ARTIKEL PILIHAN

GOOGLE TRANSLATE

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

ARTIKEL PILIHAN

Cukuplah Kematian Sebagai Sahabat Pengingat

Written By Situs Baginda Ery (New) on Selasa, 02 Agustus 2011 | 14.21

Sebuah hadist menyebutkan, orang yang cerdas adalah orang selalu mengingat kematian. Dengan mengingat kematian itu, manusia akan mengorientasikan seluruh hidupnya untuk kebaikan.

Ketika manusia mengingat kematian, mereka pasti akan menggunakan potensi-potensi dirinya hanya untuk beramal kebaikan. Manusia yang selalu mengingat kematian akan memutus dan menarik garis pembatas dengan segala perbuatan dosa, serta tidak akan pernah berkompromi dengan perbuatan durhaka.

Manusia pasti melalui iring-iringan kematian, mengingat akhir kehidupan yang pasti datang ini, waktu yang sudah Allah Ta’ala takdirkan buat anak Adam, di mana ketika itu, seorang tiran menjadi hina, pendurhaka menunduk lesu, pendosa ingin bertobat, dan orang-orang yang memberontak terhadap kekuasaan Rabbnya menjadi murung dan sedih.
Kematian adalah saat yang memilukan. Kematian akan sama-sama dialami oleh para raja, para penguasa, rakyat jelata, atasan dan bawahan, si kaya dan si miskin. Tak ada satupun keturunan anak Adam, yang luput dari peristiwa kematian.

Betapa pun panjang usia, dan betapa asyik masyuknya dengan masa muda, yang sehat dan gagah, manusia tetap akan mengalami saat kematian. Walaupun, manusia memiliki mobil-mobil, gedung-gedung, tinggal di apartemen yang super luk dan mewah, memakai pakaian yang terbuat dari sutera yang halus dan lembut, menikmati berbagai makanan restoran yang serba lezat, saling berkunjung dan banyak mengumbar gelak dan tawa, ketika datang kematian, semuanya itu pasti pupus dan tak berarti apa-apa.

Kadang-kadang manusia lupa akan kematian. Karena tenggelam dalam kenikmatan dunia, yang hanya sebentar itu. Kadang-kadang kehidupan dunia membuat manusia terhempas dalam khayalan yang tak ada ujungnya. Mereka terus menerus melanglang mengikuti hawa nafsunya, yang seakan tak berbatas. Manusia ingin mereguk segala kenikmatan dunia. Manusia yang mengejar kenikmatan dunia itu, bagaikan mereka yang mengejar fatamorgana di padang pasir, yang tak pernah mendapatkan kepuasan, dan tak pernah menemukan air yang dapat menghilangkan rasa dahaganya.

Mengapa manusia menjadi lupa terhadap hakekat tujuan hidupnya? Mengapa manusia melupakan akan pertanggung- jawaban yang pasti akan diminta oleh Sang Pencipta Allah Rabbul Azis itu? Mengapa manusia berkhianat terhadap dzat yang menciptakan dirinya? Mengapa manusia hanya menghabiskan waktunya untuk bersenda gurau dan main-main? Mengapa manusia memilih bergaul dan bercengkerama dengan para ahlul maksiat dan ahlul bathil?

Tidak ada tempat yang bisa didiami seseorang setelah mati,
kecuali yang telah ia kerjakan sebelum mati.
Jika ia mengerjakan kebajikan, maka tempatnya pun baik,
tapi bila ia mengerjakan kejahatan, maka akan celakalah pembuatnya.
Buat ahli waris yang sibuk megumpulkan harta benda dunia,
pasti tak ada gunanya bagi mereka yang sudah mati”.

Suatu saat, tatkala ajalnya sudah mendekat Amr Ibn Ash menangis lama ….Kapan lagi seseorang menangis bila tidak pada saat seperti ini? Dan, ketika ia sedang menangis, datanglah anaknya yang sangat zuhud yaitu Abdullah. Ia mengingatkan ayahnya agar berbaik sangka kepada Allah Ta’ala, dan selalu menaruh harapan kepada-Nya.

