Kisah Nyata Kehidupan
dalam bagian terakhir dari kisah sukses Tukul Arwana, kami akan
membandingkan berbagai siasat atau kiat dan tip kesuksesan
Tukul–tersurat dan tersirat–dengan asas-asas dan ciri-ciri terkait dari
kecerdasan untuk sukses Sternberg. Apakah kisah sukses pelawak dan
presenter ini cocok atau tidak cocok dengan, kurang, atau malah lebih
dari asas-asas dan ciri-ciri kecerdasan untuk sukses dari Sternberg?
Sebelumnya, kita perlu tahu apa itu
kecerdasan. Apa itu kecerdasan untuk aukses? Definisinya, menurut Robert
J. Sternberg, akan membatasi pembicaraan kita.
Sebenarnya, kita bisa mengetahui
kecerdasan untuk sukses Tukul kalau dia diuji melalui tes kecerdasan
untuk sukses. Hasilnya akan ketahuan.
Akan tetapi, gagasan ini mungkin tidak
gampang dilaksanakan. Bahan tesnya mungkin belum ada di Indonesia.
Kalaupun ada, kita belum tahu apakah Tukul mau mengikuti tes macam ini.
Karena itu, kita bisa memahami dia
sejauh ini melalui perbandingan tadi. Mudah-mudahan perbandingan ini
cukup mewakili kecerdasan untuk sukses dan kecerdasan jenis lain, kalau
ada, dari Tukul.
Kecerdasan dan Kecerdasan untuk Sukses
Belum ada kesepakatan para pakar
psikologi masa kini tentang teori kecerdasan. Tapi mereka sepakat
tentang empat tema umum kecerdasan.
Apa keempat tema umum itu? Pertama,
kecerdasan adalah kemampuan untuk belajar dari pengalaman. Ini berarti
orang pintar sekalipun bisa dan memang membuat kesalahan. Tapi mereka
belajar dari kesalahan dan tidak mengulanginya lagi. Kedua, kecerdasan
adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan hidup di
sekitarnya. Artinya, orang pintar sekalipun melangkah lebih jauh dari
sekadar mendapat nilai bagus dalam tes atau angka rapor yang bagus di
sekolah. Mereka juga mempunyai pengetahuan praktis tentang cara
menangani suatu pekerjaan, bagaimana bergaul dengan orang lain, dan
bagaimana mengelola kehidupannya dengan baik. Ketiga, kecerdasan adalah
kemampuan metakognisi. Orang yang memiliki kecerdasan metakognitif mampu
menunjukkan pemahaman dan pengendalian proses berpikirnya, seperti
pemecahan masalah, penalaran, dan pengambilan keputusan. Keempat,
kecerdasan terikat pada kebudayaan (culture-bound) suatu bangsa atau
komunitas. Riset sudah menunjukkan kebudayaan yang berbeda mempunyai
pemahaman yang berbeda tentang kecerdasan. Apa yang dipandang cerdas
dalam satu kebudayaan bisa dipandang bodoh dalam kebudayaan lain, dan
sebaliknya.
Lalu, apa itu kecerdasan untuk sukses,
menurut Prof. Robert J. Sternberg? Itulah “jenis kecerdasan yang dipakai
untuk mencapai tujuan-tujuan penting.” Dia menjelaskan: “Orang yang
berhasil, entah melalui standarnya atau entah melalui standar orang
lain, adalah mereka yang sudah berhasil mencapai, mengembangkan, dan
menerapkan suatu jangkauan lengkap dari ketrampilan intelektual lebih
banyak dari hanya mengandalkan kecerdasan takgiat yang dinilai tinggi
oleh sekolah. Individu-individu ini berpeluang atau tidak berpeluang
lulus ujian-ujian konvensional, tapi mereka memiliki satu persamaan yang
jauh lebih penting dari skor tes yang tinggi. Mereka mengenal
kekuatannya, mereka mengenal kelemahannya. Mereka menggunakan
kekuatannya; mereka mengimbangi atau membetulkan kesalahannya.”
Sternberg selanjutnya merinci tiga sisi
kecerdasan untuk sukses. Seseorang disebut memiliki kecerdasan untuk
sukses kalau dia berpikir dengan baik dengan tiga cara yang berbeda:
analitik, kreatif, dan praktis. Ketiga sisi kecerdasan untuk sukses ini
saling berkaitan dan harus dipakai secara berimbang.
