skip to main |
skip to sidebar
Silahkan Disimak: SEKULARISME AGAMA DALAM PANDANGAN ISLAM
Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
A. Latar Belakang
Sekularisme
sebuah konsep kebebasan berfikir dan ide-ide secular yang menyangkut
pemisahan dari agama untuk menjelaskan pandangannya yang mendukung
tatanan sosial terpisah dari agama, tanpa meremehkan atau mengkritik
sebuah kepercayaan beragama dan berhubungan dengan kehidupan membantun
tercapainya kesejahteraan di dunia dalam masyarakat dan budaya.
Sekularisme
mutakhir ada dua jenis, sekularisme keras dan sekularime lunak menurut
Barry Kosmin dari Institut Pengkajian Keagamaan tidak mempunyai
kelengkapan pernyataan secara epistimologi dan tidak dijamin oleh agama
dan pengalaman namun dalam pandangan sekulerisme lunak pencapaian
kebenaran mutlak adalah mustahil dan oleh karena itu toleransi dan
skeptisme harus menjadi prinsip dan nilai yang di junjung.[1]
B. Sejarah Sekularisme Agama
Sekularisme
berasal dari bahasa Inggis; secularism yang berarti bersifat keduniaan
(worlly).[2] Termonologi sekularisme diterjemahkan ke dalam Bahasa Arab
dengan imaniyyah, dan tersebar luas di Mesir dan Afrika Utara, non-agama
(irriligious). Non-spiritual (un-spiritual; larthly; mundane) lawan
katanya adalah : suci (holy), yaitu bersifat keagamaan (religious). Jadi
sekularisme menempatkan hal-hal ilmiah, tata aturan dan masalah-masalah
sosial pada posisi agama.[3]
Historis seklar sebagaimana juga
Marxizme-Tribul di Barat sebagai reaksi terhadap Kristianisme pada akhir
abad pertengahan sekularisme adalah satu isme dalam kultur yang
memiliki ciri berikut :
a. Secara sadar mengonsintrasikan atau memusatkan prhatian semata-mata kepada masalah duniawi.
b. Dengan sadar pula manusia mengasingkan dan menyisihkan peranan agama atau wahyu dan Tuhan dari berbagai segi kehidupan.
Karena
peradaban barat memiliki sifat dan karakter sekuler, sekalipun semua
peradaban memiliki otoritas Tuhan yang bersifat metafisik
(non-materi).[4] Oleh sebab itu peranan Tuhan “disingkirkan” dari urusan
Negara, sosial dan peradaban. Dalam peradaban Islam yang menampilkan
aqidah Islam, mewakili ideologinya serta jalan pikiran umatnya sejak ia
menjadi ruh dalam setiap peradabannya yang mencakup politik, sosial,
ekonomi, Negara arsitektur dan lainsebagainya. Khusus prinsip syari’ah
bukan ciptaan manusia melainkan ia buatan Tuhan melalui wahyu ajaran
yang dianut oleh manusia, bukan ciptaan manusia seperti dalam peradaban
Barat hokum sipil (yang berlaku dalam peradaban Barat).[5]
C. Agama dalam Pandangan Islam
Sedangkan
dalam Islam agama terjemahan dari lafadz addin, yakni suatu syarat atau
perundang-undangan lengkap di luar ciptaan manusia. Kata agama juga
terjemahan dari kata millah yang artinya masyarakat yang melakukan
upacara (tradisi) peribadatan.[6]
Sebagaimana yang selama ini
berkembang dalam kehidupan masyarakat agama di pandang sebagai kebutuhan
asasi dan fitrah bagi manusia. Dalam hal demikian agama mampu
menjembatani kebutuhan yang bersifat personal berupa kebutuhan agama
tersebut. Persoalannya kemudian ternyata tidak hanya berhenti sebagai
kebutuhan dasar atau fitrah, akan tetapi muncul banyak persoalan
kemanusiaan yang membutuhkan peran optimal agama yang diantaranya
berkaitan dengan masalah sekularisme.
[7]Secularist, orang yang
berpendapat bahwa pendidikan dan soal-soal sipil lainnya hrus jauh dari
unsur-unsur keagamaan; paham seperti itu disebut sekularisme. Istilah
yang dipakai untuk menyatakan suatu proses yang dengan demikian rupa
berlakunya, sehingga orang, golongan atau masyarakat yang bersangkuatan
semakin berhaluan duniawi, artinya semakin memalingkan mukanya dari
agama atau semakin kurang memedulikan nilai-nilai alam norma-norma yang
dianggap kekal dan sebagainya, dalam kebudayaan Barat hal tampak
misalnya dimana sehabisnya zaman pertengahan dan di zaman pecerahan
(aufhlarung) penyitaan hak milik gereja yang dilakukan oleh badan-badan
masyarakat, serikat kerja atau Negara, kejadian semacam ini tampak
misalnya di Rusia sewaktu dan sesudah revolusi tahun 1917.[8]
Islam
sebagai agama dunia dan akhirat, sangat memperhatikan masalah duniawi.
