Salam
sejahtera untukmu, Mr. Presiden, beserta segenap keluarga dan
orang-orang yang tetap berusaha menapaki jalanNya dalam kebaikan.
Shalawat untuk Nabiku tercinta, teladan dalam amanah dakwah yang panjang
berliku, dengan tangga tertinggi surga. Shalawat pula untuk keluarga
Nabi yang sederhana, para tabiin, salafus shalih, dan orang-orang yang
senantiasa percaya pada janji Allah.
Apa
kabarmu, Tuan? Selama 10 hari terakhir Ramadhan hidupku disibukkan oleh
semangat ibadah, itikaf, tilawah Quran, berinfaq shadaqah dan ah, tentu
saja. Riuh rendah suasana lebaran yang menjadi budaya bangsa Indonesia :
silaturrahim, sungkem dan mencium ayah ibu, menengok kerabat dekat,
bercanda dengan keponakan dan handai tolan. Sebagai bagian dari rakyat
Indonesia berjumlah 280 juta, kami juga disibukkan oleh harga daging
sapi yang melonjak hingga 120ribu/kg, cabai, tiket angkutan dan padat
merayap jalanan saat mudik – balik.
Dan,
bertemu bersama keluarga, kembali diskusi-diskusi meriah merebak. Mulai
perkembangan anak-anak, pencapaian karir, hingga kondisi negara.
Presiden Mursi,
Sungguh,
tak layak. Kata orang, tak baik mengungkap keburukan keluarga sendiri,
membuka aibnya pada orang luar. Aku tak ingin membuka aib keluargaku,
bangsaku, pada orang lain. Tapi bagiku, kau bukan “orang lain”, Mr. President.
Di
negaraku, sejak lama aku merasa menjadi anak angkat, anak tiri, atau
tak punya siapa-siapa sebagai tempat mengadu. Sejak kecil, remaja, mulai
menikah hingga dewasa; permasalahan yang dihadapi bangsaku serasa tak
melangkah maju : ekonomi sulit, kriminalitas, sensitivitas antar suku,
kesenjangan antara borjuis proletar. Waktu kecil, tiap kali lebaran aku
harus berdesakan bersama sekian ribu pengantri kereta api untuk mudik;
sekarang memang lebih baik. Tetapi jalanan dipenuhi kendaraan pribadi
sementara kendaraan umum masih jauh dari memadai; baik kenyamanan maupun
keamanan. Maka uang lebaran kami habis oleh harga-harga membumbung.
Andai saja, bukan karena takut
kepada Allah SWT dan keinginan untuk berbakti pada orangtua, sungkem
pada mereka, dan keinginan menyambung silaturrahim ; rasanya enggan
menjadi bagian dari keruwetan lebaran.
Presiden Mursi,
Sepanjang
melaju dari Jawa Timur hingga Jawa Tengah, betapa makmurnya negeri kami
Indonesia. Kanan kiri dipenuhi sawah, hutan jati, kebun tebu, tembakau.
Sungai-sungai mengalir. Di alas Mantingan, masyarakat menjual ikan-ikan
yang didapat dari kolam air. Alas Roban tak seseram dulu, jalur
perbukitan dibelah. Kanan kiri dipenuhi penjaja kelapa hijau, dan rest area
yang menyediakan makanan hangat. Sepanjang Ramadhan dan lebaran,
sungguh kami tak kekurangan makan. Apapun bisa didapat di Indonesia.
Daging sapi, ayam, beras, buah-buahan. Makanan tradisional hingga franchise Amerika, dapat dipilih mudah. Asalkan punya uang.
Presiden Mursi,
Indonesia demikian makmur. Pepatah berkata, gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja. Ibaratnya, melempar kayu, pohonpun tumbuh. Bukan sekedar kolam air, tetapi danau susu.
Maka, aku sangat terbiasa hidup enak. Apa-apa ada.
Sulit
rasanya hidup susah. Antri sedikit, malas. Jalan ke tong sampah, malas.
Jatuh bangun berdagang , malas. Berpikir 20 tahun Indonesia ke depan,
malas. Rasanya, negeri surgawi ini terlalu kaya, sehingga 7 turunan
cukup menghidupi anak-cucu-cicit. Mungkin itulah dapat dimaklumi kenapa
orang-orang di negeri ini ingin jalan pintas, serba cepat, potong
kompas. Maka jangan heran, di negeri kami mulai artis hingga pejabat,
terbiasa mencapai karir dengan cara kilat; tak peduli seperti apa
kualitas karirnya.
Aku sendiri, pada awalnya adalah anak muda dengan idealism tinggi.
Ingin
mengubah negeri ini, menjadi lebih baik. Langkah-langkah bertahap mulai
perbaikan individu, keluarga, masyarakat, lalu negara dan semesta.
