MALU
Menurut al-Quran dan as-Sunnah yang Shahih
Pengertian
Menurut bahasa berarti perubahan, kehancuran perasaan atau duka cita
yang terjadi pada jiwa manusia karena takut di cela. Adapun asal kata
al-hayaa u (malu) berasal dari kata al-hayaatu (hidup), juga berasal
dari kata al-hayaa (air hujan).
Sedangkan menurut istilah adalah
akhlaq yang sesuai dengan sunnah yang membangkitkan fikiran untuk
meninggalkan perkara yang buruk sehingga akan menjauhkan manusia dari
kemaksiatan dan menghilangkan kemalasan untuk menjalankan hak Allah.
Makna tersebut dijelaskan dalam hadits Nabi shollallahu’alaihi
wassallam, “Sesungguhnya termasuk yang didapati manusia dari perkataan
para nabi terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu maka lakukanlah
sekehendakmu’”
Terdapat beberapa penjelasan ulama mengenai hadits ini, diantaranya :
Pertama, bentuk hadits di atas adalah perintah tapi maksudnya adalah
pemberitaan. Hal ini di karenakan sebagai pencegah utama agar manusia
tidak terjerumus ke dalam kejahatan adalah sifat malunya. Maka jika ia
meninggalkan sifat malunya, ia seakan-akan di perintahkan untuk
mengerjakan semua larangan.
Kedua, hadits di atas merupakan
ancaman, artinya lakukan apa saja yang kau inginkan karena sesungguhnya
Allah akan membalas semua perbuatanmu.
Ketiga, lihatlah kepada
apa yang ingin engkau lakukan. Jika tidak termasuk yang membuat malu
maka lakukanlah, jika termasuk yang membuat malu, maka tinggalkanlah.
Keempat, hadits di atas mendorong pada sifat malu dan memuji
keutamaannya. Artinya karena seseorang tidak boleh berprilaku
semata-mata mengikuti kehendak hatinya, maka ia tidak boleh meninggalkan
sifat malunya.
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa malu
membatasi antara seorang hamba dengan semua larangan atau kemaksiatan.
Maka dengan kuatnya rasa malu makin lemahlah kecenderungan seseorang
untuk terjerumus dalam kemaksiatan. Sebaliknya dengan lemahnya rasa malu
makin kuatlah keinginan seseorang untuk melakukan kemaksiatan.
Malu adalah Ciri Khas Keutamaan Manusia
Ketahuilah, Allah memberikan sifat malu agar manusia menahan diri dari
keinginan-keinginannya sehingga tidak berprilaku seperti binatang.
Ingatlah ketika Adam dan Hawa memakan buah yang terlarang lalu nampaklah
aurat keduanya.
“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan
buah itu) dengan tipu daya. tatkala keduanya Telah merasai buah kayu
itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya
menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru
mereka: "Bukankah Aku Telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan
Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagi kamu berdua?" (Qs. Al-A’raaf : 22)
Dari ayat di atas
menunjukkan bahwa secara fitrah manusia merasa malu jika tidak
berpakaian. Dan tidaklah manusia itu memamerkan auratnya tanpa pakaian
kecuali fitrahnya telah rusak. Sedangkan rusaknya fitrah adalah akibat
gangguan iblis dan tentaranya.
Adapun orang yang berupaya
menelanjangi badan dari pakaian, melucuti jiwa dari pakaian ketakwaan
dan menghilangkan sifat malu kepada Allah dan manusia, mereka itulah
yang menginginkan manusia lepas dari fitrahnya dan sifat-sifat
kemanusiaannya. Padahal dengan fitrah dan sifat kemusiaannya itulah ia
di sebut sebagai manusia.
Sesungguhnya telanjang adalah sifat
asli dari hewan, manusia tidak punya kecenderungan kepadanya, jika
sampai ada tentulah akan terjerumus dalam Lumpur kehewanan.