Akan tetapi masalah duniawi ini tidak dapat di lepaskan dari masalah
ukhrowi, tak dapat di pisahkan dari agama atau wahyu dan Tuhan. Islam
dapat sejalan dengan sekularisme karena yang terakhir ini dalam rangka
memusatkan perhatiannya kepada masalah dunia itu, telah secara sadar
memalingkan muka dari agama atau wahyu dan Tuhan adalah kehidupan
sehari-hari. Umat Islam menentang sekularisme karena sekularisasi adalah
proses yang membawa orang, golongan, masyarakat semata-mata berhaluan
duniawi kian lama kian memalingkan muka dari agama atau wahyu dan Tuhan.
Di lain sisi, Islam adalah agama harmoni, agama keseimbangan antara
dunia akhirat.[9]
Agama sebagai kekuatan sosial politik baik Katolik
maupun Protestan dengan berbagai alirannya, ternyata berperan penting
dalam menimbulkan perang agama-agama di seluruh Eropa. Perang tersebut
telah menghancurkan berbagai masyarakat dan kerajaan-kerajaan juga
imperium-imperium lepasnya Nederland an kerajaan-kerajaan juga dari
imperium Hasburg Spanyal (1588-1548) dalam perang selama 80 tahun adalah
contohnya. Meskipun harus di akui ada berbagai fakta lain di luar agama
yang juga ikut mempengaruhi.
Di Perancis, tindakan Raja Hanry IV
serta sikap rakyat Prancis yang setia pada agama Khatolik menunjukkan
model kesatuan agama dan timbulnya protestanisme dalam tubuh Kristen
Eropa ada perpecahan agama, politik dan masyarakat. Konflik atau
kontradiksi realitas perpecahan agama politik ini, oleh para elit Eropa
pada waktu itu yang terdiri dari kaum bangsawan dan agamawan tinggi lalu
di sebut dengan prinsip “Civius Regio Ilius est Religio” (agama raja
adalah agama para kawula atau rakyatnya). Prinsip ini terutama
dilaksanakan di Jerman yang terdiri dari puluhan kesatria politik dari
raja sampai ke pangeran, Graf, baron,, ushuy kota merdeka dan lain-lain
kalau ada rakyat yang tidak seagama dengan rajanya maka ia harus
pindah.[10]
Moralitas sebagai mana yang diakui oleh Plato adalah
sebuah prinsip yang mengilhami dan mendorong kita untuk
merealisasikannya dalam sebuah Negara cita, dia menemukan jawabannya
dalam realisasi sebuah hirarki cinta-cita ke indahan, cita-cita
keadilan, dan sebagainya yang menuntun sampai pada cita-cita
kebaikan.[11] Dalam sekema evaluasi ini, baik buruk, sebagaimana yang
dibedakan dari moralitas, adalah sebuah persoalan nilai-nilai instrinsik
yang terlepas dari pengaruh-pengaruh atau kemungkinan terjadinya.
Sedangkan persoalan moralitas secara esensial berada dalam wilayah
perilaku dalam suatu system yang ditentukan. Bagaimana dia seharusnya
bertindak sama sekali bukanlah persoalan apa yang secara hakiki. Karena
manusia bukan pemilik situasi, karena dia dikuasai oleh keadaan-keadaan
tertentu dan dia dalam melakukan (kemungkaran), ia tidak akan menjadi
sesuatu yang bermoral untuk berbuat menurut apa yang mungkin masuk di
antara tindakan bermoral yang akan dilakukan oleh seorang manusia dengan
tindakan yang secara etis baik untuk di lakukan oleh seorang
manusia.[12] Sosiologi Frankfurt Gerdhard Brandt, mengambil kombinasi
dari suatu pendekatan ini-anailisis tentang struktur sosial dan teori
tentang tindakan sosial dengan dasar bahwa kedudukannya sama-sama
penting bagi perkembangan teori-teori yang berorientasi pada masyarakat
secara keseluruhan belum mengalami kemajuan diatas level yang
diinginkan.[13] Sekularisme lahir sebagai reaksi atas berkuasanya kaum
gereja terhadap Negara. Kristen yang merupakan risalah rohaniah dan
ritual illahiyah mempunyai prinsip “berikan hak kaisar kepada kaisar,
dan hak Allah kepada Allah” akan tetapi suatu ketika di masa kegelapan
Eropa, kaum gereja menguasai Negara meski tidak terlalu langsung,
kemudian terjadi penyelewengan-penyelewengan yang berakibat pada
kemunculan revoluis yang mengaburkan habis-habis fungsi agama dan
mengembalikan Kristen ke gereja.
