Syukur alhamdulillah di pagi Jum’at yang penuh berkah dan karunia yang melimpah ini, saya berkesempatan menulis tulisan ini, tulisan yang sudah lama ingin saya tulis sebuah judul yang menarik untuk kita telaah dan kita renungi bersama. “Menyembah Ka’bah” adalah tulisan yang saya buat bersambung karena memang pembahasannya panjang dan tidak mungkin selesai dalam sekali menulis. Tulisan ini hendaknya dibaca secara perlahan, dengan pikiran terbuka untuk menerima perbedaan-perbedaan dan membaca sampai selesai sehingga tidak menimbulkan salah tafsir. Dalam tulisan yang akan anda baca bersambung ini akan saya uraikan tentang banyak hal yang berhubungan dengan hakikat dan makrifat. Menyembah Ka’bah adalah judul yang menarik untuk dijadikan bahan bacaan dan bahan renungan untuk kita semua.
Ka’bah
adalah titik sentral ibadah seluruh ummat Islam di dunia. Ibadah apapun
di dalam Islam menjadikan ka’bah sebagai pusatnya. Shalat sebagai
ibadah wajib yang dilaksanakan 5 kali sehari, menghadapkan wajah
mengarah kepada ka’bah yang ada di makkah. Ketika dikuburpun wajah
seorang muslim dihadapkan kepada ka’bah. Begitu penting posisi ka’bah
sebagai rumah Allah sehingga seluruh ibadah dianggap tidak sah apabila
dilakukan tidak menghadap ka’bah.
Seluruh
ummat Islam dalam melaksanakan shalat meskipun badan dan wajah
dihadapkan kepada ka’bah sebagai syarat wajib, tapi seluruhnya sepakat
bahwa kita tidak sekali-kali menyembah ka’bah, yang kita sembah adalah
Allah pemilik dari ka’bah.
Ummat
Islam menghadapkan wajah ke arah ka’bah adalah sebagai wasilah antara
hamba dengan Tuhannya. Orang-orang yang menentang wasilah tanpa sadar
dalam keseharian melakukan tawasul dalam beribadah kepada Allah.
Syahadat adalah Wasilah
Mengucapkan
Kalimah Syahadah adalah syarat utama seseorang bisa disebut sebagai
orang Islam, ini adalah pondasi, rukun Islam yang pertama. Syahadat
terdiri dua kalimat, pertama mengakui Allah sebagai Tuhan dan kedua
mengakui Muhammad sebagai utusan-Nya. Kalau hanya mengakui Allah sebagai
Tuhan dan tidak mengakui Muhammad sebagai Rasul-Nya maka syahadatnya
tidak sah. Kenapa?
Karena
dari zaman jahiliyah sebelum muncul Islam, masyarakat di mekkah
mengakui Allah sebagai Tuhan dari segala tuhan, dan mereka meyakini
bahwa berhala yang mereka sembah adalah sebagai penghubung atau media
bagi mereka untuk menyembah Allah. Nama-nama Allah seperti ar-Rahman,
ar-Rahim dan lain-lain memang sudah dikenal di dalam masyarakat
jahiliyah. Keterangan lengkap anda bisa telesuri dibeberapa karya yang
membahas tentang masyarakat Arab Pra Islam, salah satunya ada di buku History of The Arabs karya Prof Philip K. Hitti.
Masyarakat
jahiliyah tidak menolak Allah sebagai Tuhan, tapi mereka tidak mau
menerima Muhammad sebagai utusan Allah, mereka lebih yakin kepada
berhala-berhala yang sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali dengan
Allah. Menyakini berhala sebagai penghubungan manusia dengan Allah
inilah yang di sebut syirik, menyekutukan Allah karena memang tidak ada
hubungan sedikitpun dengan Allah. Inilah wasilah yang dilarang di dalam
agama.
Kalau
orang mengaku bertauhid menyembah Tuhan Yang Esa tapi tidak mengenal
yang disembah, dalam ibadah yang dilakukan hadir tuhan-tuhan lain,
apakah itu masalah duniawi, harta, wajah manusia dan lain-lain itu sama
dengan melakukan syirik tersembunyi, menyembah Allah tapi masih
menyimpan berhala dalam pikiran dan hatinya.
Kalau
kita menelusuri dengan teliti, diseluruh dunia sebenarnya tidak ada
yang disembah manusia selain Tuhan, seluruh manusia menyembah Tuhan,
menyembah suatu kekuatan di luar manusia yang mempunyai kemampuan tidak
terbatas. Agama Majusi sekalipun yang konon katanya mereka menyambah api
sebenarnya mereka tidak menyembah api. Bagi mereka api adalah simbol
keabadian, memberikan manfaat yang sangat besar dalam kehidupan manusia,
api adalah anugerah dari Tuhan yang memberikan mereka nafas kehidupan.
Api bisa juga mendatangkan bala atau kemurkaan bila digunakan dengan
cara salah. Jadi mereka menghormati api dengan sebuah keyakinan itu ada
hubungan dengan Tuhan, jadi mereka bukan menyembah api tapi menyembah
Tuhan yang mereka yakini bisa terhubungan lewat api. Ini juga salah satu
bentuk wasilah yang dilarang menurut Islam, karena api bukanlah Allah
dan Allah juga bukan api, keduanya sangat berbeda.
