by: http://buletinmitsal.wordpress.com/kisah-dan-hikmah/pahala-guru/
Seorang wanita datang menjumpai Fatimah binti Rasul dan berkata, “Aku
memiliki seorang ibu yang sudah tua. Untuk melakukan shalat, dia
mengalami kesulitan. Ibuku itu mengirimku ke sini untuk menanyakan
beberapa pertanyaan.” Wanita itu menanyakan sejumlah pertanyaan.
Satu demi satu pertanyaan itu dijawab dengan detail dan cermat oleh
Fatimah. Kemudian wanita itu malu untuk bertanya lagi dan berkata :”wahai putri Rasul! Cukup sampai di sini saja, aku merasa sungkan bertanya terus menerus.”
Fatimah berkata : ”Jangan khawatir!
Bertanyalah sebanyak yang engkau suka! Aku akan menjawabnya dengan
senang hati. Seandainya engkau diupah untuk mengangkat barang ke suatu
tempat, sementara upahnya adalah sebuah istana apakah engkau akan
menolak mengangkat barang itu?”
wanita tersebut berkata , “Tentu
tidak! Aku tidak akan merasa lelah dan bosan, karena di balik kerja
keras itu, bayaran yang besar berada di depan mataku.”
Fatimah melanjutkan, “Ketahuilah
bahwa untuk setiap jawaban yang aku berikan, Allah SWT memberikan pahala
untukku seluas bumi beserta isinya. Dengan pahala yang amat besar ini,
bagaimana mungkin aku merasa bosan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
ibumu? Ayahku telah berkata, ‘ketika ulama dibangkitkan pada hari
kiamat, Allah SWT memberikan pahala kepada mereka sesuai keluasan ilmu
dan usaha mereka untuk menyadarkan umatnya. Setiap ulama diberikan
sejuta pakaian dari cahaya, kemudian malaikat berseru, ”wahai ulama yang
telah membimbing umat Muhammad dengan ilmu sehinga mereka mendapatkan
petunjuk dan bertakwa, maka sebesar mana mereka memanfaatkan ilmu
kalian, sebesar itu pula kalian berhak memperoleh pahala! Bahkan untuk
sebagian mereka hanya diberikan seratus ribu pakaian. Setelah pakaian
tersebut dibagikan, Allah SWT berfirman : “Sekali lagi berikan pakaian
kepada mereka sampai pakaian mereka sempurna.”
Kemudian datang perintah agar hadiah
itu digandakan, demikian juga mengenai murid-murid ulama yang menurunkan
ilmunya kepada murid-murid berikutnya, untuk mereka pahala yang
berlipat-lipat.
Kemudian Fatimah berkata kepada wanita itu : “Satu
benang dari pakaian itu seribu kali lebih baik dari semua yang
diterangi oleh matahari. Karena, kenikmatan duniawi bercampur dengan
kesulitan dan kesusahan, sementara nikmat akhirat tidak memiliki
kekurangan dan cela.
BIMBINGAN DENGAN UANG
Seorang lelaki datang menjumpai Imam Musa
Al-Kadzim dan langsung mencaci-maki Imam. Para pengikut Imam meminta
ijin kepada Imam untuk memberi pelajaran kepada lelaki biadab itu. Namun
Imam tidak mengijinkan, bahkan beliau menanyakan alamat dan ladang
petani itu.
Beberapa hari kemudian, Imam pergi ke
ladang petani itu dengan mengendarai kuda. Sesampainya diladang, Imam
melihat lelaki itu sedang berada ditengah ladangnya. Lelaki itu
membentak Imam agar tidak menginjak tanaman ladangnya. Imam turun dari
kendaraannya dan berjalan kaki menghampiri petani itu.
Imam bertanya, “Berapakah biaya yang engkau keluarkan untuk tanaman ini?” ia berkata, “seratus dirham.” Imam bertanya, “berapakah keuntunganmu yang engkau harapkan ?”
“Dua ratus dirham”kata petani itu. Kalau begitu ambillah 300 dinar ini sebagai hadiah dariku. Semoga Allah mengabulkan semua yang engkau inginkan,”kata Imam.
