Salah satu perbedaan ajaran yang mendasar antara Islam dan kristen adalah masalah perzinahan dan poligami.
Berbeda dengan kristen yang mendorong perzinahan, Islam melarang keras
umatnya mendekati Zina namun menganjurkan pernikahan dan memperbolehkan
poligami tapi tidak mendorong untuk poligami. Dalam Islam, Zina adalah
Perbuatan Keji dan Seburuk-buruk Jalan. Zina akan membawa kepada
kehinaan, menyebabkan kerusakan, serta mendatangkan adzab di dunia, di
kubur, di akhirat nanti. Allah Ta’ala berfirman “Dan janganlah kamu
mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan
yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)
Allah Ta’ala telah memerintahkan untuk tidak mendekati jalan-jalan
menuju zina, apapun bentuknya. Misal dengan menonton tayangan yang
mengumbar aurat, membaca majalah-majalah porno, khalwat (beduaan),
berpacaran, mengumbar pandangan, menelpon, ber-sms-an, chatting,
facebook, dan beragam sarana lainnya yang akhirnya akan menjerumuskan
manusia kepada perzinaan. Na’udzubillaahi min dzalik!
Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullaah berkata: “Aku tidak mengetahui dosa
yang lebih besar setelah membunuh manusia melainkan berbuat zina.”
DEFINISI ZINA
Zina (bahasa Arab: الزنا, bahasa Ibrani: ניאוף -zanah) adalah perbuatan
bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh
hubungan pernikahan (perkawinan). Secara umum, zina bukan hanya di saat
manusia telah melakukan hubungan seksual, tapi segala
aktivitas-aktivitas seksual yang dapat merusak kehormatan manusia
termasuk dikategorikan zina.
SEJARAH ZINA
Larangan tertulis atau adat atau tabu terhadap perzinahan merupakan
bagian dari kode Pernikahan hampir setiap masyarakat. Memang, perzinahan
tampaknya sebagai universal dan, dalam beberapa kasus, yang biasa
seperti pernikahan.
Para Kode Hammurabi (abad ke-18 SM) di Babel memberikan hukuman mati
karena tenggelam karena perzinahan. Di Yunani kuno dan di hukum Romawi,
pasangan yang menyinggung perempuan bisa dibunuh, tetapi orang itu tidak
dihukum berat. Tradisi-tradisi Yahudi, Islam, dan Kristen semuanya
tegas dalam kecaman mereka perzinahan. Kebersalahan pria dan wanita
lebih eksplisit dinyatakan dalam Perjanjian Baru dan Talmud daripada di
Perjanjian Lama atau Qur’an?? N. ?? Dalam penafsiran ketat hukum Islam,
atau Shar Ah, pria dan wanita sama-sama bertanggung jawab untuk hukuman
keras bagi perzinahan (Arab: zina : setiap Hubungan seksual di luar
nikah), termasuk kematian dengan hukuman rajam masih diterapkan di awal
abad 21 di beberapa negara, termasuk Iran dan Afghanistan.
Karena perzinahan istilah menyiratkan sikap khas Yudeo-Kristen dan
Islam terhadap pernikahan, antropolog kontemporer banyak yang
berhati-hati menggunakannya dalam konteks komparatif. Ada banyak
masyarakat di mana pernikahan dianggap sebagai pengaturan kurang
permanen dan di mana seks di luar nikah kurang tegas dikutuk. Dengan
kata lain, sikap terhadap perzinahan bervariasi antara budaya. Sedangkan
Senufo tradisional dan Bambara Afrika Barat, misalnya, diam-diam
memaafkan kejahatan pembunuhan kehormatan wanita pasangan berzinah dan
temannya, antara Kaka di Kamerun seorang pria mungkin memiliki hubungan
seksual dengan istri kerabat tertentu dengan impunitas. Istri pinjaman
telah lama menjadi bagian dari perhotelan Eskimo. Hubungan luar nikah
Nonincestuous diijinkan oleh banyak budaya Pulau Laut Selatan, dan di
antara tertentu perzinahan India Pueblo masyarakat begitu umum bahwa hal
itu ditoleransi jika disimpan rahasia.
Menurut hukum Hindu kuno, perkawinan adalah sakramen tak terpisahkan,
dan perzinahan bahkan bukan istri bisa memotong dasi hukum dan
membubarkan tindakan pernikahan. Dalam kode Hindu modern, Perceraian
dapat diberikan kepada salah satu pihak tersinggung jika salah satu
pasangan hidup dalam perzinahan tapi tidak jika hanya ada pelanggaran
sesekali.
Di Eropa Barat dan Amerika Utara, perzinahan secara tradisional dasar
untuk perceraian. Difusi prinsip ini, bersama dengan gagasan-gagasan
Barat egalitarianisme dan harapan modern dukungan emosional timbal balik
dalam pernikahan, telah mengakibatkan tekanan belum pernah terjadi
sebelumnya untuk hak perkawinan yang sama bagi perempuan dalam
tradisional Afrika dan Asia Tenggara masyarakat. Di banyak negara-negara
Eropa Timur, perzinahan tidak dengan sendirinya merupakan dasar untuk
perceraian; kedua pasangan harus bersaksi, di bawah prinsip “Ambruknya
secara umum,” bahwa kejahatan tersebut mengakibatkan penurunan perasaan
kesatuan yang terdiri perkawinan. Konsep perkawinan kerusakan secara
bertahap diadopsi dalam Amerika Serikat selama tahun 1970-an, saat
banyak negara mulai mengizinkan “tidak ada kesalahan” perceraian, yang
tidak memerlukan pihak yang dirugikan untuk membuktikan kejahatan
tertentu. Kebanyakan negara bagian Amerika memungkinkan pasangan untuk
perceraian pada salah satu kesalahan atau dasar tidak ada kesalahan, dan
banyak yang menggunakan tidak ada kesalahan perceraian eksklusif.
Pergeseran tidak ada kesalahan-perceraian secara signifikan mengurangi
pentingnya perzinahan sebagai elemen dalam proses perceraian.
ZINA MENURUT ALKITAB
dalam Kristen, Pernikahan adalah : Hanya boleh menikah dengan satu orang
istri. Sama sekali tidak boleh bercerai, Wajib menikahi pelacur,
beranak pelacur dan pergi ke pelacur.
Sebagaimana ayat-ayat dari AlKitab:
Ayat Alkitab yang menyatakan tidak boleh bercerai:
Matthew 19: 4 – 9 “And he answered and said unto them, Have ye not read,
that he which made them at the beginning made them male and female, And
said, For this cause shall a man leave father and mother, and shall
cleave to his wife: and they twain shall be one flesh? Wherefore they
are no more twain, but one flesh. What therefore God hath joined
together, let not man put asunder. They say unto him, Why did Moses then
command to give a writing of divorcement, and to put her away? He saith
unto them, Moses because of the hardness of your hearts suffered you to
put away your wives: but from the beginning it was not so. And I say
unto you, Whosoever shall put away his wife, except it be for
fornication, and shall marry another, committeth adultery: and whoso
marrieth her which is put away doth commit adultery.
Sedangkan, Ayat Alkitab yang mewajibkan menikahi pelacur, beranak pelacur dan pergi ke pelacur:
Hosea 1: 2 “The beginning of the word of the Lord by Hosea. And the Lord
said to Hosea, Go, take unto thee a wife of whoredoms and children of
whoredoms: for the land hath committed great whoredom, departing from
the Lord.
Hosea 3: 1 “Then said the Lord unto me, Go yet, love a woman beloved of
her friend, yet an adulteress, according to the love of the Lord toward
the children of Israel, who look to other gods, and love flagons of
wine.
Hosea 4: 14 “I will not punish your daughters when they commit whoredom,
nor your spouses when they commit adultery: for themselves are
separated with whores, and they sacrifice with harlots: therefore the
people That doth not understand shall fall.
Bahkan Ayat-ayat Porno pun terdapat dalam Al Kitab
1 Yehezkiel 23: 1-21, ayat-ayat jorok tentang seksual.
Diceritakan di dalamnya penyimpangan seksual yang sangat berbahaya bagi
perkembangan psikologis bila dibaca oleh anak-anak di bawah umur. Ada
kalimat-kalimat yang sangat cabul dengan menyebut buah dada, buah zakar,
menjamah-jamah, memegang-megang, birahi, dan lainlain.
2. Yehezkiel 16: 22-38, ayat porno yang bugil-bugil.
“….Waktu engkau telanjang bugil sambil menendang nendang dengan kakimu
…. (ay.22). “…dan menjual kecantikanmu menjadi kekejian dengan
meregangkan kedua pahamu bagi setiap orang yang lewat, sehingga
persundalanmu bertambah-tambah” (ay.25.”Engkau bersundal dengan orang
Mesir, tetanggamu, si aurat besar itu…..”(ay.26). “engkau bersundal juga
dengan orang Asyur, oleh karena engkau belum merasa puas ya, engkau
bersundal dengan mereka, tetapi masih belum puas” (ay.28). “Betapa besar
hawa nafsumu itu, demikianlah firman Tuhan ALLAH” (ay. 30). “….engkau
yang memberi hadiah 1 umpan kepada semua yang mecintai engkau sebagai
bujukan, supaya mereka dari sekitarmu datang kepadamu untuk bersundal”
(ay. 33). Aku akan menyingkap auratmu di hadapan mereka, sehingga mereka
melihatseluruh kemaluanmu: (ay.37).
3. Ulangan 23: 1-2,
Tuhan menyebut “Buah Pelir”.
4. Hosa 3: 1, nabi Hosea disuruh Tuhan untuk mencintai perempuan yang
suka bersundal (pelacur) dan berzinah. Jika benar bahwa Tuhan pernah
menyuruh nabi-Nya untuk mencintai pelacur, semua laki-laki akan rebutan
menjadi nabi. Dan, semua wanita akan rebutan untuk menjadi pelacur,
supaya dicintai oleh nabi Allah.
5. Kidung agung 4:1-7,
puisi rayuan yang memuji kecantikan dengan menyebut buah dada dan susu.
6. Kejadian 38:8-9,
kisah asal-usul onani (masturbasi) oleh leluhur Yesus.
7. Kidung Agung 7:6-13.
Puisi Kenikmatan Cinta yang memuji kecantikan dan cinta yang memakai
kata-kata seksual, yakni keindahan buah dada dan keinginan untuk
memegang-megang buah dada. “Sosok tubuhmu seumpama pohon korma dan buah
dada gugusannya. Aku ingin memanjat pohon korma itu dan memegang gugusan
gugusannya.Kiranya buah dadamu seperti gugusan anggur.
ZINA MENURUT ISLAM
Di dalam Islam, pelaku perzinaan dibedakan menjadi dua, yaitu pezina
muhshan dan ghayru muhshan. Pezina muhshan adalah pezina yang sudah
memiliki pasangan sah (menikah), sedangkan pezina ghayru muhshan adalah
pelaku yang belum pernah menikah dan tidak memiliki pasangan sah.
Berdasarkan hukum Islam, perzinaan termasuk salah satu dosa besar. Dalam
agama Islam, aktivitas-aktivitas seksual oleh lelaki/perempuan yang
telah menikah dengan lelaki/perempuan yang bukan suami/istri sahnya,
termasuk perzinaan. Dalam Al-Quran, dikatakan bahwa semua orang Muslim
percaya bahwa berzina adalah dosa besar dan dilarang oleh Allah.