Kalau
kita lihat fokus ummat Islam kepada ka’bah dengan segala jenis ritual
yang dilakukan, mungkin bisa jadi masyarakat non muslim akan menganggap
ummat Islam menyembah ka’bah. Hal ini pernah dikemukan oleh salah
seorang teman saya non muslim, dalam pandangannya ummat Islam dalam
beribadah seperti menyembah ka’bah. Saya menjelaskan bahwa seluruh ummat
Islam menyakini bahwa ka’bah adalah rumah Allah, karena itu seluruh
ibadah difokuskan ke ka’bah sebagai wasilah ummat Islam, bukan menyembah
ka’bah. Kalau kita sedikit kritis maka ka’bah juga tidak bisa
dijadikan sebagai wasilah karena ka’bah adalah buatan manusia. Allah
Maha Suci dari segala sifat-sifat terbatas dan terkurung.
Menarik kita telusuri dari pengalaman beberapa tokoh sufi ketika menunaikan ibadah haji, salah satunya adalah Mansur Al-Halaj. Ketika dia menunaikan ibadah haji pertama dia melihat ka’bah dan tidak menemukan Allah disana. Al-Halaj berkata, “Ibadah haji aku tidak sempurna, aku datang kemari bukan untuk menemui ka’bah tapi menemui pemiliknya”. Pada haji berikutnya, yang dia temui adalah ka’bah dan juga pemiliknya yaitu Allah swt. Kemudian dia berkata, “Haji aku masih belum sempurna, yang aku kemui Allah dan ka’bah”. Kemudian dilain kesempatan ketika dia menunaikan ibadah haji, yang dilihat hanya Allah, tidak ada selain itu termasuk ka’bah, baru dengan gembira dia berkata, “Sekarang barulah sempurna ibadah haji yang aku lakukan, aku tidak melihat apapun selain Allah”.
Pengalaman serupa bukan hanya dialami oleh Mansur Al-Halaj, tapi juga dialami oleh tokoh sufi yang lain yang intinya mereka menganggap ibadah haji nya tidak sempurna kalau mareka belum menjumpai Allah disana.
Guru Sufi mengatakan, “Ka’bah itu bukan tempat untuk dikurung Allah, Maha Suci Allah dalam segala sifat-sifat itu, ka’bah adalah sebagai simbol persatuan ummat Islam seluruh dunia, maka kesanalah kita menghadapkan wajah”. Jadi Allah tidak berada di ka’bah, itu hanya sebagai simbol persatuan, sebagai pemersatu ummat, semua meyakini itu sebagai rumah Allah.
Menarik kita telusuri dari pengalaman beberapa tokoh sufi ketika menunaikan ibadah haji, salah satunya adalah Mansur Al-Halaj. Ketika dia menunaikan ibadah haji pertama dia melihat ka’bah dan tidak menemukan Allah disana. Al-Halaj berkata, “Ibadah haji aku tidak sempurna, aku datang kemari bukan untuk menemui ka’bah tapi menemui pemiliknya”. Pada haji berikutnya, yang dia temui adalah ka’bah dan juga pemiliknya yaitu Allah swt. Kemudian dia berkata, “Haji aku masih belum sempurna, yang aku kemui Allah dan ka’bah”. Kemudian dilain kesempatan ketika dia menunaikan ibadah haji, yang dilihat hanya Allah, tidak ada selain itu termasuk ka’bah, baru dengan gembira dia berkata, “Sekarang barulah sempurna ibadah haji yang aku lakukan, aku tidak melihat apapun selain Allah”.
Pengalaman serupa bukan hanya dialami oleh Mansur Al-Halaj, tapi juga dialami oleh tokoh sufi yang lain yang intinya mereka menganggap ibadah haji nya tidak sempurna kalau mareka belum menjumpai Allah disana.
Guru Sufi mengatakan, “Ka’bah itu bukan tempat untuk dikurung Allah, Maha Suci Allah dalam segala sifat-sifat itu, ka’bah adalah sebagai simbol persatuan ummat Islam seluruh dunia, maka kesanalah kita menghadapkan wajah”. Jadi Allah tidak berada di ka’bah, itu hanya sebagai simbol persatuan, sebagai pemersatu ummat, semua meyakini itu sebagai rumah Allah.
Hamzah Fanshuri salah seorang penyair dan juga tokoh sufi pernah menulis, “Pergi ke makkah mencari Allah, pulang ke rumah bertemu Dia”.
Pengalaman yang dialami oleh Hamzah Fanshuri sama dengan al-Halaj, dia
tidak menemukan Allah di ka’bah. Hamzah Fanshuri menjumpai Allah yang
adalah dalam “rumah” yaitu dalam dirinya sendiri. Kalau Allah telah
dijumpai dalam diri maka dimanapun Dia bisa dijumpai.
Kalau
di Indonesia, dirumah kita sendiri tidak pernah bisa menjumpai Allah,
maka pergi ke ka’bah sekalipun tetap juga tidak bisa menjumpai Allah.
Sama halnya dengan berenang, “Kalau di Jakarta tidak bisa berenang, maka disamudera atlantik juga tidak bisa karena berenangnya sama-sama di air”.
Kalau di Jakarta atau ditempat kita tinggal bisa berenang, maka
dimanapun bisa beranang karena kuncinya adalah berenang di air, selama
tempatnya adalah air apakah dikolam, di sungai, danau bahkan samudera
atlantik sekalipun tetap bisa berenang.
