by: http://www.majalah-misteri.net/istriku-pemuja-pesugihan-pocong-oleh-r-mujiati/
Siang itu, warung soto Akmadi yang ada di
Kota Mojokerto ramai sekali. Pada jam makan siang, warung makan yang
letaknya cukup dekat dari Alun-Alun Kota Mojokerto memang selalu penuh
sesak pembeli. Mereka yang makan tidak saja dari orangorang tua, namun,
ada juga keluarga muda, bahkan anak-anak yang masih remaja juga ikut
menikmati lezatnya warung soto Akmadi.
Jika sudah begitu suasana menjadi riuh
seperti di pasar. Sambil makan, tidak sedikit dari pembeli yang asyik
bercanda dan bertelepon ria. Bahkan ada yang fotofoto sambil menunggu
pesanan yang belum datang.
Saat potret memotret, tidak ada yang
menghebohkan dan hasilnya biasa saja. Konon, justru setelah tidak berada
di warung milik Akmadi peristiwa aneh itu baru terjadi. Saat hasil
fotonya dilihat di
layar tampak keanehan, yaitu salah satu
yang dipotret itu ternyata seperti sedang di pangku sesuatu yang aneh
berwarna putih menyerupai wujud pocongan. Dari beberapa pemotretan hanya
sebuah foto
yang menampakkan gambar seperti itu.
Berita foto penampakan orang yang dipangku
pocongan tersebut ternyata cepat menyebar, termasuk gambarnya juga
menyebar dari handphone ke handphone lain. Setelah kehebohan itu, justru
malah
ada beberapa orang yang mengaku melihat
penampakan pocongan yang sedang memangku seorang pembeli saat mereka
berada di warung tersebut. Herannya, setelah ada peristiwa itu, justru
yang lain malah ikut-ikutan menambah-nambahi.
Ada lagi yang menyebutkan jika orang yang
sering makan di warung tersebut bisa-bisa akan dijadikan tumbal
pesugihan pocong. Tak menunggu waktu lama, akibatnya isu itu warung
makan milik Akmadi sepi pembeli.
Akmadi yang merasa tidak melakukan apa-apa
dan tidak mengetahui isu pesugihan itu, menjadi heran sendiri. Hari itu,
tidak ada seorang pembeli pun yang makan di warungnya. Kemarin masih
ada satu-dua orang pembeli, namun sekarang tidak ada sama sekali yang
mampir di warungnya. Istrinya yang biasa membantu melayani pembeli sudah
pulang terlebih dulu, mungkin karena warungnya sepi.
Akmadi merasa lelah sekali hari itu. Jika
dulu badannya lelah karena melayani pembeli, sekarang badannya lelah
menunggu pembeli yang tidak ada satupun yang datang. Capek melayani
pembeli
membuat hatinya senang. Tapi capek karena
tidak ada pembeli tidak hanya membuat badannya yang lelah, tapi hatinya
juga merasa nelangsa.
Dalam hati, lelaki ini terus bertanyatanya,
ada apa ini, kenapa hanya dalam waktu tidak sampai seminggu warungnya
menjadi tidak ada pembeli sama sekali?
Malam itu, sebelum menutup warungnya,
Akmadi sudah bertekad akan mencari jawabannya. Ia akan menanyakan hal
itu kepada salah seorang temannya, yang sama-sama membuka warung di
sekitar
situ.
Dulu, warung soto milik Akmadi yang ada di
Kota Mojokerto itu tak pernah sepi pembeli. Setiap kali dibuka mulai
pukul 09.00-21.00 WIB, warung itu selalu ludes diserbu pembeli yang
ingin menikmati
sotonya yang sebenarnya banyak terdapat di tempat lain. Warung soto milik Akmadi seolah menjadi ciri khas Kota Mojokerto.
Orang-orang dari luar Kota Mojokerto juga
banyak yang mengenal dan suka makan di warung sotonya jika kebetulan
melintasi Kota Onde-Onde ini. Di samping rasanya yang memang enak,
harganya
juga terjangkau. Begitu rata-rata alasan pelanggannya.
Sekitar pukul 21.00 WIB, Akmadi menutup
warungnya. Ia menyempatkan keluar sebentar untuk menengok ke kanan dan
kiri, barangkali ada calon pembeli. Tapi, malam itu memang kelihatannya
tidak ada seorang pun yang akan mampir di
warungnya. Ia melihat beberapa warung yang menyediakan menu lain, selain
soto, telah tutup dan hanya warung milik Tono, penjual sate ayam yang
masih buka.
Sebelum menutup warungnya, Akmadi sempat
menarik nafas dalam-dalam sembari berucap dalam batin, mungkin sepinya
warung soto ini adalah cobaan yang diberikan Tuhan kepadanya. Sebab,
dulu
sewaktu warungnya ramai ia lupa bersyukur atau kurang bersyukur. Karena itu ia harus tabah dan sabar dalam menghadapinya.
Dengan sabar, ia yakin tidak akan membuat hatinya semakin gelisah Malam itu, usai menutup warungnya,
Akmadi mendatangi Pak Tono, penjual warung
sate ayam yang masih satu deretan dengannya. Ia berkeluh kesah kepada
temannya yang asal Madura itu tentang warungnya yang tiba-tiba menjadi
sepi
pembeli.
“Jadi kamu sendiri belum mendengar tentang isu mengenai warungmu, Di?” Tanya temannya tersebut.
“Belum, memangnya ada apa, No?”
