Abstrak
Banyak jalan yang ditempuh para remaja sehingga
menemukan jodohnya, tetapi banyak juga yang sebenarnya keliru namun tidak
disadari. Ketika semuanya terjadi dan
punya anak, tidak ada lagi perasaan salah,
karena proses adaptasi yang kuat
sehingga terperangkap dalam
subjektifitas posisinya. Kesalahan
dalam memilih calon pasangan hidup itu terletak pada beberapa hal, yaitu
motivasi, jalan yang ditempuh, dan pandangan hidup yang mendasari penilaiannya.
Yang lebih krusial sebenarnya persoalan
cinta yang dianggap sama dengan birahi, justru menjadi faktor dominan dalam
memilih calon pasangan, sehingga mengalahkan pendekatan intlektual dan spiritual. Padahal
pendekatan terahir ini justru lebih sempurna, tetapi kebanyakan remaja
tidak sanggup untuk menjangkaunya,
bahkan dianggapnya kontra produktif
terhadap intlektualitas, apa lagi terhadap dorongan libido. Pandangan yang keliru
menyebabkan remaja tidak memiliki standar dan neraca keseimbangan bagi pasangan
(kafa’ah) yang mengakibatkan terjadinya beberapa kemungkinan buruk dalam keluarga,
yaitu ketidak harmonisan atau perceraian, keturunan yang rusak, tidak
terbangunnya agama dalam keluarga, atau
terjadinya poligami tanpa alasan yang mendasar.
A.
Pendahuluan
Mencari
calon pasangan hidup memang gampang-gampang susah, gampangnya kalau dihitung
dengan akal, susahnya karena soal jodoh bukan
domain akal.
Beberapa aspek yang ikut terlibat dalam memilih calon pasangan hidup antara
lain aspek emosi, intlektual dan aspek
spiritual - Itu semua setelah yang berangkutan memiliki kesadaran kuat akan keberadaannya-. Aspek emosi diperlukan sebagai pendorong lahirnya
keinginan untuk berkeluarga, aspek
intlektual berguna dalam memberikan berbagai pertimbangan, dan aspek
spiritual dapat menemukan sisi gaib
yang lebih hakiki namun tidak dapat dijangkau oleh akal.
Ketiga
aspek tersebut sesuai dengan objek (calon) yang juga memiliki beberapa dimensi, pertama dimensi
fisik dan prilaku biologis yang dapat
dilihat dengan panca indra, kedua, dimensi psikologis yang dapat
diamati melalui gejala tingkah laku dengan menggunakan pengetahuan atau intlektualitas,
dan ketiga, dimensi rohani yang hanya
dapat ”diteropong” menggunakan kekuatan spiritual.
Kriteria
laki-laki dan perempuan sebagai objek pilihan yang multi dimensional itu
relatif sama, yaitu kecantikan/ketampanan, harta, kedudukan, keturunan, dan
agama. Namun keempat hal tersebut memiliki rincian, porsi dan tingkatannya
sendiri-sendiri yang kemudian memerlukan keserasian antara kedua calon yang disebut dengan ”kafa’ah”.
Kafa’ah
inilah yang sebenarnya sangat menentukan kelanggengan hubungan
suami-istri, namun tidak sebatas pemahaman klasik, melainkan harus diterjemahkan
sesuai paradigma kekinian yang lebih
realistis.
B.
Motivasi Dan Jalan Yang Ditempuh
Motivasi utama para remaja mencari
calon pasangan hidup pada umumnya karena
dorongan libido, sulit bagi nalar mereka bagaimana tanpa dorongan
seksual seseorang dapat mencari jodoh,
padahal telah banyak pasangan yang
melangsungkan pernikahan bukan karena dorongan seksual, tetapi karena kedewasaan intlektualnya bahkan karena
ketinggian spiritualitasnya, sehingga mampu
menetralisir emosinya. Ibarat orang mau
makan, biasanya nafsu makan itu menjadi pendorong awal, tetapi toh masih bisa diimbangi dengan kesadaran
ilmiyah menyangkut nutrisi yang dibutuhkan, sehingga dapat memilih mana makanan
yang sehat dan mana yang tidak.
Membangun
motivasi ini bukan hal sederhana apalagi bagi ABG. Remaja pada umumnya setelah
berkenalan dengan lawan jenis, dan libido telah mendorongnya jatuh cinta, maka
semua jalan/alternatif menjadi buntu, dunia menjadi sempit, tidak ada lagi yang
namanya kedewasaan berfikir dan
kesadaran agama. Oleh karena itu peran orang tua dan pendidikan sangatlah
menentukan bagi lahirnya kedewasaan dan kesadaran
tersebut, sehingga motivasi remaja dalam memilih jodoh dapat dibangun.