Tentang perzinaan di dalam Al-Quran disebutkan di dalam ayat-ayat
berikut; Al Israa’ 17:32, Al A’raaf 7:33, An Nuur 24:26. Dalam hukum
Islam, zina akan dikenakan hukum rajam.
Hukumnya menurut agama Islam untuk para pezina adalah sebagai berikut:
• Jika pelakunya sudah menikah melakukannya secara sukarela (tidak
dipaksa, tidak diperkosa), mereka dicambuk 100 kali, kemudian dirajam,
ini berdasarkan hukuman yang diterapkan Ali bin Abi Thalib. Mereka cukup
dirajam tanpa didera dan ini lebih baik, sebagaimana hukum yang
diterapkan oleh Muhammad, Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Umar bin Khatthab.
• Jika pelakunya belum menikah, maka mereka didera (dicambuk) 100 kali. Kemudian diasingkan selama setahun.
BAHAYA ZINA
Berikut ini adalah beberapa akibat buruk dan bahaya zina:
• Dalam zina terkumpul bermacam-macam dosa dan keburukan, yakni
berkurangnya agama si pezina, hilangnya sikap menjaga diri dari dosa,
buruk keperibadian, dan hilangnya rasa cemburu.
• Zina membunuh rasa malu, padahal dalam Islam malu merupakan suatu
hal yang sangat diperdulikan dan perhiasan yang sangat indah dimiliki
perempuan.
• Menjadikan wajah pelakunya muram dan gelap.
• Membuat hati menjadi gelap dan mematikan sinarnya.
• Menjadikan pelakunya selalu dalam kemiskinan atau merasa demikian
sehingga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diterimanya.
• Akan menghilangkan kehormatan pelakunya dan jatuh martabatnya baik di hadapan Allah maupun sesama manusia.
• Tumbuhnya sifat liar di hati pezina, sehingga pandangan matanya liar dan tidak terarah.
• Pezina akan dipandang oleh manusia dengan pandangan muak dan tidak dipercaya.
• Zina mengeluarkan bau busuk yang mampu dideteksi oleh orang-orang
yang memiliki hati yang bersih melalui mulut atau badannya.
• Kesempitan hati dan dada selalu dirasakan para pezina. Apa yang dia
dapatkan dalam kehidupan adalah kebalikan dari apa yang diinginkannya.
Dikarenakan orang yang mencari kenikmatan hidup dengan cara yang
melanggar perintah Allah, maka Allah akan memberikan yang sebaliknya
dari apa yang dia inginkan, dan Allah tidak menjadikan larangannya
sebagai jalan untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.
• Pezina telah mengharamkan dirinya untuk mendapat bidadari di dunia maupun di akhirat.
• Perzinaan menjadikan terputusnya hubungan persaudaraan, durhaka
kepada orang tua, pekerjaan haram, berbuat zalim, serta menyia-nyiakan
keluarga dan keturunan. Bahkan dapat terciptanya pertumpahan darah dan
sihir serta dosa-dosa besar yang lain. Zina biasanya berkait dengan dosa
dan maksiat yang lain, sehingga pelakunya akan melakukan dosa-dosa yang
lainnya.
• Zina menghilangkan harga diri pelakunya dan merusak masa depannya,
sehingga membebani kehinaan yang berkepanjangan kepada pezina dan kepada
seluruh keluarganya.
• Kehinaan yang melekat kepada pelaku zina lebih membekas dan
mendalam daripada kekafiran. Kafir yang memeluk Islam, maka selesai
persoalannya, namun dosa zina akan benar-benar membekas dalam jiwa.
Walaupun pelaku zina telah bertaubat dan membersihkan diri, pezina masih
merasa berbeda dengan orang yang tidak pernah melakukannya.
• Jika wanita hamil dari hasil perzinaan, maka untuk menutupi aibnya
ia mengugurkan kandungannya (aborsi). Selain telah berzina, pezina juga
telah membunuh jiwa yang tidak berdosa. Jika pezina adalah seorang
perempuan yang telah bersuami dan melakukan perselingkuhan sehingga
hamil dan membiarkan anak itu lahir, maka pezina telah memasukkan orang
asing dalam keluarganya dan keluarga suaminya sehingga anak itu mendapat
hak warisan mereka tanpa disadari siapa dia sebenarnya.
• Perzinaan akan melahirkan generasi yang tidak memiliki silsilah
kekeluargaan menurut hubungan darah (nasab). Di mata masyarakat mereka
tidak memiliki status sosial yang jelas.
• Pezina laki-laki bermakna bahwa telah menodai kesucian dan kehormatan wanita.
• Zina dapat menimbulkan permusuhan dan menyalakan api dendam pada
keluarga wanita dengan lelaki yang telah berzina dengan wanita dari
keluarga tersebut.
• Perzinaan sangat mempengaruhi jiwa keluarga pezina, mereka akan
merasa jatuh martabat di mata masyarakat, sehingga mereka tidak berani
untuk mengangkat wajah di hadapan orang lain.
• Perzinaan menyebabkan menularnya penyakit-penyakit berbahaya
seperti AIDS, sifilis, kencing nanah, dan penyakit-penyakit lainnya yang
ditularkan melalui hubungan seksual.
• Perzinaan adalah penyebab bencana kepada manusia, mereka semua akan
dimusnahkan oleh Allah akibat dosa zina yang menjadi tradisi dan
dilakukan secara terang-terangan.
DEFINISI PERNIKAHAN
Pernikahan atau adalah upacara pengikatan janji nikah yang dirayakan
atau dilaksanakan oleh dua orang dengan maksud meresmikan ikatan
perkawinan secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial. Upacara
pernikahan memiliki banyak ragam dan variasi menurut tradisi suku
bangsa, agama, budaya, maupun kelas sosial. Penggunaan adat atau aturan
tertentu kadang-kadang berkaitan dengan aturan atau hukum agama tertentu
pula.
Pengesahan secara hukum suatu pernikahan biasanya terjadi pada saat
dokumen tertulis yang mencatatkan pernikahan ditanda-tangani. Upacara
pernikahan sendiri biasanya merupakan acara yang dilangsungkan untuk
melakukan upacara berdasarkan adat-istiadat yang berlaku, dan kesempatan
untuk merayakannya bersama teman dan keluarga. Wanita dan pria yang
sedang melangsungkan pernikahan dinamakan pengantin, dan setelah
upacaranya selesai kemudian mereka dinamakan suami dan istri dalam
ikatan perkawinan.
Etimologi
Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah; kata itu
berasal dari bahasa Arab yaitu kata nikkah (bahasa Arab: النكاح ) yang
berarti perjanjian perkawinan; berikutnya kata itu berasal dari kata
lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: نكاح) yang berarti
persetubuhan.
PERNIKAHAN MENURUT ISLAM
Islam adalah agama yang syumul (universal) dan rasional. Agama yang
mencakup semua sisi kehidupan. Tidak ada suatu masalah pun, dalam
kehidupan ini, yang tidak dijelaskan. Dan tidak ada satu pun masalah
yang tidak disentuh nilai Islam, walau masalah tersebut nampak kecil dan
sepele. Itulah Islam, agama yang memberi rahmat bagi sekalian alam.
Dalam masalah perkawinan, Islam telah berbicara banyak. Dari mulai
bagaimana mencari kriteria bakal calon pendamping hidup, hingga
bagaimana memperlakukannya kala resmi menjadi sang penyejuk hati. Islam
menuntunnya. Begitu pula Islam mengajarkan bagaimana mewujudkan sebuah
pesta pernikahan yang meriah, namun tetap mendapatkan berkah dan tidak
melanggar tuntunan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
begitu pula dengan pernikahan yang sederhana namun tetap penuh dengan
pesona. Islam mengajarkannya.
Nikah merupakan jalan yang paling bermanfa’at dan paling afdhal dalam
upaya merealisasikan dan menjaga kehormatan, karena dengan nikah inilah
seseorang bisa terjaga dirinya dari apa yang diharamkan Allah. Oleh
sebab itulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk
mempercepat nikah, mempermudah jalan untuknya dan memberantas
kendala-kendalanya.
Nikah merupakan jalan fitrah yang bisa menuntaskan gejolak biologis
dalam diri manusia, demi mengangkat cita-cita luhur yang kemudian dari
persilangan syar’i tersebut sepasang suami istri dapat menghasilkan
keturunan, hingga dengan perannya kemakmuran bumi ini menjadi semakin
semarak.
Persoalan perkawinan adalah persoalan yang selalu aktual dan selalu
menarik untuk dibicarakan, karena persoalan ini bukan hanya menyangkut
tabiat dan hajat hidup manusia yang asasi saja tetapi juga menyentuh
suatu lembaga yang luhur dan sentral yaitu rumah tangga. Luhur, karena
lembaga ini merupakan benteng bagi pertahanan martabat manusia dan
nilai-nilai ahlaq yang luhur dan sentral.
Karena lembaga itu memang merupakan pusat bagi lahir dan tumbuhnya Bani
Adam, yang kelak mempunyai peranan kunci dalam mewujudkan kedamaian dan
kemakmuran di bumi ini. Menurut Islam Bani Adam lah yang memperoleh
kehormatan untuk memikul amanah Ilahi sebagai khalifah di muka bumi,
sebagaimana firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para Malaikat :
“Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.
Mereka berkata : “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di muka
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau ?. Allah berfirman : “Sesungguhnya Aku mengetahui apa
yang tidak kamu ketahui”. (Al-Baqarah : 30).
Perkawinan bukanlah persoalan kecil dan sepele, tapi merupakan persoalan
penting dan besar. ‘Aqad nikah (perkawinan) adalah sebagai suatu
perjanjian yang kokoh dan suci (MITSAAQON GHOLIIDHOO), sebagaimana
firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian
kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri dan
mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat”.
(An-Nisaa’ : 21).
Karena itu, diharapkan semua pihak yang terlibat di dalamnya, khususnya
suami istri, memelihara dan menjaganya secara sungguh-sungguh dan penuh
tanggung jawab.Agama Islam telah memberikan petunjuk yang lengkap dan
rinci terhadap persoalan perkawinan. Mulai dari anjuran menikah, cara
memilih pasangan yang ideal, melakukan khitbah (peminangan), bagaimana
mendidik anak, serta memberikan jalan keluar jika terjadi kemelut dalam
rumah tangga, sampai dalam proses nafaqah dan harta waris, semua diatur
oleh Islam secara rinci dan detail.
Selanjutnya untuk memahami konsep Islam tentang perkawinan, maka rujukan
yang paling sah dan benar adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah Shahih (yang
sesuai dengan pemahaman Salafus Shalih -pen). Dengan rujukan ini kita
akan dapati kejelasan tentang aspek-aspek perkawinan maupun beberapa
penyimpangan dan pergeseran nilai perkawinan yang terjadi di masyarakat
kita.
Tentu saja tidak semua persoalan dapat penulis tuangkan dalam tulisan
ini, hanya beberapa persoalan yang perlu dibahas yaitu tentang : Fitrah
Manusia, Tujuan Perkawinan dalam Islam, Tata Cara Perkawinan dan
Penyimpangan Dalam Perkawinan.
PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia diciptakan Allah Ta’ala
cocok dengan fitrah ini, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menyuruh
manusia menghadapkan diri ke agama fithrah agar tidak terjadi
penyelewengan dan penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas
fithrahnya.
Perkawinan adalah fitrah kemanusiaan, maka dari itu Islam menganjurkan
untuk nikah, karena nikah merupakan gharizah insaniyah (naluri
kemanusiaan). Bila gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah
yaitu perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan yang banyak
menjerumuskan ke lembah hitam.
Firman Allah Ta’ala.
“Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Ar-Ruum : 30).
A. Islam Menganjurkan Nikah, Islam telah menjadikan ikatan perkawinan
yang sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai satu-satunya sarana
untuk memenuhi tuntutan naluri manusia yang sangat asasi, dan sarana
untuk membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam terhadap ikatan
perkawinan besar sekali, sampai-sampai ikatan itu ditetapkan sebanding
dengan separuh agama. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata : “Telah
bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah melengkapi separuh dari
agamanya. Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam memelihara yang
separuhnya lagi”. (Hadist Riwayat Thabrani dan Hakim).
B. Islam Tidak Menyukai Membujang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam memerintahkan untuk menikah dan melarang keras kepada orang yang
tidak mau menikah. Anas bin Malik radliyallahu ‘anhu berkata :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk nikah
dan melarang kami membujang dengan larangan yang keras”. Dan beliau
bersabda :
“Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak anak dan penyayang. Karena
aku akan berbangga dengan banyaknya umatku dihadapan para Nabi kelak di
hari kiamat”. (Hadits Riwayat Ahmad dan di shahihkan oleh Ibnu Hibban).
Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang bertanya kepada
istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang peribadatan
beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing ingin meningkatkan
peribadatan mereka. Salah seorang berkata: Adapun saya, akan puasa
sepanjang masa tanpa putus. Dan yang lain berkata: Adapun saya akan
menjauhi wanita, saya tidak akan kawin selamanya …. Ketika hal itu
didengar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau keluar seraya
bersabda :
“Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini dan begitu, sungguh demi
Allah, sesungguhnya akulah yang paling takut dan taqwa di antara
kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku berbuka, aku shalat dan aku
juga tidur dan aku juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa yang tidak
menyukai sunnahku, maka ia tidak termasuk golonganku”. (Hadits Riwayat
Bukhari dan Muslim).
Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak akan mau menjerumuskan
dirinya ke jalan kesesatan dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain
Muhammad Yusuf : “Hidup membujang adalah suatu kehidupan yang kering dan
gersang, hidup yang tidak mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan
yang hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada umumnya ditegakkan
atas dasar egoisme dan mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas
dari semua tanggung jawab”.Orang yang membujang pada umumnya hanya hidup
untuk dirinya sendiri. Mereka membujang bersama hawa nafsu yang selalu
bergelora, hingga kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh. Mereka
selalu ada dalam pergolakan melawan fitrahnya, kendatipun ketaqwaan
mereka dapat diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara terus
menerus lama kelamaan akan melemahkan iman dan ketahanan jiwa serta
mengganggu kesehatan dan akan membawanya ke lembah kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-laki atau perempuan, maka
mereka itu sebenarnya tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup
ini. Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati kebahagiaan
hidup, baik kesenangan bersifat sensual maupun spiritual. Mungkin mereka
kaya, namun mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem ke-rahib-an karena sistem tersebut bertentangan
dengan fitrah kemanusiaan, dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah
dan kodrat Allah Ta’ala yang telah ditetapkan bagi makhluknya. Sikap
enggan membina rumah tangga karena takut miskin adalah sikap orang jahil
(bodoh), karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak manusia
berada di alam rahim, dan manusia tidak bisa menteorikan rezeki yang
dikaruniakan Allah, misalnya ia berkata : “Bila saya hidup sendiri gaji
saya cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!”.
Perkataan ini adalah perkataan yang batil, karena bertentangan dengan
ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Allah memerintahkan untuk kawin, dan seandainya mereka fakir
pasti Allah akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya. Allah
menjanjikan suatu pertolongan kepada orang yang nikah, dalam firman-Nya:
“Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan
orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang
laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha
Mengetahui”. (An-Nur : 32).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menguatkan janji Allah itu dengan sabdanya :
“Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak Allah tolong mereka,
yaitu seorang mujahid fi sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya
supaya merdeka, dan seorang yang menikah karena ingin memelihara
kehormatannya”. (Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa’i, Tirmidzi, Ibnu
Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160 dari shahabat Abu Hurairah
radliyallahu ‘anhu).
Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk nikah dan mereka anti
membujang, serta tidak suka berlama-lama hidup sendiri.Ibnu Mas’ud
radliyallahu ‘anhu pernah berkata : “Jika umurku tinggal sepuluh hari
lagi, sungguh aku lebih suka menikah daripada aku harus menemui Allah
sebagai seorang bujangan”. (Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul ‘Arus hal. 20).
TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM
1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami sebutkan bahwa perkawinan
adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini
yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara
yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang ini dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan dalam Islam di antaranya
ialah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji,
yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat manusia yang luhur.
Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai sarana
efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda :
“Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa diantara kalian berkemampuan
untuk nikah, maka nikahlah, karena nikah itu lebih menundukan pandangan,
dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa’i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang IslamiDalam Al-Qur’an disebutkan
bahwa Islam membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri
sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana
firman Allah dalam ayat berikut :
“Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh
rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.
Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari sesuatu yang telah kamu
berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim”.
(Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup melaksanakan syari’at Allah. Dan
dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila keduanya sanggup menegakkan
batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Baqarah
lanjutan ayat di atas :
“Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya (sesudah thalaq yang
kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin
dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang
pertama dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan
dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah,
diterangkannya kepada kaum yang (mau) mengetahui “. (Al-Baqarah : 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan dalam Islam adalah agar suami
istri melaksanakan syari’at Islam dalam rumah tangganya. Hukum
ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari’at Islam adalah WAJIB. Oleh
karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah tangga
yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria
tentang calon pasangan yang ideal :
• Harus Kafa’ah
• Shalihah
a. Kafa’ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak menimpa orang tua. Tidak sedikit
zaman sekarang ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di dalam
mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu mempertimbangkan keseimbangan
kedudukan, status sosial dan keturunan saja. Sementara pertimbangan
agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan)
hanya diukur lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan, kesepadanan atau sederajat dalam
perkawinan, dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan
antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina
rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa’ah
menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan taqwa serta ahlaq
seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah
memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun non Arab,
miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat
taqwanya (Al-Hujuraat : 13).
“Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang-orang yang paling
bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal”. (Al-Hujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada halangan bagi mereka untuk
menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan pemudi
yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat istiadat wajib
mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang
Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“Artinya : Wanita dikawini karena empat hal : Karena hartanya, karena
keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka hendaklah
kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian,
niscaya kamu akan celaka”. (Hadits Shahi Riwayat Bukhari 6:123, Muslim
4:175).
b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur’an wanita yang shalihah ialah :
“Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta’at kepada Allah lagi
memelihara diri bila suami tidak ada, sebagaimana Allah telah memelihara
(mereka)”. (An-Nisaa : 34).
Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
“Ta’at kepada Allah, Ta’at kepada Rasul, Memakai jilbab yang menutup
seluruh auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan (tabarruj) seperti
wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki
yang bukan mahram, Ta’at kepada kedua Orang Tua dalam kebaikan, Ta’at
kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain sebagainya”.
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah tangga yang Islami akan
terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak dan penyayang agar dapat
melahirkan generasi penerus umat. 4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada
Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah kepada Allah dan
berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah tangga
adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan amal shalih di
samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi
istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri kalian termasuk
sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para shahabat keheranan dan
bertanya : “Wahai Rasulullah, seorang suami yang memuaskan nafsu
birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?” Nabi shallallahu
alaihi wa sallam menjawab : “Bagaimana menurut kalian jika mereka (para
suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa .?
Jawab para shahabat :”Ya, benar”. Beliau bersabda lagi : “Begitu pula
kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka
akan memperoleh pahala !”. (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad
5:1167-168 dan Nasa’i dengan sanad yang Shahih).
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih Tujuan perkawinan di antaranya
ialah untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
“Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri kamu itu pasangan suami
istri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-baik. Maka mengapakah mereka
beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?”. (An-Nahl :
72).
Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan bukan hanya sekedar
memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan membentuk generasi yang
berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan bertaqwa kepada
Allah.Tentunya keturunan yang shalih tidak akan diperoleh melainkan
dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan demikian karena banyak
“Lembaga Pendidikan Islam”, tetapi isi dan caranya tidak Islami.
Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak memiliki ahlaq
Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena itu suami
istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya
ke jalan yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam juga memandang bahwa
pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan
tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan
mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tata cara perkawinan
berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang Shahih (sesuai dengan pemahaman
para Salafus Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan jelaskan
seperlunya :
1. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang muslimah hendaknya ia
meminang terlebih dahulu, karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh
orang lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim meminang wanita
yang sedang dipinang oleh orang lain (Muttafaq ‘alaihi). Dalam khitbah
disunnahkan melihat wajah yang akan dipinang (Hadits Shahih Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan Darimi).
2. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi :
a. Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
b. Adanya Ijab Qabul.
c. Adanya Mahar.
d. Adanya Wali.
e. Adanya Saksi-saksi.
Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.
3. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah hendaknya
diundang orang-orang miskin. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja berarti makanan itu
sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Makanan paling buruk adalah makanan dalam walimah yang hanya
mengundang orang-orang kaya saja untuk makan, sedangkan orang-orang
miskin tidak diundang. Barangsiapa yang tidak menghadiri undangan
walimah, maka ia durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya”. (Hadits Shahih
Riwayat Muslim 4:154 dan Baihaqi 7:262 dari Abu Hurairah).
Sebagai catatan penting hendaknya yang diundang itu orang-orang shalih,
baik kaya maupun miskin, karena ada sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam :
“Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan dengan orang-orang mukmin
dan jangan makan makananmu melainkan orang-orang yang taqwa”. (Hadist
Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad 3:38 dari Abu
Sa’id Al-Khudri).
SEBAGIAN PENYELEWENGAN YANG TERJADI DALAM PERKAWINAN YANG WAJIB DIHINDARKAN/DIHILANGKAN
1. Pacaran
Kebanyakan orang sebelum melangsungkan perkawinan biasanya “Berpacaran”
terlebih dahulu, hal ini biasanya dianggap sebagai masa perkenalan
individu, atau masa penjajakan atau dianggap sebagai perwujudan rasa
cinta kasih terhadap lawan jenisnya.