Dengan senang hati petani itu menerima
uang tersebut. Kemudian mencium kening suci manusia yang sebelumnya
sangat dibencinya itu. Setelah itu Imam meminta ijin untuk pulang seraya
tersenyum. Keesokan harinya ketika Imam memasuki masjid untuk memimpin
shalat jama’ah, petani itu sudah duduk dimesjid, ia membaca sebuah ayat :
Allah SWT lebih tahu kepada siapa menyerahkan risalahnya (ajarannya) (QS 6:124).
Para sahabatnya dengan heran saling
bertanya, “Apa yang telah terjadi pada petani ini, kemarin mencaci Imam,
sementara kini memuji Imam.”
Imam berkata, “ketika kalian minta
ijin kepadaku untuk menghajar lelaki ini, aku tidak ijinkan. Tahukah
kalian mengapa ? karena dengan hadiah uang, aku telah berhasil mendidik
dan membimbingnya. Sebenarnya salah satu cara untuk menyadarkan
seseorang adalah dengan berbuat baik kepadanya.”
Soal: Apa hikmah dibalik kejadian pahit?
Jawab: Kejadian pahit
itu dapat digolongkan dalam dua golongan; sebagian dari kejadian pahit
itu dikarenakan diri kita sendiri dan sebagian lainnya tidak berada
dalam ikhtiar kita.
Kebanyakan kejadian pahit dalam kehidupan
kita muncul dari tidak adanya ketelitian dan manajemen yang baik dari
kita. Bila dalam jual beli kita tidak serius mengurusi dokumen pembelian
dan penjualan, penjamin atau barang jaminan tidak kita minta dari
peminjam dan uang kita tidak diberikannya, maka dalam hal ini kita yang
bersalah.
Bila kita tidak meletakkan sebuah tangga
di dalam kolam dan anak kecil terjatuh ke dalamnya dan mati tenggelam,
maka kita yang bersalah.
Bila kita tidak menjaga kebersihan, tidak
memperhatikan undang-undang lalu lintas dan tidak menghormati adat
istiadat masyarakat, maka kita akan sakit, tabrakan dan kita akan diejek
oleh masyarakat. Di sini kita juga yang bersalah.
Sementara sebagian kejadian pahit yang di luar dari kehendak kita memiliki banyak sebab:
Kesulitan membuat tumbuh dan sempurnanya
manusia. Kemajuan manusia dan ilmu pengetahuan muncul dari upaya manusia
untuk memenuhi kebutuhan dan mencarikan solusi atas problema yang
dihadapinya.
Kejadian-kejadian pahit dalam kehidupan manusia kebanyakan sebagai tebusan kesalahan-kesalahan manusia sendiri.
Kejadian-kejadian pahit membuat semangat masyarakat tetap terjaga.
Nabi Muhammad saw bersabda: “Bila untuk
manusia ada tiga hal; sakit, kematian dan kemiskinan tidak ada
kesombongan manusia tidak akan hilang. Manusia di hadapan segala sesuatu
tidak akan pernah merasa rendah hati” (Bihar al-Anwar: jilid 6, hal
118).
Kejadian-kejadian pahit membuat potensi
manusia menjadi berkembang dan aktual. Siapa yang menghadapi musibah,
dengan kesabaran ia dapat tumbuh, sementara mereka yang tidak pernah
melihat musibah dapat berbuat untuk menolong mereka yang terkena
musibah. Dengan pengorbanan mereka tumbuh menyempurna.
Ummu Ibrahim al Bashariyyah
Dikisahkan di Bashrah terdapat
wanita-wanita ahli ibadah, di antaranya adalah Ummu Ibrahim
al-Hasyimiyah. Ketika musuh Islam menyusup ke kantong-kantong perbatasan
wilayah Islam, maka orang-orang tergerak untuk berjihad di jalan Allah.
‘Abdul Wahid bin Zaid al Bashri berdiri
di tengah orang-orang sambil berkhutbah untuk menganjurkan mereka
berjihad. Sedangkan saat itu Ummu Ibrahim turut menghadiri majelis ini.
‘Abdul Wahid terus berkhutbah, sampailah pembicaraannya menerangkan
tentang bidadari. Bidadari merupakan imbalan bagi sebagian penghuni
surga, akibat amalannya diterima oleh Allah, amalan tersebut antara lain
adalah jihad.
‘Abdul Wahid menyebutkan pernyataaan-pernyataan tentang bidadari, kemudian dia bersenandung menyifati bidadari ini.
