Kabar gembira datang dari Muktamar NU ke-32 di Makassar. Organisasi senior yang bahu-membahu bersama Muhammadiyah dalam melahirkan generasi pembangun bangsa ini sedang giat-giatnya membenahi diri untuk memantapkan dakwahnya, khususnya di Indonesia.
Di sela-sela muktamar tersebut disampaikanlah keresahan warga Nahdliyin terhadap adanya penyusupan oknum JIL dalam organisasi. NU harus membentengi diri dengan tidak menjadikan siapapun yang terkait JIL baik langsung maupun tidak langsung. Ini jelas akan menyisihkan tokoh JIL yang menjadi kandidat ketua umum.
Memang harus diakui, terbukanya keanggotaan NU dan begitu pula Muhammadiyah, membuat keduanya mudah merangkul masyarakat, khususnya di tingkat akar rumput, namun di sisi lain juga mudah disusupi oleh oknum yang tidak Islami seperti kelompok Liberal. Kebesaran nama NU dan Muhammadiyah memang menggiurkan, apalagi keduanya telah memiliki berbagai aset yang mengembangkan Islam dalam berbagai bidang.
Hasyim Muzadi: Waspadai Sekularisasi Negara dan Liberalisasi Agama
Apabila JIL berhasil menguasai NU, maka ormas yang selama ini dikenal dengan sikap moderatnya akan dijadikan benteng terhadap kontroversi yang kerap dipicu oleh JIL. Sebagaimana yang diungkap Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi “Mereka (JIL) inilah yang meneriakkan, Bubarkan Depag, Bubarkan MUI, NU tidak perlu membuat kompilasi hukum Islam, ditiadakannya Bahtsul Masail Qonuniyah (pembahasan aturan perundangan), hilangkan fatwa dan taushiah.” Padahal apa yang ditentang itu adalah pegangan ummat Islam di Indonesia, lebih-lebih bagi yang awam. Bila tidak memiliki pegangan, PBNU mengkhawatirkan kaum Muslimin tidak memiliki sandaran untuk bersatu.
Menurut Hasyim, sebagaimana yang dilansir oleh NU online, pikiran agar kegiatan agama tidak boleh diatur negara dan sebaliknya telah terbukti merusak. Barat sudah membuktikan bahwa banyak sekali aturan perundangan negara yang merusak agama, termasuk agama mayoritas seperti Kristen dan Katolik. Tentunya kaum Muslimin di Indonesia harus belajar dari pengalaman bangsa lain agar tidak mengulang kesalahan yang sama. Negara dan Agama adalah seperti sahabat yang saling membantu dan mengingatkan dalam kebaikan. Islam tanpa dibantu oleh negara maka akan sulit untuk menerapkan syariahnya, sebaliknya negara apabila berjalan dengan sekuler maka akan melampaui batas.
Said Agil Siradj: Liberalisme Merusak Tradisi NU
Keberadaan JIL yang tidak sejalan dengan tradisi memang diakui oleh pihaknya sendiri sebagaimana yang dipaparkan dalam profilnya (www.islamlib.com) bahwa JIL “mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan konservatisme”. Seolah-olah hal yang bersifat tradisionil itu tidak perlu dikonservasi (dilestarikan). Sehubungan dengan hal ini Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj menegaskan, liberalisme pemikiran Islam yang berkembang di Indonesia membawa semboyan kebebasan berfikir ingin melepaskan diri dari tradisi yang berkembang dalam masyarakat setempat. Ini jelas dapat merusak berbagai tradisi dan ubudiyah warga NU.
Oleh karena itu Said Agil memahami penolakan muktamirin terhadap gerakan Islam liberal, komentar beliau “Kalau saya ditanya apakah saya juga menolak libealisme, ya saya sejak awal memang telah menyatakan menolak liberalisme, baik itu berkaitan dengan liberalisme agama maupun liberalisme ekonomi”tegasnya pada NU online.
Di banyak aspek, baik Muhammadiyah dan NU sama-sama memiliki perbedaan prinsip yang saling bertentangan. Misalnya saja dukungan JIL terhadap aliran-aliran sesat dan nabi-nabi palsu sama sekali dipandang tidak masuk akal, karena telah jelas bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah. Namun acap kali JIL berkilah dengan mengemukakan logika bahwa tafsir ulama yang sekarang ada sudah kuno dan perlu diperbarui lagi. Termasuk di antaranya menganggap bahwa Imam Syafi’i adalah fanatik Quraisy, padahal Imam Syafi’i adalah panutan bagi warga NU.
Cegah Penyusupan JIL
Penolakan terhadap tokoh JIL dalam kancah NU, adalah simbol dan titik tolak penghapusan JIL dari tubuh organisasi, dan ke depan dari Indonesia. Masih segar di ingatan bagaimana akhir-akhir ini tokoh JIL, Luthfi Asysyaukunie, menyamakan nabi Muhammad saw dengan Lia Eden, atau Sumanto Al Qurtuby yang menyuruh ummat Islam membolehkan homoseksualitas, dan masih banyak yang lain yang membuat ricuh masyarakat Indonesia.
- Tokoh JIL: Kesalahan Lia Eden Sama dengan Kesalahan Nabi Muhammad
- Tokoh JIL: Islam harus memberi ruang kepada umat gay, lesbi, atau waria untuk diposisikan secara equal dengan lainnya
Cukuplah keonaran yang mereka buat di masa lalu, jangan sampai kita kecolongan di masa mendatang.
Maka patutlah kita mengacungkan jempol pada NU dan memberikan dukungan agar bersama-sama kita bisa membersihkan diri dari liberalisme, menjauhkan masalah dari kita dan dari masyarakat Indonesia.
Saudaraku, fastabiqul khoirot!
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com