Masa gelap kekuasaan teokrat greja
ini agaknya menjadi trauma kaum Barat dan selalu menganggap agama
sebagai masalah kemudian ketika mereka mulai menjajah dunia Islam,
mereka anggap dunia Islam sedang terkena bencana, yaitu agama maha
mereka membawa sekularisme sebagai solving. Padahal sebaliknya dunia
Islam justru Berjaya dengang Islamnya, oleh Karen itu Syaikh Al-Azhar
menyebut propaganda mereka sebagai da’watun ila hallim laisat lahu
musykilah.
[14]Menjelang penghujung zaman tengah dan abad berikutnya
amat terkenal sekali di tanah Prancis dan sekitarnya akan kisah-kisah
tentang Roland berupa himpunan sajak mengisahkan akan tentang keberanian
dan keperkasaan keponakan Charles Magne (768-814) itu mengusir dan
menghalaukan “infidls” (orang-oran gkafir, dimaksudkan orang-orang
Islam) dari wilayah selatan Prancis, terutama dari wilaya Aquitania
(Goseonye) dan Septimania (Langedoe) dan Burgundy; selagi pamannya
sendiri Charlemgne giat menasranikan suku-suku Jerman di sebelah utara,
sehingga akhirnya Paul ke III (795-816) menobatkan paman itu menjabat
kaisar imperium Roma Suci (Holy Roman Empire).
Masa-masa yang
diceritakan di dalam kisah-kisah Roland itu masa pengembangan Agama
Kristen secara intensif pada dunia belahan Barat oleh karena suku-suku
keltic, Saxons, northmen, dan lainnya masih merupakan suku-suku liar
yang gagah perkasa; sedangkan dari arah pegunungan Pyreneen pada belahan
selatan di saksikan perkembangan agama Islam yang demikian
pesatnya.[15]
Penyebaran agama demikian menjadi menyimpang dari misi
sucinya setelah factor yang bersifat non-agama seperti factor
primodialisme, tanatisme dan egoisme ikut memainkan peran akibatnya
penyebaran agama cenderung ekspansif tanpa memperalihkan prinsip tasamuh
(toleransi) dan seringkali di ikuti oleh cara-cara yang kurang fair
kecenderungan inilah mendorong upaya mendiskriditkan agama lain yang
potensial menjadi uniting factor atau factor perekat sosial berdasarkan
persamaan watak universal justru muncul menjadi factor pemisah atau
pemisah belah dalam kehidupan bermasyarakat. Keadaan berkembang karena
sikap berlebihan (fanatisme) dalam memahami agama dan menerjemahkan
ajaran dalam kehidupan bersosial.
Potensi agama sebagai factor
permersatu di atas masih menyisakan persoalan mengenai bagaimana
menciptakan kehidupan yang integrative dalam konteks kemajemukan agama,
sehingga konflik-konflik agama dapat di hindari. Upaya pemecahan potensi
konflik di atas menurut Frans Magnis Suseno (1992) bertolak dari
pemandangan relativisme agama dan liberalism yang secara ektrim
mendatangkan pandangan sekularisme revalitas agama memandang bahwa semua
agama sebenarnya dan agama di pandang semata-mata termasuk ke dalam
kategori suatu yaitu Tuhan (God), sementara liberalism berusaha
membatasi agama sebagai ajaran mengenai alam baka serta pada kegiatan
amal ini mana urusan dunia di serahkan kepada Negara.[16]
Diantara
Negara Arab dan Al-Jazair, ada Negara Tunisia dan maroko juga sangat
mendukung reformasi modern meskipun secara teknis mereka bukan
negarasekuler. Agama Negara resmi mereka secara turun temurun adalah
Islam. Yordania adalah Negara moderat lainnya yang memiliki populasi
penduduk Kristiani 10%. Iraq, disatu sisi dikuasai oleh partai Baath
yang memiliki karakter sosialis. Irak sampi menjelang terjadinya perang
Teluk pada tahun 1990, sangat berkarakter sekuler. Akan tetapi, tekanan
perang Teluk dan perang sebelumnya dengan engara Iran selama delapan
tahun telah membawa perubahan dalam karakter pemerintahan (Negara) dan
pribadi Saddam Hussein dalam rangka untuk mendapatkan dukungan
(legitimasi), maka dimulailah Islamisasi undang-undang yang lebih
lentur. Beebrapa Negara teluk semisal Bahrain , dan Yaman juga
berkarakter Islam namun nberwawasan liberal tidak seperti Arab Saudi dan
Kuwait. Pada kenyataannya, dalam proses modernisasi yang begitu pesat
