Ternyata imajinasi anak lebih tinggi dari orang dewasa…Masak sih?… itulah kalimat yang pertama kali terucap saat Majorie Taylor seorang pakar psikologi pendidikan dari Oregon-Amerika menuliskan judul tersebut dalam salah satu jurnalnya. Menurutnya 1/3 dari anak-anak memiliki teman khayalan. Saya membacanya di internet beberapa waktu yang lalu saat menyadari bahwa anak saya suka mengkhayal dan berimajinasi seolah-olah ia berbicara dengan orang lain. sehingga sempat membuat saya panik. Waduh…. Jangan-jangan harus ke psikiater nih…
Bagaimana
nggak deg-degan… suatu sore anak saya yang biasanya masih belum pulang
kandang, alias masih bermain di luar, saya temukan sedang asyik bermain
di teras samping rumah. Oh my sweet boy… tumben nih…. dari ruang keluarga saya mendengar dia tidak sendirian karena anak
itu seperti bercakap-cakap dengan orang lain. Dari percakapannya ia
seperti sedang membahas sesuatu yang berhubungan dengan sekolah dan
gurunya.
Ardhi,
anak saya mengungkapkan kekesalannya terhadap guru kesenian yang hanya
memberinya nilai 7 padahal ia telah berusaha menggambar dengan baik
dengan computer. Lalu ia berganti topik membahas makanan kesukaan yang
jarang saya belikan..hihihi…memang benar sih… Ardhi sangat suka makan
cup mie dalam berbagai rasa. Karena faktor nutrisi dan kesehatan saya
memang jarang membelikan cup mie tersebut.
Dengan teman bicaranya saya sempat menangkap bahwa menurut dia, saya,
ibunya, kurang gaul dan nggak ngapdate… hahaha…. saya sempat berfikir..
ngapdate itu apa maksudnya ya??
Kemarin siang pulang sekolah Ardhi juga tidak main ke lapangan atau bersepeda keliling kampung seperti
biasanya, tetapi anak itu malah berada di kamarnya. Di satu sisi saya
merasa agak tenang saat mentari berada di atas kepala begini Ardhi
memilih untuk tinggal di dalam rumah. Namun di sisi lain kebiasaan
barunya seolah berbicara dengan seseorang membuat saya sedikit cemas.
Saat itu juga saya mencari tahu apa yang terjadi dengan anak saya di internet. Pada
jurnal psikologi yang diterbitkan British Academy, disebutkan anak usia
pra sekolah lebih berpeluang memiliki teman imajinasi dan
kebiasaan ini dapat bertahan hingga anak memasuki usia sekolah sekitar 7
tahun. Selain itu anak tunggal maupun anak pertama cenderung lebih
berpotensi memiliki teman khayalan di banding anak lain.
Seorang
pakar pendidikan Balita mengatakan bahwa seorang teman imajinasi
sebenarnya bisa menjadi cara yang bagus bagi anak untuk mengekspresikan
dirinya serta membuat anak tidak merasa sendiri atau kesepian karena ia
merasa selalu memiliki teman. Teman imajinasi ini sering di sebut IBF
(Imaginary Best Friend).
Secara ilmiah, anak yang berbicara sendiri atau memiliki teman khayalan merupakan salah satu fase perkembangan psikologis anak. Menurut referensi psikologi fase ini menunjukkan pencarian jati diri dan tahap anak menguji antara dunia nyata dan khayalan.
Bagaimana kita
menghadapi prilaku anak dan teman khayalannya? Ada beberapa saran yang
bisa kita terapkan sehingga pada saatnya anak bisa meninggalkan
kebiasaannya berbicara dengan teman imajinasinya :
1. Merefleksikan
diri apakah selama ini sebagai orang tua kita telah memberi ruang yang
cukup bagi anak untuk keseimbangan antara belajar, bermain dan
berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Jangan-jangan prilaku
berbicara dengan teman imajinasi di sebabkan karena si anak selalu
melakukan aktivitasnya sendiri tanpa ada pendamping yang bisa di
pertanggung jawabkan, dalam hal ini orang tua atau ibu dan ayahnya. Atau
si anak terlalu di paksa untuk mengikuti jadwal yang sempurna menurut
orang tuanya, seperti padatnya jadwal les dan belajar. Seorang anak
sangat membutuhkan keseimbangan antara belajar dan bermain. Orang tua
harus menyadari hal tersebut dan jika anak merasa tertekan maka ia akan
protes dengan caranya sendiri.