Pada
umumnya para remaja mendapatkan jalannya sendiri-sendiri, ada yang karena terjadinya pertemuan yang intens (seprofesi), ada yang
secara aktif melakukan pendekatan, ada
yang melalui perantara, lewat biro jodoh,
chating dan lain-lain, bahkan ada yang mencari jodoh melalui dukun.
Sebenarnya agama itu memberi kebebasan, semua jalan bisa ditempuh, yang penting pertama, tidak sesat, seperti
perdukunan dan guna-guna, kedua; tidak dengan maksiat, yaitu perkenalan yang tidak mengandung dosa, seperti menjaga
aurat, tidak menyepi berdua, kalau mau bicara di pasar dan sebagainya. Ta’aruf yang halal menurut Islam untuk menjajaki calon pasangan yang dicari sesuai kriteria agama. Ketiga; melalui perantara orang-orang shalih/ alim. Hal ini lebih baik
karena mereka lebih netral, mengetahui
konsep agama dan
konsep kafa’ah sehingga sang perantara akan berusaha mengetahui calon yang akan dipertemukan, menyangkut agama, keturunan, kedudukan dan tingkat kesetaraan antara keduanya. Keempat; adalah dengan shalat
istikharah yang
dilakukan ketika belum memiliki kecenderungan pilihan, sebab kecenderungan itu akan membuat istikharahnya terhijab.
Keempat cara tersebut bisa diambil salah satu, dua, atau gabungan semuanya.
C. Kriteria
Wanita Shalihah
“Wanita itu dikawini karena
empat hal: pertama karena kecantikannya, kedua karena hartanya, ketiga karena nasabnya
dan keempat karena agamanya, maka pilihlah karena agamanya, hidupmu akan bahagia” (HR Bukhari dan Muslim)
Urutan ”cantik, harta, nasab dan agama” adalah cara bicara Nabi SAW sesuai naluri
lawan bicaranya (Al Hadis) yaitu pemuda, sehingga cantik menjadi urutan pertama,
padahal urutan dimaksud sebenarnya dibalik, yaitu “ agama, nasab,
kedudukan/harta, baru kecantikan”. Bahkan
Rasulullah SAW melarang dan mengancam
laki-laki yang memilih wanita bukan karena agama:
“Jangan
kalian mengawini wanita karena kecantikannya, bisa jadi kecantikannya akan
membuatnya sombong. Dan jangan pula karena hartanya, bisa jadi kekayaannya
membuat dia melawan, tetapi kawinilah wanita karena agamanya. Sesungguhnya
hamba sahaya yang hitam lagi pesek namun beragama itu lebih baik.”(HR Ibnu Majah)
Agama yang dimaksud bukan hanya ilmu agama
(knowledge) tapi “dzaatuddin”, memiliki kesadaran
agama. Pilihan agama berada pada peringkat tertinggi karena pertama; meyakini
bahwa perjodohan yang ia alami adalah pilihan Tuhan yag terbaik, sehingga akan
berusaha menjaganya, menyelesaikan semua masalah melalui ajaran agama, dan
dapat menerima kenyataan hidup dalam rumah tangga dengan modal keyakinan
terhadap janji Tuhan sehingga konsekwensinya harus kuat bertawakkal. Kedua;
taat kepada suaminya selama pasangannya itu tidak maksiat kepada Allah, ;
ketiga; menjaga diri dan harta
suaminya, dengan menahan diri belanja
sesuatu yang tidak prioritas dan
kurang bermanfaat bagi keluarganya. Keempat; berusaha memberikan kasih
sayang kepada suami dengan mensyukuri dan merispon positif, apapun yang
diberikan kepadanya (mawaddah).
Mencari gadis yang memiliki keempat potensi
tersebut bukan hal mudah, sehingga disamping mengenal betul kehidupan
keluarganya, juga tidak dapat mengabaikan
pendekatan spiritual.
Rahasia
perumpamaan ladang bagi wanita (Al Baqarah:
223) antara lain bahwa ladang
lebih menentukan unggulnya bibit yang
akan dilahirkan, daripada benihnya. Betapapun
unggul benih, jika lahannya gersang, maka
disamping akan banyak memakan biaya dan
tenaga, juga tidak mampu menjamin
keunggulan bibit yang akan terlahir.
