Sang
Legendaris ! Mungkin itulah ungkapan yang pas untuk kelompok lawak
kenamaan : Warkop DKI. Kelompok yang digawangi oleh tiga sekawan Dono,
Kasino, Indro itu, merupakan kelompok komedi yang pernah berjaya di era
1980 hingga pertengahan ‘90-an. Bermula dari acara “Obrolan Santai di
Warung Kopi” radio Prambors, Warkop kemudian menjelma menjadi kelompok
komedi yang diperhitungkan. Mereka tak hanya bersinar di radio dan di
panggung-panggung, namun juga sukses di layar lebar. Kala itu eksistensi
Warkop berhasil menggeser ketenaran kelompok Srimulat dan kwartet Jaya.
Selain sukses secara komersial, Warkop juga memberikan angin segar bagi
dunia perlawakan di Indonesia, yang waktu itu banyak menonjolkan
peragaan fisik dan perkataan seronok. Meski pada mulanya Warkop cukup
edukatif, namun seiring berjalannya waktu mereka juga terjebak dalam
guyonan yang banyak mempertontonkan aurat. Terutama setelah film-film
mereka diproduksi oleh Soraya Intercine Films.
Berbicara mengenai komedian yang satu ini, boleh jadi tak pernah ada habisnya. Meski nontonin
film mereka berulang kali, namun tak pernah muncul perasaan bosan. Dulu
sewaktu kami sekolah, lawakan ala Warkop sempat menjadi trend-setter
dan cerita di waktu senggang. Kala itu kata-kata : “Gila lu Ndro” atau
“Emangnya mau main anggar …” sering meluncur dari mulut para pelajar.
Malah ada seorang teman kami yang berbibir mancung, sering diejek dengan
panggilan “bemo”. Sebuah angkutan roda tiga di Jakarta, yang memiliki
moncong di bagian depan. Lagi-lagi istilah ini kami dapatkan dari
gurauan Warkop DKI, yang sering mengolok-olok Dono dengan panggilan
bemo. Ada lagi istilah IQ Jongkok, yang diambil dari salah satu judul
film mereka. Istilah ini biasanya ditujukan kepada anak-anak yang lamban
dalam berpikir. “Dasar IQ Jongkok !” begitu makian kami kepada
kawan-kawan yang sedikit telmi (ini istilah Warkop juga gak ya?).
Sepanjang
sejarahnya, Warkop telah menghasilkan 34 buah judul film. Sebuah
pencapaian yang terbilang cukup produktif. Dari film-film tersebut, tiga
diantaranya pernah menjadi yang terlaris, yakni “Pintar-pintar Bodoh”
(1980), “Maju Kena Mundur Kena” (1983), dan “Gantian Dong” (1985).
Kesuksesan Warkop dalam tiga film tersebut, terutama berkat arahan
sutradara termahal kala itu : Arizal. Arizal yang kaya improvisasi,
ternyata sangat cocok dengan karakter Warkop yang agak kritis.
Keunggulan Arizal dari sutradara lainnya adalah ia mampu menciptakan
serpihan-serpihan komedi situasi menjadi satu jalinan cerita yang
menarik. Selain itu, ia juga kreatif dalam mencari adegan-adegan yang
bisa dikenang orang. Seperti gerakan senam chicken dance dalam
film “Dongkrak Antik” atau pertengkaran Indro vs Dirno (saudara kembar
Indro) dalam film “Tahu Diri Dong”. Terobosan Arizal lainnya adalah
membuat potongan-potongan adegan lucu pada bagian intro film. Biasanya
fragmen ini berbentuk slapstick yang sering menampilkan
cewek-cewek seksi. Namun untuk menciptakan sebuah rangkaian cerita yang
wajar, terkadang Arizal kurang berani memotong adegan yang seharusnya
tidak ditampilkan. Semisal adegan ketika Dono menindih Marina (Eva
Arnaz) dalam film “Pokoknya Beres” atau pertandingan sepak bola wanita
dalam film “Maju Kena Mundur Kena”. Dalam perjalanan karirnya, sutradara
berdarah Minang itu telah menangani 12 film Warkop. Dan semuanya mampu
meraih jumlah penonton di atas 300.000 per film.
Menurut
pengamatan saya, ada tiga kekuatan Warkop yang menjadikannya laris dan
diminati banyak orang. Pertama adalah celetukan-celetukannya yang
spontan. Dalam ingatan saya, ada beberapa celetukan khas Warkop yang
membuat orang terpingkal-pingkal. Satu diantaranya ialah adegan ketika
mereka bertiga harus menaiki anak tangga. Ketika itu Kasino yang mencium
bau busuk langsung nyeletuk: “kentut lo ya Don”.
Dono yang tak menerima tuduhan itu langsung membalas spontan : “enak aja lu”.Indro yang melihat kejadian itu, langsung melerai sambil berseloroh : “Udah-udah, pada ribut aja sih lo. Gue aja eek diam-diam aje”.
Celetukan lainnya terdapat pada adegan film “Godain Kita Dong”. Dimana dalam adegan tersebut, pesawat kecil yang dibawa Kasino dan Indro sempat berjalan oleng. Dono yang mencarter pesawat itu untuk membawa kekasihnya Madonna (Lisa Patsy), sudah nampak ketakutan. Dalam kegelisahan tersebut, Dono sempat berdoa untuk meminta keselamatan. Namun Indro yang terlihat tenang-tenang saja, malah nyeletuk :
“Lo cuma bayar nopek tiao aja mau minta selamet” Hahahaha …
Ada lagi celetukan Kasino dalam film “Jodoh Boleh Diatur” yang tak kalah lucunya. Dimana ketika itu, Indro dan Kasino bertemu Mr. Os yang bergigi maju.