Nasehat al Banna dan Syaikh Ahmad ar Rasyid
Presiden Mursi,
Kadang
aku kecewa dengan diriku. Dalam tahapan ini, nasehat syaikh Ahmad ar
Rasyid, sang dai muharrik sungguh menyentak, menikam. Aku merasa diriku
demikian baik, dan akan sanggup memikul segalanya sendiri. Tetapi syaikh
ar Rasyid menasehati,
“…akan
selalu dibutuhkan dai-dai, pejuang muda. Sebab para pejuang tua, telah
kelelahan disebabkan oleh perkara-perkara manusiawi.”
Ya. Manusiawi. Atau duniawi?
Betapa
saat muda kami selalu berdiskusi tentang bagaimana mengubah negeri ini.
Angkutan negeri, pasar-pasar, sekolah, system perkonomian, pemilihan
kepala daerah, kepala pemerintahan. Hal-hal kecil kami bahas, bahkan
bagaimana menyalurkan bantuan jilbab dan bahan makanan ke pelosok banjir.
Perkara-perkara
manusiawi lambat laun memperlambat laju kami. Ekonomi yang belum mapan,
karir yang belum beranjak, biaya hidup yang melonjak, juga permasalahan
keluarga. Maka langkah lelah kami menjadi terseok oleh perkara-perkara
yang dulu jauh diluar jangkauan pikiran kami. Keinginan membeli rumah,
membeli mobil, membeli baju baru, investasi, dan beragam kepentingan
ekonomi yang campur baur antara keinginan dan kebutuhan. Kami, masih
menyandang predikat dai. Masih berkinginan menapakai jalan kebaikan.
Tapi ah, mengapa sangat sulit kini untuk ikut merasakan keletihan dan
perjuangan yang biasa dilalui para Nabi dan Rasul?
Lalu, muncullah engkau, Mr. President.
Maka
teringatlah kami oleh nasehat Hasan al Banna yang intinya, seorang
manusia tak boleh putus asa oleh dirinya sendiri, meski telah melakukan
kesalahan, bahkan mungkin maksiat dan dosa. Seorang dai tak boleh
berhenti, meski mungkin ia pernah tersangkut, tersandung, tercebur,
ternodai oleh “persoalan, kesibukan, kelemahan manusiawinya.”
Aku teringat tulisan Abbas Assisi, penulis Bersama Kafilah Ikhwan.
Dalam kalimat pengantarnya yang demikian mencengangkan, sungguh tergedor hati kami.
“Bahwa setiap manusia, setiap bagian dari bumi, adalah asset-asset Islam yang harus dipelihara.”
Bukan
dihancurkan. Dirobohkan. Diruntuhkan. Diratakan tanah. Ditinggalkan.
Diasingkan. Tetapi dipelihara. Dibangun. Dikelola. Dimanfaatkan.
Dilindungi. Bagi setiap ummat manusia di dunia, tak peduli apa ras dan
agamanya, apa status dan kedudukannya.
Presiden Mursi, dimanapun kau berada,
dalam benteng, tembok atau pembaringan.
Dirimu,
hadir bagai pasokan stamina yang mengusap kelelahan kami. Bagai
gambaran janji yang sempat kami ingkari. Bagai seteguk air di oase
kering perjalanan kehidupan. Saat kami kelelahan dalam jalan dakwah.
Atas sedikitnya pengikut, atas kurangnya fasilitas, atas
kesulitan-kesulitan yang menghadang.
Maka kau dan Ikhwanul Muslimin memberikan pelajaran berharga bagi jalan dakwah, jalan kebaikan di Indonesia.
Mesir
dengan Gurun Sinai yang keemasan panas membara, aroma padang pasir
dengan uap mematangkan paru-paru, mendidihkan pembuluh darah. Maka kami
di Indonesia, berada di dua musim tak ekstrim, dikelilingi hutan, sungai
dan suasana curah hujan yang basah. Mesir, dengan militer berkokang
senjata, lautan darah, terbantainya putra putri terbaik negeri; Ikhwanul
Muslimin tetap menganggap setiap anak negeri Mesir adalah saudara
kandung. Maka kami di Indonesia, tak boleh beranggapan mereka yang berbeda partai, organisasi massa, berbeda suku sebagai orang yang bukan saudara lagi.
Mesir,
dengan kemenangan Ikhwanul Muslimin lebih dari 50%, dengan terpilihnya
presiden penghafal Quran seperti dirimu; ternyata masih menempuh jalan
panjang dakwah, jalan liku kemenangan. Perihnya kesabaran. Maka kami
disini, yang baru mampu memperlihatkan sedikit wangi aroma dakwah; tak
boleh gegabah, congkak dan merasa dakwah telah sampai pada puncak
tertinggi.
Mr.President Mursi, wherever you are,
Singkat
nian perkenalan ini. Belum lama kami demikian bahagia akan hadirnya
dirimu. Sosok ramah, wajah teduh, suara tenang dan aura penuh kharisma.