Anehnya, para pembantu syaitan yang hidup di tengah-tengah kaum muslimin
memberikan nama-nama kepada para muslimah di rumah, di jalan, di
sekolah atau di mana saja yang mengenakan jilbab, kerudung atau baju
yang tebal, julukan yang menyakitkan (fanatik, ortodok dan lainnya).
Padahal wanita muslimah tidak mengenakannya kecuali untuk menjaga
kemuliaannya, menjaga auratnya dan agar tumbuh darinya seluruh fitrah
islami yang murni, serta agar jelas perbedaan dirinya dengan mereka yang
telanjang seperti hewan.
Perhatikanlah, dampak yang di timbulkan
dari tempat-tempat mode, para desainer pakaian, salon-salon rias dan
guru-gurunya terhadap kaum muslimah jaman sekarang, mereka melancarkan
tipu daya dengan berbagai corak dan rupa, sebagaiman firman Allah
Ta’ala,
“… dan akan aku (syaitan) suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka mengubahnya…” (Qs. An-Nisa’ : 119)
Ajakan tipu daya tersebut dituruti saja oleh para wanita yang terbiasa
berbusana ‘telanjang’. Ketaatan seperti itu menghinakan pelakunya dan
sekaligus membuat orang tertawa dan menangis. Merekalah wanita-wanita
yang terbius, terbujuk, terpedaya oleh tipu daya syaitan berwujud
manusia. Bahkan bisa jadi hewan yang hina sekalipun ikut
menjelek-jelekan perilaku mereka yang mengikuti tren.
Mereka
tidak menyadari bahwa mereka hanyalah digunakan sebagai propaganda obyek
bisnis, apabila sudah tidak berguna lagi maka dicampakkan.
Disisi lain mereka juga dijadikan sarana pemuas syahwat terlarang yang
merusak keluarga. Tampil dalam lembaran-lembaran majalah, filem-filem,
kisah-kisah dan berita-berita dalam surat kabar. Seolah-olah majalah,
surat kabar atau yang lainnya dikemas sebagai tempat pelacuran yang
berpindah-pindah.
Jika ada wanita yang ingin menjaga
kehormatannya, mereka tatap dengan pandangan penuh kebencian bagaikan
penglihatan orang yang pingsan karena takut mati.
Wahai Saudariku
janganlah engkau menjadi penolong syaitan yang celaka dan berpegang
teguhlah pada Agama Allah dan kekuasaan-Nya.
Jenis-Jenis Malu
Terdapat banyak jenis-jenis malu, diantaranya :
Malu kepada Allah,
Ketahuilah sesungguhnya celaan Allah itu diatas seluruh celaan. Dan
pujian Allah subhanahu wata’ala itu diatas segala pujian. Orang yang
tercela adalah orang yang dicela oleh Allah. Orang-orang yang terpuji
adalah orang-orang yang dipuji oleh Allah. Maka haruslah lebih malu
kepada Allah dari pada yang lain.
Malu kepada Allah adalah jalan
untuk menegakkan segala bentuk Ketaatan dan menjauhi segala bentuk
kemaksiatan. Karena jika seorang hamba takut di cela Allah, tentunya ia
tidak akan menolak ketaatan dan tidak pula mendekati kemaksiatan. Oleh
karena itulah malu merupakan sebagian dari iman.
Nabi
shollallahu’alaihi wassallam bersabda, “Iman itu memiliki tujuh puluh
cabang lebih, yang paling utama adalah ucapan laa ilaaha illallah
(tiadak illah yang berhak diibadahi dengan benar selain Allah), dan yang
paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu
termasuk salah satu cabang iman.”
Malu kepada Manusia,
Termasuk jenis malu adalah malunya sebagian manusia kepda sebagian yang
lain. Sebagaimana malunya seorang anak kepada orangtuanya, isteri kepada
suaminya, orang bodoh kepada orang pandai, serta malunya seorang gadis
untuk terang-terangan menyatakan ingin menikah.