Bukankah engkau telah masuk Islam, ayah?”, tukas Abdullah. “Engkau telah ikut hijrah bersama Rasulullah Saw?”, tambahnya. “Bukankah Rasulullah Saw telah mengangkat engkau menjadi panglima perang?”, lanjut Abdullah. “Bukankah ayah telah menaklukan Mesir?”, tegas Abdullah. Tapi, justru Amru Ibn Ash memalingkan mukanya ke dinding, sambil menangis panjang. Lalu, menghadapkan wajahnya ke orang-orang yang di sekelilingnya. Amru Ibn Ash menangis panjang, ketika ia mengingat kembali sebelum masuk Islam. “Adakah dosa-dosaku akan dihapuskan, ketika kelak aku menghadap Rabb?”, gumam Amru Hanya satu kalimat yang masih tersisa padaku, yang akan kujadikan hujjah dihadapan Allah Ta’ala yaitu: “Laa ilaaha illallah, Muhammad Rasulullah”.

Tentu, kalau ada orang yang dapat lolos dari kematian adalah Nabi Muhammad Saw. Tapi, kenyataannya tidak, dan Rasulullah Saw melewati saat yang juga dilewati manusa biasa.Padahal Rasulullah Saw adalah manusia yang paling mulia, dan kekasih Allah Rabbul Azis. Hanya bedanya dengan manusia biasa, beliau menerima kematian dengan lapang dada, karena telah banyak melakukan amal kebajikan.

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw, ketika menghadapi sakaratul maut, mengambil khamishah (kain kecil), dan menaruhnya di wajah beliau, karena beratnya kondisi yang beliau hadapi. Lalu, beliau berdoa: “Laa ilahaa illallah…laa ilaaha illallah … laa ilaaha illallah. Sungguh, kematian itu amat pendih. Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakaratul maut. Ya Allah, ringankanlah sakaratul maut ini buat ku”.

Aisyah menuturkan: “Demi Allah, beliau mencelupkan kain itu ke air, lalu meletakkannya di atas wajahnya”. Lalu, beliau berdoa: “Ya Allah, bantulah aku menghadapi sakaratul maut”. Mengapa Rasulullah Saw berdoa seperti itu? Para Sahabat menafsirkan, beliau berdoa demikian, karena diberi dua pilihan. Diperpanjang usianya atau bertemu Tuhannya. Tetapi, beliau, ‘justru memilih teman Tertingginya (Rabbnya)’. “Aku ingin segera meninggalkan dunia ini … aku ingin meninggal saat ini”, ujar Rasulullah Saw.

Beliau tahu, betapapun panjangnya usia dan jauhnya ajal, beliau tetap akan mengalami kematian. Wallahu ‘alam.


disadur dari

http://www.eramusli m.com/atk/ bps/8812130913- kematian- sebagai-nasihat. htm

Oleh Mashadi

14.21 | 0 komentar | Read More

Antara Kematian dan Dosa Manusia

Mati adalah sebuah kepastian. Yang memiliki kehidupan di mayapada ini pasti mati. Tapi keyakinan orang tentang kematian itu banyak ragamnya. Demikian juga mengenai cara, bagaimana kematian itu menghampiri kehidupan. Dan yang tak kalah menarik untuk dijadikan materi dialog adalah, adakah kehidupan baru (baca: kebangkitan) pasca kematian.

Kita mulai dari kematian. Kematian adalah berpisahnya nyawa (sukmo) atau hayat dari jasad yang semula hidup. Masih menjadi perdebatan, apakah jasad hidup itu dikarenakan adanya nyawa atau ruh. Ataukah keduanya identik, nyawa sama dengan ruh itu sendiri. Terlepas dari penolakan atau persetujuan atas pernyataan terakhir, yang pasti keyakinan terhadap nyawa dan ruh mengandung keadaan yang berbeda.

Pertama, bila nyawa sama dengan ruh, maka semua yang hidup memiliki nyawa atau ruh itu. Tidak semata sosok manusia, tapi termasuk mahkluk hidup lain yang ada di muka bumi ini, baik di daratan maupun di lautan. Dalam keadaan demikian tidak ada perbedaan antara manusia dan sosok makhluk hidup yang lain itu. Satu-satunya pembeda di antara keduanya, dan itu hanya dimiliki manusia, yakni adanya kalbu atau akal budi, atau hati nurani beserta nafsu syahwatnya.