Adanya anggapan seperti ini, kemudian melahirkan konsesus bersama antar berbagai pihak untuk
menganggap masa berpacaran sebagai sesuatu yang lumrah dan wajar-wajar
saja. Anggapan seperti ini adalah anggapan yang salah dan keliru. Dalam
berpacaran sudah pasti tidak bisa dihindarkan dari berintim-intim dua
insan yang berlainan jenis, terjadi pandang memandang dan terjadi sentuh
menyentuh, yang sudah jelas semuanya haram hukumnya menurut syari’at
Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Jangan sekali-kali seorang laki-laki bersendirian dengan
seorang perempuan, melainkan si perempuan itu bersama mahramnya”.
(Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim).
Jadi dalam Islam tidak ada kesempatan untuk berpacaran dan berpacaran hukumnya haram.
2. Tukar Cincin
Dalam peminangan biasanya ada tukar cincin sebagai tanda ikatan, hal ini
bukan dari ajaran Islam. (Lihat Adabuz-Zafat, Nashiruddin Al-Bani)
3. Menuntut Mahar Yang Tinggi
Menurut Islam sebaik-baik mahar adalah yang murah dan mudah, tidak
mempersulit atau mahal. Memang mahar itu hak wanita, tetapi Islam
menyarankan agar mempermudah dan melarang menuntut mahar yang tinggi.
Adapun cerita teguran seorang wanita terhadap Umar bin Khattab yang
membatasi mahar wanita, adalah cerita yang salah karena riwayat itu
sangat lemah. (Lihat Irwa’ul Ghalil 6, hal. 347-348).
4. Mengikuti Upacara Adat
Ajaran dan peraturan Islam harus lebih tinggi dari segalanya. Setiap
acara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam, maka
wajib untuk dihilangkan. Umumnya umat Islam dalam cara perkawinan selalu
meninggikan dan menyanjung adat istiadat setempat, sehingga
sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar dan shahih
telah mereka matikan dan padamkan.
Sungguh sangat ironis…!. Kepada mereka yang masih menuhankan adat
istiadat jahiliyah dan melecehkan konsep Islam, berarti mereka belum
yakin kepada Islam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“Artinya : Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang
yakin ?”. (Al-Maaidah : 50).
Orang-orang yang mencari konsep, peraturan, dan tata cara selain Islam,
maka semuanya tidak akan diterima oleh Allah dan kelak di Akhirat mereka
akan menjadi orang-orang yang merugi, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
“Artinya : Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi”. (Ali-Imran : 85).
5. Mengucapkan Ucapan Selamat Ala Kaum Jahiliyah
Kaum jahiliyah selalu menggunakan kata-kata Birafa’ Wal Banin, ketika
mengucapkan selamat kepada kedua mempelai. Ucapan Birafa’ Wal Banin
(=semoga mempelai murah rezeki dan banyak anak) dilarang oleh Islam.Dari
Al-Hasan, bahwa ‘Aqil bin Abi Thalib nikah dengan seorang wanita dari
Jasyam. Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyah : Birafa’
Wal Banin. ‘Aqil bin Abi Thalib melarang mereka seraya berkata :
“Janganlah kalian ucapkan demikian !. Karena Rasulullah shallallhu
‘alaihi wa sallam melarang ucapan demikian”. Para tamu bertanya :”Lalu
apa yang harus kami ucapkan, wahai Abu Zaid ?”.
‘Aqil menjelaskan :
“Ucapkanlah : Barakallahu lakum wa Baraka ‘Alaiykum” (= Mudah-mudahan
Allah memberi kalian keberkahan dan melimpahkan atas kalian keberkahan).
Demikianlah ucapan yang diperintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam”. (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Abi Syaibah, Darimi 2:134, Nasa’i,
Ibnu Majah, Ahmad 3:451, dan lain-lain).
Do’a yang biasa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ucapkan kepada seorang mempelai ialah :
“Baarakallahu laka wa baarakaa ‘alaiyka wa jama’a baiynakumaa fii khoir”
Do’a ini berdasarkan hadits shahih yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:
‘Artinya : Dari Abu hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau
mengucapkan do’a : (Baarakallahu laka wabaraka ‘alaiyka wa jama’a
baiynakuma fii khoir) = Mudah-mudahan Allah memberimu keberkahan,
Mudah-mudahan Allah mencurahkan keberkahan atasmu dan mudah-mudahan Dia
mempersatukan kamu berdua dalam kebaikan”. (Hadits Shahih Riwayat Ahmad
2:38, Tirmidzi, Darimi 2:134, Hakim 2:183, Ibnu Majah dan Baihaqi
7:148).
6. Adanya Ikhtilath
Ikhtilath adalah bercampurnya laki-laki dan wanita hingga terjadi
pandang memandang, sentuh menyentuh, jabat tangan antara laki-laki dan
wanita. Menurut Islam antara mempelai laki-laki dan wanita harus
dipisah, sehingga apa yang kita sebutkan di atas dapat dihindari
semuanya. 7. Pelanggaran Lain
Pelanggaran-pelanggaran lain yang sering dilakukan di antaranya adalah musik yang hingar bingar.
KESIMPULAN
Rumah tangga yang ideal menurut ajaran Islam adalah rumah tangga yang
diliputi Sakinah (ketentraman jiwa), Mawaddah (rasa cinta) dan Rahmah
(kasih sayang), Allah berfirman :
“Artinya : Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu hidup tentram
bersamanya. Dan Dia (juga) telah menjadikan diantaramu (suami, istri)
rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”. (Ar-Ruum :
21).
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami dan istri harus saling memahami kekurangan dan
kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajibannya serta memahami tugas dan fungsinya
masing-masing yang harus dilaksanakan dengan penuh tanggung
jawab.Sehingga upaya untuk mewujudkan perkawinan dan rumah tangga yang
mendapat keridla’an Allah dapat terealisir, akan tetapi mengingat
kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan,
sementara ujian dan cobaan selalu mengiringi kehidupan manusia, maka
tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tentram dan bahagia
mendadak dilanda “kemelut” perselisihan dan percekcokan.
Bila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam
Al-Qur’an surat An-Nisaa : 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam
memberikan jalan terakhir, yaitu “perceraian”.
Marilah kita berupaya untuk melaksanakan perkawinan secara Islam dan
membina rumah tangga yang Islami, serta kita wajib meninggalkan aturan,
tata cara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam.
Ajaran Islam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridlai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala (Ali-Imran : 19).
“Artinya : Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri dan
keturunan yang menyejukkan hati kami, dan jadikanlah kami Imam bagi
orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Furqaan : 74)
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada
disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. Dan barang -siapa yang
bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya. dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan
menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala
baginya. (QS.At-Thalaq:2-6)
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar
takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam
keadaan beragama Islam. (QS.Ali-Imraan:102)
DEFINISI POLIGAMI
Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada
lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang
bersangkutan). Hal ini berlawanan dengan praktik monogami yang hanya
memiliki satu suami atau istri.
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria memiliki
beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa
suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggris: group
marriage, yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga bentuk
poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligini merupakan
bentuk yang paling umum terjadi.
Walaupun diperbolehkan dalam beberapa kebudayaan, poligami ditentang
oleh sebagian kalangan. Terutama kaum feminis menentang poligini, karena
mereka menganggap poligini sebagai bentuk penindasan kepada kaum
wanita.
SEJARAH POLIGAMI
Sebelum Nabi Muhammad lahir, poligami sebenarnya telah dilakukan oleh
para Nabi sebelum beliau sebagaimana informasi dari ALKITAB.
Poligami Abraham
Istri Pertama Sarah di Kejadian 11:29 Abram dan Nahor kedua-duanya kawin; nama isteri Abram ialah Sarai.
Istri Kedua Hagar di Kejadian 16:3 Jadi Sarai, isteri Abram itu,
mengambil Hagar, hambanya, orang Mesir itu, –yakni ketika Abram telah
sepuluh tahun tinggal di tanah Kanaan–,lalu memberikannya kepada Abram,
suaminya, untuk menjadi isterinya.
Istri Ketiga Keturah di Kejadian 25:1. Abraham mengambil pula seorang isteri, namanya Ketura.
Poligami Moyang Bani Israel, Nabi Yakob bar Ishak:
Menikahi Lea Istri pertama dalam Kitab Kejadian 29:22-23
“Lalu Laban mengundang semua orang di tempat itu, dan mengadakan
perjamuan.Tetapi pada waktu malam diambilnyalah Lea, anaknya, lalu
dibawanya kepada Yakub. Maka Yakubpun menghampiri dia”
Menikahi Rahel adik Lea di Kitab Kejadian 29:30 “Yakub menghampiri Rahel
juga, malah ia lebih cinta kepada Rahel dari pada kepada Lea”
Mengumpuli budak Rahel bernama Bilha di Kejadian 30:4 “Maka
diberikannyalah Bilha, budaknya itu, kepada Yakub menjadi isterinya dan
Yakub menghampiri budak itu.”
Mengumpuli budak Lea bernama Zilpaa di Kejadian 30:9 “Ketika dilihat
Lea, bahwa ia tidak melahirkan lagi, diambilnyalah Zilpa, budaknya
perempuan, dan diberikannya kepada Yakub menjadi isterinya.”
Poligami pembangun Bait Kudus, Raja Salomo :
1 Raja-raja 11:3 Ia mempunyai tujuh ratus isteri dari kaum bangsawan dan
tiga ratus gundik; isteri-isterinya itu menarik hatinya dari pada
TUHAN.
Poligami Raja Daud Raja Bani Israel ayah Salomo:
Pernikahan pertama dengan Mikhal anak Saul pada 1 Samuel 18:27 “……
Kemudian Saul memberikan Mikhal, anaknya, kepadanya menjadi isterinya”
Dan tujuh istri yang lain pada 1 Tawarikh 3:1-9 yakni:
1.Ahinoam, perempuan Yizreel
2.Abigail, perempuan Karmel;
3.Maakha, yakni anak perempuan Talmai, raja Gesur
4.Hagit
5.Abital
6.Egla
7.Batsyua(Betsyeba) binti Amiel
Belum terhitung adalah para budak hamba Nabi Daud
Poligami Nabi Musa
Dengan Ziporah di Keluaran 2:21 Musa bersedia tinggal di rumah itu, lalu diberikan Rehuellah Zipora, anaknya, kepada Musa.
Dengan perempuan Kush di Bilangan 12:1. And Miriam and Aaron spake
against Moses because of the Ethiopian woman whom he had married: for he
had married an Ethiopian woman.
dalam ALKITAB LAI di terjemahkan”12:1. Miryam serta Harun mengatai Musa
berkenaan dengan perempuan Kush yang diambilnya, sebab memang ia telah
mengambil seorang perempuan Kush.”
POLIGAMI MENURUT ALKITAB
Berdasarkan uraian di atas, baik ALKITAB maupun ALQURAN sebenarnya
memperbolehkan poligami. Bahkan, Martin Luther sang reformatori (Bapak
kaum Evangelist) dalam bukunya “Der Beichrat” – (The Confessional
Advice) – mengijinkan Pangeran Landgrave Philipp von Hesse melakukan
poligami. Ini lebih baik daripada Pangeran itu meneruskan kebiasaan
kumpul kebo dan sex bebasnya. (Sumber Literatur : http://en.wikipedia.org/wiki/Polygamy#Christianity)
Beberapa tahun sebelumnya, Martin Luther dalam suratnya kepada
Kanselerir Saxon Gregor Brueck mengatakan poligami itu bahkan tidak
bertentangan dengan Alkitab. – “Ego sane fateor, me non posse prohibere,
si quis plures velit uxores ducere, nec repugnat sacris literis.“
(Sumber Literatur : http://en.wikipedia.org/wiki/Polygamy#Christianity)
Artinya “ I could not forbid a person to marry several wives, for it
does not contradict Scripture.” yaitoe bermakna “Aku tak bisa melarang
pria yang menikahi beberapa istri karena hal ini tidak bertentangan
dengan ALKITAB).