Kalau
manusia tidak mengenal Allah di dalam dirinya, tidak mengenal Allah
ketika masih hidup di dunia, maka di akhirat pun tetap Allah tidak
dikenal karena Allah yang ada di dunia dengan akhirat adalah sama.
Saya
sudahi dulu tulisan ini, setelah shalat Jum’at nanti akan saya
lanjutkan lagi. Semoga Allah SWT selalu membimbing dan menuntun kita ke
jalan-Nya yang lurus dan benar, Amin ya Rabbal ‘Alamin
bagian 2:
Kalau di Undang Oleh Allah, kenapa tidak berjumpa?
Menarik
untuk dibahas, bahwa haji sebagai puncak ibadah ummat Islam, tempat
seluruh manusia berkumpul, melaksanakan ibadah dengan satu tujuan agar
bisa merasakan kedekatan dengan Allah, bisa berjumpa dengan Allah. Wukuf
di Arafah bukan sekedar menunggu kekosongan, bukan menunggu waktu
habis, tapi menunggu turun nur Allah SWT yang Maha Agung.
Kalau
kita diundang oleh Bupati misalnya, yang membuat undangan bupati, di
undang ke pendopo atau rumahnya, tentu bisa dipastikan kita akan
berjumpa dengan bupati. Begitu juga kalau kita diundang oleh Presiden,
yang membuat undangan presiden dan itu merupakan undangan resmi dan kita
di undang ke istana negara, bisa dipastikan bahwa kita akan berjumpa
dengan presiden. Kita tidak berjumpa dengan presiden ada kemungkinan
undangan yang kita terima palsu, presiden tidak pernah mengundang kita
atau kita tidak mengenal sama sekali sosok presiden.
Sama
halnya dengan menunaikan ibadah haji menemui undangan Allah, berapa
banyak di antara jamaah haji yang konon kabarnya memenui undangan Allah
tapi tidak pernah berjumpa dengan Allah disana. Dimana salahnya?
Apakah
undangan yang kita terima palsu atau kita tidak mengenal Allah sama
sekali. Bisa jadi kedua-duanya benar. Orang yang memenuhi undangan
Allah, datang sebagai tamu Allah di Baitullah tentu akan disambut oleh
Allah dengan suka cita, Allah akan memperlakukan tamu-Nya dengan sangat
baik. Permohonan para tamu akan dikabulkan sebagai wujud kasih dan
sayang-Nya. Namun dari seluruh orang yang menunaikan ibadah haji, berapa
orang yang benar-benar memiliki pengalaman berjumpa dengan Allah,
berdialog dengan sang pemilik ka’bah, TUAN yang dituju oleh segenap
hamba.
Seluruh
orang yang datang menunaikan ibadah haji tentu saja akan disambut oleh
Allah SWT tanpa kecuali. Tapi pertemuan dengan Allah antara satu dengan
lainnya memiliki tingkatan yang berbeda. Sebagian merasakan Allah begitu
dekat ketika mereka berdekatan dengan ka’bah, ketika mencium hajarul
aswad atau ketika berada di padang arafah, mereka menangis merasakan
kehadiran Allah. Perasaan itu yang sulit untuk dijelaskan tapi semua
meyakini dan merasakan akan perasaan tersebut. Bagi yang sudah mencapai
tahap makrifat kepada Allah, perasaan itu bukan sekedar perasaan tapi
bisa berupa kepada pertemuan yang begitu di dambakan.
Harus
di ingat bahwa Allah itu tidak berada di ka’bah, tidak berada di mesjid
atau tempat suci lainnya di muka bumi, dia berada di hati hamba-Nya
yang lembut dan tenang. Dia bersemayam dalam diri hamba yang
dikasihi-Nya, disanalah Dia berada.
Kiblat ada 4
Tentang Kiblat atau arah pandangan dalam beribadah memiliki 4 tingkatan yang berbeda :
Kiblat Syariat adalah Ka’bah, kesana seluruh muslim menghadapkan wajah ketika beribadah.
Kiblat Tarikat adalah Qalbu,
disamping menghadapkan wajah kepada ka’bah, seorang yang telah menekuni
tarekat, menemukan metode untuk menyebut nama Allah, maka Qalbu menjadi
kiblatnya, dari sana terpancar cahaya Allah yang terus menerus
dirasakannya. Dalam Qalbu yang berada dalam dirinya tersebut dia
menemuka Sang Maha Sempurna. Benar ucapan Rasulullah SAW, “Barang siapa yang mengenal dirinya maka dia akan mengenal Tuhannya”.
Barangsiapa yang telah mengenal dirinya, telah mengetahui letak
Qalbunya, kemudian dari sana dia menyebut nama Allah maka dia telah
mengenal Tuhannya secara perlahan-lahan.
Kiblat Hakikat adalah Mursyid.
Disamping menghadapkan wajah kepada ka’bah sebagai syarat utama di
dalam syariat dan merasakan getaran Ilahi di dalam Qalbu, maka seorang
yang ingin memasuki alam hakikat wajib memiliki pembimbing rohani, wajib
memfokuskan pandanganya kepada Mursyid yang membimbing rohaninya menuju
kehadirat Allah SWT. Junaidi Al-Baghdadi berkata, “Makrifat kepada Guru
Mursyid adalah mukadimah Makrifat kepada Allah”, mengenal Guru Mursyid
adalah awal atau pembuka dalam mengenal Allah SWT.