ternyata cukup berpengaruh kuat terhadap Negara-negara Islam semisal
Arab Saudi dan Kuwait.[17]
Pandangan Marxisme terhadap agama sangat
dipengaruhi oleh filsafat atheistiknya Feuerbach. Feuerbach menyatakan
tentang gagasan keterasingan terhadap agama (The alienating effect of
religion) dalam kritiknya, Feuerbach melakukan pembalikan pada hubungan
antara Kristus dengan Tuhan. Ia mengatakan bahwa bapa (Tuhan) dilahirkan
oleh Sang Anak (Kristus). Tuhan tidak memanifestasikan kristus
melainkan Kristus yang memanifestasikan Tuhan. Tesis inilah yang diklaim
menunjukkan bahwa manusialah yang melahirkan ahal-hal yang bersifat
imaginer. Kristus adalah humanitasriil. Sedangkan Roh Kudus tidak lain
adalah jiwa manusia itu sendiri yang gagal mengenali eksistensi
ketuhanan dalam dirinya sendiri, kemudian mempersonifikasikannya dalam
bentuk mahluk mertafisik. Pandangan inilah yang kemudian dirujuk oleh
Marx dalam mengontruksi gagasan atheistiknya.
Menurut sari’ah,
kenyataan tersebut menunjukkan bahwa Feuerbach, telah menjungkirbalikkan
doktrin trinitas kristiani dengan membalik logika asal mula Tuhan,
Bapa, dan Yesus, ia membuktikan bahwa sesungguhnya manusialah yang
melahirkan Tuhan. Tuhan ada karena manusia berfikir keberadaannya.
Dengan demikian “keterasingan agama” dalam istilam Feuerbach adalah
bentuk kekeliruan yang harus dicabut. Dengan dicabutnya fenomena
tersebut, maka manusia akan kembali pada dirinya sendiri secara utuh dan
menyadari dengan kesadaran zatiah-nya bahwa dia adalah Tuhan bagi
dirinya sendiri (homo hominidei).
Sepakat dengan gagasan Feuerbach,
marxisme menganggap bahwa salah satu diantara kewajibannya adalah
melakukan propaganda terencana terhadap agama manapun yang belum dengan
bentuk apapun. Karena dia tidak hanya memandang agama sebagai suatu
landasan bathil, tetapi juga berbahaya, bertentangan dengan akal dan
menjadi musuh bagi rakyat. Dengan demikian agama dimata marxis hanyalah
penghalang kemajuan.
Seterusnya marx mengatakan:
“Agama adalah
kesadaran diri yang terdapat pada manusia yang masih belum mampu
meninggalkan dirinya atau telah kehilangan dirinya untuk kesekian
kalinya, akan tetapi agama adalah penentu nasib manusia yang
membingungkan akal”.
Sebab nasib manusia tidak memiliki realitas yang
hakiki, …. Perang terhadap agama sama artinya dengan perang terhadap
alam yang agama adalah esensi ruhaninya kekejaman. Agama adalah pencipta
kekejaman relitas dan penentangan terhadap kekejaman itu sendiri. Agama
adalah ilusi tentang perwujudan yang kejam, jiwa yang tidak berjiwa.
Agama adalah candu bagi rakyat (opium of the people).”
Marx
mengatakan bahwa prinsip-prinsip sosial agama masehi (Yahudi, Kristen,
islam) menganjurkan adanya kelas penguasa dan rakyat yang diperintah.
Prinsip-prinsip sosial agama Masehi menumpahkan seluruh kekayaan di
dunia. Dengan cara ini, maka melanjutkan hal tersebut di dunia ini,
ditatapkan sebagai bagian dari dosa warisan atau satu ketentuan, dan
Tuhan telah mengajarkan tentang ketidakadaan kecemburuan, kehinaan,
ketaatan dan penindasan, serta seluruh sifat-sifat tercela. Sedang kelas
kaum ploretar revolusioner”
Ketika Marx masih seorang pemuda,
Hegelian yang pemikirannya banyak dipengaruhi oleh filsafat Hegelian ia
menulis dalam pendahuluan risalahnya sebagai berikut:
“Filsafat
berkaitan dengan keimanan kepada Bramat Heus dan dengan kata singkat,
saya tegaskan bahwa saya membenci Tuhan-Tuhan …. Seluruh bukti tentang
adanya Tuhan, justru membuktikan tentang tidak adanya Tuhan. Bukti-bukti
realitas mesti dijelaskan sebagai berikut: apabila alam ini tidak
memiliki proses pembentukan yang benar, maka dengan demikian Tuhan ada,
dan sepanjang ada dunia yang tidak bisa dipahami dengan akal, berarti
disitu Tuhan ada. Dengan kata lain bukti-bukti tidak rasional sajalah
yang menjadi landasan bagi adanya Tuhan.”