“Kecerdasan untuk sukses paling efektif
ketika ia mengimbangi ketiga aspek analitik, kreatif, dan praktisnya.
Lebih penting untuk tahu kapan dan bagaimana menggunakan ketiga segi
kecerdasan untuk sukses ini daripada hanya memilikinya. Orang yang
secara sukses cerdas tidak hanya memiliki kemampuan tetapi juga
memikirkan kapan dan bagaimana menggunakan kemampuan ini secara
efektif.”
Dalam batas pagar-pagar kecerdasan dan
kecerdasan untuk sukses tadi, kita akan mencoba menjawab pertanyaan yang
sebagian ada pada judul bagian blog ini. Apa benar Tukul Arwana
mempunyai kecerdasan untuk sukses?
Secara konsisten fokus pada impiannya
Tujuan Tukul ke Jakarta 1985 sudah
diketahui sebelum dia berangkat dari Semarang. Dia ingin menjadi orang
yang sukses dan terkenal. Keinginan ini adalah impiannya, cita-citanya.
Dia menyadari impiannya dan harapan akan
meraihnya suatu waktu. “Hidup itu penuh mimpi,” katanya sesudah sukses,
“siapa tahu suatu saat bisa kesampaian.”
Untuk mewujudkan cita-citanya, dia
konsisten dengan fokusnya pada upaya untuk menggapai cita-citanya.
Siasat atau kiat apakah yang dia pakai supaya tidak melenceng dari fokus
dan sikap konsistennya ini? Dia berusaha fokus pada bidang lawak yang
diimpikannya supaya bisa hidup di Jakarta. Tapi sewaktu-waktu ketika
kesulitan hidup yang berat – seperti masalah makan-minum, pengeluaran
harian untuk berbagai keperluan, dan ketidakpastian yang lama dalam
menunggu datangnya job – membutuhkan pemecahan, Tukul “banting setir”
dari bidang lawak, “hanya untuk menyambung hidup.” Sesudah
masalah-masalah ini dipecahkan, dia kembali lagi ke bidang lawak.
Di awal perjuangan hidupnya untuk meraih
cita-citanya, dia menghadapi banyak hambatan, di Semarang dan Jakarta.
Di Semarang, dia orang miskin yang harus berjuang keras untuk bertahan
hidup, termasuk menyelesaikan pendidikannya di SMA. Di awal kisah
perjuangannya untuk menjadi sukses dan terkenal di Jakarta, dia
mengalami ketidakpastian hidup yang besar, yang sering hampir saja
membuyarkan impiannya. Hambatan-hambatan itu adalah masalah-masalah yang
harus dia pecahkan.
“Orang yang secara sukses cerdas fokus dan memusatkan perhatian untuk mencapai tujuan-tujuannya”.
Memanfaatkan kekuatan dalam kelemahan/kekurangannya
Apa kemampuan atau potensi yang dimiliki
Tukul? Dia sejak kecil diketahui mempunyai bakat melawak dan sebelum
pindah ke Jakarta sudah tampil melawak berkali-kali di Semarang dan
dalam lomba lawak tingkat propinsi Jawa Tengah. Riwayat hidupnya di
Semarang dan Jakarta menunjukkan bagaimana dia berjuang memanfaatkan
kemampuan ini sebaik-baiknya demi meraih impiannya: menjadi sukses dan
terkenal. Menurut tuturan Tukul kepada Ahmad Bahar, dia menyadari
pilihannya menjadi pelawak adalah profesi yang “paling cocok dibanding
profesi lainnya.” Kegiatan melawak baginya dipandangnya sebagai sarana
mengaktualisasi diri demi kepuasan batinnya.