Berzikir
tanpa adanya pembimbing maka seseorang tidak akan sampai kepada alam
hakikat, akan tersesat ditengah perjalanan. Abu Yazid mengingatkan akan
bahaya orang yang menuntun ilmu hakikat tanpa memiliki guru, hanya
dengan membaca atau mendengar. “Barangsiapa yang menuntun ilmu tanpa memiliki Syekh, maka wajib setan Syekh nya”.
Guru
dan Mursyid itu sebenarnya dua unsur yang terpisah, yang satu
berhubungan dengan jasmani dan yang satu lagi berhubungan dengan rohani.
Guru akan membimbing jasmani para murid, mengajarkan tentang kebaikan,
memberikan arahan tentang tata cara ibadah yang benar sesuai dengan
tuntunan Rasulullah SAW. Mursyid adalah pembimbing rohani murid. Mursyid
adalah rohani Guru yang telah diberi izin oleh Guru sebelumnya dan
jalur keguruannya bersambung sampai pada Rasulullah SAW sehingga hakikat
izin yang diterima oleh Guru Mursyid adalah berasal dari Rasulullah
langsung untuk membimbing ummat menuju kehadirat Allah swt. Mursyid ini
sering disebut sebagai khalifah Rasul, yang melayani ummat dengan
membimbing mereka secara zahir dan bathin.
Karena
Guru dan Mursyid itu berkumpul dalam satu pribadi maka sering disebut
dengan Guru Mursyid atau Syekh Mursyid. Guru Mursyid sudah pasti harus
mempunyai kualitas seorang Wali Allah, dan seorang Wali Allah belum
tentu mempunyai kualitas sebagai Mursyid, banyak Wali Allah yang ilmu
diperolehnya bukan untuk disebarkan tapi cukup untuk diamalkan sendiri.
Imam
al Ghazali berpendapat bahwa sangat penting bagi seseorang yang
menempuh perjalan rohani mempunyai seorang Guru Mursyid yang membimbing
agar tidak tersesat sebagaimana yang beliau kemukakan :
“Di
antara hal yang wajib bagi para salik yang menempuh jalan kebenaran
adalah bahwa dia harus mempunyai seorang Mursyid dan pendidikan
spiritual yang dapat memberinya petunjuk dalam perjalanannya, serta
melenyapkan akhlak yang tercela. Yang dimaksud pendidikan di sini,
hendaknya seorang pendidik spiritual menjadi seperti petani yang merawat
tanamannya. Setiap kali melihat batu atau tumbuhan yang membahayakan
tanamannya, maka dia langsung mencabut dan membuangnya. Dia juga selalu
menyirami tanamannya agar dapat tumbuh dengan baik dan terawat, sehingga
menjadi lebih baik dari tanaman lainnya. Apabila engkau telah
mengetahui bahwa tanaman membutuhkan perawat, maka engkau akan
mengetahui bahwa seorang salik harus mempunyai seorang mursyid. Sebab
Allah mengutus para Rasul kepada umat manusia untuk membimbing mereka ke
jalan lurus. Dan sebelum Rasulullah SAW`wafat, Beliau telah menetapkan
para Khalifah sebagai wakil Beliau untuk menunjukkan manusia ke jalan
Allah. Begitulah seterusnya, sampai hari kiamat. Oleh karena itu,
seorang salik mutlak membutuhkan seorang Mursyid.”
Tentang
kriteria dan syarat Guru Mursyid serta pentingnya Guru Mursyid di dalam
menempuh jalan kepada Allah serta dalil-dalil al-Qur’an dan Hadist yang
menjelaskan panjang lebar tentang Mursyid bisa anda baca di 9 tulisan
yang sudah pernah saya tulis di bawah ini :
Tentang
Kiblat ke empat yang sangat penting untuk kita ketahui dan menjadi
kunci dalam beribadah akan saya uraikan pada tulisan berikutnya.
Silahkan anda baca dulu 9 tulisan di atas yang menjelaskan secara
lengkap tentang Guru Mursyid dan Hakikat Ibadah. Semoga Allah senantiasa
menuntun dan membimbing kita ke jalan-Nya yang lurus dan benar, Amin.
bagian 3:
Kiblat
ke 4 adalah Allah. Syariat mengajarkan kita untuk menghadap kepada
Ka’bah yang kita yakini sebagai Baitullah (Rumah Allah), kemudian
setelah belajar metode mengenal Allah yaitu Tarekat maka diperkenalkan
kepada kita Qalbu sebagai fokus dalam berzikir, kemudian ketika akan
memasuki alam hakikat kita tidak boleh melupakan Mursyid yang wajahnya
ada Nur Allah sehingga kita tidak bisa diperdaya oleh musuh semua
manusia yaitu Setan. Atas bimbing Guru Mursyid itu kemudian kita
mencapai tahap makrifat mengenal Allah SWT. Ketika telah mencapai tahap
makrifat maka fokus kita bukan lagi kepada ka’bah, Qalbu ataupun Guru
Mursyid akan tetapi langsung kepada Allah SWT.
Kalau
kita lihat sekilas tidak ada perbedaan antara syariat, tarekat, hakikat
dan makrifat karena memang ke 4 pilar Islam ini pada hakikatnya satu.
Orang yang masih dalam tahap syariat atau sudah mencapai tahap makrifat
cara beribadahnya sama, tidak ada beda sama sekali, yang membedakan
hanya diketahui oleh masing-masing individu.