Pernyataan tersebut Marx
telah menerapkan keimanan dan masyarakt Bramathean yang dari para
filosof dan sarjana sosiologi yang meyakini humanism dan terpengaruh
oleh sains Simon, serta orang-orang sesudahnya oleh Proudon. Satu hal
yang tidak realistis dimata syariah adalah mitologi Yunani oleh Marx
diberlakukan secara umum dan kaprah untuk melihat hubungan Tuhan-manusia
terhadap semua agama. Pada saat dia tahu betul bahwa teori keagamaan
yang ada pada agama-agama besar Timur sepenuhnya berbeda dengan itu.
Berbeda dengan apa yang ada pada mitologi Yunani, jelas syarit. Dalam
agama-agama besar Timur tidaka ada pertentangan antara Tuhan dengan
manusia. Tuhan tidak membenci manusia, dan bukan tidak hanya
menginginkan keburukan bagi manusia yang takut kepada-Nya, malahan
sangat mencintainya. Landasan seruan agama Allah di “Timur” adalah
mengangkat manusia dari bumi menuju langit, dari kelompok binatang
menuju mahluk Illahi.[18]
Dunia intelektual Islam masa kini
dihadapkan oleh berbagai isu kontemporer yang cukup hangat. Misalnya isu
nasionalisme, hak asasi manusia, keadilan sosial, kedudukan wanita, dan
sebagainya. Hal ini secara langsung menempatkan posisi “tradisi” dalam
sorotan.
Tulisan ini bermaksud memberikan gambaran tentang “tradisi
Islam” dan tantangan yang dihadapinya. Walaupun definisi “tradisi”
(secara umum) tetap merupakan bahan diskusi yang tidak menghasilkan
kesepakatan para intelektual, secara garis besar teristimewa oleh para
pakar psikologi yang beraliran secular tradisi diilustrasikan sebagai
suatu konsep yang yang bertolak belakang dengan perkembangan
rasionalitas Barat sejak masa pencerahan.
Dalam persepsi mereka yang
diikuti banyak orang, tradisi tidak lain adalah religiusitas yang
diwarnai anakronisme, keterbelakanga mental, kedangkalan kreatifitas dan
ketakutan akan inovasi (bid’ah dalam istilah Islam). Namun dikalangan
agamawan, “tradisi” berarti aturan suci yang memiliki otoritas tinggi,
keseimbangan lahir dan batin, dan karenanya harus dilestarikan dan
dijunjung tinggi.
Sebagaimana diketahui, tradisi teristimewa yang
bersifat keagamaan, berpindah dari suatu generasi ke generasi berikutnya
dalam bentuk ucapan atau tulisan. Tradisi lisan (oral tradisional) bagi
penganut agama Yahudi, misalnya, yang kemudian diabadikan dalam kitab
Talmud, merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari Nabi Musa
a.s yang mengikat sepanjang masa. Demikian pula ucapan dan tindakan Nabi
Muhammad Saw., yang menjadi sumber kedua ajaran a gama Islam setelah
al-Qur’an, mulanya merupakan tradisi lisan yang kemudian dilestarikan
dalam buku-buku hadits.
Perlu digaris bawahi bahwa, meminjam
kategorisasi Fazlur Rahman, “tradisi” dalam konteks ini tidak menunjuk
pada pengertian literalnya yang sepadan dengan “sunnah”, baik sunnah
ideal “tradisi Nabi” atau sunah yang mencakup tradisi para sahabat Nabi
dan pengikut-pengikutnya. Tradisi islam dalam kontek ini adalah hasil
interaksi Al-Qur`an dan sunah dengan macam-macam penafsiran manusia,
peristiwa sejarah dan kekuatan kekuatan manusia intelektual sepanjang
sejarah islam. Aneka interaksi-interaksi ini kemudian menghasilkan
ketentuan-ketentuan yang bersifat doktrinasi, filosofia, etis, serta
konsep-konsep dan perilaku islami yang bercirikan monotoisme (tauhid)
kesemuanya ini lalu menyatu untuk menyatukan dirinya sebagai tradisi
islam.
Wilferd cantwe smith, cendekiawan asal kanada yang terkenal
bersahabat dengan islam, menamakan hasil interaksi dinamis tersebut
sebagai the cumulative tradition (kumpulan tradisi-tradisi) yang
senantiasa berkembang. Hal ini senada dengan ungkapan pemikir mesir
kontemporer mustapa najib Mahmud, yang menamakan dirinya al-turats
al-islami(warisan tradisi islam).