Kedua, bila nyawa tidak sama dengan ruh, kesamaan antara jasad hidup yang disebut manusia maupun mahkluk hidup lain, hanya pada sisi keberadaan “nyawa” atau “hayat” yang membuat makhluk itu hidup. Sedangkan ruh adalah “nafas” Sang Pencipta yang ditiupkan semata kepada jasad manusia, karena kelak ruh manusia itu bakal kembali kepada-Nya untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan. Dalam ruh inilah bersemayam kalbu atau akal budi, atau hati nurani beserta nafsu syahwatnya. Sedangkan makhluk hidup selain manusia, tak ada perhitungan atas amal perbuatan.

Ruh meninggalkan jasad manusia tatkala “nyawa” atau “hayat” tak lagi memberi kehidupan pada jasad fisik. Mengapa? Sebab saat ketiadaan kehidupan atas jasad manusia, pada saat bersamaan berhenti pula argo perhitungan atas perbuatan baik atau buruk. Keberadaan ruh pasca kematian, menurut keyakinan masing-masing, bisa berada di mana-mana. Ada yang meyakini, setelah kematian terjadi reinkarnasi sebelum akhirnya moksa (kembali kepada ketiadaan), atau ke nirwana. Ada yang meyakini bahwa ruh langsung ke surga, sebab telah ada penebusan dosa. Dan, ada pula yang meyakini setelah kematian ruh berada di alam barzah menunggu saat perhitungan (hisab).

Bunuh Diri, Dosa?

Tentang cara mati, dari keseluruhan macam kematian, setidaknya dapat dibagi menjadi 2 (dua) kelompok. Yakni, mati secara alamiah -baik disebabkan usia tua, sakit, atau kecelakaan-, atau mati bunuh diri. Yang disebut pertama adalah kelompok orang yang mengalami kematian bukan kehendaknya, tapi kehendak Ilahi. Sedangkan yang kedua, menjemput kematian karena adanya kesengajaan diri, karena merasa sudah “bosan” dan ingin meninggalkan segala bentuk keruwetan dunia.

Bagi yang meyakini adanya reinkarnasi, tindakan bunuh diri itu percuma. Sebab ruhnya bakal lahir ke dunia kembali, dalam berbagai wujud makhluk hidup guna melakukan kebajikan. Bila dari perputaran hidup, mati, dan reinkarnasi itu telah mencapai tingkat kebajikan tinggi, ruh bersangkutan (diyakini) akan mengalami moksa, dan ada yang meyakini masuk ke nirwana.

Konsep reinkarnasi ini mengandung 2 (dua) masalah. Pertama, bila setiap ruh manusia mengalami reinkarnasi, seharusnya jumlah penduduk bumi tak mengalami pertambahan. Logikanya, andai bumi ini diibaratkan sebuah ruangan dengan jumlah penguni 100 orang, kemudian setiap orang bergiliran ke luar (baca: mengalami kematian), tentu yang berada di luar ruangan jumlahnyan tetap 100 orang. Kedua, bila di dalam ruangan sebelum kematian para penghuni itu melakukan upaya reproduksi, dan setelah ke luar ruangan jumlahnya menjadi lebih banyak, maka di antara mereka ada manusia hasil reinkarnasi dan ada pula manusia yang sama sekali “baru” (baca: bukan hasil reinkarnasi). Karena terdapat pilihan, reinkarnasi mengandung probabilitas.

Bagi yang percaya adanya penebusan dosa. Penebusan dosa dalam hal ini menghapus keseluruhan dosa ruh-ruh yang mengimaninya. Tidak terbatas dosa warisan. Dengan demikian, sebesar apa pun dosa atas ruh manusia itu telah ditebus, sehingga layak masuk surga bersama Tuhan Allah (Bapa). Persoalan timbul, bagaimanakah dosa ruh dari orang yang mengalami kematian karena bunuh diri? Termasuk dalam cakupan penebusan dosa atau tidak? Bila tercakup dalam penebusan dosa, aksi bunuh diri bisa bermakna tak berdosa. Tapi, bila tak tercakup dalam penebusan dosa, maka konsep penebusan dosa kehilangan nilai kebenarannya. Sebab terdapat alternatif, penebusan dosa mengandung probabilitas.