Nabi
mengatakan, “Awaluddini Makrifatullah” artinya awal beragama itu
mengenal Allah. Orang sudah bisa digolongkan kepada orang yang beragama
kalau sudah mengenal Allah sudah mencapai tahap makrifat. Sebelum
mencapai tahap makrifat maka orang masih dalam tahapan belajar agama
belum termasuk orang yang sudah beragama.
Begitu
pentingnya makrifat ini sehingga Rasulullah berulang kali mengingatkan
kita dalam hadist-hadist Beliau. Orang yang tidak mencapai tahap
makrifat, tidak mengenal Allah dengan baik maka segala ibadahnya akan
tertolak.
Syahadat-nya akan tertolak, shalatnya akan tertolak, puasanya tidak diterima apalagi hajinya, semua ditolak oleh Allah.
Syahadat
adalah ucapan atau sumpah kita untuk bersaksi bahwa tiada tuhan selain
Allah. Kita telah bersaksi artinya kita berani mengucapkan sumpah kalau
kita telah menyaksikan apa yang kita ucapakan. Kita telah menyaksikan
benar ada Dzat Allah yang Maha Agung, yang tidak serupa dengan makhluk
sehingga dalam ibadah selanjutnya kita bisa membedakan mana Tuhan dan
mana makhluk. Ini hal yang sangat pokok yang harus diketahui oleh
segenap muslim diseluruh dunia agar ibadahnya tidak sia-sia.
Orang
yang beribadah tidak mengenal Allah, tidak benar-benar bisa menyaksikan
Wajah Allah yang Maha Agung maka selamanya kiblat dan sembahannya
adalah ka’bah, sajadah atau dinding mesjid. Alangka ruginya ibadah yang
dilakukan bertahun-tahun dalam jumlah yang begitu banyak ternyata di
tolak oleh Allah.
Harus
di ingat bahwa shalat adalah ibadah yang mempunyai kedudukan yang
istimewa sehingga di akhirat nanti yang pertama sekali di periksa adalah
shalat, kalau shalatnya tidak benar maka Allah tidak memeriksa ibadah
yang lain, seluruh ibadah akan tertolak dengan sendirinya.
Shalat
yang ditolak oleh Allah adalah shalat yang dilakukan oleh hati yang
lalai dalam mengingat Allah. Lalai yang dimaksud bukan masalah tepat
waktu atau tidak. Lalai yang dimaksud adalah hatinya tidak mengingat
Allah sama sekali di dalam shalatnya.
Shalat
atau ibadah apapun yang kita kerjakan tanpa Ikhlas akan langsung
tertolak, tidak diterima oleh Allah. Bagaimana mungkin hati bisa ikhlas
kalau di dalam hati masih bersemayam setan dan bala tentaranya. Kita
tidak pernah fokus untuk menghilangkan segala macam tentara Iblis yang
ada dalam diri.
Shalat,
membaca Al-Qur’an dan ibadah lain tidak akan bisa menghilangkan setan
yang ada dalam diri yang telah bersemayam sejak manusia lahir ke dunia.
Tidak ada manusia yang mampu melawan setan. Jangankan setan dewasa atau
abang setan, anak setan yang masih kecil pun tidak bisa kita lawan.
Bagaimana mau kita lawan, Iblis itu tamatan universitas langit, berguru
langsung kepada Allah, umurnya jutaan tahun, bisa keluar masuk surga,
sedangkan kita?
Maka
manusia yang merasa mampu melawan Iblis atau setan termasuk manusia
sombong yang belum mengenal dirinya. Kalau kita menyaksikan ada orang
yang menaklukkan hantu, atau ada acara mengusir hantu dan lain-lain,
saya curiga itu ibarat maling teriak maling atau ibarat jeruk minum
jeruk. Orang yang taat kepada Allah dan telah mengenal Allah serta telah
mengalami kemenangan dalam shalat dan ibadahnya tidak akan pernah mau
berhubungan dengan hantu apalagi pakai acara mengusir hantu segala.
Kembali
kepada Iblis, yang ditakuti oleh Iblis hanyalah Allah, hanya Kalimah
Allah yang Maha Tinggi, hanya itu yang ditakuti, selebihnya tidak.
Kalimah Allah yang ditakuti oleh Iblis adalah yang asli, yang berasal
dari Allah, bukan tiruan. Kalimah Allah yang mana? Kalimah Allah yang
tidak berhuruf dan tidak bersuara yang getarannya mampu menghancurkan
bala tentara Iblis dalam diri manusia.
Tentang
Kalimah Allah atau nama Allah ini saya ceritakan dalam ilustrasi
berikut yang mungkin tidak sepenuhnya persis paling tidak untuk lebih
mudah dipahami.
Nama
Presiden Republik Indonesia saat ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono
atau akrab di panggil dengan SBY. Nama Presiden ini membuat kekuatan
hukum yang luar biasa, bukan hanya nama, tanda tangan dan apapun yang
berhubungan dengan presiden mempunyai kekuatan hukum dan dihormati oleh
segenap rakyat Indonesia. Pertanyaannya apakah nama presiden atau tanda
tangannya bisa ditiru? Jawabnya sangat bisa. Tapi apakah nama yang
ditiru serupa dengan nama SBY itu mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan nama asli? Jawabannya Tidak. Mungkin di kampung pak SBY di
pacitan sana atau disekitar Jawa Timur ada orang yang memiliki nama
persis seperti Beliau, Susilo Bambang Yudhoyono dan juga dipanggil
dengan SBY, apakah orang yang serupa ini mempunyai pengaruh di
Indonesia? Jawabanya tidak.
