Alloh Ta‘ala juga berfirman:
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan hari akhir serta tidak mengharamkan apa yang Alloh dan rosul-Nya haramkan dan tidak beragama dengan agama yang benar (Agama Alloh; Islam), yaitu orang-orang yang diberi kitab sampai mereka membayar jizyah dengan tangan sementara mereka dalam keadaan tunduk.”
Alloh Ta‘ala juga berfirman:
“Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu menjadi milik Alloh. Jika mereka berhenti, maka tidak ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang dzalim.”
Alloh Ta‘ala juga berfirman:
“Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu seluruhnya menjadi milik Alloh. Jika mereka berhenti, maka sesungguhnya Alloh Mahamelihat apa yang mereka kerjakan.”
Jadi, negara-negara di dunia ini, hubungannya dengan kaum muslimin adalah: Kalau bukan negara harbi (yang berstatus perang), maka negeri ‘ahd (yang terikat dengan perjanjian). Pada asalnya, keadaan negara kafir adalah negara harbi, boleh diperangi dengan segala bentuk jenis peperangan sebagaimana yang dilakukan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Dahulu, beliau pernah mencegat kafilah-kafilah milik negara-negara harbi sebagaimana beliau pernah mencegat kafilah kaum Quraisy. Beliau juga pernah mengambil penduduk negara-negara kafir sebagai gadai jika hal itu diperlukan seba-gaimana ketika beliau mengambil seorang lelaki dari Bani ‘Uqoil sebagai tawanan sebagai balasan dari dua orang tawanan dari shahabat beliau yang ditawan oleh Tsaqîf. Pernah juga beliau melakukan ightiyâl (membunuh dengan cara menculik atau menyergap diam-diam, penerj.) sebagaimana ketika beliau memerintahkan untuk melaku-kan ightiyâl terhadap Khôlid Al-Hudzalî dan Ka‘b Al-Asyrof serta Salamah bin Abil Huqoiq. Dua orang terakhir ini adalah orang kafir mu‘ahad (terikat perjanjian) lalu mereka berdua melanggar janjinya maka beliaupun memper-bolehkan untuk membunuh keduanya. Beliau juga memberikan fatwa untuk membunuh wanita, orang tua dan anak-anak dari negeri kafir harbi jika mereka tidak terpisahkan dan tidak mungkin bisa mencapai pasukan perang musuh tersebut kecuali dengan membunuh mereka, sebagaimana yang beliau lakukan juga di Thô’if, beliau membombardir mereka dengan munjanik. Jadi, negara-negara kafir harbi tidaklah memiliki batasan-batasan syar‘i yang melarang untuk menimpakan marabahaya kepada mereka kecuali kalau sengaja menyerang wanita, anak-anak dan orang tua jika mereka terpisah dan tidak membantu perang dan permusuhan, ditambah lagi jika kita tidak merasa perlu untuk melancarkan hukuman kepada orang kafir dengan balasan setimpal sebagaimana yang akan kita terangkan nanti.
Dan perang melawan orang kafir telah diwajibkan di mana saja mereka berada, di mana saja mereka dijumpai dan dapat dilumpuhkan sampai mereka mengucapkan Lâ ilâha illallôh (masuk Islam), di dalam Shohîh Muslim disebutkan dari Jâbir ia berkata: Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Lâ ilâha illallôh. Jika mereka sudah mengatakannya, darah dan harta mereka terlindungi dariku kecuali dengan haknya dan perhitungannya kepada Alloh.” Kemudian beliau membaca: Inamâ Anta Mudzakkir.. Lasta ‘Alaihim bimushothir.” (Tidak lain dirimu adalah pemberi peringatan, kamu tidak berkuasa atas mereka.)
Perdamaian sendiri adalah salah satu cabang dari hukum asal ini. Itu merupakan perkara yang datang belakangan yang dilakukan sesuai dengan nilai masla-hatnya bagi dîn (agama).
- Oleh karena itu, Asy-Syâfi‘î berkata dalam Al-Umm: “Karena asal kewajiban adalah memerangi orang-orang musyrik sampai mereka beriman atau memberikan jizyah.” Di bagian lain beliau mengatakan, “Memerangi mereka sampai masuk Islam adalah kewajiban jika memang memiliki kekuatan untuk menaklukkan mere-ka.”
- Ibnu Qudâmah berkata di dalam Al-Mughnî: “Minimal yang beliau lakukan adalah sekali dalam setahun –maksudnya jihad—sebab jizyah itu wajib dibayar setiap tahun atas ahlu dzimmah, jizyah ini sebagai ganti dari pertolongan yang diberikan; demikian juga dengan jihad, ia wajib dilakukan setahun sekali kecuali bagi orang yang berudzur seperti jika kaum muslimin masih lemah dalam hal jumlah personel dan logistik, atau sedang menunggu bantuan yang sedang ditunggu, atau jalan menuju mereka terdapat penghalang atau…dst.” Dari sini bisa difahami bahwa pada asalnya hubungan dengan orang kafir adalah senantiasa perang, bukan senantiasa damai.
Wallahu ta’ala a’lam bishshawab
Mu’allif syaikh Abu Qudamah An Najdi
Maktab AK 56


0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com