“Dari ‘Aisyah
radhiallahu’anha, bahwasannya ia berkata, ‘wahai Rasulullah
Shollallahu'alaihi Wa Sallam, sesungguhnya gadis itu malu. Maka
Rasulullah Shollallahu'alaihi Wa Sallam bersabda, ‘Persetujuannya
diketahui dari diamnya’”.
Malunya seseorang terhadap dirinya,
Dan ini salah satu bentuk malu yang di rasakan oleh jiwa yang
terhormat, tinggi dan mulia, sehingga ia tidak puas dengan kekurangan ,
kerendahan dan kehinaan. Karena itu engkau akan menjumpai seseorang yang
merasa malu kepada dirinya sendiri, seolah-olah di dalam raganya
terdapat dua jiwa, yang satu merasa malu kepada yang lain.
Malu inilah yang paling sempurna karena jika pada dirinya sendiri saja sudah demikian malu, apalagi terhadap orang lain.
Keutamaan-Keutamaan Sifat Malu
Allah mencintai sifat malu,
“Sesungguhnya Allah adalah Maha Pemalu dan Maha Menutupi. Dia mencintai rasa malu dan ketertutupan.”
Malu adalah akhlaq Islam,
“Sesungguhnya setiap agama itu berakhlaq, Sedangkan akhlaq agama islam adalah malu.”
Termasuk bagian dari iman,
Dari Ibnu ‘Umar radhiallahu’anhu, bahwasannya Rasulullah
Shollallahu'alaihi Wa Sallam melewati seorang laki-laki dari sahabat
Anshar sedang menasehati temannya tetang rasa malu. Lalu Rasulullah
Shollallahu'alaihi Wa Sallam bersabda, “Biarkan ia, sesungguhnya malu
merupakan bagian dari iman”
Sifat malu mendatangkan kebaikan,
“Malu itu tidak mendatangkan kecuali kebaikan”
Sifat malu menghantarkan ke surga
“Malu itu bagian dari iman. Dan iman tempatnya di surga, sedangkan
ucapan keji termasuk bagian dari tabiat kasar, tabiat kasar itu
tempatnya di neraka.”
Perkara-Perkara yang Dapat Meningkatkan Rasa Malu
Muraqabatullaah (merasa terus diawasi Allah),
Kapan saja seorang hamba itu merasa Allah sedang melihat kepadanya dan
berada dekat dengannya, ia akan mendapatkan ilmu ini (muraqabatullaah)
karena rasa malunya kepada Allah.
Mensyukuri nikmat Allah,
Sifat malu akan muncul dengan memikirkan nikmat Allah yang tidak
terbatas, pada hakikatnya orang yang berakal akan merasa malu untuk
menggunakan nikmat Allah untuk berbuat maksiat kepadanya.
Perkara-Perkara yang Tidak Termasuk Malu
Tidak berkata atau tidak terang-terangan dalam kebenaran,
Allah berfirman,
“… dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar …” (Qs. Al-Ahzaab : 53)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari (I/52) berkata,
“an tidak boleh dikatakan bahwa bisa jadi malu itu menjadi penghalang
untuk berkata yang benar, atau mengerjakan kebaikan karena malu yang
seperti itu bukan malu yang syar’I (sesuai syariat)”
Imam
an-Nawawi rahimahullah, dalam Syahr Shahih Muslim (II/5), “Terjadi
masalah pada sebagian orang yaitu orang yang pemalu kadang-kadang merasa
malu untuk memberitahukan kebaikan kepada orang yang ia hormati.
Akhirnya ia meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar. Terkadang sifat
malunya membuat ia melalaikan sebagian apa yang menjadi haknya dan
hal-hal lain yang biasa terjadi dalam kebiasaan sehari-hari.”
Malu dalam mencari ilmu’
‘Aisyah berkata,
“Sebaik-baik wanita adalah para wanita Anshar. Rasa malu tidak menghalangi mereka mendalami ilmu agama”
Imam Mujahid rahimahullah berkata, “Tidak akan bisa mencari ilmu
(dengan benar) orang yang malu mencarinya dan orang-orang yang sombong.”
wallahu 'alam ...
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=389975734446546&id=193918757385579