Nama
Presiden melekat dengan jabatan yang disandangnya, tidak bisa
dipisahkan walau se detik pun selama dia menjabat sebagai presiden.
Kalau presiden mengeluarkan perintah yang resmi diumumkan dan dicatat
pada lembaran negara akan menjadi undang-undang yang dipatuhi oleh
segenap lapisan masyarakat dan berlaku untuk seluruh Indonesia. Seluruh
angkatan bersenjata akan mendukung apa yang di ucapkan oleh presiden.
Siapapun yang menentang kebijakan Presiden akan berhadapan dengan
seluruh aparat negara yang selalu siap mengamankan perintah presiden.
Menghina presiden berarti menghina negara dan anda siap-siap berhadapan
dengan hukum, bisa jadi anda akan dipenjara.
Pertanyaannya,
apakah orang yang nama serupa dengan Presiden RI tadi, namanya juga SBY
bisa mengeluarkan power seperti kekuatan yang dimiliki oleh presiden
RI? Tentu saja tidak. Kalau Presiden mengumumkan harga BBM naik maka
seluruh Indonesia akan berlaku, dan seluruh aparat keamanan ikut
mendukung. Tapi kalau yang umumkan kenaikan BBM itu presiden palsu atau
nama yang mirip dengan presiden tentu saja akan menjadi bahan tertawaan.
Maka
harus direnungi secara mendalam, jika bacaan Al-Qur’an dan sebutan
Allah yang anda ucapkan lewat mulut tidak memberikan efek apa-apa kepada
setan dan Iblis bahkan setan malah tersenyum mendengarnya, itu
barangkali karena anda hanya mengucapkan nama tanpa dikuti oleh Sang
Pemilik Nama.
bagian 4:
Seperti
yang sudah saya jelaskan pada tulisan sebelumnya, bahwa Iblis dan
balatentaranya tidak akan mungkin bisa dilawan oleh manusia, bahkan anak
setan yang kecil pun tidak bisa dilawan. Setan makhluk yang tersembunyi
tidak bisa dilihat sedangkan dia bisa melihat dengan jelas manusia.
Bagaimana mungkin manusia bisa melawan musuh yang tidak terlihat
sementara musuh dengan mudah menyerangnya.
Disinilah
pentingnya kita mengetahui cara untuk bisa berhubungan dengan Allah
secara sempurna, dengan menggunakan metodologi yang tepat, dengan
demikian Nur Allah akan bisa sampai dan bersemayam dalam hati sanubari
kita. Ketika Nur Allah bersemayam dalam hati sanubari manusia maka
segala bentuk kebathilan, segala angkara murka, iblis beserta bala
tentaranya akan ikut hilang musnah dari hati. Ini memerlukan proses yang
panjang, perjuangan ini memerlukan kesabaran, ini yang disebut dengan
mujahadah.
Ketika
setan dalam hati lenyap dengan hadirnya Nur Allah dalam hati, maka akan
tersikap tirai yang selama ini menghalangi antara kita dengan Allah.
Tersikapnya tirai tersebut dikenal dengan mukasyafah dengan demikian
akan sampai kepada tahap musyahadah atau penyaksian. Setelah mengalami
musyahadah inilah baru kita akan benar bersaksi, menyaksikan Dzat Maha
Agung dan Maha Mulia, dengan demikian syahadat kita tidak lagi sekedar
diucapkan oleh mulut dan dibenarkan oleh hati, tapi bathin ikut
menyaksikan tanpa keraguan. Dalam hal ini Abu Yazid ketika ditanya apa
itu makrifat, Beliau menjawab, “Tiada keraguan sedikitpun bahwa yang aku saksikan adalah Allah”.
Untuk
menghilangkan was was atau keraguan dalam hati maka diperlukan latihan
yang terus menerus, istiqamah dalam berdzikir, melakukan secara intensif
lewat suluk sehingga akan sampai kepada apa yang dijanjikan Allah dalam
surat Al-Maidah ayat 35 yaitu mendapat kemenangan. Kemenangan yang
dimaksud adalah kememenangan hakiki, mampu melawan setan yang bersemayam
dalam diri, mampu melawan diri kita, diri yang selalu diliputi oleh
hawa nafsu. Salah satu penghalang antara manusia dengan Tuhan bukan
berada diluar dirinya, yang menghalangi adalah diri manusia sendiri.
Ketika
manusia telah mampu melawan dirinya sendiri, telah menang berperang
melawan hawa nafsunya maka Allah akan menyikapkan tirai pembatas, saat
itu lah manusia bisa menyembah Allah dengan benar.
Hijab
atau pembatas antara manusia dengan Tuhan yang lebih halus dari nafsu
adalah ilmu. Dengan segudang ilmu yang dihapal dan di ingat dalam
pikirannya seringkali menjadi penghalang antara manusia dengan Tuhan,
karena pada saat itu manusia tidak lagi berniat mencari, telah merasa
cukup dengan ilmu yang dimiliki.
Imam
Al-Ghazali menyindir orang-orang yang menghapal ilmu atau orang-orang
yang hanya berpedoman kepada bacaan ibarat orang yang berjalan memakai
tongkat. Buku adalah ibarat tongkat yang membantu kita tahap awal untuk
berjalan, ketika telah mampu berjalan maka tongkat itu tidak membantu
sama sekali bahkan menjadi penghalang bagi kita dalam berjalan.