POLIGAMI MENURUT ISLAM
Berbeda dengan Kristen yang memperbolehkan zina, Islam melarang zina dan
memperbolehkan beristri lebih dari satu orang dan boleh beristri
maksimal empat orang istri. Sepanjang hayatnya, Nabi Muhammad SAW lebih
lama bermonogami daripada berpoligami. Monogami dilakukan Nabi di tengah
masyarakat yang menganggap poligami adalah lumrah. Rumah tangga Nabi
SAW bersama istri tunggalnya, Khadijah binti Khuwalid RA, berlangsung
selama 28 tahun. Baru kemudian, dua tahun sepeninggal Khadijah, Nabi
berpoligami. Itu pun dijalani hanya sekitar delapan tahun dari sisa
hidup beliau. Dari kalkulasi ini, sebenarnya tidak beralasan bila ada
pernyataan “poligami itu sunah”.
UNGKAPAN “poligami itu sunah” sering digunakan sebagai pembenaran poligami.
Namun, berlindung pada pernyataan itu, sebenarnya bentuk lain dari
pengalihan tanggung jawab atas tuntutan untuk berlaku adil karena pada
kenyataannya, sebagaimana ditegaskan Al Quran, berlaku adil sangat sulit
dilakukan (QS An-Nisa: 129).
DALIL “poligami adalah sunah” biasanya diajukan karena sandaran kepada
teks ayat Al Quran (QS An-Nisa, 4: 2-3) lebih mudah dipatahkan.
Satu-satunya ayat yang berbicara tentang poligami sebenarnya tidak
mengungkapkan hal itu pada konteks memotivasi, apalagi mengapresiasi
poligami. Ayat ini meletakkan poligami pada konteks perlindungan
terhadap yatim piatu dan janda korban perang.
Dari kedua ayat itu, beberapa ulama kontemporer, seperti Syekh Muhammad
Abduh, Syekh Rashid Ridha, dan Syekh Muhammad al-Madan –ketiganya ulama
terkemuka Azhar Mesir– lebih memilih memperketat. Lebih jauh Abduh
menyatakan, poligami adalah penyimpangan dari relasi perkawinan yang
wajar dan hanya dibenarkan secara syar’i dalam keadaan darurat sosial,
seperti perang, dengan syarat tidak menimbulkan kerusakan dan kezaliman
(Tafsir al-Manar, 4/287).
Anehnya, ayat tersebut bagi kalangan yang pro poligami dipelintir
menjadi “hak penuh” laki-laki untuk berpoligami. Dalih mereka, perbuatan
itu untuk mengikuti sunah Nabi Muhammad SAW. Menjadi menggelikan ketika
praktik poligami bahkan dipakai sebagai tolok ukur keislaman seseorang:
semakin aktif berpoligami dianggap semakin baik posisi keagamaannya.
Atau, semakin bersabar seorang istri menerima permaduan, semakin baik
kualitas imannya. Slogan-slogan yang sering dimunculkan misalnya,
“poligami membawa berkah,” atau “poligami itu indah,” dan yang lebih
populer adalah “poligami itu sunah.”
Dalam definisi fikih Islam, sunah berarti tindakan yang baik untuk
dilakukan. Umumnya mengacu kepada perilaku Nabi. Namun, amalan poligami,
yang dinisbatkan kepada Nabi, ini jelas sangat distorsif. Alasannya,
jika memang dianggap sunah, mengapa Nabi tidak melakukannya sejak
pertama kali berumah tangga?
Nyatanya, sepanjang hayatnya, Nabi lebih lama bermonogami daripada
berpoligami. Monogami dilakukan Nabi selama 28 tahun. Sedangkan,
poligami hanya sekitar 8 tahun dari sisa hidup beliau. Dari kalkulasi
ini, sebenarnya tidak beralasan pernyataan “poligami itu sunah”.
Sunah, seperti yang didefinisikan Imam Syafi’i (w. 204 H), adalah
penerapan Nabi SAW terhadap wahyu yang diturunkan. Pada kasus poligami
Nabi sedang mengejawantahkan Ayat An-Nisa 2-3 mengenai perlindungan
terhadap janda mati dan anak-anak yatim. Dengan menelusuri kitab Jami’
al-Ushul (kompilasi dari enam kitab hadis ternama) karya Imam Ibn
al-Atsir (544-606H), kita dapat menemukan bukti bahwa poligami Nabi
adalah media untuk menyelesaikan persoalan sosial saat itu, ketika
lembaga sosial yang ada belum cukup kukuh untuk solusi.
Bukti bahwa perkawinan Nabi untuk penyelesaian problem sosial bisa
dilihat pada teks-teks hadis yang membicarakan perkawinan-perkawinan
Nabi. Kebanyakan dari mereka adalah janda mati, kecuali Aisyah binti Abu
Bakar RA.
Selain itu, sebagai rekaman sejarah jurisprudensi Islam, ungkapan
“poligami itu sunah” juga merupakan reduksi yang sangat besar. Nikah
saja, menurut fikih, memiliki berbagai predikat hukum, tergantung
kondisi calon suami, calon istri, atau kondisi masyarakatnya. Nikah bisa
wajib, sunah, mubah (boleh), atau sekadar diizinkan. Bahkan, Imam
al-Alusi dalam tafsirnya, Rûh al-Ma’âni, menyatakan, nikah bisa
diharamkan ketika calon suami tahu dirinya tidak akan bisa memenuhi
hak-hak istri, apalagi sampai menyakiti dan mencelakakannya. Demikian
halnya dengan poligami. Karena itu, Muhammad Abduh dengan melihat
kondisi Mesir saat itu, lebih memilih mengharamkan poligami.
Nabi dan larangan poligami
Dalam kitab Ibn al-Atsir, poligami yang dilakukan Nabi adalah upaya
transformasi sosial (lihat pada Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 108-179).
Mekanisme poligami yang diterapkan Nabi merupakan strategi untuk
meningkatkan kedudukan perempuan dalam tradisi feodal Arab pada abad
ke-7 M. Saat itu, nilai sosial seorang perempuan dan janda sedemikian
rendah sehingga seorang laki-laki dapat beristri sebanyak mereka suka.
Sebaliknya, yang dilakukan Nabi adalah membatasi praktik poligami,
mengkritik perilaku sewenang-wenang, dan menegaskan keharusan berlaku
adil dalam berpoligami.
Ketika Nabi melihat sebagian sahabat telah mengawini delapan sampai
sepuluh perempuan, mereka diminta menceraikan dan menyisakan hanya
empat. Itulah yang dilakukan Nabi kepada Ghilan bin Salamah ats-Tsaqafi
RA, Wahb al-Asadi, dan Qais bin al-Harits. Dan, inilah pernyataan
eksplisit dalam pembatasan terhadap kebiasan poligami yang awalnya tanpa
batas sama sekali.
Pada banyak kesempatan, Nabi justru lebih banyak menekankan “prinsip
keadilan berpoligami”. Dalam sebuah ungkapan dinyatakan: “Barangsiapa
yang mengawini dua perempuan, sedangkan ia tidak bisa berbuat adil
kepada keduanya, pada hari akhirat nanti separuh tubuhnya akan lepas dan
terputus” (Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 168, nomor hadis: 9049). Bahkan,
dalam berbagai kesempatan, Nabi SAW menekankan pentingnya bersikap sabar
dan menjaga perasaan istri.
Teks-teks hadis poligami sebenarnya mengarah kepada kritik, pelurusan,
dan pengembalian pada prinsip keadilan. Dari sudut ini, pernyataan
“poligami itu sunah” sangat bertentangan dengan apa yang disampaikan
Nabi. Apalagi dengan melihat pernyataan dan sikap Nabi yang sangat tegas
menolak poligami Ali bin Abi Thalib RA. Anehnya, teks hadis ini jarang
dimunculkan kalangan pro poligami. Padahal, teks ini diriwayatkan para
ulama hadis terkemuka: Bukhari, Muslim, Turmudzi, dan Ibn Majah.
Nabi SAW marah besar ketika mendengar putri beliau, Fathimah binti
Muhammad SAW, akan dipoligami Ali bin Abi Thalib RA. Ketika mendengar
rencana itu, Nabi pun langsung masuk ke masjid dan naik mimbar, lalu
berseru: “Beberapa keluarga Bani Hasyim bin al-Mughirah meminta izin
kepadaku untuk mengawinkan putri mereka dengan Ali bin Abi Thalib.
Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan
mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib
menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka. Ketahuilah,
putriku itu bagian dariku; apa yang mengganggu perasaannya adalah
menggangguku juga, apa yang menyakiti hatinya adalah menyakiti hatiku
juga.” (Jâmi’ al-Ushûl, juz XII, 162, nomor hadis: 9026).
Sama dengan Nabi yang berbicara tentang Fathimah, hampir setiap orangtua
tidak akan rela jika putrinya dimadu. Seperti dikatakan Nabi, poligami
akan menyakiti hati perempuan, dan juga menyakiti hati orangtuanya.
Jika pernyataan Nabi ini dijadikan dasar, maka bisa dipastikan yang
sunah justru adalah tidak mempraktikkan poligami karena itu yang tidak
dikehendaki Nabi. Dan, Ali bin Abi Thalib RA sendiri tetap bermonogami
sampai Fathimah RA wafat.
Poligami tak butuh dukungan teks
Sebenarnya, praktik poligami bukanlah persoalan teks, berkah, apalagi
sunah, melainkan persoalan budaya. Dalam pemahaman budaya, praktik
poligami dapat dilihat dari tingkatan sosial yang berbeda.
Bagi kalangan miskin atau petani dalam tradisi agraris, poligami
dianggap sebagai strategi pertahanan hidup untuk penghematan pengelolaan
sumber daya. Tanpa susah payah, lewat poligami akan diperoleh tenaga
kerja ganda tanpa upah. Kultur ini dibawa migrasi ke kota meskipun
stuktur masyarakat telah berubah. Sementara untuk kalangan priayi,
poligami tak lain dari bentuk pembendamatian perempuan. Ia disepadankan
dengan harta dan takhta yang berguna untuk mendukung penyempurnaan
derajat sosial lelaki.
Dari cara pandang budaya memang menjadi jelas bahwa poligami merupakan
proses dehumanisasi perempuan. Mengambil pandangan ahli pendidikan
Freire, dehumanisasi dalam konteks poligami terlihat mana kala perempuan
yang dipoligami mengalami self-depreciation. Mereka membenarkan, bahkan
bersetuju dengan tindakan poligami meskipun mengalami penderitaan lahir
batin luar biasa. Tak sedikit di antara mereka yang menganggap
penderitaan itu adalah pengorbanan yang sudah sepatutnya dijalani, atau
poligami itu terjadi karena kesalahannya sendiri.
