Beberapa tahun terakhir saya menyaksikan diskusi dan pernyataan
bahwa G30S/PKI dicurigai sebagai sebuah rekayasa bukan kudeta. Satu jam
yang lalu Metro TV menayangkan acara berjudul ‘G30S/PKI Kudeta atau
Rekayasa?”.
Fakta yang saya ketahui ada seorang anggota DPR terang-terangan mengaku bangga sebagai anak PKI dan seorang peneliti sosial politik ternama mengaku bahwa pada masa kecilnya ia menyembunyikan identitas asli keluarganya, bila ketahuan alamat ia tak dapat melanjutkan pendidikan tinggi, apalagi jadi pegawai negeri sipil dan disekolahkan pemerintah ke luar negeri pula. Kebetulan sehubungan dengan pekerjaan, saya ikut dalam sebuah tim pada Januari 1979, mempersiapkan ex Inrehab Pulau Buru menjadi lokasi transmigrasi. Di sanalah untuk pertama kali saya melihat wajah wajah tahanan politik golongan B, yang banyak diantaranya orang-orang berpendidikan.
Bagi orang-orang yang dirugikan atas vonis PKI melakukan upaya kudeta pada September 1965 mestinya berpendapat G30S/PKI itu rekayasa (Suharto), wajar sekali karena mereka mengalami dampak negatif akibat peristiwa tersebut. Sedangkan mengapa Metro TV menyajikan acara bertajuk mempertanyakan dosa PKI pada tahun 1965, mungkin juga akibat pengaruh situasi kondisi zaman reformasi yang membebaskan segala macam pendapat bahkan yang masih dugaan sekalipun.
Partai Komunis Indonesia (PKI) termasuk partai yang punya sejarah panjang di Indonesia. Partai ini sudah berdiri sejak jaman Hindia Belanda, mereka sempat bergabung dengan Syarikat Islam (SI) pimpinan Haji Oemar Said Tjokrominoto. SI disusupi sayap SI ‘merah’ pimpinan Semaoen, yang terpengaruh oleh seorang Belanda berpaham sosialis bernama Sneevliet.
Dari buku pelajaran sejarah Indonesia diketahui bahwa PKI pernah memberontak terhadap pemerintah sebanyak tiga kali. Pertama tahun 1926 PKI memberontak terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Kedua dan Ketiga PKI memberontak terhadap Pemerintah Republik Indonesia yang sah. Kisah pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun sempat saya baca dari buku yang diterbitkan Kodam Siliwangi akhir 1960-an atau awal 1970an, dimana TNI dari Divisi Siliwangi yang saat itu hijrah dari Jawa Barat ke Yogyakarta turut menumpas pemberontakan PKI yang dipimpin Muso. Pemberontakan ketiga yaitu G30S/PKI serasa masih segar dalam ingatan sebagai anak kecil saat itu, PKI tiba-tiba dibenci masyarakat, kantor-kantor PKI di seluruh Indonesia dirusak, termasuk sebuah kantor onderbow PKI di Jalan Pejagalan Bogor didemo Pemuda Anshor.
Bagaimana kesan saya sebagai anak kecil usia SD melihat sepak terjang PKI di kota Bogor? Apa yang saya tulis tentu bukan pandangan seorang politisi, hanya kesan yang tertangkap mata anak kecil. Saya sering melihat massa PKI melakukan apel siaga atau entah apa namanya di lapangan Tanah Sareal, di depan pabrik ban Good Year. Lapangan penuh dengan masa PKI, melakukan berbagai atraksi dan diakhiri dengan pawai keliling Kota Bogor. Mereka berteriak-teriak “Manikebu….”, lalu dijawab sendiri “Ganyang …..”. Agak seram saya menyaksikan kegarangan mereka saat pawai keliling kota.
Kembali ke siaran Metro TV pk 12 WIB, Sabtu 29 September 2012, mana yang kita percaya, apakah peristiwa G30S/PKI itu sebuah kudeta atau rekayasa? Saya pribadi berpendapat jangan terburu-buru mengatakan rekayasa, hanya karena Suharto menumpas PKI (diduga) dengan cara kejam dan memakan korban banyak. Lebih baik para sejarahwan, para saksi mata yang masih hidup membincangkannya dengan jujur dan terbuka. Jangan mentang-mentang Orde baru sudah tumbang, semua yang mereka lakukan salah, lalu PKI menjadi sesuatu yang benar atau dibenarkan.
Satu hal yang membekas dihati saya. Saat saya masih kecil, student (demikian sebutan mahasiswa pada awal 1960an) Fakultet Pertanian dan Kedokteran Hewan Universitet Indonesia saya anggap orang-orang pintar dan entah kebetulan saya tak pernah melihat student shalat. Satu hari saya lupa tahun berapa, mungkin sekitar 1965, saya pernah mendengar komentar seseorang saat ia melihat ada mahasiswa shalat, “Kok mahasiswa shalat?”. Padahal saat saya menjadi mahasiswa beberapa tahun kemudian -setelah pak Harto agak lama berkuasa tentu saja-, ternyata mayoritas mahasiswa yang beragama Islam shalat. Hari ini saya membatin, seandainya tidak terjadi G30S/PKI apa kehidupan beragama di kampus akan sebaik sekarang?