Untuk
bisa beribadah dengan benar maka kunci nya adalah Makrifat. Tanpa
makrifat maka ibadah yang kita lakukan tidak bernilai sama sekali.Tanpa
makrifat maka manusia tidak bisa menyembah dengan benar. Kita disuruh
untuk setiap saat mengingat Allah, bagaimana mungkin akal pikiran kita
bisa mengingat sesuatu yang tidak pernah kita lihat, sesuatu yang tidak
pernah terlintas dalam pikiran, sesuatu yang tidak ada serupa di dunia
ini. Coba anda renungkan dalam-dalam hal ini, bisakah kita mengingat
sesuatu yang belum pernah kita lihat?
Maka
syarat utama untuk bisa mengingat-Nya adalah ketika kita telah berada
di alam Rabbani, telah pernah menyaksikan wajah-Nya, barulah kemudian
kita bisa mengingatkan dalam setiap saat, bisa berhubungan dengan-Nya
dalam segala bentuk ibadah, barulah kita bisa mencapai tahap shalat yang
khusyuk karena kita telah mengenal dengan baik bahkan bisa mengingat
dengan benar Allah SWT.
Inilah
sebenarnya yang menjadi problem terbesar ummat ini, satu sisi banyak
yang setuju dengan pemahaman yang baru muncul dalam dunia Islam, sebuah
pemahaman yang menolak kehadiran tarekat, menolak metodologi yang telah
terbukti selama 1300 tahun mengantarkan manusia sampai kehadirat Allah.
Satu sisi lain, kita di bingungkan dengan istilah Wajah Allah, mengingat
Allah, makrifat kepada Allah, shalat Khusyuk yang seluruh pelajarannya
ada di dalam tarekat, sebuah metode berharga yang diwariskan oleh
Rasulullah SAW.
Ketika
tarekat ditolak maka ummat mulai mencari cara beragama dengan pemahaman
akalnya sendiri, menguraikan Al-Qur’an dengan akal pikirannya yang
sudah bisa dipastikan lebih banyak salahnya dari benarnya. Rasulullah
sudah mengingatkan tentang hal ini, “Barangsiapa yang menguraikan
Al-Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka
sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad).
Setiap ada perbedaan selalu menggunakan Al-Qur’an sebagai senjata untuk membenarkan tindakannya. “Al-Qur’an bilang begini..”, “Nabi bilang begini..”, “perbuatan kamu tidak sesuai dengan perintah Allah dalam Al-Qur’an” dan sebagainya sehingga al-Qur’an dijadikan senjata untuk menyerang kelompok yang berbeda dengannya.
Satu
hal yang sering dilupakan adalah bahwa al-Qur’an memiliki makna yang
tersurat, tersirat dan tersembunyi. Pada umumnya orang bisa dengan mudah
memaknai isi yang tersurat dari al-Qur’an, sedikit yang mengetahui
makna di balik itu yaitu makna yang tersirat kecuali orang-orang yang
dalam pengetahuannya dan sangat jarang orang yang bisa menjelaskan
rahasia tersembunyi di balik al-Qur’an, ini hanya bisa dipahami oleh
orang-orang yang hubungannya sangat dekat dengan Allah.
Saya
mohon maaf lewat tulisan ini kalau saya mengatakan bahwa tentang shalat
khusyuk mustahil bisa dicapai tanpa melalui tarekat. Shalat khusyuk
sampai kapanpun tidak akan bisa di dapat kalau belum sampai ke tahap
makrifat. Pemahaman keliru selama ini adalah orang menyamakan khusyuk
dengan tenang, kalau sudah tenang dalam shalat berarti sudah khusyuk.
Ini pemahaman yang harus diluruskan karena kalau tenang dijadikan
sebagai ukuran khusyuk maka dengan semedi juga akan memperoleh
ketenangan, dengan konsentrasi pikiran menggunakan metode hypnoterapi
atau NLP juga akan memperoleh ketenangan. Khusyuk juga bukan merupakan
kekosongan, karena di dunia ini tidak ada yang kosong, kalau mengalami
kekosongan maka akan ada yang mengisi, yang dikhawatirkan kekosongan dan
kehampaan yang kita alami akan di isi oleh unsur-unsur yang tidak
disukai oleh Allah SWT.
Khusyuk
adalah suasana hati lalai bersama Tuhannya, sepi dalam keramaian dan
ramai dalam kesunyian. Khusyuk adalah dimana hamba menyaksikan keagungan
wajah-Nya, yang bisa memberikan getaran maha dahsyat ke dalam hati
sanubari, dari sana akan diperoleh kenikmatan yang sulit diungkapkan
dengan kata-kata. Khusyuk seperti ini lah yang bisa menyelamatkan
manusia dari ancaman neraka karena dalam dirinya telah ada surga yang
abadi.
bagian 5:
Kalau
harus mencapai tahap makrifat terlebih dulu baru bisa mengingat Allah
dengan benar, lalu bagaimana dengan para pemula, orang yang baru
menekuni tarekat sementara mereka belum mencapai tahap makrifat?.
