Ujian Nasional: Wajah Suram Ironi Pendidikan
15 April 2013, memang bukan tanggal spesial. Namun, bagi pelajar kelas 3 SMA/sederajat, ini adalah penentuan, perjudian diatas kertas LJK. Setiap tahun Kemdikbud (dulu Kemdiknas), dibawah pimpinan Menteri Muhammad Nuh, selalu “bereksperimen” untuk menemukan “inovasi” kebijakan menyangkut Ujian Nasional.
Setiap tahun ajaran baru, Kemdikbud selalu saja memiliki kebijakan baru, khusus tahun ini, yang baru adalah Ujian Nasional (UN) diselenggarakan dalam 20 paket soal, artinya setiap siswa dalam satu ruangan memiliki soal berbeda. Alasannya, Kemdikbud ingin mencegah terjadinya kebocoran soal, namun jika ditelaah, Kemdikbud tidak hanya mencegah kebocoran, namun juga mencegah berkembangnya karakter pelajar. Pelajar seakan-akan dihadapkan pada jembatan “Shiratal Mustaqim”-nya sekolah, membuat mental dan psikis tertekan, bukan hanya siswa, orang tua dan guru pun ikut uring-uringan dengan UN.
Apa yang sebenarnya tujuan UN? Di Finlandia, negara bangsa Viking yang pendidikannya nomor 2 terbaik didunia ini tidak mengenal UN, bahkan disana tidak ada PR, ditambah istirahan 72 menit. Di China, dinegara komunis yang masih tersisa ini, sistem pendidikannya tidak mengenal teknik “hafalan”, hanya ada aplikasi dan implementasi yang nyata. Atau, dinegara komunis yang lain, Kuba, bertahun-tahun diembargo oleh AS, menjadikan Kuba mandiri, termasuk dalam pendidikan. Angka buta huruf di Kuba bahkan mendekati 0%. Sementara, Indonesia, cenderung konservatif dan reaksioner, jelas kebijakan UN adalah bentuk nyata borok pendidikan nasional, bukannya dirubah, justru “diupgrade”.
UN seakan-akan momok yang terpatri paten diotak setiap Indonesia, UN tak akan bisa mengukur kecerdasan seorang siswa, karena pada hakekatnya setiap manusia memiliki kelebihan berbeda, contoh seorang siswa yang sangat andal matematika akan sangat diuntungkan dibanding siswa yang pandai sejarah, karena matematika di UN-kan sementara sejarah tidak, sehingga seakan-akan pelajar yang pandai matematika itu digolongkan cerdas. Ketololan ini terus dibudayakan oleh pemerintah, sampai kapan pelajar harus tertekan, bukankah pendidikan adalah hak setiap warga negara, bukannya sekedar menjalankan kewajiban lulus Ujian Nasional.
Terakhir dari saya. Tahun ini saya adalah salah satu pelajar korban ke diktatoran dan totalitarian sistem pendidikan Muhammad Nuh, 2 hari lagi saya harus menghadapi soal-soal selama 4 hari yang akan menentukan 1095 hari saya di SMA. Saya mohon pada para Kompasianer, do’anya agar saya sukses menghadapi lubang besar yang bernama Ujian Nasional. Terima kasih, salam Kompasianer.
sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/13/ujian-nasional-wajah-suram-ironi-pendidikan-550723.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com