Dia menyadari kelemahan atau kekurangan
pada dirinya. Tapi dia memandang kelemahan ini justru sebagai
kekuatannya. Tukul berkali-kali mengakui bahwa dirinya tidak ganteng dan
masalah yang timbul dari penampilan seperti ini dalam mencari calon
isteri. Sebagian dari kegagalannya mencari pacar bukan dari wajahnya
yang ndeso tapi dari misteri cinta itu sendiri. “Cinta itu misteri,”
tegasnya. Bagian lain dari kegagalannya memang dari wajahnya yang tidak
ganteng. Dengan nada berkelakar, dia bilang, “Dari lima orang [wanita]
yang pernah saya taksir [ sepuluh] orang menolak! Iya, karena wajah saya
tidak ganteng.” Barangkali, yang dia maksudkan dengan sepuluh orang itu
adalah kelima gadis itu ditambah salah satu orang tua mereka: ayah atau
ibu.
Dia selanjutnya menyadari bahwa untuk
menjadi orang sukses dan terkenal melalui dunia hiburan, dia seharusnya
mengikuti selera pemirsa/penonton. Mereka lebih cenderung menyukai artis
atau pelawak yang ganteng dan cerdas, termasuk pintar berbahasa
Inggris. Tukul tidak memiliki apa yang dicari pemirsa/penonton. Dia juga
dipandang wong ndeso yang lugu, culun (istilah Tukul sendiri untuk
orang yang mirip orang desa yang cenderung lugu dan tidak
berpendidikan), dan tidak mahir berbahasa Inggris. Tapi dia berhasil
membalikkan tren dan menjadikannya salah seorang artis/pelawak tenar
masa kini. Sesudah sukses, dia berpikir reflektif tentang rahasia
“kekuatan dalam kelemahan” ini dan mengatakan, “Kelemahan yang ada di
dalam diri saya, saya nikmati saja dan justru itu menjadi berkah bagi
saya.” Ahmad Bahar menambahkan, “Justru dengan keluguan, sikapnya yang
culun, wajah ala kadarnya, dan kemampuan bahasa Inggris yang belepotan,
membuat Tukul memiliki daya jual sendiri dalam industri hiburan.”
Dari potongan kisah suksesnya tadi, kita
tahu Tukul menerapkan ciri kecerdasan untuk sukses tadi. Dia
memanfaatkan kemampuannya, kekuatan dalam kelemahannya, sebaik-baiknya.
“Orang yang secara sukses cerdas tahu bagaimana memanfaatkan kemampuannya sebaik-baiknya.”
Dimotivasi dari luar dan dalam
Tukul dimotivasi dari luar dan dalam
dirinya. Lingkungan hidupnya berperan besar dalam membentuk motivasinya.
Lingkungannya adalah keluarga miskin, kesulitan hidup sejak orang tua
angkatnya jatuh miskin, lingkungan pendidikan resmi setingkat SMU,
lingkungan pekerjaan serabutan di Semarang dan Jakarta di luar dunia
lawak. Masalah hidup dari luar ini memengaruhi kondisi jiwanya dan
memberinya dorongan untuk berjuang mengatasinya. Motivasi dari dalam
dirinya diperkuat oleh suatu arah jangka panjang yang jelas: menjadi
orang sukses dan terkenal, jadi mengatasi kemiskinannya menuju taraf
hidup yang lebih baik.
“Orang yang secara sukses cerdas memotivasi dirinya.”
Mengendalikan dan memanfaatkan impuls-impuls
Tukul memiliki kemampuan untuk
mengendalikan kecenderungannya untuk bertindak spontan sehingga
menghambat kinerjanya secara optimal. Dia juga mempunyai kemampuan untuk
berpikir reflektif, kemampuan untuk berkaca pada orang lain untuk
mempertinggi kinerjanya dan melihat kelemahan dirinya sendiri yang
menjadi penghambat kinerja optimalnya dan memperbaiki kelemahan itu.
Kisah Sukses Tukul
menunjukkan bahwa dia pandai dalam mengendalikan impuls-impulsnya.
Sederhananya, impuls adalah suatu keinginan kuat yang timbul secara
tiba-tiba atau suatu kebutuhan untuk menyalurkan keinginan kuat ini
tanpa berhenti untuk memikirkan akibat-akibatnya. Impuls adalah masalah
lain bagi Tukul yang kemudian disadari akan menjadi penghalang lain
baginya untuk meraih impiannya. Apa siasat yang dipakainya untuk
memecahkan masalah ini?
