-
by: http://fiksi.kompasiana.com/novel/2013/08/23/mengubah-energi-marah-menjadi-sesuatu-yang-produktif-585759.html
Fuad Ahmad (FA), 48 tahun, profesi: aktivis lingkungan hidup. Akbar (A) yang mewawancarinya.
A: “Disamping bekerja di sebuah departemen
pemerintah, Anda juga dikenal sebagai aktivis lingkungan hidup. Kenapa
Anda mau repot-repot begitu?”
FA: “Demi memenuhi kebutuhan batin. Saya memiliki
konsen yang cukup tinggi pada lingkungan hidup. Hutan di Indonesia
adalah paru-paru dunia. Dada saya turut sesak mendapati kenyataan banyak
hutan kita yang rusak. Dengan melibatkan diri sebagai aktivis
lingkungan hidup, itu cukup mengurangi rasa sesak dalam dada. Walaupun
yang saya lakukan mungkin tidak seberapa, tidak signifikan, efeknya
tidak kelihatan secara langsung, setidaknya saya melakukan sesuatu.
Tidak berpangku tangan saja.”
A: “Ada yang sinis pada aktivis, menyebut aktivis
hanya mencari keuntungan, melobi donatur asing dengan mengatasnamakan
kepentingan rakyat.”
FA: “Tidak apa-apa. Dalam hidup ada yang mensinisi
kita itu biasa. Mungkin memang ada aktivis yang seperti itu, tapi apa
iya semua aktivis begitu. Kalau mendengarkan semua omongan orang, kita
tidak akan beranjak kemana-mana. Modal saya adalah 2N, Nekat dan Networking.
Saya ajak orang-orang yang mau diajak untuk bergerak, bersih-bersih
kali, menanam pohon mangrove, mengembalikan fungsi hutan bakau dan
mencegah abrasi yang makin meluas. Bersama kawan-kawan satu visi,
mengedukasi masyarakat dan mengajak masyarakat minimal menciptakan
penghijauan di lingkungan masing-masing. Pentingnya lahan hijau di
perkotaan harus terus didengungkan, untuk mengimbangi pembangunan fisik
yang masif. Lihat saja Jakarta, dimana-mana mal, setiap hari muncul mal
baru, overload, itu bukan kabar baik dilihat dari kacamata
lingkungan hidup dalam jangka panjang. Bayangkan bila pembangunan mal
itu tidak direm, Jakarta akan seperti apa sepuluh tahun yang akan
datang, dua puluh tahun yang akan datang, lima puluh tahun yang akan
datang, seratus tahun yang akan datang. Apa yang akan kita berikan untuk
anak cucu kita nanti. Saya marah melihat itu semua. Energi marah itu
saya jadikan sesuatu yang produktif, yakni dengan melibatkan diri
sebagai aktivis lingkungan hidup.”
A: “Pikiran Anda jauh ke depan ya?”
FA: “Iya dong. Kita hidup kan bukan untuk
saat ini saja. Kalau kita menikmati lingkungan hidup yang baik saat ini,
itu tidak terlepas dari kebaikan orang-orang yang hidup sebelum saat
ini. Orang-orang dulu menjaga lingkungan hidup, sehingga kita yang hidup
pada saat ini bisa merasakan keteduhan pohon-pohon yang berdiri tegak
menjulang tinggi dengan akar yang kokoh mencengkeram bumi, dengan
daun-daun yang rindang. Nah, sebagai orang yang hidup di saat ini, apa
yang kita lakukan untuk menjaga lingkungan hidup? Apakah kita mau
berpikir pragmatis saja, berpikir jangka pendek saja, memikirkan
keuntungan pribadi saja? Membangun ini itu tanpa memikirkan efeknya ke
depan akan seperti apa. Saya pikir ini harus menjadi perhatian bagi
seluruh anak bangsa ini. Kita tidak cukup marah dan mencaci-maki saja.