Dalam kerangka demografi, para pelaku poligami kerap mengemukakan
argumen statistik. Bahwa apa yang mereka lakukan hanyalah kerja bakti
untuk menutupi kesenjangan jumlah penduduk yang tidak seimbang antara
lelaki dan perempuan. Tentu saja argumen ini malah menjadi bahan
tertawaan. Sebab, secara statistik, meskipun jumlah perempuan sedikit
lebih tinggi, namun itu hanya terjadi pada usia di atas 65 tahun atau di
bawah 20 tahun. Bahkan, di dalam kelompok umur 25-29 tahun, 30-34
tahun, dan 45-49 tahun jumlah lelaki lebih tinggi. (Sensus DKI dan
Nasional tahun 2000; terima kasih kepada lembaga penelitian IHS yang
telah memasok data ini).
Namun, jika argumen agama akan digunakan, maka sebagaimana prinsip yang
dikandung dari teks-teks keagamaan itu, dasar poligami seharusnya
dilihat sebagai jalan darurat. Dalam kaidah fikih Islam, kedaruratan
memang diperkenankan. Ini sama halnya dengan memakan bangkai; suatu
tindakan yang dibenarkan manakala tidak ada yang lain yang bisa dimakan
kecuali bangkai.
Dalam karakter fikih Islam, sebenarnya pilihan monogami atau poligami
dianggap persoalan parsial. Predikat hukumnya akan mengikuti kondisi
ruang dan waktu. Perilaku Nabi sendiri menunjukkan betapa persoalan ini
bisa berbeda dan berubah dari satu kondisi ke kondisi lain. Karena itu,
pilihan monogami-poligami bukanlah sesuatu yang prinsip. Yang prinsip
adalah keharusan untuk selalu merujuk pada prinsip-prinsip dasar
syariah, yaitu keadilan, membawa kemaslahatan dan tidak mendatangkan
mudarat atau kerusakan (mafsadah).
Dan, manakala diterapkan, maka untuk mengidentifikasi nilai-nilai
prinsipal dalam kaitannya dengan praktik poligami ini, semestinya
perempuan diletakkan sebagai subyek penentu keadilan. Ini prinsip karena
merekalah yang secara langsung menerima akibat poligami. Dan, untuk
pengujian nilai-nilai ini haruslah dilakukan secara empiris,
interdisipliner, dan obyektif dengan melihat efek poligami dalam
realitas sosial masyarakat.
Dan, ketika ukuran itu diterapkan, sebagaimana disaksikan Muhammad
Abduh, ternyata yang terjadi lebih banyak menghasilkan keburukan
daripada kebaikan. Karena itulah Abduh kemudian meminta pelarangan
poligami.
Dalam konteks ini, Abduh menyitir teks hadis Nabi SAW: “Tidak dibenarkan
segala bentuk kerusakan (dharar) terhadap diri atau orang lain.”
(Jâmi’a al-Ushûl, VII, 412, nomor hadis: 4926). Ungkapan ini tentu lebih
prinsip dari pernyataan “poligami itu sunah”.
SYARAT-SYARAT POLIGAMI DALAM ISLAM
Beberapa ulama Islam, setelah meninjau ayat-ayat tentang poligami,
mereka telah menetapkan bahwa menurut asalnya, Islam sebenamya ialah
monogami. Terdapat ayat yang mengandung ancaman serta peringatan agar
tidak disalah gunakan poligami itu di tempat-tempat yang tidak wajar.
Ini semua bertujuan supaya tidak terjadinya kezaliman. Tetapi, poligami
diperbolehkan dalam Islam dengan syarat ia dilakukan pada masa-masa
terdesak untuk mengatasi perkara yang tidak dapat diatasi dengan jalan
lain. Atau dengan kata lain bahwa poligami itu diperbolehkan oleh Islam
dan tidak dilarang kecuali jikalau dikhawatirkan bahwa kebaikannya akan
dikalahkan oleh keburukannya.
Jadi, sebagaimana talaq, begitu jugalah halnya dengan poligami yang
diperbolehkan kaeana hendak mencari jalan keluar dari kesulitan. Islam
memperbolehkan umatnya berpoligami berdasarkan nas-nas syariat serta
realitas keadaan masyarakat. Ini berarti ia tidak boleh dilakukan dengan
sewenang-wenangnya demi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat Islam,
demi untuk menjaga ketinggian budi pekerti dan nilai kaum Muslimin.
Oleh karena itu, apabila seorang lelaki Muslim akan berpoligami, hendaklah dia memenuhi syarat-syarat sebagai berikut;
1. Membatasi jumlah isteri yang akan dinikahinya. Syarat ini telah disebutkan oleh Allah (SWT) dengan firman-Nya;
“Maka bernikahlah dengan sesiapa yang kamu ber-kenan dari
perempuan-perempuan (lain): dua, tiga atau empat.” (Al-Qur’an, Surah
an-Nisak ayat 3)
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahwa Allah telah menetapkan
seseorang itu menikah tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi,
Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat
saja.
Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan
perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya. Di samping itu, dengan
pembatasan empat orang isteri, diharapkan jangan sampai ada lelaki yang
tidak menemukan isteri atau ada pula wanita yang tidak menemukan suami.
Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka akan banyak
wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat,
mungkin terjadi banyak lelaki tidak memperoleh isteri.
2. Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali
persaudaraan menjadi isterinya. Misalnya, menikah dengan kakak dan adik,
ibu dan anaknya, anak saudara dengan emak saudara baik sebelah ayah
mahupun ibu.
Tujuan pengharaman ini ialah untuk menjaga silaturrahim antara
anggota-anggota keluarga. Rasulullah (s.a.w.) bersabda, maksudnya;
“Sesungguhnya kalau kamu berbuat yang demikian itu, akibatnya kamu akan
memutuskan silaturrahim di antara sesama kamu.” (Hadis riwayat Bukhari
& Muslim)
Kemudian dalam hadis berikut, Rasulullah (s.a.w.) juga memperkuatkan larangan ini, maksudnya;
Bahwa Urnmu Habibah (isteri Rasulullah) mengusulkan agar baginda
menikahi adiknya. Maka beliau menjawab; “Sesungguhnya dia tidak halal
untukku.” (Hadis riwayat Bukhari dan Nasa’i)
Seorang sahabat bernama Fairuz Ad-Dailamy setelah memeluk agama Islam,
beliau memberitahu kepada Rasulullah bahwa beliau mempunyai isteri yang
kakak beradik. Maka Rasulullah menyuruhnya memilih salah seorang di
antara mereka dan menceraikan yang satunya lagi. Jadi telah disepakati
tentang haramnya mengumpulkan kakak beradik ini di dalam Islam.
3. Disyaratkan pula berlaku adil, sebagaimana yang difirmankan Allah (SWT);
“Kemudian jika kamu bimbang tidak dapat berlaku adil (di antara
isteri-isteri kamu), maka (nikahlah dengan) seorang sahaja, atau
(pakailah) hamba-hamba perempuan yang kaumiliki. Yang demikian itu
adalah lebih dekat (untuk mencegah) supaya kamu tidak melakukan
kezaliman.” (Al-Qur’an, Surah an-Nisak ayat 3)
Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil
jika akan berpoligami. Andaikan takut tidak dapat berlaku adil kalau
sampai empat orang isteri, cukuplah tiga orang sahaja. Tetapi kalau
itupun masih juga tidak dapat adil, cukuplah dua sahaja. Dan kalau dua
itu pun masih khuatir tidak boleh berlaku adil, maka hendaklah menikah
dengan seorang sahaja.
Para mufassirin berpendapat bahwa berlaku adil itu wajib. Adil di sini
bukanlah bererti hanya adil terhadap para isteri sahaja, tetapi
mengandungi erti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang
suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a) Berlaku adil terhadap dirinya sendiri.
Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk
bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa
orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah
menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
b) Adil di antara para isteri.
Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa
kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal
dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami.
Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib, berdasarkan firman
Allah dalam Surah an-Nisak ayat 3 dan juga sunnah Rasul. Rasulullah
(s.a.w.) bersabda, maksudnya;
“Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, lalu dia cenderung kepada
salah seorang di antaranya dan tidak berlaku adil antara mereka berdua,
maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan keadaan pinggangnya
miring hampir jatuh sebelah.” (Hadis riwayat Ahmad bin Hanbal)
i) Adil memberikan nafkah.
Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak
mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahwa si
isteri itu kaya atau ada sumber kewangannya, kecuali kalau si isteri itu
rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam
soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada
seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab
tertentu. Misalnya, si isteri tersebut sakit dan memerlukan biaya
rawatan sebagai tambahan.
Prinsip adil ini tidak ada perbezaannya antara gadis dan janda, isteri
lama atau isteri baru, isteri yang masih muda atau yang sudah tua, yang
cantik atau yang tidak cantik, yang berpendidikan tinggi atau yang buta
huruf, kaya atau miskin, yang sakit atau yang sihat, yang mandul atau
yang dapat melahirkan. Kesemuanya mempunyai hak yang sama sebagai
isteri.
ii) Adil dalam menyediakan tempat tinggal.
Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahwa suami
bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk
tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami.
Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kesejahteraan isteri-isteri,
jangan sampai timbul rasa cemburu atau pertengkaran yang tidak diingini.
iii) Adil dalam giliran.
Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di
rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang
lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri
satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri
yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas
atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab, tujuan pernikahan
dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan ‘hubungan seks’ dengan
isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan
kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri.
Hal ini diterangkan Allah dengan firman-Nya;
“Dan di antara tanda-tanda yang membuktikan kekuasaan-Nya, dan
rahmat-Nya, bahwa la menciptakan untuk kamu (wahai kaum lelaki),
isteri-isteri dari jenis kamu sendiri, supaya kamu bersenang hati dan
hidup mesra dengannya, dan dijadikan-Nya di antara kamu (suami isteri)
perasaan kasih sayang dan belas kasihan. Sesungguhnya yang demikian itu
mengandungi keterangan-keterangan (yang menimbulkan kesedaran) bagi
orang-orang yang berfikir.” (Al-Qur’an, Surah ar-Ruum ayat 21)
Andaikan suami tidak bersikap adil kepada isteri-isterinya, dia
berdosa dan akan menerima seksaan dari Allah (SWT) pada hari kiamat
dengan tanda-tanda berjalan dalam keadaan pinggangnya miring. Hal ini
akan disaksikan oleh seluruh umat manusia sejak Nabi Adam sampai ke anak
cucunya.
Firman Allah (SWT) dalam Surah az-Zalzalah ayat 7 hingga 8;
“Maka sesiapa berbuat kebajikan seberat zarrah, nescaya akan
dilihatnya (dalam surat amalnya)! Dan sesiapa berbuat kejahatan seberat
zarrah, nescaya akan dilihatnya (dalam surat amalnya).”
c) Anak-anak juga mempunyai hak untuk mendapatkan perlindungan, pemeliharaan serta kasih sayang yang adil dari seorang ayah.