Gadis yang berjalan tenang dan berwibawaOrang yang menyifatkan memperoleh apa yang diungkapkannya
Dia diciptakan dari segala sesuatu yang baik nan harum
Segala sifat jahat telah dienyahkan
Allah menghiasinya dengan wajah
yang berhimpun padanya sifat-sifat kecantikan yang luar biasa
Matanya bercelak demikian menggoda
Pipinya mencipratkan aroma kesturi
Lemah gemulai berjalan di atas jalannya
Seindah-indah yang dimiliki dan kegembiraan yang berbinar-binar
Apakah kau melihat peminangnya mendengarkannya
Ketika mengelilingkan piala dan bejana
Di taman yang elok yang kita dengar suaranya
Setiap kali angin menerpa tangan itu, bau harumnya menyebar
Dia memanggilnya dengan cinta yang jujur
Hatinya terisi dengannya hingga melimpah
Wahai kekasih aku tidak menginginkan selainnya
Dengan cincin tunangan sebagai pembukanya
Janganlah kau seperti orang yang bersungguh-sungguh ke puncak hajatnya
Kemudian setelah itu ia meninggalkannya
Tidak, orang yang lalai tidak akan bisa meminang wanita sepertiku
Yang meminang wanita sepertiku hanyalah orang yang merengek-rengek
Maka sebagian orang bergerak pada
sebagian yang lainnya, dan majelis itupun menjadi ramai dan gaduh.
Kemudian Ummu Ibrahim yang mengikuti khutbah ‘Abdul Wahid ini menyeruak
dari tengah orang-orang seraya berkata kepada ‘Abdul Wahid,
“Wahai Abu ‘Ubaid, bukankah engkau tahu
anakku Ibrahim. Para pemuka Bashrah meminangnya untuk puteri-puteri
mereka, tetapi aku memukul anakku ini di hadapan mereka. Demi Allah,
gadis (bidadari) ini mencengangkanku dan aku meridhainya menjadi
pengantin untuk puteraku. Ulangi lagi apa yang engkau sebutkan tentang
kecantikannya.”
Mendengar hal itu ‘Abdul Wahid kembali menyifatkan bidadari, kemudian bersenandung:Wajahnya mengeluarkan cahaya yang kembali mengeluarkan cahaya
Sendau guraunya seharum parfum dari parfum murni
Jika menginjakkan sandalnya di atas pasir yang sangat gersang
niscaya seluruh penjuru menjadi hijau, dengan tanpa hujan
Tali yang mengikat pinggangnya
Seperti ranting pohon Raihan yang berdaun hijau
Seandainya meludahkan air liurnya dilautan
Niscaya umat manusia merasakan segarnya meminum air lautan
Orang-orangpun menjadi semakin ramai, lalu Ummu Ibrahim maju seraya berkata kepada ‘Abdul Wahid,
“Wahai Abu Ubaid, demi Allah, gadis ini
mencengangkanku dan aku meridhainya sebagai pengantin bagi puteraku.
Apakah engkau sudi menikahkan puteraku dengan gadis tersebut saat ini
juga?, Ambilllah maharnya dariku sebanyak 10.000 dinar, serta bawalah
putraku keluar bersamamu menuju peperangan itu. Mudah-mudahan Allah
mengaruniakan syahadah (mati syahid) kepadanya, sehingga dia akan
memberi syafa’at untukku dan untuk ayahnya pada hari Kiamat.”
‘Abdul Wahidpun menjawab, “Jika engkau melakukannya, niscaya engkau dan anakmu akan mendapatkan keberuntungan yang besar.”
Kemudian Ummu Ibrahim memanggil puteranya, “Wahai Ibrahim!”
Ibrahimpun bergegas maju dari tengah orang-orang seraya mengatakan, “Aku penuhi panggilanmu, wahai ibu.”
Ummu Ibrahim berkata, “Wahai puteraku!
Apakah engkau ridha dengan gadis (bidadari) ini sebagai isteri, dengan
syarat engkau mengorbankan dirimu di jalan Allah dan tidak kembali dalam
dosa-dosa?”
Pemuda ini menjawab, “Ya, demi Allah wahai ibu, aku sangat ridha.”
