“Manusia di dunia ini sesungguhnya sedang tidur. Manakala mati, mereka bangun”
Ali bin Abi Thalib
Tuhan
memberikan akal kepada manusia agar manusia mampu berfikir secara baik
tentang alam dan ciptaan Tuhan sehingga bisa memberikan manfaat kepada
manusia. Dengan akal manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk. Akal manusia dengan kemampuan yang begitu luar biasa mampu
menyerap dan mengolah informasi sehingga menghasilkan hal-hal yang luar
biasa.
Walaupun
mempunyai kemampuan yang hampir tak terbatas, akal manusia diberi
batasan oleh Tuhan, hanya mampu memikirkan hal-hal selain Tuhan. Ketika
berhubungan dengan Dzat Tuhan, maka akal akan mengalami kebuntuan, akal
tidak mampu membahas apapun tentang dzat Tuhan, mengapa?
Tuhan
menciptakan manusia terdiri dari 2 unsur yaitu jasmani dan rohani. Akal
termasuk ke dalam unsur jasmani yang melekat dengan tubuh manusia. Akal
hanya bisa bekerja ketika manusia sadar dan normal, ketika manusia
tidak sadar maka akal tidak berfungsi sama sekali. Sebagai contoh
sederhana, dalam keadaan tidur, manusia bodoh dengan professor sama-sama
tidak sadar, tidak akan mampu menjawab pertanyaan apapun walaupun
pertanyaan itu sangat sederhana. Orang bodoh dan professor dalam keadaan
tidur ketika ditanya, “Berapa 1 +1”, keduanya tidak bisa menjawab.
Kalau
dalam keadaan tidur saja tidak bisa menjawab pertanyaan sederhana,
bagaimana mungkin akan bisa menjawab pertanyaan setelah mengalami
kematian. Ketika masuk ke dalam kubur dan datang malaikat menanyakan,
“Siapa Tuhanmu?” bagaimana mungkin dia bisa menjawabnya kalau hanya
mengandalkan akal.
Akal
sekali lagi mempunyai dimensi terbatas, itulah sebabnya Tuhan melarang
manusia memikirkan dzat Tuhan karena memang akal tidak akan mampu
memikirkannya. Akal berada dalam dimensi dunia sedangkan Dzat Tuhan
berada dalam dimensi tak terhingga. Akal termasuk baharu sedangkan Dzat
Tuhan bersifat Qadim.
Karena
manusia mempunyai dua unsur, jasmani dan rohani, maka di dalam beragama
khususnya ber-Islam, kedua unsur ini harus disentuh, harus diajarkan
agar manusia ber-Islam secara jasmani dan rohani. Untuk mengislamkan
rohani kita tidak akan pernah kekurangan Guru, begitu banyak di dunia
ini Guru yang mengajarkan Islam secara jasmani.
Islam
yang diajarkan kepada jasmani itu sayangnya tidak menyentuh sama sekali
kepada ruh manusia karena keduanya mempunyai dimensi yang berbeda.
Untuk bisa meng-Islam-kan ruh, diperlukan ruhani yang dimensi lebih
tinggi yaitu ruhani para Rasul dan Para Wali yang telah mencapai tahap
kamil mukamil (suci lagi bisa mensucikan).
Untuk
bisa meng-Islam-kan ruh dari manusia diperlukan sebuah metodologi atau
cara atau dalam bahasa Arab disebut Tareqatullah. Dengan Tareqatullah
atau popular dengan tarekat inilah ruh manusia bisa dicucikan, diajarkan
cara menyebut nama Tuhan sehingga ruh menjadi Islam. Kalau ruh manusia
tidak diajarkan cara menyebut nama Tuhan, maka selamanya ruh akan merana
sejak di dunia sampai ke akhirat kelak.
Cara
menyebut nama Tuhan, cara berkomunikasi dengan Tuhan harus dipelajari
dan pengajarannya harus diselesaikan sebelum ajal menjemput. Di alam
kubur dan alam setelahnya tidak ada lagi pelajaran itu. Kalau semasa
hidup di duni tidak bisa berkomunikasi dengan Tuhan maka sampai di alam
kubur dan alam selanjutnya tidak akan bisa berkomunikasi dengan Tuhan.