Akmadi balik bertanya. Tono akhirnya menceritakan apa yang didengarnya secara terperinci. Mulai dari
foto salah seorang yang katanya dipangku
pocongan sampai warungnya yang sewaktu-waktu bisa minta tumbal. Tak
hanya bercerita, Tono juga menunjukkan gambar seorang gadis yang katanya
dipangku pocongan lewat telepon genggamnya.
Mendengar cerita itu, Akmadi hanya
geleng-geleng kepala sambil sesekali menarik nafas dalam-dalam. Tapi,
saat ditunjukkan gambar gadis yang katanya dipangku pocongan, Akmadi
kurang yakin jika gambar itu diambil di warungnya.
Sebab, latar belakangnya tidak jelas dan
bisa saja foto itu hasil rekayasa seperti fotofoto artis yang sering
didengarnya di berita infotaiment di televisi. Ia yakin bahwa isu itu
dihembuskan orang yang tidak senang pada warungnya. Tapi, siapa yang
tega melakukannya?
Malam itu, dengan perasaan galau Akmadi
pulang ke rumahnya yang tidak terlalu jauh dengan berjalan kaki. Barang
dagangannya ditinggalkan begitu saja di warungnya, tanpa ada yang dibawa
pulang.
Seperti biasanya Ia masuk ke dalam rumahnya yang sudah sepi dan pintunya tidak dikunci.
Mungkin istri dan anaknya yang sudah
berumur 7 tahun sudah ketiduran sehingga sampai lupa mengunci pintu
rumah, batin lelaki ini. Tapi, sampai di ruang tengah dan di dekat kamar
yang biasa digunakan untuk menaruh barang-barang,Akmadi mendengar
sesuatu yang aneh. Suara itu lirih sekali, tapi ia seperti mengenali
siapa yang menguncapkan kata-kata yang berulang-ulang menyerupai
pembacaan mantera itu.
“Kadang jin mayit, kadang jin duit! Kadang
jin mayit, kadang jin duit!” begitu kalimat itu terdengar sampai
berkali-kali. Tiba-tiba datang hembusan angin yang entah dari mana
asalnya.
Akmadi yang sedang mendekati ruangan itu
sampai dibuat merinding bersamaan dengan datangnya tiupan angin
tersebut. Sementara dari dalam kamar, Akmadi masih mendengar suara yang
mengucapkan mantera berulang-ulang itu. Tiba-tiba lagi terdengar suara
seperti benda jatuh. Setelah itu suasana kembali sunyi.
Saat Akmadi memberanikan diri untuk
mengintipnya, ternyata di dalam kamar istrinya sedang menghadapi sebuah
benda yang terbungkus kain putih meyerupai wujud pocongan.
Tak kalah kagetnya, saat benda menyerupai
pocongan itu dibuka ternyata di dalamnya berisi uang tunai yang
jumlahnya menggiurkan saking banyaknya. Akmadi seolah tidak percaya
dengan apa yang dilihatnya. Tapi, rasa penasaran membuat keberaniannya
muncul untuk mengetahui apa yang sedang dilakukan istrinya.
“Apa yang kamu lakukan, Sri?!” tanya
Akmadi menyebut nama panggilan istrinya yang bernama lengkap Sriatun itu.
Sri terkejut, namun cepat-cepat wajahnya berganti dengan senyuman begitu mengetahui yang datang adalah suaminya.
“Kita kaya raya, Mas! Kita kaya raya, Mas! Lihat ini, semuanya adalah uang!
Tidak apa-apa warung soto kita sekarang
sepi, tapi sekarang kita bisa menjadi kaya raya dengan uang ini!” Ucap
istrinya menyakinkan Akmadi.
“Jadi selama ini diam-diam kau memuja
pesugihan pocong, Sri? Berarti benar apa yang diisukan orang-orang
tentang warung soto kita, Sri?!” Tanya Akmadi seolah masih belum percaya
dengan apa yang dilakukan istrinya.
Sriatun tidak menjawab pertanyaan suaminya.
Ia diam seperti mengiyakan atas semua yang telah terjadi. Akmadi sempat
tidak setuju dengan apa yang dilakukan istrinya yang menghalalkan
segala cara
untuk mendapatkan kekayaan. Ia takut bahwa
semua itu akan menimbulkan sesuatu yang tidak baik, membutuhkan tumbal
misalnya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa, sebab semua sudah
dilakukan istrinya tanpa sepengetahuannya.
Dan, penyesalan itu semakin mendalam saat anak semata wayangnya
meninggal di jalan raya akibat ditabrak kendaraan bermotor sepulang dari
sekolah. Akmadi
sempat menduga, jangan-jangan itu akibat
tumbal bagi mereka yang memuja pesugihan pocong? Tapi, pikiran itu sirna
saat ia hanyut dalam kenikmatan yang dihasilkan dari memuja pesugihan
pocong yang dilakukan istrinya.
Konon, selain bisa menarik harta benda
secara langsung yang menyerupai pocongan, mereka yang menganut pesugihan
pocong juga ikut terbantu jika mempunyai usaha warung makanan, dagang
dan sejenisnya. Caranya, pocong pesugihan itu bisa menarik pelanggan.
Pelanggan bisa merasa nyaman, betah, dan ingin kembali ke tempat yang diikuti pocong pesugihan.
Tapi apa yang dilakukan Sriatun, istri
Akmadi, tentu saja tak sebanding dengan resiko yang harus mereka
tanggung. Kenikmatan duniawi yang mereka reguk akan sirna dalam
sekejapan mata. Tapi siksa dikemudian hari harus mereka tanggung
sepanjang masa. Sebuah perbuatan tercela yang tak pantas untuk diikuti.
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com