Dia menerapkan nilai-nilai mendasar yang
universal, seperti yang diajarkan agama-agama monoteistik, yaitu
Yudaisme, Kristen, dan Islam. Kesabaran adalah salah satu nilai mendasar
yang dia laksanakan. Kesabaran Tukul bisa saya bandingkan dengan iman
Abraham untuk mendapat anak pada usia tua, lama sekali ditunggu tapi
sepertinya tidak datang-datang. Penantian Tukul akan datangnya sukses
mirip kisah iman Abraham tadi. Dia mengatakan: “Kata banyak orang, kalau
di Jakarta bisa cepat ngetop, tetapi saya tunggu-tunggu sampai
bertahun-tahun kok tidak ngetop-ngetop.” Mirip Abraham yang hampir pudar
imannya lalu akhirnya mendapat seorang anak dari Sarah, isterinya yang
sudah tua sekali, sebagai suatu ganjaran dari kesabarannya menunggu
wujud dari Tuhan, Tukul menyadari juga kesabaran akan membuahkan
ganjaran atau hasilnya juga. Yang mendapat ganjaran bukan “orang emosi” –
orang yang tidak sabar – melainkan “orang sabar.” Katanya: “Orang sabar
untungnya di depan mata. Orang emosi ruginya juga di depan mata.”
Kesabaran Tukul ternyata terkait erat
dengan fokusnya pada tujuan hidupnya: untuk menjadi orang sukses dan
terkenal. Sering, orang yang konsisten pada fokusnya yang tampak seperti
suatu penantian gila akan suatu ganjaran hidup yang tidak jelas
ditanggapi secara sinis oleh orang lain. Tukul pun mengalami tantangan
psikologis ini, tapi dia tidak sekalipun melenceng dari tujuan hidupnya.
Dalam hubungan ini, dia mengatakan: “Dulu saya diremehkan, direndahkan,
Tukul itu siapa sih? Semua itu saya terima dengan ikhas dan sabar.”
Karena tanggapannya itu ikhlas dan sabar, dia akhirnya berhasil menjadi
orang sukses dan terkenal.
Tapi dalam melawak, Tukul menyiratkan
bahwa impuls dalam arti improvisasi justru diperlukan. Sederhananya,
improvisasi dalam lawak artinya kemampuan menemukan kata, kalimat, dan
lain-lain sementara pelawak beraksi atau berbicara, tanpa direncanakan
sebelumnya. Tukul pun melakukan improvisasi ketika melawak dan, karena
itu, bertindak dalam konteks ini berdasarkan impulsnya. Mengapa impuls
dalam arti improvisasi dibutuhkan Tukul? Jawabannya yang tidak langsung
atau tersirat bisa dilihat dari siasatnya untuk menjadi pelawak menonjol
melalui siaran radio. Untuk menunjukkan kepiawaiannya, pelawak itu
harus mempunyai “kepandaian memotong omongan partner lawak, pendengaran
harus tajam, dan mampu meneropong karakteristik pendengarnya saat dia
melawak,” Bahar menjelaskan. Tapi improvisasi terjadi kalau lawak
audionya tanpa teks yang dipersiapkan sebelumnya. Memotong omongan rekan
lawak lalu menanggapinya secara spontan menunjukkan pelibatan
improvisasi.
Survei psikologi UI mencirikan salah
satu kecerdasan kognitif Tukul dengan istilah “improvisasi.” Saya belum
tahu apakah tes IQ mengukur juga improvisasi. Tapi ciri improvisasi,
seperti yang sudah dijelaskan, menunjukkan bahwa improvisasi itu suatu
pembangkitan gagasan secara spontan (spontaneous generation of ideas),
suatu penyebab kreativitas. Dari segi kecerdasan untuk sukses,
improvisasi Tukul menunjukkan kecerdasan kreatifnya sebagai sumber
improvisasi atau impulsnya untuk lawak.
Kecerdasan kreatif dicirikan oleh
kemampuan seseorang untuk menghasilkan gagasan-gagasan yang baru dan
menarik. Pemikir kreatif itu sering pemikir sintetik yang baik, yang
melihat hubungan antara berbagai gagasan yang tidak dilihat orang lain.