Sesuai Perbuatan

Yang ketiga, ada yang mempercayai setiap ruh manusia akan bertanggung jawab sesuai dengan apa yang diperbuatnya. Dibayar surga karena berbuat baik, dan dibayar neraka bila berbuat dosa. Tak peduli, dalam tindakan bunuh diri misalnya, andai yang bersangkutan sebelum menjalankan niatnya itu berdoa atau melakukan aksi ritual, pasca kematian ruhnya pasti masuk neraka. Segala amal perbuatan baik yang dilakukan di dunia hapus. Tidak ada toleransi. Termasuk ruh-ruh teroris pengebom bunuh diri yang membunuh dan melukai masyarakat tak berdosa.

Pasca kematian ruh-ruh itu akan kembali kepada Tuhan Allah (Bapa) untuk diperhitungkan (hisab) atas segala amal dan tingkah lakunya. Ruh-ruh itu bakal menghadapi proses pengadilan hakiki. Tidak ada makelar kasus. Tidak ada diskriminasi atas warna kulit, ras, pangkat, kebangsawanan, maupun agama/keyakinan. Semuanya sama di hadapan-Nya. Ibarat anak sekolah, jika menerima raport di tangan kanan, ruh itu mendapatkan keridloan dan disediakan surga. Sedangkan bila menerima raport di tangan kiri, dimasukan ke neraka tanpa kompromi. Pada saat itu tidak ada yang diuntungkan atau dirugikan. Ada keadilan di sana.

Yang unik, kalau tak boleh disebut ke luar dari logika waras, adanya keyakinan bahwa pasca kematian tidak lebih mulia dari kematian binatang. Mereka meyakini bahwa hidup itu terjadi karena bekerjanya sistem organ tubuh secara benar. Bila terdapat organ tubuh vital yang tidak bekerja -baik disengaja atau karena proses alamiah- jasad itu mengalami kematian. Tidak ada kegaiban nyawa maupun ruh. Sebab itu di benak mereka tidak ada konsep surga-neraka. Tidak ada pembalasan apa pun dan dari siapa pun, kematian hanya berhentinya sistem kehidupan. Dan, yang tersisa tak lebih dari seonggok daging bangkai.***

14.19 | 0 komentar | Read More

Dosa-dosa yang Mengurangi Umur Manusia

Imam Ali Zainal Abidin (sa) menjelaskan faktor-faktor yang dapat mengurangi umur manusia. Dia mengatakan: “Dosa-dosa yang dapat mempercepat datangnya ajal ialah memutuskan silaturahim, sumpah palsu, ucapan bohong, zina, menutup jalan orang Mukmin, dan mengakui kepemimpinan yang tidak hak.” ((Maanil Akhbar, hlm. 271)

Dalam hadis itu disebutkan mengenai adanya enam faktor yang menyebabkan dipercepatnya datangnya kerusakan dan kebinasaan. Pada baris-baris berikut ini kami uraikan sebagian faktor tersebut.

Barangkali pembaca yang mulia pernah menyaksikan dalam. hidupnya bukti-bukti mengenai adanya keterkaitan yang sedang kita bicarakan ini. Alangkah banyaknya orang-orang yang panjang umurnya, hidup dalam kebaikan dan kebahagiaan akibat silaturahim yang dia lakukan. Dan alangkah banyak orang yang menempuh kesengsaraan hidupnya akibat memutuskan tali silaturahim.

Nash-nash agama dan riwayat banyak sekali yang menegaskan mengenai adanya keterkaitan tersebut. Kita sebutkan di sini sebagian saja.

Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya ada orang yang menjalin silaturrahmi, yang sisa umurnya tinggal tiga tahun, kemudian Allah menambah umurnya menjadi tiga puluh tahu. Dan ada orang yang memutuskan silaturrahmi, yang sisa umurnya masih tiga puluh tahun, kemudian Allah menjadikan umurnya tiga tahun. Kemudian beliau membacakan firman Allah swt: ‘Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab’.” Ar-Ra’d/13: 39. (Safinah Al-Bihar 1: 514).
Rasulullah saw. bersabda: ‘Silaturahim mempermudah hisab dan menghindarkan diri dari kematian yang jelek.”‘

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) berkata: “Sesungguhnya sumpah palsu, dan memutuskan tali silaturahim mengakibatkan rumah,rumah ditinggalkan oleh penghuninya.” (Dar Al-Salam, 3: 193)

Beliau juga mengatakan: “Aku berlindung kepada Allah dari dosa-dosa yang mempercepat kebinasaan.”
Lalu ada salah seorang yang berdiri sambil bertanya: “Wahai Ali, adakah dosa yang dapat mempercepat kebinasaan?”
Beliau menjawab: “Ya, celaka engkau, memutuskan tali silaturahim.” (Ushul Al-Kafi 4: 48)

Wassalam
Syamsuri Rifai

Amalan Praktis, bermacam2 shalat sunnah dan doa-doa pilihan, Artikel-artikel Islami, klik di sini :
http://shalatdoa.blogspot.com
Milis artikel2 Islami, macam2 shalat sunnah, amalan2 praktis dan doa-doa pilihan serta eBooknya, klik di sini:
http://groups.google.com/group/keluarga-bahagia
http://groups.yahoo.com/group/Shalat-Doa
Milis FengShui Islami, rahasia huruf dan angka, nama dan kelahiran, rumus2 penting lainnya, dan doa2 khusus, klik di sini :
http://groups.google.co.id/group/feng-shui-islami

14.16 | 0 komentar | Read More

29 Orang Yang Menzalimi Orang Lain

Bukan mudah untuk kita menzalimi orang lain. Tanpa ada apa-apa pasal, tidak mungkin kita boleh menzalimi orang lain. Kerana orang lain itu bukan hidup sendiri-sendiri di muka bumi ini. Dia ada Tuhan. Tuhan menjaganya. Tuhan melindungnya. Kita tidak boleh berbuat sembarangan terhadapnya.

Kalau seseorang itu berjaya menzalimi orang lain, sebenarnya dua perkara telah berlaku sebelum itu.

Pertama , dia telah menzalimi dirinya sendiri dan telah membuat dosa hingga Tuhan murka kepadanya. Disebabkan kemurkaan Tuhan itu, maka didorong-Nya orang itu berlaku zalim kepada orang lain. Dengan itu dia terjebak lagi dengan dosa dan bertambahlah murka Tuhan kepadanya.

Kedua , orang yang kena zalim pula telah berbuat sesuatu yang menyebabkan Tuhan kasih dan sayang kepadanya. Kerana kasih sayang Tuhan itu, maka diizinkan-Nya orang lain berlaku zalim terhadapnya. Maka dengan itu, bertambahlah pahalanya dan bertambahlah kasih sayang Tuhan kepadanya. Maka orang yang menzalimi orang lain harus sedar bahawa kezalimannya adalah berpunca dari dosanya sendiri dan bukan salah orang yang dizalimi. Kezalimannya itu hanya untuk menyempurnakan kemurkaan Tuhan terhadapnya. Lagi banyak dan dahsyat kezalimannya, lagi bertambah murka Tuhan kepadanya. Makin dia zalim, makin bertambah geramnya, makin bertambah dendam kesumatnya, makin tidak puas hatinya. Sudah zalim, mahu lebih zalim lagi. Dia tidak puas dimurka Tuhan.

Alangkah dahsyatnya orang yang menzalimi orang lain. Dia sangka dia hanya berhadapan dengan orang yang dia zalimi tetapi sebenarnya dia berhadapan dengan Tuhan sendiri. Dia hendak tunjuk dan pamerkan kezalimannya kepada Tuhan agar Tuhan murka dan melaknatnya. Begitu angkuh dan sombongnya dia dengan Tuhan. Dia tidak sedar yang dia sedang menentang dan berperang dengan Tuhan dan bukan dengan orang yang dizaliminya. Orang yang dizalimi itu hanya dijadikan sasaran oleh Tuhan supaya dia dicurahi rahmat dan kasih sayang-Nya.