Oleh itu, disyaratkan agar setiap suami yang berpoligami tidak
membeza-bezakan antara anak si anu dengan anak si anu. Berlaku adil
dalam soal nafkah anak-anak mestilah diperhatikan bahwa nafkah anak yang
masih kecil berbeza dengan anak yang sudah besar. Anak-anak perempuan
berbeza pula dengan anak-anak lelaki. Tidak kira dari ibu yang mana,
kesemuanya mereka berhak memiliki kasih sayang serta perhatian yang
seksama dari bapa mereka. Jangan sampai mereka diterlantarkan kerana
kecenderungan si bapa pada salah seorang isteri serta anak-anaknya
sahaja.
Keadilan juga sangat dituntut oleh Islam agar dengan demikian si
suami terpelihara dari sikap curang yang dapat merosakkan
rumahtangganya. Seterusnya, diharapkan pula dapat memelihara dari
terjadinya cerai-berai di antara anak-anak serta menghindarkan rasa
dendam di antara sesama isteri.
Sesungguhnya kalau diperhatikan tuntutan syarak dalam hal menegakkan
keadilan antara para isteri, nyatalah bahwa sukar sekali didapati orang
yang sanggup menegakkan keadilan itu dengan sewajarnya.
Bersikap adil dalam hal-hal menzahirkan cinta dan kasih sayang
terhadapisteri-isteri, adalah satu tanggungjawab yang sangat berat.
Walau bagaimanapun, ia termasuk perkara yang berada dalam kemampuan
manusia. Lain halnya dengan berlaku adil dalam soal kasih sayang,
kecenderungan hati dan perkara-perkara yang manusia tidak berkesanggupan
melakukannya, mengikut tabiat semulajadi manusia.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah difirmankan Allah dalam Surah an-Nisak ayat 129 yang berbunyi;
“Dan kamu tidak sekali-kali akan sanggup berlaku adil di antara
isteri-isteri kamu sekalipun kamu bersungguh-sungguh (hendak
melakukannya); oleh itu janganlah kamu cenderung dengan melampau-lampau
(berat sebelah kepada isteri yang kamu sayangi) sehingga kamu biarkan
isteri yang lain seperti benda yang tergantung (di awang-awang).”
Selanjutnya Siti ‘Aisyah (r.a.) menerangkan, maksudnya;
Bahwa Rasulullah (s.a.w.) selalu berlaku adil dalam mengadakan
pembahagian antara isteri-isterinya. Dan beliau berkata dalam doanya:
“Ya Allah, inilah kemampuanku membahagi apa yang ada dalam milikku. Ya
Allah, janganlah aku dimarahi dalam membahagi apa yang menjadi milikku
dan apa yang bukan milikku.”
Menurut Prof. Dr. Syeikh Mahmoud Syaltout; “Keadilan yang dijadikan
syarat diperbolehkan poligami berdasarkan ayat 3 Surah an-Nisak.
Kemudian pada ayat 129 Surah an-Nisak pula menyatakan bahwa keadilan itu
tidak mungkin dapat dipenuhi atau dilakukan. Sebenamya yang dimaksudkan
oleh kedua ayat di atas ialah keadilan yang dikehendaki itu bukanlah
keadilan yang menyempitkan dada kamu sehingga kamu merasakan keberatan
yang sangat terhadap poligami yang dihalalkan oleh Allah. Hanya saja
yang dikehendaki ialah jangan sampai kamu cenderung sepenuh-penuhnya
kepada salah seorang sahaja di antara para isteri kamu itu, lalu kamu
tinggalkan yang lain seperti tergantung-gantung.”
Kemudian Prof. Dr. T.M. Hasbi Ash-Shidieqy pula menerangkan; “Orang
yang boleh beristeri dua ialah yang percaya benar akan dirinya dapat
berlaku adil, yang sedikit pun tidak akan ada keraguannya. Jika dia
ragu, cukuplah seorang sahaja.”
“Adil yang dimaksudkan di sini ialah ‘kecondongan hati’. Dan ini
tentu amat sulit untuk dilakukan, sehingga poligami adalah suatu hal
yang sukar untuk dicapai. Jelasnya, poligami itu diperbolehkan secara
darurat bagi orang yang benar-benar percaya dapat berlaku adil.”
Selanjutnya beliau menegaskan, jangan sampai si suami membiarkan
salah seorang isterinya terkatung-katung, digantung tak bertali.
Hendaklah disingkirkan sikap condong kepada salah seorang isteri yang
menyebabkan seorang lagi kecewa. Adapun condong yang dimaafkan hanyalah
condong yang tidak dapat dilepaskan oleh setiap individu darinya, iaitu
condong hati kepada salah seorangnya yang tidak membawa kepada
mengurangkan hak yang seorang lagi.
Afif Ab. Fattah Tabbarah dalam bukunya Ruhuddinil Islami mengatakan;
“Makna adil di dalam ayat tersebut ialah persamaan; yang dikehendaki
ialah persamaan dalam hal pergaulan yang bersifat lahir seperti memberi
nafkah, tempat tinggal, tempat tidur, dan layanan yang baik, juga dalam
hal menunaikan tanggungjawab sebagai suami isteri.”
4. Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak.
Jadi, suami mesti yakin bahwa pernikahannya yang baru ini tidak akan
menjejaskan serta merosakkan kehidupan isteri serta anak-anaknya.
Kerana, diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga
kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan
baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.
5. Berkuasa menanggung nafkah. Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini
ialah nafkah zahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.) bersabda yang
bermaksud;
“Wahai sekalian pemuda, sesiapa di antara kamu yang berkuasa
mengeluarkan nafkah, maka hendaklah kamu bernikah. Dan sesiapa yang
tidak berkuasa, hendaklah berpuasa.”
Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap
kaum lelaki supaya bernikah tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan
nafkah kepada isterinya. Andaikan mereka tidak berkemampuan, maka tidak
digalakkan bernikah walaupun dia seorang yang sihat zahir serta
batinnya. Oleh itu, untuk menahan nafsu seksnya, dianjurkan agar
berpuasa. Jadi, kalau seorang isteri saja sudah kepayahan untuk memberi
nafkah, sudah tentulah Islam melarang orang yang demikian itu
berpoligami. Memberi nafkah kepada isteri adalah wajib sebaik sahaja
berlakunya suatu pernikahan, ketika suami telah memiliki isteri secara
mutlak. Begitu juga si isteri wajib mematuhi serta memberikan
perkhidmatan yang diperlukan dalam pergaulan sehari-hari.
Kesimpulan dari maksud kemampuan secara zahir ialah;
i) Mampu memberi nafkah asas seperti pakaian dan makan minum.
ii) Mampu menyediakan tempat tinggal yang wajar.
iii) Mampu menyediakan kemudahan asas yang wajar seperti pendidikan dan sebagainya.
iv) Sihat tubuh badannya dan tidak berpenyakit yang boleh menyebabkan ia gagal memenuhi tuntutan nafkah zahir yang lain.
v) Mempunyai kemampuan dan keinginan seksual.
http://indonesiagotofaith.wordpress.com/2012/02/04/islam-melarang-zina-mendorong-pernikahan-memperbolehkan-poligami-tapi-tidak-mendorong-untuk-poligami/
ARTIKEL PILIHAN
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
BACA JUGA
DAFTAR LENGKAP ARTIKEL BLOG BAGINDAERY
-
►
2017
(50)
- ► 09/17 - 09/24 (3)
- ► 08/20 - 08/27 (4)
- ► 04/02 - 04/09 (7)
- ► 03/26 - 04/02 (5)
- ► 03/19 - 03/26 (9)
- ► 03/12 - 03/19 (15)
- ► 02/26 - 03/05 (7)
-
►
2016
(139)
- ► 12/18 - 12/25 (5)
- ► 12/11 - 12/18 (2)
- ► 11/13 - 11/20 (13)
- ► 11/06 - 11/13 (9)
- ► 07/24 - 07/31 (7)
- ► 07/17 - 07/24 (7)
- ► 07/03 - 07/10 (19)
- ► 06/26 - 07/03 (12)
- ► 06/19 - 06/26 (15)
- ► 06/12 - 06/19 (6)
- ► 05/08 - 05/15 (1)
- ► 04/10 - 04/17 (6)
- ► 02/14 - 02/21 (3)
- ► 02/07 - 02/14 (10)
- ► 01/31 - 02/07 (12)
- ► 01/24 - 01/31 (12)
-
►
2015
(281)
- ► 12/27 - 01/03 (19)
- ► 08/09 - 08/16 (3)
- ► 05/10 - 05/17 (10)
- ► 04/26 - 05/03 (3)
- ► 04/19 - 04/26 (28)
- ► 04/12 - 04/19 (39)
- ► 04/05 - 04/12 (93)
- ► 03/29 - 04/05 (64)
- ► 03/22 - 03/29 (13)
- ► 02/22 - 03/01 (3)
- ► 02/15 - 02/22 (5)
- ► 01/04 - 01/11 (1)
-
▼
2014
(1059)
- ► 12/28 - 01/04 (12)
- ► 12/21 - 12/28 (5)
- ► 11/23 - 11/30 (33)
- ► 11/09 - 11/16 (1)
- ► 11/02 - 11/09 (1)
- ► 10/26 - 11/02 (14)
- ► 10/05 - 10/12 (4)
- ► 09/28 - 10/05 (7)
- ► 08/24 - 08/31 (19)
- ► 08/10 - 08/17 (6)
- ► 08/03 - 08/10 (3)
- ► 07/13 - 07/20 (12)
- ► 07/06 - 07/13 (15)
- ► 06/29 - 07/06 (7)
- ► 06/22 - 06/29 (5)
- ► 06/15 - 06/22 (7)
- ► 06/08 - 06/15 (29)
- ► 06/01 - 06/08 (34)
- ► 05/25 - 06/01 (3)
- ► 05/18 - 05/25 (7)
- ► 05/11 - 05/18 (4)
- ► 04/27 - 05/04 (1)
- ► 04/20 - 04/27 (19)
- ► 04/13 - 04/20 (18)
- ► 04/06 - 04/13 (13)
- ► 03/30 - 04/06 (19)
- ► 03/23 - 03/30 (31)
- ► 03/16 - 03/23 (51)
- ► 03/09 - 03/16 (56)
- ► 03/02 - 03/09 (80)
- ► 02/23 - 03/02 (78)
- ► 02/16 - 02/23 (41)
- ► 02/09 - 02/16 (54)
- ► 02/02 - 02/09 (61)
- ► 01/26 - 02/02 (68)
- ► 01/19 - 01/26 (57)
-
▼
01/12 - 01/19
(88)
- KISAH SEJARAH SITI ZUBAIDAH DAN SULTAN ZAINAL ABID...
- Merokok Dapat Membahayakan Masa Depan - Bahaya Mer...
- 7 Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Bahaya Rokok
- Tentang Bahaya Rokok - Bahaya Rokok Bagi Kesehatan...
- Hukum Merokok dalam Islam ( SIKAP ISLAM TERHADAP R...
- Tentang Rokok Dalam Islam: DALIL-DALIL SYAR’I TENT...
- Tentang Rokok Dalam Agama Islam - Hukum Rokok Dala...
- Artikel Islami Penerang Hati Pencerah Jiwa: Hati y...
- CIRI-CIRI WANITA YANG DIKEHENDAKI ISLAM ( wanita d...
- KETAHUILAH ISLAM BUKAN TERORIS (Kajian AlQur’an te...