Tanggapan tradisi islam diatas
menampilkan tiga posisi yang berbeda, pertama pandangan orientalis yang
meragukan keampuhan tradisi islam untuk mengimbangi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi modern, posisi kedua adalah pandangan kelompok
islam konservatif yang menghimbau untuk menghidupkan tradisi serta
kejayaan masa lalu dalam seting modern masa kini, kelompok ini berupaya
menggali kembali khasanah intelektualtanpa harus meminjkam konsep
konsep modern.
Sementara kelompok ketiga adalah posisi ``jalan
tengah`` yang menganjurkan pendekatan interaksi positif antara tradisi
islam dan tradisibarat modern – dalam pengertian menyaring
kkonsep-konmsep barat yang positif untuk memperkaya dan memperkuat
tradisi islam sehingga ia mampu untuk tampil sebagai kekuatan
alternative. Kelompok ini berupaya menggali kembali khasanah intelektual
islam untuk dapat diterapkan dalam kontek kehimian, tanpa harus
meminjam konsep –konsep modern.
Sementara posisi ketiga adalah posisi
jalan tengah yang menganjurkan pendekatan interaksi positif antara
tradisi islam dan tradisi barat modern – dalam pengertian menyaring
konsep-konsep barat yang positif untuk memperkaya dan memperkuat tradisi
islam sehinggaia mampu tampil sebagai kekuatan alternative , kelompok
ini dipelopori oleh mereka yang menamakan dirinya kaum modernis telah
banyak beredar artikel yang membeberkan bahaya pemikiran para kaum
orientalis kepada umat islam, bagi para orientalis islam dinilai sebagai
agama pecahan adri ajaran-ajaran jiplakan yahudi-kristen disatu pihak
karena itu islam sebagai agama peradaban dianggap rendah karena ia
hanyalah nesidu buruk dari peradaban byzxantium Kristen. Persepsi
orientalis ini menurut A. Tibawi, cendekiawan muslim yang berpendidikan
barat akibat kecemasan dan kebencian mereka terhadap islam yang tampil
sebagai rival utama bagi agama yahudi dan Kristen.
Sementara itu
Edward said, cendekiawan arab Kristen pengarang buku ``orientalis``
lebih jauh menjelaskan bahwa wa terdapat beberapa asumsi dasar atau
dogma dalam pemikiran para orientalis dalam interaksi pemikiran mereka
dengan islam antara lain adalah pemikiran yang mengatakan bahwa cirri
dunia barat adalah rasional , berpikiran maju, berperikemanusiaan dan
karenanya lebih unggul dari dunia orient (timur, termasuk islam) yang
disebut memiliki ciri statis, irasional dan terbelakang.
Disamping
buku said sederetan karya tulis di dunia islam khususnya dalam bahasa
arab yang bertemakan musytasyroq (orientalis) telah memu8nculkan karya
karya tersebut pada dasarnya memperingati umat islam bahwa orientalisme
yang berlindung pada selimut objektifitas ilmiah dan penelitian yang
bersifat rasional tidak jarang menyisipkan agenda utamanya yakni untuk
membendung pengaruh islam dimana-mana.
Tanpa mengesampingkan
kekhawatiran para intelektual muslim akan bahaya agenda orientalis yang
terselubung, perlu dicatat bahwa pada dasawarsa terakhir abad ini telah
muncul beberapa nama besar dari kalangan orientalis yang menunjukkan
kecenderungan positif terhadap peradaban islam. Salah satu dari mereka
adalah monthgomery walt, yang berusaha menggugat mispersepsi , prasangka
, serta citra keliru barat kristen terhadap islam.karya-karyanya
diseputar tema tersebut adalah muslim cristian encounter : Perception
and Misperception dan the Influence of Islam in the Medieval Europe.
Lois
masiggnon, orientalis asal prancis yang meneliti tentang tasawuf islam,
termasuk dalam kategori orientalis yang menaruh simpati terhadap islam,
Ia secara aktif ikut berperan memikirkan dan memberikan masukan positif
tentang islam terhadap dunia katolik, yang membuahkan konsili Vatikan
II.
Meskipun demikian, sejarah Indonesia mengingatkan kita akan nama
–nama orientalis yang memandang rendah ajaran islam , diantaranya
adalah, hendrik khralmer, dan snauck hurgranje keduanya meragukan
efektifitas agama islam dalam mengantarkan Indonesia kedunia modern.