Bagi yang kena zalim pula, dia tidak rugi apa-apa. Dia dapat berbagai-bagai kebaikan. Dapat pahala dan dapat kasih sayang Tuhan. Tidak salah kalau dia berterima kasih kepada orang yang menzaliminya. Setidak-tidaknya memaafkan dia. Sebab, kerananyalah dia dapat pahala dan kebaikan. Kalau ikut kaedah dan adat perniagaan, dia patut berikan hadiah kepada orang yang menzaliminya kerana telah menyebabkan dia mendapat untung yang banyak.

Kalau dia beribadah seperti solat, puasa, bersedekah, menderma dan sebagainya belum tentu dapat pahala yang banyak kerana semua ibadah itu mudah dicelahi dengan riyak, ujub dan sumah. Ini semua merosakkan pahala ibadah. Tetapi pahala yang Tuhan bagi melalui ujian dan kesusahan kerana dizalimi orang tidak dicelahi dengan riyak. Ibadah seperti ini lebih selamat.

Orang yang menzalimi orang lain tidak akan senang dan puas hatinya. Dia akan berlaku zalim sampai ke kemuncak kezalimannya. Apabila tiba saat itu, Tuhan akan hempuk dia dengan sekeras-kerasnya kerana kezalimannya itu bukan masalah antara dia dengan makhluk tetapi antara dia dengan Tuhan. Dia sebenarnya melawan dan bermusuh dengan Tuhan.

Artikel ini adalah bagian dari buku Pancaran Minda yang berisi pemikiran dan ilham dari Abuya Syeikh Ashaari bin Muhammad At Tamimi

14.15 | 0 komentar | Read More

HATI-HATI TERHADAP PERBUATAN ZALIM

Kezaliman terbagi dua, yaitu menzalimi diri sendiri, dan menzalimi orang lain. Menzalimi diri sendiri ada dua bentuk yaitu syirik dan perbuatan dosa atau maksiat. Menzalimi orang lain adalah menyakiti perasaan orang lain/ aniaya, mensia-siakan atau tidak menunaikan hak orang lain yang wajib ditunaikan. Zalim secara istilah mengandung pengertian “berbuat aniaya/celaka terhadap diri sendiri atau orang lain dengan cara-cara bathil yang keluar dari jalur syariat Agama Islam”.

Diantara perbuatan-perbuatan zalim yang mengotori hati yaitu, sombong, dengki (tidak suka terhadap kebahagian orang lain), ghibah (membicarakan keburukan orang lain), fitnah (menuduh tanpa bukti yang kuat), adu domba (bermuka dua), dusta (bohong), ujub (bangga diri dengan merendahkan orang lain), dan lain sebagainya. Dalam pergaulan dan interaksi kita dengan orang lain, sebaiknya benar-benar menjaga perkataan dan sikap kita agar tidak menyinggung dan menyakiti persaan orang lain, apalagi sampai berbuat zalim. Kalau kita tidak sengaja melakukan kesalahan kepada orang lain saja, kita harus segera minta maaf, terlebih lagi bila kita dengan sengaja melakukannya.

Allah SWT telah mengingatkan dalam Al Qur’an bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan akan mendapat balasan dari-Nya, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al Zaljalah : 7-8 “Barang siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan sebesar dzarahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya juga“.

Yang lebih berbahaya lagi, apabila kita menyakiti seseorang dan orang tersebut tidak ikhlas, serta berdoa memohon kepada Allah, mengadukan kezaliman yang menimpanya dan memohon pertolongan dan perlindungan dari Allah. Serta dalam doanya, ia menyatakan bahwa ia tidak ikhlas atas perbuatan zalim yang dilakukan seseorang, maka tunggu saja, keadilan dari Allah, pasti akan mendatangi orang yang telah menzaliminya, entah itu didunia ini atau diakhirat kelak. (lihat hadits No. 4 di bawah, tentang perbuatan zalim yang tidak dibiarkan oleh Allah SWT, yaitu kezaliman yang dilakukan seorang terhadap orang lain).

Allah SWT tidak suka terhadap perbuatan zalim, perhatikan firman-Nya berikut ini : “Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, maka Allah akan memberikan kepada mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS Ali Imran [3] : 57).