Sebuah ironi ya melihat hutan-hutan kebakaran di musim kemarau, dan
banjir dimana-mana saat musim penghujan. Itu tidak akan terjadi atau
sangat bisa diminimalisir kalau kita sungguh-sungguh menjaga lingkungan
hidup, dan melakukan pembangunan sesuai aturan. Pada masyarakat harus
ditumbuhkan kesadaran bahwa bumi ini satu, seluruh manusia adalah satu
keluarga. Sehingga jika ada yang melakukan kerusakan di muka bumi ini,
itu efeknya bukan ke dirinya saja, tapi meluas kemana-mana. Contoh mudah
deh, dalam satu lingkungan, tidak semua orang membuang sampah di got,
tapi ketika hujan deras datang, semua orang di satu lingkungan itu harus
merasakan derita kebanjiran karena got tersumbat sampah yang menumpuk.”
A: “Program apa yang Anda sedang buat sekarang?”
FA: “Kerja di lingkungan hidup itu
berkesinambungan, terus-menerus, tak ada putusnya. Saya dan kawan-kawan
serta berbagai pihak pendukung, saat ini sedang mengkampanyekan gaya
hidup hijau. Manusia harus menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari
alam, bagaimana hidup menyatu dengan alam. Ruang hijau harus menjadi
perhatian ketika membangun rumah misalnya. Jangan rumah itu habis untuk
bangunan, hingga taman ditiadakan. Yang seperti itu tidak seimbang.
Taman harus ada, dan taman itu tidak selalu ditumbuhi bunga. Itu bisa
dimanfaatkan dengan konsep taman bergizi, tumbuhan berupa sayur-sayuran
itu juga tidak kalah indahnya dengan aneka tanaman bunga. Tanaman
seperti bayam, sawi, cabe, itu lebih produktif. Bisa dipetik hasilnya
dan dimasak untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga. Bukannya melarang
orang menanam bunga yang indah, bisa saja dikombinasi antara tanaman
bunga yang bernilai estetika dan tumbuh-tumbuhan produktif. Atau
dikombinasi dengan konsep taman sehat, menanam tumbuh-tumbuhan yang
berkhasiat jamu. Intinya ruang hijau itu tidak boleh diabaikan.”
A: “Tapi tidak semua orang memiliki tanah yang
cukup untuk mewujudkan konsep hijau itu. Banyak orang tinggal di
perumahan padat penduduk. Jangankan memikirkan lahan hijau, memikirkan
lahan untuk tidur sendiri saja sulit?”
FA: “Ya itulah, semua hal saling terkait. Mengapa
orang desa berbondong-bondong pergi ke kota, rela hidup berdesak-desakan
di perumahan padat penduduk, padahal di desa ia memiliki tanah luas.
Itu contoh saja ya. Suatu keadaan kadang sudah seperti benang kusut. Itu
bisa diurai satu persatu dan tidak cukup dipikirkan oleh satu orang
saja. Kemarin saya bertemu seorang bapak. Dia seorang petani di desa. Ia
menyekolahkan anaknya di kota untuk belajar ilmu pertanian. Bapak itu
berharap anaknya kembali pulang ke desa untuk membangun pertanian di
desanya. Tapi setelah selesai menuntut ilmu pertanian, anaknya itu
memilih bekerja di kota. Tentu saja sang bapak itu tidak bisa memaksa
anaknya pulang ke desa. Seperti yang saya lakukan. Saya melakukan apa
yang saya bisa lakukan. Saya mengkampanyekan gaya hidup hijau pada
masyarakat. Saya berharap semua orang menerapkan gaya hidup hijau.
Apakah kemudian semua orang menerapkan gaya hidup hijau, belum tentu.
Karena orang itu memang tidak bisa dipaksa-paksa. Kesadaran itu harus
ditumbuhkan di dalam hati sendiri.”
A: “Kondisi seperti apa yang membuat Anda bahagia?”
FA: “Saya bahagia apabila saya pergi tanpa
meninggalkan masalah. Dalam bahasa berbeda, saya bahagia apabila saya
mati tanpa meninggalkan masalah. Yang saya lakukan sekarang ini adalah
bagian dari usaha mewujudkan kebahagiaan itu. Seperti saya katakan di
awal, walaupun yang saya lakukan ini hanya seujung jari, sangat kecil,
tidak kelihatan. Walaupun hanya satu langkah kecil dan tertatih-tatih
dan mungkin tidak akan sampai pada tujuan, tapi setidaknya saya memiliki
niat baik dan telah bergerak.”
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com