Indro : “Si Rita demenannya yang nonjol-nonjol ya Kas”.
Kasino : “Tapi yang ini lebih Open Cup”.
Istilah Open Cup untuk menggambarkan gigi Mr. Os yang lebih terbuka dari Dono, kekasih Rita (Raja Ema) lainnya. Begitulah beberapa banyolan khas Warkop yang cukup menghibur.
Hal
kedua yang membuatnya menarik ialah hampir dalam setiap adegan film
mereka terdapat lagu-lagu yang menggelitik. Biasanya lagu tersebut sudah
cukup familiar di tengah-tengah masyarakat, sehingga bisa nyambung dan
gampang dicerna. Kebanyakan lagu-lagu yang dinyanyikan diambil dari lagu
berbahasa asing (Inggris, Jepang, China, dan Arab) yang kemudian diubah
liriknya menjadi lagu jenaka. Beberapa lagu yang sering dingat orang
antara lain : “Sukiyaki” yang diubah liriknya menjadi “Nyanyian Kode”
dalam film “Pintar-pintar Bodoh” serta lagu “Beat It” yang diubah
menjadi lagu “Cepirit” (“Itu Bisa Diatur”). Kemudian ada lagi lagu “Ya
Mustafa” dalam film “Mana Tahaaan”, lagu “I Just Called to Say I Love
You” (“Malu-malu Mau”), lagu “Suzanna” (“Itu Bisa Diatur”), dan masih
banyak lagi lagu-lagu kocak lainnya. Selain lagu asing, mereka sering
pula menyanyikan lagu-lagu produksi dalam negeri. Seperti lagu “Mana
Dimana Anak Kambing Saya”, lagu “Bercinta di Udara”, serta lagu “Andeca
Andeci” karya Oslan Husein. Meski lagu-lagu tersebut mampu mendongkrak
popularitas mereka, namun hal itu dianggap sebagai bentuk pelanggaran
hak cipta. Karena persoalan inilah kemudian, film-film Warkop tidak bisa
beredar di luar negeri.
Faktor ketiga, dan ini yang menurut saya cukup penting adalah penampilan mereka yang sudah lucu dari sananya.
“Baru ngeliat Dono aja udah langsung geli” begitu pendapat rata-rata
para penggemar Warkop. Sejauh yang saya amati, Dono memang menjadi ikon
kelompok ini. Bibirnya yang mancung, njawani, serta perut
buncit, menjadi ciri khas pria kelahiran Surakarta itu. Karena fisiknya
yang lucu, banyak orang yang menyebut mau “nonton Dono” ketika hendak
menonton film-film Warkop. Satu lagi yang menjadikan Dono terus diingat
adalah keluguannya ketika menjadi korban kejahilan orang lain. Seperti
dalam adegan film “Gengsi Dong”. Dimana Dono terus menjadi bahan celaan
kawan-kawannya, mulai dari masuk kuliah hingga acara kemping di Bogor.
Lain Dono, lain pula halnya dengan Kasino. Tubuhnya yang kurus dan wajah pas-pasan, menjadi trademark pria Gombong yang lahir dan besar di Jakarta itu. Selain jago ngocol, Kasino juga sering kali diplot sebagai leader
dalam menyanyikan lagu-lagu parodi. Meski suaranya tak sebaik penyanyi
sungguhan, namun gayanya yang lucu kerap kali mengundang senyum para
penonton. Dalam manajemen Warkop, Kasino memang berperan sebagai
pemimpin. Dia sering bertindak sebagai juru bicara, humas, hingga
melakukan deal-deal bisnis. Indro merupakan personel Warkop
yang secara fisik agak lumayan. Meskipun begitu bukan berarti ia sering
mendapatkan peran yang enak, seperti halnya Tarsan dalam Srimulat
ataupun Eddy Sud di kwartet Jaya. Tak adanya spesifikasi peran dalam
kelompok Warkop, menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian masyarakat
yang tak menghendaki adanya kasta-kasta dalam acara komedi.
Dalam
hal pemasaran dan manajemen, Warkop juga memiliki kiat tersendiri.
Menurut Kasino, yang dicatat dalam buku “Warkop : Main-main jadi Bukan
Main” (2010), disebutkan bahwa salah satu trik agar penonton mau datang
ke bioskop adalah dengan cara menghemat popularitas. Artinya, Warkop gak
boleh terlalu banyak tampil, entah itu di panggung ataupun di layar
lebar. Oleh karenanya, Warkop selalu membatasi jumlah film yang dirilis
dalam setahun. Jika Benyamin S. biasa mengeluarkan lima judul film dalam
setahun, maka Warkop rata-rata dua judul. Strategi ini mereka lakukan
setelah mempelajari grafik penonton periode 1979 - 1981. Pada saat itu
jumlah penonton Warkop sempat mencapai angka 470.000-an lalu drop
ke angka 170.000-an. Dengan menggunakan strategi satu tahun dua film,
jumlah penonton mereka cenderung lebih stabil, yakni pada kisaran
400.000 - 450.000 per film. Untuk mengeluarkan dua film dalam setahun,
Warkop juga memperhatikan timing yang tepat. Biasanya mereka meluncurkan film pada waktu Idul Fitri dan tahun baru. Hal ini untuk menciptakan brand kepada masyarakat, bahwa Warkop satu paket dengan lebaran dan tahun baru.
by: http://hiburan.kompasiana.com/film/2013/07/15/warkop-sang-legendaris-573709.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com