2. Memberi kepercayaan kepada anak ; Selama
kebiasaan anak berbicara dengan teman imajinasnya tidak menyebabkan
anak menarik diri dari pergaulan teman-temannya sebaiknya kita tidak
perlu khawatir. Namun jika anak sudah terlalu asyik berinteraksi dengan
teman imajinasinya, kita bisa mengupayaka mengalihkan ‘teman imajinasi’
anak dengan cara memberi kepercayaan kepada anak. Menuruti apa yang anak
kita inginkan dan meluangkan waktu untuk bersama-sama terlibat langsung
berinteraksi dengan anak plus teman imajinasinya, selama tidak melanggar prinsip pendidikan kita, ini adalah salah satu cara membuat anak sedikit demi sedikit mengalihkan perhatiannya kepada teman imajinasinya.
3. Memberikan aktivitas di luar yang menarik; Pada
beberapa referensi memang dikatakan bahwa memiliki teman imajiner bisa
mempengarugi kekuatan dan keberanian anak saat ia harus melakukan
aktivitas sendirian. Namun sejak awal sebaiknya kita lebih mendorong
anak untuk melakukan kegiatan di luar seperti bermain bersama teman, les
alat musik yang disukainya atau mengajaknya ke club olah raga yang di
gemarinya. Saat anak sudah mulai menyukai kegiatan barunya maka sedikit
demi sedikit ia akan melupakan teman imajinasinya.
4. Mendukung
imajinasi anak; Teman khayalan memang tidak selalu berarti buruk. Pada
beberapa kajian dikatakan bahwa memiliki teman khayalan justru bisa
mengembangkan kemampuan sosial dan komunikasi anak. Bahkan bisa jadi
merupakan tanda kecerdasan dan kemampuan kreatif di atas rata-rata. Rasa
khawatir boleh saja saat mengetahui anak kita berbicara dengan teman
imajinasinya namun jangan sampai panik atau bahkan latah langsung
membawa anak kita ke psikiater untuk melakukan terapi. Hal tersebut akan
membuat anak ketakutan. Ada baiknya ia diajak mengembangkan imajinasnya
dengan bermain panggung boneka atau
menuliskan dalam satu blog yang dibuat khusus untuknya sehingga
kemampuannya berimajinasi tersalur dengan baik tanpa harus melibatkan
teman khayalannya.
5. Jangan melibatkan ‘teman imajinasi’ dalam kegiatan sehari-hari: sebaiknya tidak melibatkan sang ‘teman imajinasi’ untuk
memanipulasi menyelesaikan kegiatan anak, misalnya mengatakan “si Chika
aja mau makan sayur , nah kamu makan sayur juga ya..” Tetap bersikap bijak dalam memberi instruksi tanpa harus melibatkan ‘teman imajinasi’ lambat laun akan membuat anak sadar bahwa teman khayalannya tersebut tidak ada.
Orang
tua hendaknya aktif memantau perkembangan prilaku anak yang memiliki
teman imajinasi. Jika penerapan mengalihkan perhatian anak dari teman
imajinasnya dengan memberikan berbagai kegiatan yang sekiranya mampu
membuat anak lambat laun melupakan temannya maka kondisi ini sebaiknya
dikonsultasikan dengan ahlinya seperti psikiater karena bisa jadi itu
adalah salah satu gejala dari spektrum autis.
Menurut
beberapa pemerhati psikologi anak, anak yang berbicara dengan teman
imajinasi sering dikaitkan dengan anak yang memiliki indra ke enam atau
anak indigo. Tetapi sebenarnya ada pola tersendiri atau kriteria
diagnosis untuk kasus-kasus seperti ini sehingga sebaiknya kita sebagai
orang tua tidak mendiagnosis sendiri.
Satu
hal yang pasti bahwa prilaku berbicara dengan teman imajinasi dalam
beberapa kurun waktu akan hilang sendiri jika kita tidak menyalahkan
anak dan memarahinya, sebaliknya kita harus memberi masukan positif
kepada anak dengan bahasa yang mudah dipahami serta buatlah suasana yang
menyenangkan bagi anak untuk belajar dan beraktivitas.
Akhirnya
saya menyadari memang beberapa waktu terakhir saya terlalu sibuk dengan
kepentingan pribadi sehingga melupakan bermain dan berinteraksi dengan
Ardhi. Mengajaknya menulis di blog yang sudah saya buatkan khusus
untuknya memang membuat ia sedikit melupakan teman imajinasinya. Saya
memang harus bersabar untuk membuat anak itu benar-benar melupakan teman
imajinasinya yang bernama ‘Chika’ dan memang menulis menimbulkan segembiraan tersendiri bagi Ardhi… Semoga bermanfaat!
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com