Penilaian
negative terhadap islam, yang selama ini berkembang dibarat, merupakan
kelanjutan dari mentalitas abad pertengahan Kristen yang antipasti
terhadap islam, demikian norman Daniel dalam bukunya, islam and the
west: the making of an image dan Robert W. Southern dalam bukuya western
views of islam in the middles agies.
Sebagai bangsa yang sedang
mengembangkan saling pengertian sesame pemeluk agama –agama, kita harus
waspada terhadap kajian-kajian para orientalis yang tidak menguntungkan
kita. Usaha untuk memisahkan kebudayaan jawa dari ajartan islam hanya
merupakan lapisan tipis yang tidak melekat pada darah daging umat islam
Indonesia, adalah contoh dari hasil kajian orientalis yang dipengaruhi
oleh sikap antipasti terhadap islam.[19]
Sesuai dengan petunjuk
al-Qur’an, Sunnah menjadi factor sejarah bahwa Allah menciptakan manusia
terbagi dalam berbagai kelopok dan komunitas, yang masing-masing
memiliki orientasi atau tujuan hidupnya sendiri sesuai dengan
keyakinannya oleh karena itu, pada masing-masing komunitas atau kelompok
diharapkan dapat menerima kenyataan keragaman sosial, kultur, dan
saling toleransi dan memberikan kebebasan serta kesempatan pada mereka
untuk menjalankan sistematis kepercayaan yang diyakininya.[20] Hal ini
sesuai dengan ayat al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut :
9e@ä3Ï9ur
îpygô_Ír uqèd $pkŽÏj9uqãB ( (#qà)Î7tFó™$$sù ÏNºuŽöy‚ø9$# 4
tûøïr& $tB (#qçRqä3s? ÏNù'tƒ ãNä3Î/ ª!$# $·èŠÏJy_ 4 ¨bÎ) ©!$#
4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« փωs% ÇÊÍÑÈ
Artinya : Dan bagi
tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada
pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat).
Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqoroh,
148).
Oleh karena itu tidak boleh ada paksaan dalam menyiarkan agama kepada orang lain.[21]
Selain itu pemaksaan dalam hal beragama sendiri adalah bertentangan dengan martabat manusia sebagai makhluk yang merdeka.
Iw
on#tø.Î) ’Îû ÈûïÏe$!$# ( ‰s% tû¨üt6¨? ߉ô©”9$# z`ÏB ÄcÓxöø9$# 4 `yJsù
öàÿõ3tƒ ÏNqäó»©Ü9$$Î/ -ÆÏB÷sãƒur «!$$Î/ ωs)sù y7|¡ôJtGó™$#
Íouróãèø9$$Î/ 4’s+øOâqø9$# Ÿw tP$|ÁÏÿR$# $olm; 3 ª!$#ur ìì‹Ïÿxœ îLìÎ=tæ
ÇËÎÏÈ
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya Telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, Maka Sesungguhnya ia Telah berpegang kepada buhul tali yang amat
Kuat yang tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Ayat tersebut di atas adalah inti dan sekaligus pemahaman
kebebasan beragama menurut pandangan Islam, Fakta bahwa umat manusia
terbagi dalam berbagai kelompok masing-masing mempunyai tujuan hidup
berbeda menjunjung tinggi nilai-nilai agama berarti juga menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan yang mewujud pada penghargaan dan pembebasan
sebab keberagamaan yang bersumber pada keyakinan dirilah yang bias
mengembangkan nilai-nilai kemanusiaan yang bias ditransformasikan kepada
nilai sosial, jadi sikap menghargai keberagamaan sebagai mana anjuran
Islam merupakan wujud dari tingkat kedewasaan seseorang dalam menerima
kenyataan sejarah.[22]
D. Kesimpulan
Umat Islam sudah sangat
suka dan jenak dengan tata kehidupan yang sangat pluralistic dan
sekularistik. Proses ini sekaligus memiliki keuntungan dan kerugian
bagaimana keuntungannya adalah sesuai dengan ajaran agama-agama besar
seperti Islam, Yahudi dan Kristen sedangkan kerugiannya adalah bagi
banyak orang pengalaman agamawi dipersulit atau bahkan hampir
dimustahilkan.
Islam adalah pandangan terhadap Tuhan terhadap alam
dan terhadap manusia yang menentukan terhadap sains, kepada seni, kepada
tiap orang dan tiap masyarakat, suatu proyek untuk membentuk suatu
dunia yang bersifat ke Tuhanan dan kemanusiaan secara tak terpisahkan
dua dimensi besar yaitu dimensitransenden dan dimensi masyarakat.
