahwa
perkerjaan paling mudah adalah menyebut nama Allah dan pekerjaan paling
sulit juga menyebut nama Allah. Kalau hanya sekedar menyebut nama Allah
atau mengucapkan syahadat, maka seluruh manusia yang berakal dan bisa
berbicara akan mampu mengucapkannya akan tetapi mengucapkan kalimah
Allah disertai oleh Allah itu pekerjaan yang sangat sulit seperti yang
dijelaskan oleh Nabi.
Karena
agama mempunyai asfek zahir dan bathin, tidak terkecuali juga Kalimah
Syahadat, mempunyai asfek zahir dan bathin pula. Dalam sebuah hadist
Qudsi Allah Berfirman, “La Ilaha Ilallah adalah kalimah KU dan dia
adalah AKU, barangsiapa yang menyebut La Ilaha Ilallah akan masuk dalam
benteng-KU dan barangsiapa yang masuk dalam benteng-KU maka dia terbebas
dari azab-KU”. Pernahkah kita kemudian meriset, membuktikan akan
kehebatan Kalimah Allah, membuktikan bahwa diri kita masuk dalam kapsul
Maha Menang sehingga Iblis beserta bala tentaranya tidak akan bisa
menembus hati sanubari kita. Pernahkah kita membuktikan akan kehebatan
Kalimah Allah seperti yang tercantum dalam al-Qur’an AR-RA’AD ayat 31
berikut :
“Dan
sesungguhnya andaikata ada suatu bacaan (Kitab Suci) yang dapat membuat
gunung-gunung berjalan/berguncang dahsyat atau bumi dipotong-potong/
dibelah-belah atau orang-orang mati diajak bicara / dapat bicara (hidup
kembali) niscaya Kitab Suci itu ialah Al-Qur’an. Dan merekapun tidak
juga beriman (dan juga masih tidak terpikir juga untuk merisetnya,
walaupun Tuhan mengatakan KEDAHSYATAN AL-QUR’AN itu bertubi-tubi)”
Para
Auliya Allah termasuk Guru saya sendiri telah meriset dan membuktikan
secara nyata dan fakta dan apa yang dilakukan Beliau bisa dilakukan pula
oleh para murid karena memang memakai rumus yang sama sehingga hasilnya
sama. Al-Qur’an yang kita kenal bukan hanya untuk dibaca, di
alun-alunkan dengan nada indah atau diperlombakan dalam MTQ, lebih jauh
Al-Qur’an apabila diketahui teknologinya bisa menghasilkan energy Maha
Dahsyat yang bisa menghidupkan orang mati dan bahkan menunda kiamat
datang.
Kalau
hanya mengandalkan asfek zahir Agama, maka kita hanya bisa mengajarkan
agama kepada akal fikiran manusia dan manusia yang melaksanakan asfek
zahir (syariat) agama maka manusia tersebut menjadi Islam secara zahir,
baik akhlaknya dan sesuai perbuatannya dengan perbuatan Nabi. Namun
untuk meng-Islam-kan rohani manusia, tentu tidak cukup dengan pengajaran
zahir, diperlukan metode yang berbeda, zahir mengajarkan zahir
sedangkan rohani harus diajarkan oleh rohani pula.
Muhammad
bin Abdullah sebagai Nabi secara zahir mengajarkan agama lewat lisan
beliau, sedangkan rohani ummat Zaman itu diajarkan oleh rohani
Rasulullah atau dikenal dengan Arwahul Muqadasah Rasulullah atau dikenal
dengan Nur Muhammad yang terbit dari Nur Allah Para Ta’ala. Maka
seperti yang dijelaskan dalam surat An-Nur, cahaya di atas cahaya diberikan
Allah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Para Nabi dan Wali berada
dalam cahaya-Nya dan mereka yang mulia rohaninya tidak lain adalah
cahaya di atas cahaya yang bisa menerangi hati segenap manusia.
Matahari
tidak akan mampu kita lihat tanpa cahaya matahari dan sudah pasti
cahaya matahari itu terbit dari mata hari itu sendiri. Dengan cahaya
matahari yang sudah ada jutaan tahun, merambat dalam jarak yang jauh
kemudian bisa dilihat dengan mata manusia yang berada dibumi. Maka Allah
Ta’ala tidak akan bisa dilihat oleh siapapun, tidak bisa dipandang oleh
siapapun di muka bumi ini bahkan di akhirat kelak tanpa ada cahaya-Nya.
Dengan tujuan itu Allah menurunkan cahaya-Nya, para Nabi dan Rasul,
Para Auliya-Nya, agar manusia bisa terbimbing menyaksikan keagungan
wajah-Nya.