Improvisasi dalam dunia lawak dicirikan oleh kemampuan pelawak
menghasilkan gagasan-gagasan yang spontan, ide-ide yang baru dan
menarik, yaitu, ide yang lucu yang mampu membuat orang tertawa. Tukul
yang mempunyai kemampuan berimprovisasi dengan begitu memiliki
kecerdasan kreatif, suatu sisi penting dari kecerdasan untuk sukses.
Selain improvisasi, impuls mengacu pada
intuisi. Gampangnya, intuisi adalah suatu proses penalaran, tapi
ironisnya tanpa penalaran. Dalam intuisi, orang bisa benar bisa keliru –
unsur spekulasi ada di dalamnya. Orang keliru dalam intuisinya
barangkali karena memakai penalaran yang palsu atau yang
melingkar-lingkar. Orang benar dalam intuisinya barangkali karena
memakai penalaran yang tepat, atau mengetahui sesuatu itu akan jadi
benar tanpa mampu menjelaskan semua kebenaran dari intuisinya. Dia tidak
mampu menjelaskan ini secara tuntas karena keterbatasan informasi yang
relevan.
Dalam kecerdasan untuk sukses, intuisi
adalah suatu sifat dari pengambilan keputusan yang baik, suatu bagian
dari kecerdasan analitik. Pengambilan keputusan secara intuitif
berdasarkan asumsi bahwa pengambil keputusan bukan orang yang sempurna
karena keterbatasan info atau keterbatasan pikirannya yang realistik.
Apakah Tukul pernah mengambil keputusan
yang intuitif? Kisah suksesnya tidak menjelaskan bagian kecerdasan untuk
sukses ini. Keterbatasan info memang dia sebutkan waktu tiba pertama
kali di Jakarta. Dia belum mempunyai gambaran yang jelas tentang apakah
kehidupannya akan baik atau buruk di Jakarta. Tapi dia belajar mengenal
lingkungan hidup, tantangannya, dan siasat apakah yang bisa dipakainya
untuk berhasil. Pemecahan masalahnya secara intuitif – dalam arti
menemukan pemecahan yang tepat meski info yang dibutuhkannya kurang dari
ideal – barangkali harus dicari pada keyakinan religiusnya. Tukul
seorang penganut Islam yang taat.
Kalau Tukul memang memanfaatkan intuisi,
suatu contoh impuls, dia menunjukkan pengembangan kecerdasan dengan
suatu ciri yang tidak tergolong pada kecerdasan untuk sukses. Tapi
pengembangan ini masih dalam batas tema umum tentang kecerdasan sebagai
kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan.
“Orang yang secara sukses cerdas belajar mengendalikan impuls-impulsnya.”
Menerapkan tiga siasat
Tukul yang menyadari beratnya masa
lampau riwayat hidupnya dan sekarang menjadi OKB menerapkan tiga siasat
untuk menunda pemuasan hatinya. Pertama, melalui perencanaan masa
depannya. Tentang pokok ini, dia mengatakan, “Kemewahan itu apa sih?
Semuanya hanya akan mampir saja.” Dengan pernyataan ini, kita menangkap
kesadaran Tukul bahwa kesuksesannya menjadi OKB dan terkenal suatu saat
akan berlalu. Karena itu, dia harus mempersiapkan kehidupannya dengan
baik. Kedua, dengan hidup hemat. Dia tidak tergoda untuk memboroskan
kekayaannya. Dia menabung dan tinggal di lokasi pemukiman yang padat.
Ketiga, dengan hidup sederhana. Kesederhanaan hidup ini tampak dari
kebiasaan makan-minumnya di masa lampau yang dipertahankan sampai
sekarang. Tentang kebiasaan ini, Susiana, isterinya mengatakan: “Mas
Tukul makannya gampang, paling senang dibuatkan oseng kangkung, oseng
kacang panjang, urap, telur mata sapi, tempe goreng, bakwan jagung, dan
mi instan.” Dia juga tidak canggung makan di pinggir jalan atau datang
ke tempat makan langganannya dulu ketika masih hidup dalam keadaan
sulit..Kisah Nyata Kehidupan
Sumber: ringkasan-infoiptek21.blogspot.com
Sumber: ringkasan-infoiptek21.blogspot.com
artikel by: http://www.ceritasukses.net/kisah-nyata-kehidupan-2/
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com