Kenapa hampir kebanyakan orang yang mengaku paham dengan agama ketika sampai kepada pembasahan tentang “Dzat Tuhan”, “Memadang wajah Tuhan” dan “Berbicara dengan Tuhan”
mereka mundur secara teratur bahkan hal-hal seperti ini dianggap tabu,
dengan dalih “Jangan kau pikirkan Dzat-Ku” akhirnya hal yang paling
pokok ini terlupakan atau sengaja tidak dibahas. Jawabannya karena
mereka hanya berbicara tentang agama secara Jasmani tanpa menyentuh
ruhani sama sekali.
BAGIAN 2:
Ketika
ruhani diajarkan agama oleh Arwahul Muqadasyah Rasulullah saw yang
disalurkan oleh waliyamursyida, maka ruhani manusia akan mampu memandang
hal-hal yang selama ini dianggap gaib. Ketika ruhani telah “dihidupkan” maka dia akan mampu mencapai alam Rabbani sehingga hal yang paling gaib sekalipun akan menjadi nyata.
Benar ucapan Ali bin Abi Thalib: “Manusia di dunia ini sesungguhnya sedang tidur. Manakala mati, mereka bangun”
karena alam setelah kematian menjadi gaib atau abstrak bagi manusia
yang sedang hidup, ketika manusia meninggal, alam kubur menjadi nyata
dan alam dunia ini akan menjadi alam gaib atau abstrak baginya. Bagi
orang yang telah meninggal dunia, alam kubur dengan segala isinya akan
menjadi nyata (hidup) dan alam dunia akan menjadi abstrak (mimpi)
baginya.
Alam
kubur atau alam setelah kematian tidak akan bisa ditembus oleh jasmani
manusia karena dimensinya berbeda, itulah sebabnya bagi kalangan awam,
alam kubur itu menjadi sebuah misteri, hal yang tidak bisa terungkap.
Berbeda dengan orang yang ruhaninya telah di isi dengan Kalimah Allah
(ruhani nya telah diajarkan) atau telah mengalami apa yang di istilahkan
oleh Rasulullah sebagai “Mati sebelum mati” maka ruhaninya akan bisa
menembus alam kubur bahkan alam akhirat sekalipun.
Dalam
surat Al-Fatihah Allah menyebutkan “Aku adalah Raja Akhirat”, artinya
Allah berada dalam dimensi akhirat, itulah sebabnya ketika ruhani
manusia belum dihidupkan, belum bisa menembus alam akhirat maka Allah
tidak akan bisa dijangkau sama sekali. Akal akan mengalami jalan buntu
ketika ingin menjangkau Allah yang berada di dimensi berbeda.
Ilmu
agama yang dipelajari di sekolah, di pasantren atau universitas Islam
adalah ilmu agama untuk jasmani manusia bukan untuk ruhani manusia.
Disana hanya diajarkan sifat malaikat tapi tidak diajarkan teknik atau
cara berjumpat dengan malaikat. Disana hanya diajarkan tentang Tuhan,
nama dan sifat-Nya tapi tidak diajarkan cara berjumpa dan memandang
wajah-Nya. Ketika kita terlalu fokus kepada pelajaran-pelajaran jasmani,
maka ruhani akan merana, ruhani selamanya tidak berada dalam agama,
Ketika
ruhani tidak berada dalam Agama atau tidak Islam, maka selama dia akan
penasaran tentang alam kubur, alam akhirat, hal-hal yang berhubungan
dengan kematian, dalam lubuk hati yang paling dalam dia pasti merasakan
takut akan kematian dan selamanya tidak mampun menjawab nasib apa yang
dialami setelah kematian. Sementara ruhani yang telah di isi dengan
Kalimah Allah, dari dunia telah beserta dengan Allah maka dia tidak lagi
penasaran akan hal-hal setelah kematian karena ruhaninya telah mampu
menembus alam setelah kematian.
Rasulullah
SAW dalam isra’ mijrak mampu melihat surga dan neraka, melihat hal-hal
yang tidak bisa dijangkau dengan akal karena ruhani Beliau telah
melewati batas-batas alam dunia ini. Seharusnya ummat Nabi juga harus
mampu menembus alam duniawi sehingga ruhaninya dari sekarang sudah
berada di alam akhirat, alam Rabbani, Alam dimana manusia dengan Tuhan
begitu dekat dan akrab.