Wanita beragama mampu menggunakan sifat-sifat keibuannya hanya untuk membimbing anak-anaknya. Sifat keibuan wanita ini didukung oleh dua hal, pertama; wanita itu memiliki
rasa cinta lebih besar yang
karenanya besar pula pengorbanan
demi anak-anaknya, kedua;
memiliki kelembutan rasa
yang karenanya anak-anak lebih dekat dan dalam kehangatan
dekapannya (Quraish Shihab). Dua sifat menonjol itu tidak dapat diganti oleh siapapun dan sangat
diperlukan bagi pertumbuhan anak. Tetapi jika dua sifat itu tidak untuk anak-anaknya (keluar dari fitrah), maka efek
negatifnya justru akan lebih besar. Seperti rasa
cinta wanita terhadap harta, memiliki
resistensi tinggi dalam persaingan hidup, atau jika kelembutan rasa yang
dimiliki ibu (cerewet) itu untuk suami, maka akan sangat negatif. Ibu cerewet
terhadap anak-anaknya sangat positif (Ayah Edi), sedang
cerewet terhadap suami menjadi sebaliknya.
Adapun memilih wanita karena keturunan yang baik,
keuntungannya antara lain, pertama; ia memiiki genetika yang sangat potensial untuk dibentuk
menjadi manusia yang baik, kedua; memiliki sifat-sifat yang telah
dibentuk oleh lingkungannya, ketiga; mendapatkan do’a dari nenek
moyangnya yang memungkinkan hati menjadi
lunak untuk mendapat bimbingan agama dan kebanaran.
Memilih
wanita karena kedudukan atau
kekayaan pada umumnya, Pertama, kedudukan dan kekayaan (yang wajar) itu berkaitan
dengan kecerdasan, pengetahuan dan ketrampilan, Kedua, Kedudukan juga
berkitan dengan etika, menjaga adat istiadat dan tata pergaulan alias berbudaya.
Sedang
memilih wanita karena kecantikannya tidak ada kelebihan kecuali
kecantikan itu sendiri.
D. Kriteria Laki-laki
yang Bertanggung Jawab
Pada dasarnya kriteria pertama laki-laki yang baik adalah sama dengan kriteria wanita yaitu agama,
keturunan, kedudukan dan ketampanan. Hanya saja agama bagi laki- laki,
adalah :
a. Untuk menjaga benih
dalam dirinya, tidak dicemari dengan maksiyat-maksiyat.
b. Membuatnya (secara
agama) mampu memilih ladang dan mengolahnya dengan baik, atau memilih dan
membimbing istrinya kelak.
Kriteria kedua bagi laki-laki
adalah memiliki “Qawwam” kemandirian atau tanggung jawab yang didukung oleh dua hal. Pertama; punya kelebihan
diantara laki-laki lain dalam hal tertentu, yang secara subjektif-eksklusif
menjadi magnit yang mengikat pasangannya. Kedua; punya harta yang
dibelanjakan untuk keluarganya (An Nisa’: 34)
Adapun nasab itu penting bagi laki-laki, karena posisinya sebagai pembawa bibit, sehingga
laki-laki sebagai petani yang memilih ladang subur, mengolah sekaligus membawa dan menjaga bibit yang
dimiliki.
Wali
perempuan harus mengetahui agama dan tanggung jawab calon menantunya, karena sadar bahwa kepadanyalah ladang buah hatinya itu akan
diserahkan. (Al Baqarah 223)
Disamping sebagi petani, laki-laki juga dituntut untuk
hanya cenderung kepada istrinya bukan
menuruti keinginannya kepada wanita lain atau punya kecenderungan
seks menyimpang. (QS. Ar
Rum: 21)
Dengan
ini maka remaja perlu mengetahui
bahwa kriteria calon istri maupun
suami memiliki keterpaduan yang serasi sebagai berikut:
Laki-laki
|
Wanita
|
a. Agama
b. Sifat Kebapakan
c. Punya Kelebihan
d. Mampu beri nafkah
e. Hanya Cenderung Pada Istri
(Rahmah)
|
a. Agama
b.
Sifat keibuan
c.
Taat
d. Mampu
menjaga
e. Memberi respon positif (sehingga
Suami
hanya cenderung padanya)
(Mawaddah)
|
E. Konsep Kafa’ah
Secara bahasa kafa’ah adalah setara,
seimbang atau cocok. Dalam istilah fiqih Kafa’ah adalah kecocokan
pasangan ditinjau dari segi agama dan status sosial. Tolok ukur kafa’ah pada
zaman nabi SAW, disamping agama, lebih tertuju pada status sosial, seperti laki-laki merdeka dengan perempuan merdeka, budak dengan
budak, bangsawan dengan bangsawan, rakyat jelata dengan yang sederajat, dan seterusnya.