Posisi
umat Islam dalam kenyataan ini mengharuskan umat Islam menjadi ummatan
wasathan/umat penengah dan saksi (Syuhada) di antara manusia. Hal ini
dicontohkan oleh kehidupan Nabi saat berada di Madinah, yaitu dengan
meciptakan piagam Madinah dan menghargai non-muslim. Dan membuktikan
Islam sebenarnya adalah agama yang terbuka dalam pengertian menolak
absolutisme dan eksklusivme kebenaran agama.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman Wahid, dkk, Dialog Kritik dan Identitas Agama.
Ahmad Fuad Fanani, Islam Madzhab Kritis; Menggagas Keberagaman Liberatif. Buku Kompas, Jakarta, 2004.
Dr. Alwi Shihab, Islam Inklusif, Mizan, Bandung, 1999.
Dr. Nurcholis Majid, Pluralisme Agama di Indonesia, Mizan, Bandung, 1998.
DR. H. Danang Kahmad, M.S.I., Sosiologi Agama, Konisius, Yogyakarta, 1994.
Eko Supriyadi, Sosialisme Islam, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 20003
H. Endang Saefuddin Anshori, MA, Wawasan Islam, Gema Insani, Jogjakarta, 2004.
H. Zulfi Mubarok, MA., Prof. Dr. H. Iman Suprayoga, Sosiologi Agama, UIN Malang Pres , 2006.
http:/kampus/blogspot.com/2011/01
Joesoef Sau YB, Sejarah Daulat Umayyah di Cordova, Bulan Bintang, Jakarta, 1977.
Moh. Hefni, Israul Haque, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
M. Rusli Karim, Dinamika Islam di Indonesia Suatu Tunjauan Sosial dan Politik, PT. Handindita Ofset, Yogyakarta, 1985.
Perang Terminologi Islam Versus Barat, Rabbani Pres, Jakarta, 1998.
Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, Pt. Remaja Rosda Karya. Bandung, 1995,
Tobroni & Samsul Arifin, Islam Pluralisme Budaya dan Politik, Sip Ress, Yogyakarta, 1994.
TS. G. Mulia dan KH. Hidding, Ensiklopedia Indonesia, Artikel Seduce Risosi (dari Bahasa Latin). 2004.
Zaenal Arifin Abas, Perkembangan Pemikiran Terhadap Agama, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1984.
[1] http:/kampus/blogspot.com/2011/01
[2] Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, Pt. Remaja Rosda Karya. Bandung, 1995, cet. 1, 255
[3] H. Endang Saefudin Anshari, MA, Wawasan Islam, Gema Islami, Jogjakarta, 2004, hal. 183
[4] Zaenal Arifin Abas, Perkembangan Pemikiran Terhadap Agama, Pustaka Al-Husna, Jakarta, 1984, hal 39.
[5] Ibid, hal. 59-60
[6] Dp. H. Danang Kahmad, M.S.I., Sosiologi Agama, Konisius, Yogyakarta, 1994. Hal. 124
[7] Perang Terminologi Islam Versus Barat, Rabbani Pres, Jakarta, 1998, hal. 19
[8] TS. G. Mulia dan KH. Hidding, Ensiklopedia Indonesia, Artikel Seduce Risosi (dari Bahasa Latin).
[9] Loc.cit, hal 184
[10] Op cit, wawasan Al Qori’ah.
[11] H. Endang Saefuddin Anshori, MA, Wawasan Islam, Gema Insani, 2004, hal. 183
[12] Abdurahman Wahid, dkk, Dialog Kritik dan Identitas Agama.
[13] Moh. Hefni, Israul Haque, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
[14] H. Zulfi Mubarok, MA., Prof. Dr. H. Iman Suprayoga, Sosiologi Agama, UIN Malang Pres , 2006, hal 28
[15] Joesoef Sau YB, Sejarah Daulat Umayyah di Cordova, Bulan Bintang, Jakarta, 1977, hal. 34
[16] Tobroni & Samsul Arifin, Islam Pluralisme Budaya dan Politik, Sip Ress, Yogyakarta, 1994, hal. 27
[17] Ashar Ali Engineer, Islam Masa Kini, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2004, hal. 126.
[18] Eko Supriyadi, Sosialisme Islam, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 20003, hal. 195-198.
[19] Dr. Alwi Shihab, Islam Inklusif, Mizan, Bandung, 1999, hal. 287-190.
[20] Ahmad Fuad Fanani, Islam Madzhab Kritis; Menggagas Keberagaman Liberatif, Buku Kompas, Jakarta, 2004, hal, 36
[21] Dr. Nurcholis Majid, Pluralisme Agama di Indonesia, Mizan, Bandung, 1998, hal 62
[22]
M. Rusli Karim, Dinamika Islam di Indonesia Suatu Tunjauan Sosial dan
Politik, PT. Handindita Ofset, Yogyakarta, 1985, Hal 1
DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com