Di
akhir zaman ini manusia penasaran tentang wujud Tuhan sementara dia
dengan yakin menolak cara untuk bisa mencapai yaitu Tareqatullah. Ketika
tarekat dengan medote luar biasa warisan Rasulullah di tolak, diangap
bid’ah maka saat itulah manusia menjadi bingung akan eksistensi Tuhan.
Manusia hanya bisa berbicara tentang apa yang tertulis dalam kitab suci
tapi tidak mampu menembus dimensi lain dari kitab suci itu sendiri yaitu
dimensi tanpa batas atau dimensi tak terhingga.
Kemudian
manusia hanya memahami agama secara jamaninya akan lalai dengan
ibadah-ibadah rutin, meyakinkan diri bahwa dia telah shaleh, telah
melaksanakan perintah agama dengan baik tanpa bisa naik kepada dimensi
selanjutnya. Tuhan tidak bisa dijangkau dengan akal maka pelajaran agama
yang diterima akal akan hilang ketika manusia tidur, akan hilang ketika
manusia tidak sadar dan akan lenyap ketika manusia berada di alam
setelah kematian. Lalu bekal apa yang diandalkan manusia menghadapi
pertanyaan malaikat setelah kematian tentang “Siapa Tuhanmu?”. Ketika
tidur pun dia tidak mampu menjawab pertanyaan itu bagaimana mungkin dia
bisa menjawab pertanyaan itu setelah mati, sementara akal pikiran tempat
ilmu agama itu tersimpan juga sudah tidak ada lagi. Artinya dia tidak
bisa menjawab sama sekali pertanyaan-pertanyaan yang diajukan malaikat
dan kalau pertanyaan itu tidak bisa dijawab maka tempatnya sudah jelas
dimana, disiksa selamanya.
Kalau
hanya mengandalkan amal ibadah, bagaimana mungkin amal ibadah bisa
diterima kalau semasa di dunia ruhaninya tidak mengenal Allah sama
sekali. Lalu siapa yang disembah dalam setiap ibadah? Wajah siapa yang
hadir dalam ibadahnya? Sedangkan wajah Allah Yang Maha Agung tidak
pernah dikenal sama sekali.
BAGIAN 3:
Nabi
mengatakan bahwa ibadah akan ditolak oleh Allah kalau ibadah itu tidak
dilakukan dengan Ikhlas. Bagaimana mungkin ibadah bisa ikhlas kalau
dalam hati sanubari masih bersemayam unsur yang menyebabkan hati tidak
ikhlas yaitu Iblis beserta bala tentaranya. Selama Iblis dan tentaranya
masih bersemayam dalam hati manusia maka selamanya manusia tidak ikhlas
beribadah dan ibadahnya akan ditolak.
Iblis
tidak akan takut dengan bacaan ayat-ayat Tuhan yang diproduksi oleh
mulut kita bahkan Iblis sangat fasih melantunkan ayat-ayat Tuhan.
Bagaimana mungkin Iblis bisa dilawan, umurnya jutaan tahun, bisa keluar
masuk kemana saja bahkan dia bisa keluar masuk ke surga, sedangkan
kita???
Hanya
satu yang ditakuti oleh Iblis yaitu Allah!. Ketika hati disinari dengan
Kalimah Allah, di isi dengan Nur Allah maka segala unsur-unsur setan
dalam diri, Iblis beserta balatentaranya akan lenyap dengan sendirinya.
Pelajaran ini hanya ada di Tarekat tidak ditempat lain.
Kalau
kita buka surat Al-Ikhlas maka disana tidak ada satu kata Ikhlas pun
disebutkan. Ini bermakna bahwa sebenarnya ikhlas itu tidak ada dan
manusia tidak akan mampu mencapai derajat Ikhlas kecuali ruhani nya
dibimbing oleh Rasulullah SAW. Guru Sufi mengatakan, “Kalau sudah ikhlas
maka sudah ada Tuhan disana”. Ketika hati manusia telah bersemayam nur
Allah maka secara otomatis hatinya akan menjadi Ikhlas karena Sang Maha
Ikhlas ada disana. Jadi tidak perlu menerka-nerka apakah ibadah kita
atau tidak, selama hati belum mengenal Allah dengan baik maka selama
itu pula ibadah tidak akan mencapai tahap ikhlas dan ibadah seluruhnya
tertolak.