Ummu Ibrahim berkata, “Ya Allah, aku
menjadikan-Mu sebagai saksi bahwa aku telah menikahkan anakku ini dengan
gadis ini dengan pengorbanannya di jalan-Mu dan tidak kembali dalam
dosa. Maka, terimalah dariku, wahai sebaik-baik Penyayang.”
Kemudian ibu ini pergi, lalu datang
kembali dengan membawa 10.000 dinar seraya mengatakan, “Wahai Abu
‘Ubaid, ini adalah mahar gadis itu. Bersiaplah dengan mahar ini. “
Abu Ubaidpun menyiapkan para pejuang di jalan Allah.
Sang ibu kemudian pergi membelikan kuda yang baik untuk puteranya dan menyiapkan senjata untuknya.
Kemudian berangkatlah rombongan ‘Abdul Wahid yang didalamnya terdapat
Ibrahim, ke medan perang. Bersamaan dengannya dibacakanlah QS.
At-Taubah:111 yang artinya,“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka …”
Ketika sang ibu hendak berpisah dengan
puteranya, maka ia menyerahkan kain kafan dan wangi-wangian kepadanya
seraya mengatakan kepadanya, “Wahai anakku, jika engkau hendak bertemu
dengan musuh, maka pakailah kain kafan ini dan gunakanlah wangi-wangian
ini. Janganlah Allah melihatmu dalam keadaan lemah di jalan-Nya.”
Kemudian ia memeluk puteranya dan mencium keningnya seraya mengatakan,
“wahai anakku, Allah tidak mengumpulkan antara aku denganmu kecuali di
hadapan-Nya pada hari Kiamat.”
Selanjutnya marilah kita baca penuturan ‘Abdul Wahid
‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami sampai
diperbatasan musuh, kemudian terompet pun ditiup, dan mulailah terjadi
perang. Saat itu Ibrahim berperang di barisan terdepan. Ia membunuh
musuh dalam jumlah yang besar, sampai musuh mengepungnya, kemudian
membunuhnya.”
‘Abdul Wahid berkata, “Ketika kami hendak kembali ke Bashrah, aku berkata kepada Sahabat-Sahabatku,‘Jangan kalian menceritakan kepada Ummu Ibrahim tentang berita yang menimpa puteranya sampai aku mengabarkan kepadanya dengan sebaik-baik hiburan. Sehingga ia tidak bersedih dan pahalanya tidak hilang.’
Ketika kami sampai di Bashrah, orang-orangpun keluar untuk menyambut kami, dan Ummu Ibrahim pun berada diantara mereka.”
‘Abdul Wahid berkata: “Ketika dia
memandangku, ia bertanya, ‘Wahai Abu Ubaid, apakah hadiah dariku
diterima sehingga aku diberi ucapan selamat, atau ditolak sehingga aku
diberi belasungkawa?’
Akupun menjawab, ‘Hadiahmu telah diterima. Sesungguhnya Ibrahim hidup
bersama orang-orang yang hidupdalam keadaan diberi rizki (insyaa
Allah)’.
Maka ibu inipun tersungkur dalam keadaan
bersujud kepada Allah karena bersyukur, dan mengatakan, ‘Segala puji
bagi Allah yang tidak mengecewakanku dan menerima ibadah dariku.’
Kemudian ia pergi.
Keesokan harinya, Ummu Ibrahim datang ke
masjid yang didalamnya terdapat ‘Abdul Wahid lalu dia berseru,
‘Assalaamu’alaikum wahai Abu ‘Ubaid, ada kabar gembira untukmu’.
Selanjutnya dia berkata,
‘Tadi malam aku bermimpi melihat
puteraku, Ibrahim, di sebuah taman yang indah. Di atasnya terdapat kubah
hijau, sedangkan dia berada di atas ranjang yang terbuat dari mutiara,
dan kepalanya memakai mahkota. Ibrahim berkata,
“Wahai ibu, bergembiralah. Sebab maharnya telah diterima dan aku bersanding dengan pengantin wanita.’”
Demikianlah salah satu kisah ibu-ibu umat
Islam terdahulu. Yang dia menyebabkan bangsa Arab dan umat Islam
dahulu, menjadi bangsa yang kuat. Umat Islam dahulu menjadi umat yang
mempunyai kewibawaan yang besar diantara umat-umat yang lain. Salah
satunya adalah upaya dari ibu-ibu dengan menyiapkan anak-anaknya sebagai
prajurit pembela Islam.