Dan perhatikan juga firman-Nya yang lain: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”. (QS. Asy Syuura [42] ; 40)

Berikut beberapa ayat-ayat Al Quran tentang larangan dan akibat dari perbuatan zalim

  1. Mereka mempunyai tikar tidur dari api neraka dan di atas mereka ada selimut (api neraka) . Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang zalim,” (QS. Al A’raaf [7]: 41)
  2. Dan penghuni-penghuni surga berseru kepada Penghuni-penghuni neraka (dengan mengatakan): “Sesungguhnya kami dengan sebenarnya telah memperoleh apa yang Tuhan kami menjanjikannya kepada kami. Maka apakah kamu telah memperoleh dengan sebenarnya apa (azab) yang Tuhan kamu menjanjikannya (kepadamu)?” Mereka (penduduk neraka) menjawab: “Betul.” Kemudian seorang penyeru (malaikat) mengumumkan di antara kedua golongan itu: “Kutukan Allah ditimpakan kepada orang-orang yang zalim” (QS : Al A’raaf [7 ] : 44)
  3. Dan tidak adalah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka; dan tidak pernah Kami membinasakan kota-kota; kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezaliman.” (QS Al Qashash [28]:59)
  4. Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan umat-umat sebelum kamu, ketika mereka berbuat kezaliman…….” (QS. Yunus [10]:13)
  5. Maka itulah rumah-rumah mereka dalam keadaan runtuh disebabkan kezaliman mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu pelajaran bagi kaum yang mengetahui.” (QS. An Naml [27]:52)
  6. 6. Zalim merupakan perbuatan yang di larang oleh Allah SWT dan termasuk dari salah satu dosa-dosa besar. Manusia yang berbuat zalim akan mendapatkan balasan di dunia dan siksa yang pedih di akhirat kelak. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an Surah Asy-Syura : 42 “Sesungguhnya dosa besar itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih“.
  7. Allah SWT melarang perbuatan zalim, sebagaimana tertulis dalam firman-Nya di Surah Ibrahim ayat 42-45 : “Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong. Dan berikanlah peringatan kepada manusia terhadap hari (yang pada waktu itu) datang azab kepada mereka, maka berkatalah orang-orang yang zalim: “Ya Tuhan kami, beri tangguhlah kami (kembalikanlah kami ke dunia) walaupun dalam waktu yang sedikit, niscaya kami akan mematuhi seruan Engkau dan akan mengikuti rasul-rasul.” (Kepada mereka dikatakan): “Bukankah kamu telah bersumpah dahulu (di dunia) bahwa sekali-kali kamu tidak akan binasa? dan kamu telah berdiam di tempat-tempat kediaman orang-orang yang menganiaya diri mereka sendiri, dan telah nyata bagimu bagaimana Kami telah berbuat terhadap mereka dan telah Kami berikan kepadamu beberapa perumpamaan.”.

Berikut beberapa hadits Rasulullah SAW tentang larangan berbuat zalim :