Jawabanya sangat sederhana, dzikir yang diajarkan oleh Guru kepada anda
bukan bacaan biasa, itu adalah bacaan yang ketika diucapkan akan
tersambung langsung kehadirat Allah swt karena bacaan itu diucapkan
dengan menggabungkan rohani murid dengan rohani Sang Guru. Tahap awal
setiap kita diajarkan Dzikir, menyebut nama Allah, dengan melakukan
rabithah kepada Guru Mursyid.
Rabithah
atau merabit dalam tarekat dimaknai dengan sederhana yaitu mengingat.
Merabit mursyid artinya mengingat Mursyid. Dari segi bahasa Rabithah
bermakna menggabungkan, dalam hal ini yang digabungkan adalah rohani
dengan rohani. Jasmani dengan jasmani tidak bisa digabungkan karena
jasmani adalah benda padat sedangkan rohani yang tersusun dari unsur
yang sangat halus bisa saling bergabung. Sama hal dengan air, antara
satu yang lain bisa bergabung karena sifatnya cari dan gas bisa
bergabung karena sifatnya lebih halus demikian juga dengan roh.
Manusia
dilarang bersekutu dengan Allah karena memang itu merupakan hal yang
mustahil. Antara manusia dengan Allah memiliki sifat yang sangat
berbeda, tidak mungkin yang diciptakan bisa bergabung dengan Sang Maha
Pencipta Yang Maha Suci lagi Maha Mulia. Karena itulah Allah mengutus
Rasul, dengan Rasul lah kita bersekutu, menggabungkan diri rohani kita,
lewat penggabungan itulah yang kemudian mengantarkan rohani sampai
kehadirat Allah swt. Kalau dipahami secara mendalam hubungan ini
bukanlah hubungan perantara akan tetapi hubungan Langsung.
Bagi
yang sudah memiliki Guru Mursyid maka dia telah memulai perjalanan
menuju kehadirat Allah swt dengan di temani oleh sahabat setia yang
senantiasa menuntun dan membimbingnya dalam perjalanan yaitu Guru
Mursyid. Guru Mursyid akan mengetahui dimana lembah, dimana tempat
berbahaya, dimana gunung yang terjal sehingga murid selama dari bahaya
selama dalam perjalanan.
Sangat
keliru kalau ada yang menganggap bahwa Guru adalah perantara kepada
Allah swt. Guru Mursyid adalah pembawa wasilah yang berasal dari Allah
swt, dengan wasilah itulah kita bisa sampai kehadirat Allah swt. Wasilah
itu bukan manusia, bukan Guru Mursyid, bukan pula Nabi, Wasilah adalah
sesuatu yang berasal dari Allah yang telah ada sejak sebelumnya ada.
Wasilah adalah Nur Ala Nurin, Nur Muhammad, Cahaya Allah yang dijelaskan
dalam surat an-Nur ayat 35.
Wasilah
adalah frekwensi atau gelombang Allah yang dengan kita menemukan
frewensi tersebut maka kita akan bisa sampai kehadirat Allah swt. Ibarat
menonton TV, ketika TV dihidupkan dan chanel atau frekwensinya tepat
maka di layar televisi akan kita saksikan sesuatu yang ada diluar TV.
Walaupun kita berada dalam rumah, maka lewat TV kita seolah-olah telah
berada diseluruh dunia, bisa menyaksikan tempat-tempat yang jauh pada
saat itu juga. Ini teknologi buatan manusia yang canggih, namun wasilah
adalah teknologi Allah yang super canggih, dalam detik per detik rohani
bisa tersambung kepada arwahul muqadasah Rasulullah dan otomatis akan
tersambung kepada Allah swt.
Inilah
warisan yang sangat berharga dari Rasulullah yang selama ini mulai
dilupakan orang. Tarekat dianggap bid’ah bahkan tanpa rasa bersalah
memasukkan ke dalam aliran sesat.
Karena
ilmu yang terbatas, referensi hanya dari golongan yang tidak menyukai
tarekat akhirnya sebagian orang yang tidak paham kemudian setuju
memasukkan tarekat sebagai perbuatan bid’ah. Kemudian barulah muncul
kebingungan ketika berhadapan dengan istilah Wajah Allah, Memandang
Wajah Allah, Makrifat, kemudian mencari dalil-dalil untuk menghindari
istila tersebut atau menggantikan dengan makna yang sama sekali berbeda.
Karena
metode berhubungan Allah berupa Tarekatullah ini ditinggalkan, maka
manusia menyembah Allah dalam kekosongan, hanya merasa yakin doa di
dengar, merasa yakin dekat dengan Allah. Ketika metode ini tidak dipakai
maka tanpa sadar yang kita sembah bukan Allah melainkan ka’bah atau
dinding di depan kita atau sajadah.
Ketika
metode ini ditinggalkan maka putuslah hubungan manusia dengan Allah,
putuslah Tali yang bersambung dengan Allah sehingga manusia menyembah
dalam kekosongan. Semua kita setuju bahwa di dalam ibadah kita tidak
sekali-kali menyembah ka’bah tapi menyembah Allah, pertanyaan sederhana
Allah yang mana yang kita sembah? Nama Allah yang berupa tulisan, Allah
yang kita dengarkan nama-Nya atau?
Pertanyaan ini harus bisa terjawab dengan tuntas, karena setiap nama memiliki sosok dibalik nama, begitu juga dengan Allah.
Semoga tulisan ini bermanfaat hendaknya, amin ya Rabbal ‘Alamin
( Tamat )
sumber tulisan: http://sufimuda.net/
gambar oleh: bagindaery.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com