by: http://sejarah.kompasiana.com/2012/09/29/hati-hati-mengatakan-g30spki-rekayasa-491474.html#
Fakta yang saya ketahui ada seorang anggota DPR terang-terangan mengaku bangga sebagai anak PKI dan seorang peneliti sosial politik ternama mengaku bahwa pada masa kecilnya ia menyembunyikan identitas asli keluarganya, bila ketahuan alamat ia tak dapat melanjutkan pendidikan tinggi, apalagi jadi pegawai negeri sipil dan disekolahkan pemerintah ke luar negeri pula. Kebetulan sehubungan dengan pekerjaan, saya ikut dalam sebuah tim pada Januari 1979, mempersiapkan ex Inrehab Pulau Buru menjadi lokasi transmigrasi. Di sanalah untuk pertama kali saya melihat wajah wajah tahanan politik golongan B, yang banyak diantaranya orang-orang berpendidikan.
Bagi orang-orang yang dirugikan atas vonis PKI melakukan upaya kudeta pada September 1965 mestinya berpendapat G30S/PKI itu rekayasa (Suharto), wajar sekali karena mereka mengalami dampak negatif akibat peristiwa tersebut. Sedangkan mengapa Metro TV menyajikan acara bertajuk mempertanyakan dosa PKI pada tahun 1965, mungkin juga akibat pengaruh situasi kondisi zaman reformasi yang membebaskan segala macam pendapat bahkan yang masih dugaan sekalipun.
Partai Komunis Indonesia (PKI) termasuk partai yang punya sejarah panjang di Indonesia. Partai ini sudah berdiri sejak jaman Hindia Belanda, mereka sempat bergabung dengan Syarikat Islam (SI) pimpinan Haji Oemar Said Tjokrominoto. SI disusupi sayap SI ‘merah’ pimpinan Semaoen, yang terpengaruh oleh seorang Belanda berpaham sosialis bernama Sneevliet.
Dari buku pelajaran sejarah Indonesia diketahui bahwa PKI pernah memberontak terhadap pemerintah sebanyak tiga kali. Pertama tahun 1926 PKI memberontak terhadap Pemerintah Hindia Belanda. Kedua dan Ketiga PKI memberontak terhadap Pemerintah Republik Indonesia yang sah. Kisah pemberontakan PKI tahun 1948 di Madiun sempat saya baca dari buku yang diterbitkan Kodam Siliwangi akhir 1960-an atau awal 1970an, dimana TNI dari Divisi Siliwangi yang saat itu hijrah dari Jawa Barat ke Yogyakarta turut menumpas pemberontakan PKI yang dipimpin Muso. Pemberontakan ketiga yaitu G30S/PKI serasa masih segar dalam ingatan sebagai anak kecil saat itu, PKI tiba-tiba dibenci masyarakat, kantor-kantor PKI di seluruh Indonesia dirusak, termasuk sebuah kantor onderbow PKI di Jalan Pejagalan Bogor didemo Pemuda Anshor.
Bagaimana kesan saya sebagai anak kecil usia SD melihat sepak terjang PKI di kota Bogor? Apa yang saya tulis tentu bukan pandangan seorang politisi, hanya kesan yang tertangkap mata anak kecil. Saya sering melihat massa PKI melakukan apel siaga atau entah apa namanya di lapangan Tanah Sareal, di depan pabrik ban Good Year. Lapangan penuh dengan masa PKI, melakukan berbagai atraksi dan diakhiri dengan pawai keliling Kota Bogor. Mereka berteriak-teriak “Manikebu….”, lalu dijawab sendiri “Ganyang …..”. Agak seram saya menyaksikan kegarangan mereka saat pawai keliling kota.
Kembali ke siaran Metro TV pk 12 WIB, Sabtu 29 September 2012, mana yang kita percaya, apakah peristiwa G30S/PKI itu sebuah kudeta atau rekayasa? Saya pribadi berpendapat jangan terburu-buru mengatakan rekayasa, hanya karena Suharto menumpas PKI (diduga) dengan cara kejam dan memakan korban banyak. Lebih baik para sejarahwan, para saksi mata yang masih hidup membincangkannya dengan jujur dan terbuka. Jangan mentang-mentang Orde baru sudah tumbang, semua yang mereka lakukan salah, lalu PKI menjadi sesuatu yang benar atau dibenarkan.
Satu hal yang membekas dihati saya. Saat saya masih kecil, student (demikian sebutan mahasiswa pada awal 1960an) Fakultet Pertanian dan Kedokteran Hewan Universitet Indonesia saya anggap orang-orang pintar dan entah kebetulan saya tak pernah melihat student shalat. Satu hari saya lupa tahun berapa, mungkin sekitar 1965, saya pernah mendengar komentar seseorang saat ia melihat ada mahasiswa shalat, “Kok mahasiswa shalat?”. Padahal saat saya menjadi mahasiswa beberapa tahun kemudian -setelah pak Harto agak lama berkuasa tentu saja-, ternyata mayoritas mahasiswa yang beragama Islam shalat. Hari ini saya membatin, seandainya tidak terjadi G30S/PKI apa kehidupan beragama di kampus akan sebaik sekarang?
by: http://sejarah.kompasiana.com/2012/09/29/hati-hati-mengatakan-g30spki-rekayasa-491474.html#
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com