  1. Dari Abu Dzar Al-Ghifari ra dari Nabi SAW bersabda meriwayatkan firman Allah ‘azza wa jalla, berfirman, Wahai hamba-hambaku, sesungguhnya Aku mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku mengharamkannya pula atas kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi. Wahai hamba-hambaKu, kalian semua tersesat, kecuali orang yang Aku beri hidayah, maka mintalah hidayah itu kepada-Ku, niscaya kuberikan hidayah itu kepadamu. Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian lapar, kecuali orang-orang yang aku beri makan, maka mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku berikan makanan itu kepadamu. Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian adalah orang-orang tidak berpakaian, kecuali orang-orang yang telah Kuberi pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku berikan pakaian itu kepadamu. Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian senantiasa berbuat dosa di malam dan siang hari sedangkan Aku akan mengampuni semua dosa, maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kalian semua. Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian tidak dapat mendatangkan kemanfaatan bagi-Ku sehingga tidak sedikit pun kalian bermanfaat bagi-Ku. Wahai hamba-hambaKu, sesungguhnya kalian semua tidak akan dapat mendatangkan bahaya bagi-Ku sehingga tidak sedikit pun kalian dapat membahayakan-Ku. Wahai hamba-hambaKu, andaikan kalian semua dari yang awal sampai yang terakhir, baik dari bangsa manusia maupun jin, semuanya bertakwa dengan ketakwaan orang yang paling takwa di antara kalian, hal itu tidak menambah sedikit pun dalam Kerajaan-Ku. Wahai hamba-hambaKu, andaikan kalian semua dari yang awal sampai yang terakhir, baik dari bangsa manusia maupun bangsa jin, berdiri di atas satu dataran lalu meminta apa pun kepada-Ku, lalu aku penuhi semua permintaan mereka, hal itu sedikit pun tidak mengurangi kekayaan yang Aku miliki, hanya seperti berkurangnya air samudra ketika dimasuki sebatang jarum jahit (kemudian diangkat). Wahai hamba-hambaKu, semua itu perbuatan kalian yang Aku hitungkan untuk kalian, kemudian Aku membalasnya kepada kalian. Maka barang siapa mendapatkan kebaikan, hendaklah ia memuji Allah, dan barang siapa mendapatkan selain itu, hendaklah ia tidak mencela kecuali dirinya sendirinya.” (HR. Muslim)
  2. Dari Anas r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda : “Hendaklah kamu menolong saudaramu yang menganiaya dan yang teraniaya“, sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah, (benar) aku akan menolong apabila ia dianiaya, maka bagaimana cara menolongnya apabila ia menganiaya?” . Beliau menjawab: “Engkau cegah dia dari (perbuatan) penganiayaan, maka yang demikian itulah berarti menolongnya” (HR. Bukhari)
  3. Dari Abi Hurairah r.a, Nabi SAW bersabda: “Tahukah kamu siapa yang bangkrut itu?“, mereka (sahabat) berkata: “Ya Rasulullah, orang yang bangkrut menurut kami ialah orang yang tidak punya kesenangan dan uang“ (kemudian) Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku ialah orang yang datang (pada hari kiamat) membawa pahala sholat, zakat, puasa dan haji. Sedang (ia) pun datang (dengan membawa dosa) karena memaki-maki orang, memukul orang, dan mengambil harta benda orang (hak–hak orang), maka kebaikan-kebaikan orang (yang menzalimi) itu diambil untuk diberikan kepada orang-orang yang terzalimi. Maka tatkala kebaikan orang (yang menzalimi) itu habis, sedang hutang (kezalimannya) belum terbayarkan, maka diambilkan kajahatan-kejahatan dari mereka (yang terzalimi) untuk di berikan kepadanya (yang menzalimi), kemudian ia (yang menzalimi) dilemparkankedalam neraka (HR. Muslim)
  4. Rasulullah SAW bersabda, “Kezaliman itu ada 3 macam: Kezaliman yang tidak diampunkan Allah, Kezaliman yang dapat diampunkan Allah, dan kezaliman yang tidak dibiarkan oleh Allah. Adapun kezaliman yang tidak diampunkan Allah adalah syirik, firman Allah SWT: “Sesunggahnya syirik itu kezaliman yang amat besar!”, adapun kezaliman yang dapat diampunkan Allah adalah kezaliman seseorang hamba terhadap dirinya sendiri di dalam hubungan dia terhadap Allah, Tuhannya. DAN KEZALIMAN YANG TIDAK DIBIARKAN ALLAH ADALAH KEZALIMAN HAMBA-HAMBA-NYA DI ANTARA SESAMA MEREKA, KARENA PASTI DITUNTUT KELAK OLEH MEREKA YANG DIZALIMI.” (HR. al-Bazaar & ath-Thayaalisy)
  5. Apabila kita berbuat salah terhadap orang lain, kita harus segera minta maaf, selagi kita masih hidup dan untuk memperingan siksa di akhirat nanti. Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi SAW bersabda:Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya kepada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera meminta halal (maaf) nya sekarang juga, sebelum datang suatu hari yang tiada harta dan dinar atau dirham, jika ia punya amal shalih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya.” (HR. Bukhori, Muslim)

Setelah kita mengetahui bahayanya perbuatan zalim yang dapat membuat kita menjadi seorang hamba yang bangkrut di akhirat kelak, marilah kita selalu menjaga diri kita, agar tidak berbuat zalim terhadap sesama.

Dewi Yana

http://jalandakwahbersama.wordpress.com

http://dewiyana.cybermq.com

14.09 | 0 komentar | Read More

BACA JUGA

DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY

Ikuti situs Bagindaery

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...