Ada tiga
hal yang menjadi standar kafa’ah dalam ajaran Islam, pertama,
sama-sama tidak musyrik dan bukan pezina;
kedua, kesetaraan dalam kriteria laki-laki dan wanita sebagaimana
penjelasan di atas; ketiga, kesetaraan ”harga diri”
Menurut
pandangan Abu Hanifah, menikah itu adalah jual beli (Bidayatul
Mujtahid) yaitu menukar
sesuatu dengan harga (nilai) yang seimbang, yang jika diungkapkan dengan
kata-kata menjadi “Saya membeli harga diri kamu dengan harga diri saya” artinya
apa yang diterima dan yang diberikan oleh laki-laki memiliki bobot nilai yang
sepadan dengan apa yang diterima dan yang
diberikan oleh perempuan.
Kafa’ah yang diajarkan agama akan menjamin lestarinya
hubungan suami-istri sehingga kafa’ah ini disamping bermanfaat
untuk menyempurnakan separuh agamanya atau menyempurnakan akhlaq, juga bagi
pemenuhan kebutuhan hidup baik biologis,
psikologis maupun social, sehinggamanfaat tersebut dapat dirinci sebagai
berikut:
1. Jika kecocokan tersebut dalam berpegang pada
ajaran agama, maka:
a. Akan meningkatkan
kesabaran dan menghilangkan sifat egois masing-masing serta meningkatkan sifat
kasih sayang, saling menghargai, saling mengingatkan/ menasehati dan tolong-menolong.
b. Semua
masalah keluarga yang muncul akan cepat teratasi, karena sama-sama sepakat
meninjau masalah tersebut berdasarkan agama, serta dapat mengatasi semua kesenjangan antara
keduanya, seperti perbedaan status social, back ground masing-masing, perbedaan
tingkat pendidikan dan budaya.
c. Meningkatkan
tawakkal dan harapan kepada Allah SWT. Karena dalam hubungan suami istri ternyata
banyak keinginan masing-masing yang tidak dapat dipenuhi oleh pasangannya,
dan manusia tidak tahu dengan rencana Tuhan terhadapnya.
2.
Jika kecocokan tersebut dalam status sosial, maka hal ini
akan dapat mengurangi konflik yang melibatkan keluarga masing-masing, terutama tidak adanya fihak
yang merasa gengsinya turun akibat pernikahan
mereka.
3. Jika kecocokan
tersebut pada tingkat pendidikan akan melahirkan saling pengertian, karena
masing-masing dapat memahami urusan dan keputusan yang diambil oleh
pasangannya.
4. Jika kecocokan
tersebut dalam hasrat seksualnya, maka akan saling menjaga mood pasangannya sehingga menghindari terjadinya penyelewengan. Dan tentu masih
banyak manfaat lain yang tidak mungkin dapat dituangkan dalam makalah ini.
F. Kesimpulan
- Mencari calon pasangan hidup tergantung pada motivasi, jalan yang ditempuh, menyadari posisi dirinya, mengetahui kriteria menurut agama dan mempertimbangkan konsep kesetaraan (kafa’ah)
- Pendekatan yang ideal adalah melalui keterpaduan antara emosi, intlektual dan spiritual, sesuai objeknya yang memiliki tiga dimensi yaitu fisik, psikhis dan rohani.
- Kriteria ideal untuk laki-laki dan perempuan menurut agama telah menggambarkan keseimbangan dalam keberagamaan keduanya, dalam sifat maskulin dan femininnya, dalam tanggungjawab laki-laki dan dukungan kesalihan perempuannya, dan dalam potensi masing-masing untuk mencurahkan kasih sayang terhadap pasangnnya (mawaddah dan rahmah).
- Konsep kafa’ah dalam agama jika dapat direalisasikan akan menjamin lestarinya hubungan suami-istri dan bermanfaat bagi penyempurnaan agama atau peyempurnaan akhlaq, dan bagi pemenuhan kebutuhan hidup baik biologis, psikologis maupun social.
Penulis,
Drs
Abdul Munir
Widyaiswara
Muda
BDK
Banjarmasin
Daftar Pustaka
Al Qur’an Al Karim.
Ayah Edi, Seminar Optimalisasi Pendidikan Anak, 2007, Banjarmasin
Ibnu Rusd Al Qurtubi, Bidayah Al Mujtahid Wa Nihayah Al Muqtashid, Juz II, Haramain, cet.
III, Jeddah
Quraish Shihab, Perempuan, Lentera Hati, Cet III 2006,
Jakarta
Quraish Shihab, Pengantin Al Qur’an, Lentera Hati, Cet
IV, 2007, Jakrta
Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah, Jilid I, Lentera
Hati, Cet III, 2010, Jakarta
Wahbah Al Rahili, Al Fiqh Al slami Waadillatuhu, Juz
7, Dar Al Fikri, Beirut
Sayid Sabiq, Fiqhu Al Sunnah, Jilid II, Darul Fikri
Beirut
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com