Kami rindu hadirmu, seperti kedatanganmu di Indonesia saat gempa Aceh
melanda. Alangkah indah bila dirimu dapat hadir ke Indonesia, berjabat
tangan dengan presiden negeri kami sembari memberikan wejangan-wejangan
berharga tentang bagaimana seorang pemimpin harus welas asih kepada
rakyat negerinya. Alangkah indah bila dirimu dapat hadir ke Indonesia,
memberikan semangat kemandirian, bahwa menjadi bangsa yang besar dan
bermartabat tak harus tunduk pada negara superpower namun justru harus
mampu menentukan arah sikap bangsa, sesuai karakter kepribadian yang
dimiliki.
Presiden Mursi,
Sempat
terdengar issue kau telah wafat. Anehnya, bahkan hanya sekedar issue,
hati kami telah tercabik. Apalah lagi bila suatu saat kau benar-benar
menghadapNya. Hingga saat ini bangsa kami, Indonesia, juga presiden kami
belum menentukan pendapat terhadap Mesir dan dirimu. Kami masih
menunggu. Masih mengamati. Masih menimbang. Melihat kanan kiri. Mencari
sekutu.
Tetapi Mr.President,
tidak semua warga masyarakat Indonesia tidak peduli padamu, pada Mesir
dan Ikhwanul Muslimin. Ada di antara kami yang tetap mengingatmu dalam
doa-doa, mengumpulkan tanda tangan untuk petisi, menuliskan
berita-berita terkini tentang Mesir lewat media sosial. Meski bibir para
pejabat negara tak menyebut namamu dalam rapat-rapat cabinet,
percayalah, ribuan , ratusan ribu atau bahkan jutaan masyarakat
Indonesia mengingat Mrusi dan Mesir dalam benak serta doa.
Presiden Mursi,
Untuk sementara Indonesia tak dapat membantu apa-apa.
Meski
demikian kami ingin sekali mengucap terima kasih atas segenap upayamu.
Menjadi dirimu sangat tak mudah. Menjadi presiden Mesir, tentu
taruhannya lebih dari sekedar harta dan jabatan. Harta benda, keluarga,
bahkan dirimu telah kau serahkan bagi kejayaan ummat. Kau menjadi bunga
dakwah, dengan segala keperihan, sakit dan pedih yang tak dapat dipikul
oleh sembarang manusia.
Presiden Mursi, meski kami tak dapat menyumbangkan apa-apa, meski tak tahu diri kami meminta.
Bertahanlah. Bersabarlah. Lipat gandakan kesabaran.
Bagi kami, dirimu lebih dari sekedar Presiden.
Kau bunga
dakwah kami. Kau titik terang Venus di hamparan malam yang hanya
memendarkan cahaya bintang redup. Kau panglima dan pewaris Nabi. Kau
peletik api semangat para dai. Kau dan segenap perjuangan Ikhwanul
Muslimin adalah cermin perjalanan panjang dakwah kebajikan. Bahwa dirimu
dan sepak terjangmu, bukanlah gambaran Firaun dalam campuran monarki,
otoritarian, absolutism. Bahwa yang kau tawarkan, adalah kembalinya
kejayaan ummat bila mengacu pada Quran Sunnah yang telah lama
ditinggalkan di belakang. Tetapi rupanya, bukan hanya musuh-musuhmu yang
tak percaya. Bahkan kaum muslimin, sebagian meragukan visi misi
dakwahmu.
Muhammad Mursi, Presiden Mesir, Presiden di hati kaum muslimin.
Kami
tak dapat mengirimkan pesawat tempur dengan skuadron terbaik, atau
kapal induk perang, atau pasukan perdamaian untuk mendukung dirimu.
Mencari tahu keberadaan dirimu. Kelak, suatu saat bila kemenangan
kembali datang kepadamu, maafkanlah aku. Maafkan bangsa kami, rakyat
Indonesia.
Jika
tak ada sesuatupun yang dapat kami berikan kepadamu sebagai
pertolongan. Maka usai dzikrullah, shalawat Nabi, dan doa bagi kaum
muslimin. Kami serahkan urusan dirimu, Ikhwanul Muslimin dan rakyat
Mesir pada Pemilik 99 Nama.
Pada Allah yang Aziiz, Jabbar. Sang Maha Perkasa, Maha Gagah.
Pada Allah yang Qowiyy, Matiin. Sang Maha Kuat, Maha Kokoh.
Dan
jika ternyata kau telah syahid, bersama barisan para syuhada yang
memperjuangkan kalimatullah, tengoklah padaku yang berlari kelelahan
mencari wajah Nabiku. Sebut namaku. Satu di antara puluhan juta orang
yang mencintai, mendoakanmu.
by: http://sosok.kompasiana.com/2013/08/15/kepada-presiden-mursi--583950.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com