Untuk
melihat matahari yang zahir saja harus memenuhi syarat yang diperlukan,
salah satu syarat utama disamping cahaya adalah ada indera penglihatan
sehingga dengan indera penglihatan yaitu mata, manusia bisa memandang
matahari. Apa yang terjadi bagi orang buta, sejak lahir tidak diberi
karunia penglihatan oleh Allah? Maka dia cukup meyakini bahwa matahari
memang ada lewat cerita dan lewat rasa, hangatnya sinar matahari yang
menyentuh kulitnya. Orang buta menyakini bahwa matahari tidak bisa
terlihat. Andai sebuah bangsa seluruhnya terlahir buta, maka seluruh
bangsa itu mempunyai keyakinan bahwa matahari itu ada tapi tidak bisa
dilihat dan ketika ada orang normal matanya, bisa melihat matahari
menceritakan kepada mereka tentang matahari bisa dilihat, sudah pasti
orang normal tadi tuduh sesat menyesatkan dan mengada-ada. Mereka
menuduh orang normal tadi sudah menyimpang dari ajaran suci mereka
tentang matahari yang tidak bisa terlihat.
Begitu
juga dengan manusia, belajar agama dari orang yang masih buta mata
hatinya sehinga belum tersikap hijab yang membatasi dan menghalangi
antara dia dengan Allah maka pelajaran yang diterima adalah pelajaran
tentang buta pula. Pelajaran itu diajarkan kembali kepada orang lain dan
semakin banyak pula orang buta di dunia ini dengan keyakinan bahwa
Allah Ta’ala tidak bisa dilihat. Dalil apapun akan ditolak karena sudah
terlanjur jatuh cinta dengan pemahaman dari orang-orang buta.
Maka
benar seperti yang disebutkan oleh Nabi bahwa semakin banyak ilmu yang
dipelajari manusia tanpa makrifat kepada Allah maka tidak ada yang
bertambah dari ilmunya terebut kecuali bertambah jauh dari Allah. Kenap
bertambah jauh, karena dia lalai dan sibuk dengan dalil sehingga lupa
mencari hakikat Allah, lupa akan tujuan sejati agama yaitu beserta
dengan Allah dari dunia sampai akhirat kelak.
Tidak
perlu harus menghapal seluruh isi al-Qur’an, tidak perlua mengkoleksi
ribuan hadist, cukup dengan satu ayat apabila disertai oleh Allah maka
itu akan menyelamatkan diri kita jasmani dan rohani dari dunia sampai ke
akhirat. Perkerjaan yang paling sulit adalah menyebut nama Allah
disertai oleh Allah. Karena perkerjaan yang paling sulit, maka ilmu
menyebut nama Allah ini bukan pekerjaan semalam, bukan hapalan dalam
semenit, tapi memerlukan waktu bertahun-tahun, Nabi mengajarkan ini
kepada ummat zaman itu memerlukan waktu 13 tahun sampai para sahabat
Beliau menjadi matang, tertanam dalam Qalbu mereka cahaya Allah yang
dengan cahaya Allah itu pula mereka bisa menerangi dirinya, keluarga,
lingkungan dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Kita
pun sebagai ummat Beliau, harus mengikuti apa yang Beliau ajarkan,
secara zahir dan bathin sehingga hasil yang diperoleh akan sama dengan
apa yang diperoleh oleh ummat zaman itu. Kenapa asfek bathin atau
rohaniah dari agama ini jarang di kupas? Karena memang Guru nya langka,
tidak semua Ulama mempunyai kepasitas bisa mengajarkan manusia sampai
kepada rohaninya kecuali ulama tersebut mempunyai kedudukan sebagai Wali
Allah atau mendapat ijazah langsung dari Rasulullah lewat Guru-guru
sebelumnya sambung menyambung sebagai ulama pewaris Nabi yang mewariskan
ajaran Nabi secara zahir dan bathin.
Karena
langka maka kita harus bersungguh-sungguh mencari seperti yang
dijelaskan dalam surat Al-Maidah-35 dan surat An-Nur 35. Imam al-Ghazali
sang Hujjatul Islam dengan kerendahan hati mengakui akan sulitnya
mencari Pembimbing Sejati, seperti dalam ungkapan Beliau, “Mencari Guru
Mursyid itu akan lebih mudah mencari sebatang jarum yang disembunyikan
dalam pandang pasir yang gelap gulita.
Bersyukur
kehadirat Allah yang Maha Rahman dan Maha Rahim bagi orang yang telah
menemukan pembimbing zahir dan bathin, sebagai rasa syukur maka kita
harus mengamalkan apa yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang
dilarang. Orang yang telah menemukan Guru Sejati hendaknya
bersungguh-sungguh dalam mujahadah sehingga akan memperoleh hasil yang
amat langkah yaitu disertai Allah dari dunia sampai akhirat.
Tulisan
Islam berlapis ini mudah-mudahan menyadarkan kita semua, bahwa
merupakan kewajiban bagi seluruh manusia untuk mempelajari agama secara
zahir dan bathin sehingga kita tidak seperti bangkai yang berjalan,
hidup tapi mati. Begitulah Rasulullah SAW bersabda, bahwa orang yang
mengingat Allah (dengan metode) dengan orang yang tidak mengingat Allah
ibarat orang hidup dengan orang mati. Jasad kita hidup dan bergerak
seperti layaknya makhluk hidup, sedangkan mata hati kita mati sehingga
tidak bisa menyaksikan kebesaran-Nya dan kita dimasukkan oleh Allah
kedalam orang-orang yang mati. Na’uzubillah!
Semoga Tulisan ini bermanfaat hendaknya, Amin ya Rabbal ‘Alamin!
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com