Maka
lupakan ibadah-ibadah yang telah anda kumpulkan bertahun-tahun karena
itu tidak akan bisa menyelamatkan diri anda. Segera upgrade ibadah anda
dari ibadah jasmani kepada ibdah ruhani sehingga anda mengenal Allah
dengan benar baru kemudian menyembahnya.
Ada
sebuah pengalaman menarik ketika saya bersama Guru. Ketika mengabdi,
saya sering diminta oleh Guru untuk memijit kaki Beliau setelah seharian
Beliau lelah melayani murid-murid dan orang-orang yang datang baik
meminta nasehat maupun orang-orang yang ingin berobat dengan metode
Dzikirullah. Ketika Beliau tidur dan sudah dalam keadaan pulas,
terdengar halus suara nafas dan Beliau benar-benar dalam kondisi
tertidur pulas. Saya berhenti untuk memijit. Sepengetahuan saya seorang
Guru Muryid itu tidak pernah tidur. Dalam hati saya berkata, “Katanya Guru Mursyid itu tidak pernah tidur, tapi ini kenapa tertidur pulas tanpa sadarkan diri?” Belum selesai saya berkata dalam hati, tiba-tiba Beliau bangun dan langsung membentak saya, “Siapa yang mengatakan Guru Mursyid itu tidur?” saya sangat kaget karena Beliau tiba-tiba bangun dan mengatakan itu dengan keras. Beliau tertidur lagi dengan pulas.
Kemudian
baru saya pahami bahwa orang-orang yang ruhaninya telah disucikan,
dalam keadaan tidur dan terjaga tetap bisa mengingat Allah bahkan bisa
membaca isi hati orang lain. Guru tetap tertidur mengikuti alamiah
manusia sedangkan Mursyid yang merupakan ruhani Guru tidak pernah tidur,
Mursyid selamanya terjaga.
Itulah
sebabnya, seorang murid yang bermunajat kepada Allah dengan menyebut
nama Guru Mursyidnya akan terus tersambung kepada Allah sampai kapanpun,
selamanya dari dunia sampai ke akhirat kelak. Ruhani Guru Mursyid itu
pada hakikatnya adalah Wasilah yang berasal dari Allah, dengan Wasilah
itulah manusia bisa berkomunikasi dengan Allah.
Orang
yang memiliki Guru Mursyid akan terus dibimbing siang dan malam,
dimanapun dan kapanpun, terus menerus mendapat pelajaran karena
ruhaninya telah hidup sehingga bisa menerima pelajaran dari Allah Yang
Maha Hidup. Hakikatnya yang membimbing itu bukan Guru karena Guru
mempunyai keterbatasan, yang membimbing itu adalah Allah sendiri setelah
mengetahui metodenya yaitu Tariqatullah.
Di
malam penuh berkah ini, saya mengucapkan selamat kepada sahabat-sahabat
yang akan mengunjungi alkah-alkah zikir, bertawajuh menghadapkan wajah
kepada Wajah Allah SWT dibawah bimbingan Guru Mursyid yang Kamil
Mukamil. Begitu luar biasanya Tawajuh berjamaah ini sehingga Rasulullah
menyebutnya sebagai Taman Surga. Untuk mengobati kerinduan akan Taman
Surga bisa dibaca tulisan yang pernah saya tulis dengan judul Taman Surga.
Mengakhiri
tulisan ini, marilah kita segera menghidupkan ruhani dengan Dzikirullah
(Ingat Kepada Allah) sehingga dari dunia ini kita telah terbangun,
sadar sepenuhnya, dengan demikian ketika kita mati kita tidak seperti
orang yang terbangun dari mimpi.
Semoga Tulisan ini bermanfaat, salam.
( SELESAI )
Ditulis oleh: http://sufimuda.net
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com