- Islam Agama yang Damai - Islam Ajarkan Cinta Damai...
- Kisah Inspirasi Hidayah Islami: Sang Penari Denise...
- ISLAM ITU TIDAK RUMIT DAN TIDAK MEMBINGUNGKAN
- Islam, Fundamentalisme, dan Postmodernisme
- Kumpulan Gambar Iklan Jaman Dulu: 16 Gambar Iklan ...
- 7 Band Terbaik Sepanjang Tahun: 7 Band Lama Indone...
- Nostalgia Yuk, Era 80-90, Puncak Kejayaan Musik In...
- Berakhirnya Acara Hitam Putih - Tamatnya Acara "Hi...
- Benarkah Hitam Putih berhenti karena tak bisa bers...
- Acara Hitam Putih Dihentikan, Crew Pun Menangis
- Pengganti Acara Hitam Putih Trans 7: Program Pengg...
- Acara Deddy Corbuzier Hitam Putih Berakhir
- Kisah Inspiratif Islami: Tertundanya Kematian - In...
- Kisah Inspirasi Muslim: Cinta Seorang Anak Gembala
- Setan Penghalang Jodoh ( Iblis sangat membenci per...
- Kisah Islami yang Sangat Menarik: Dialog Uang Dala...
- Makna Di Balik Kisah Cinta: KELUHAN SEORANG ISTRI
- Makna Di Balik Kisah Cinta: Gendong Aku Sampai Aja...
- Islami Inspiratif: Kisah Takutnya Kekasih Allah SWT
- Tentang Kebersihan dalam Agama Islam: Kebersihan D...
- Inspiratif Islami: YAQAZAH – Rasulullah SAW sentia...
- Artikel Islami Inspiratif: Kekasih Allah Tidak Tak...
- Kisah Islami Menarik: Menangisnya Kekasih Allah
- Artikel Islami: Amalan Anak-anak Untuk Ibu Bapa Ya...
- Artikel Islami: Amalan Yang Mengalir Pahalanya Dan...
- Dibalik sebuah Kisah: Izinkan Aku Merindukanmu, Se...
- Kisah Seorang Anak yang Merindukan Ibu ( Kisah Ber...
- Kisah Nyata | Ibu Pulanglah Kami Merindukanmu.....
- Aku Merindukanmu, Ya Rasulallah…
- Wanita Muslim Terkaya Di Dunia: 10 Wanita Muslim T...
- Daftar 10 Orang Islam Terkaya Di Dunia - Orang Isl...
- Opini: Maulid Nabi dan Orang Saleh
- Artikel Islami: Masjid Walidain, Cermin Keindahan ...
- Kisah Inspiratif Islami: Yusuf Ali Bernier Kagum D...
- TAHUKAH ANDA? April Mop: Hari Dimana Umat Islam Di...
- Berita Aneh: Kisah 2 Kasus 'Aneh' di KBS Sebelum M...
- Artikel Islami: Pernikahan Menurut Islam dari Meng...
- Manusia yang Tidak Pernah Mandi Selama 60 Tahun ( ...
- Pernikahan dalam Agama Islam: Indahnya Pernikahan ...
- Perkawinan Dalam Islam: TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM
- Artikel Menarik Islami: Dewasa Itu Apa Sih
- Belajar Islam: Pelajaran Dasar Agama Islam
- Doa untuk Memperoleh Ketenangan: Doa Penawar Hati ...
- DOA PENAWAR HATI YANG DUKA & KESEDIHAN YANG MENDALAM
- Antara Soekarno dan Cahaya Islam: Kisah Soekarno t...
- Islam Sangatlah Indah: Scott Lynch, Anak Pendeta y...
- ( NO SARA ) Agama apa yang kau pegang? ( islam jal...
- Tips dan Cara bangun malam tuk Tahajud
- Dunia Dalam Pandangan Islam ( “Sesungguhnya dunia ...
- Toleransi Dalam Islam - Toleransi Umat Beragama da...
- Menanti Jodoh Dalam Islam: Tetap Tenang Saat Jodoh...
- Hidup Tenang Dalam Islam: 7 Kiat Hidup Tenang Dala...
- Ketenangan Dalam Islam: Penawar untuk tenang, gemb...
- Membuat Hati Tenang: Cara Membuat hati Tenang menu...
- Kisah Islami Terbaik: Hartono Tenang Setelah Kemba...
- Rahasia Kaya Raya dari Jepang: 10 Rahasia Sukses O...
- Rahasia Umur Panjang dari Jepang:10 Rahasia Panjan...
- Kisah Islami Terbaik - Kisah Pencuri Kain Kapan ya...
- Islam Agama yang Adil - Islam itu adil bukan persa...
- Daftar Situs Islami - Top 10 Website Islami - Kump...
- Kisah Hidayah Terbaik - Thierry Henry: Islam adala...
- Islam dan Kehidupan: Visi Hidup Menuntun Arah Masa...
- Hidup Islami: Mendidik Anak ke Arah Hidup Islami
- Kisah Islami Penuh Makna - Kisah Pria Korea Selata...
- Pengetahuan Tentang Islam: Hubungan Manusia dengan...
- Pengetahuan Tentang Islam: AL-ISLAM SEBAGAI SISTEM...
- Makna dalam Sebuah Kisah: Pengorbanan Ali bin Abi ...
- Tuhan Milik Siapa?
- Makna dalam Sebuah Kisah - Kisah Taubatnya Orang y...
- Islam Berlapis
- Lapor Tuhan
- Kisah Islami Bermanfaat: Bijaksana
- ( NO SARA ) Islam Menghormati Kebebasan Beragama, ...
- Indahnya Agama Islam: ISLAM MELARANG ZINA, MENDORO...
- ( NO SARA ) Ternyata Yesus Pun Mengharamkan Makan ...
- Islam ialah Agama yang Sangat Indah - ISLAM TIDAK ...
- Sebarkan! ( Mengenal Sistem Khilafah Islamiyyah )
- ( NO SARA ) Mengenal Agama Asli Indonesia - Agama-...
- ► 01/05 - 01/12 (96)
-
►
2013
(3222)
- ► 12/29 - 01/05 (104)
- ► 12/22 - 12/29 (124)
- ► 12/15 - 12/22 (86)
- ► 12/08 - 12/15 (70)
- ► 12/01 - 12/08 (84)
- ► 11/24 - 12/01 (79)
- ► 11/17 - 11/24 (48)
- ► 11/10 - 11/17 (64)
- ► 11/03 - 11/10 (52)
- ► 10/27 - 11/03 (65)
- ► 10/20 - 10/27 (78)
- ► 10/13 - 10/20 (102)
- ► 10/06 - 10/13 (84)
- ► 09/29 - 10/06 (111)
- ► 09/22 - 09/29 (129)
- ► 09/15 - 09/22 (128)
- ► 09/08 - 09/15 (153)
- ► 09/01 - 09/08 (164)
- ► 08/25 - 09/01 (160)
- ► 08/18 - 08/25 (104)
- ► 08/11 - 08/18 (156)
- ► 08/04 - 08/11 (322)
- ► 07/28 - 08/04 (108)
- ► 07/21 - 07/28 (104)
- ► 07/14 - 07/21 (59)
- ► 07/07 - 07/14 (24)
- ► 06/30 - 07/07 (12)
- ► 06/23 - 06/30 (35)
- ► 06/09 - 06/16 (40)
- ► 06/02 - 06/09 (11)
- ► 05/26 - 06/02 (51)
- ► 05/19 - 05/26 (13)
- ► 05/12 - 05/19 (4)
- ► 04/21 - 04/28 (6)
- ► 04/14 - 04/21 (21)
- ► 04/07 - 04/14 (8)
- ► 03/31 - 04/07 (75)
- ► 03/24 - 03/31 (62)
- ► 03/17 - 03/24 (53)
- ► 03/10 - 03/17 (30)
- ► 03/03 - 03/10 (2)
- ► 02/03 - 02/10 (19)
- ► 01/20 - 01/27 (18)
-
►
2012
(403)
- ► 12/30 - 01/06 (8)
- ► 12/16 - 12/23 (14)
- ► 12/09 - 12/16 (12)
- ► 12/02 - 12/09 (10)
- ► 10/28 - 11/04 (1)
- ► 08/12 - 08/19 (13)
- ► 08/05 - 08/12 (29)
- ► 07/29 - 08/05 (69)
- ► 07/22 - 07/29 (85)
- ► 07/15 - 07/22 (92)
- ► 07/08 - 07/15 (65)
- ► 07/01 - 07/08 (5)
-
►
2011
(1411)
- ► 08/14 - 08/21 (51)
- ► 08/07 - 08/14 (52)
- ► 07/31 - 08/07 (5)
- ► 07/10 - 07/17 (3)
- ► 07/03 - 07/10 (10)
- ► 05/29 - 06/05 (6)
- ► 05/15 - 05/22 (57)
- ► 05/08 - 05/15 (45)
- ► 05/01 - 05/08 (97)
- ► 04/24 - 05/01 (169)
- ► 04/17 - 04/24 (293)
- ► 04/10 - 04/17 (200)
- ► 04/03 - 04/10 (142)
- ► 03/27 - 04/03 (107)
- ► 03/20 - 03/27 (87)
- ► 03/13 - 03/20 (1)
- ► 03/06 - 03/13 (7)
- ► 02/20 - 02/27 (10)
- ► 02/13 - 02/20 (8)
- ► 02/06 - 02/13 (20)
- ► 01/30 - 02/06 (6)
- ► 01/23 - 01/30 (17)
- ► 01/16 - 01/23 (10)
- ► 01/02 - 01/09 (8)
-
►
2010
(2102)
- ► 12/26 - 01/02 (5)
- ► 12/19 - 12/26 (1)
- ► 11/14 - 11/21 (53)
- ► 11/07 - 11/14 (70)
- ► 10/31 - 11/07 (27)
- ► 10/24 - 10/31 (41)
- ► 10/17 - 10/24 (1)
- ► 10/10 - 10/17 (29)
- ► 10/03 - 10/10 (2)
- ► 09/26 - 10/03 (39)
- ► 09/19 - 09/26 (3)
- ► 08/15 - 08/22 (23)
- ► 08/08 - 08/15 (74)
- ► 08/01 - 08/08 (70)
- ► 07/25 - 08/01 (131)
- ► 07/18 - 07/25 (202)
- ► 07/11 - 07/18 (93)
- ► 07/04 - 07/11 (144)
- ► 06/27 - 07/04 (311)
- ► 06/20 - 06/27 (199)
- ► 06/13 - 06/20 (120)
- ► 06/06 - 06/13 (34)
- ► 05/30 - 06/06 (178)
- ► 05/23 - 05/30 (89)
- ► 05/16 - 05/23 (93)
- ► 05/09 - 05/16 (17)
- ► 05/02 - 05/09 (3)
- ► 04/18 - 04/25 (1)
- ► 04/11 - 04/18 (1)
- ► 02/07 - 02/14 (26)
- ► 01/24 - 01/31 (9)
- ► 01/17 - 01/24 (12)
- ► 01/03 - 01/10 (1)
-
►
2009
(3)
- ► 12/27 - 01/03 (3)
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com