Marilah para ibu, maupun calon ibu untuk mencontoh segala yang
dilakukan oleh ibu-ibu umat Islam ini jaman terdahulu, yang selalu
membantu suami dan anaknya dalam rangka mentaati Allah Subhanahu wa ta’ala.
Dengannya semoga kejayaan dan kewibawaan umat Islam mampu kembali.
Sumber: Isyratun Nisaa’ minal alif ilal yaa’
TAUBATNYA MALIK BIN DINAR -ROHIMAHULLAH-
Kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan,
mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zhalim kepada manusia, memakan hak
manusia, memakan riba, dan memukuli manusia. Kulakukan segala
kezhaliman, tidak ada satu maksiat melainkan aku telah melakukannya.
Sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargaiku karena
kebejatanku.
Malik bin Dinar Rohimahullah
menuturkan: Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki
anak. Maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang puteri yang
kuberi nama Fathimah.
Aku sangat mencintai Fathimah. Setiap
kali dia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan
semakin sedikit maksiat di dalam hatiku.
Pernah suatu ketika Fathimah melihatku
memegang segelas khamr, maka diapun mendekat kepadaku dan menyingkirkan
gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajuku. Saat itu umurnya belum
genap dua tahun. Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala -lah yang membuatnya melakukan hal tersebut.
Setiap kali dia bertambah besar, semakin bertambah pula keimanan di dalam hatiku. Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
selangkah, maka setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi
sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah
meninggal dunia.
Maka akupun berubah menjadi orang yang
lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada
pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah.
Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Setanpun
mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan berkata kepadaku:
“Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum
pernah engkau lakukan sebelumnya.” Maka aku bertekad untuk mabuk dan
meminum khamr sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku
lihat diriku telah terlempar di alam mimpi.
Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat.
Matahari telah gelap, lautan telah
berubah menjadi api, dan bumipun telah bergoncang. Manusia berkumpul
pada hari kiamat. Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara
aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil: Fulan
ibn Fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar. Aku melihat si Fulan
tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan.
Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: “Mari menghadap al-Jabbar!”
Kemudian hilanglah seluruh manusia dari
sekitarku seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Kemudian
aku melihat seekor ulat besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar
kearahku dengan membuka mulutnya. Akupun lari karena sangat ketakutan.
Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Akupun berkata:
“Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Dia menjawab: “Wahai anakku aku
lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah ini mudah-mudahan
engkau selamat!”
Akupun berlari kearah yang
ditunjukkannya, sementara ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba
aku mendapati api ada dihadapanku. Akupun berkata: “Apakah aku melarikan
diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?” Akupun
kembali berlari dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku
kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata: “Demi Allah,
wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.” Maka dia menangis karena iba
dengan keadaanku seraya berkata: “Aku lemah sebagaimana engkau lihat,
aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah gunung
tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”
Akupun berlari menuju gunung tersebut
sementara ular akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung
tersebut terdapat anak-anak kecil, dan aku mendengar semua anak tersebut
berteriak: “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”
Selanjutnya aku mengetahui bahwa dia
adalah putriku. Akupun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang
meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi
tersebut. Maka diapun memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir
ular dengan tangan kirinya sementara aku seperti mayit karena sangat
ketakutan. Lalu dia duduk di pangkuanku sebagaimana dulu di dunia.
Dia berkata kepadaku:
“Wahai ayah, “belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid:16)
Maka kukatakan: “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu.”
Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”
Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”
Dia Rohimahullah berkata: Akupun
terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya
wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang
beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan
keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dia Rohimahullah berkata:
Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid: 16)
…..
Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid: 16)
…..
Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar
Rohimahullah yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi
tabi’in, dan termasuk ulama Basrah. Dia dikenal selalu menangis
sepanjang malam dan berkata: “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya
Dzat Yang Mengetahui penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang
manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk
penghuni sorga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.”
Malik bin Dinar Rohimahullah
bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu
masjid berseru: “Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada
Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada
Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah
kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam
dan siang hari. Dia berfirman kepadamu: “Barangsiapa mendekatkan
dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku
kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta,
maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang
mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari
kecil.”
Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak
selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang
yang zhalim.
Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas. (Misanul I’tidal, III/426).
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com