Kamis, 21 April 2011

HUKUM ASAL DARAH ORANG KAFIR

Perlu diketahui bahwa pada asalnya hubungan dengan orang kafir adalah hubungan perang serta halalnya darah serta harta mereka. Tidak ada damai dan perlindungan. Berdasarkan firman Alloh Ta‘ala: “Dan bunuhlah mereka di manapun kalian jumpai mereka dan usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu, dan fitnah itu lebih dahsyat daripada pembunuhan. Dan janganlah kalian perangi mereka di Masjidil Haram sampai mereka memerangi kalian. Maka jika mereka memerangi, perangilah mereka, demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.”

Alloh Ta‘ala juga berfirman:
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Alloh dan hari akhir serta tidak mengharamkan apa yang Alloh dan rosul-Nya haramkan dan tidak beragama dengan agama yang benar (Agama Alloh; Islam), yaitu orang-orang yang diberi kitab sampai mereka membayar jizyah dengan tangan sementara mereka dalam keadaan tunduk.”

Alloh Ta‘ala juga berfirman:
“Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu menjadi milik Alloh. Jika mereka berhenti, maka tidak ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang dzalim.”

Alloh Ta‘ala juga berfirman:
“Dan perangilah mereka sampai tidak ada fitnah dan agama itu seluruhnya menjadi milik Alloh. Jika mereka berhenti, maka sesungguhnya Alloh Mahamelihat apa yang mereka kerjakan.”

Jadi, negara-negara di dunia ini, hubungannya dengan kaum muslimin adalah: Kalau bukan negara harbi (yang berstatus perang), maka negeri ‘ahd (yang terikat dengan perjanjian). Pada asalnya, keadaan negara kafir adalah negara harbi, boleh diperangi dengan segala bentuk jenis peperangan sebagaimana yang dilakukan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam. Dahulu, beliau pernah mencegat kafilah-kafilah milik negara-negara harbi sebagaimana beliau pernah mencegat kafilah kaum Quraisy. Beliau juga pernah mengambil penduduk negara-negara kafir sebagai gadai jika hal itu diperlukan seba-gaimana ketika beliau mengambil seorang lelaki dari Bani ‘Uqoil sebagai tawanan sebagai balasan dari dua orang tawanan dari shahabat beliau yang ditawan oleh Tsaqîf. Pernah juga beliau melakukan ightiyâl (membunuh dengan cara menculik atau menyergap diam-diam, penerj.) sebagaimana ketika beliau memerintahkan untuk melaku-kan ightiyâl terhadap Khôlid Al-Hudzalî dan Ka‘b Al-Asyrof serta Salamah bin Abil Huqoiq. Dua orang terakhir ini adalah orang kafir mu‘ahad (terikat perjanjian) lalu mereka berdua melanggar janjinya maka beliaupun memper-bolehkan untuk membunuh keduanya. Beliau juga memberikan fatwa untuk membunuh wanita, orang tua dan anak-anak dari negeri kafir harbi jika mereka tidak terpisahkan dan tidak mungkin bisa mencapai pasukan perang musuh tersebut kecuali dengan membunuh mereka, sebagaimana yang beliau lakukan juga di Thô’if, beliau membombardir mereka dengan munjanik. Jadi, negara-negara kafir harbi tidaklah memiliki batasan-batasan syar‘i yang melarang untuk menimpakan marabahaya kepada mereka kecuali kalau sengaja menyerang wanita, anak-anak dan orang tua jika mereka terpisah dan tidak membantu perang dan permusuhan, ditambah lagi jika kita tidak merasa perlu untuk melancarkan hukuman kepada orang kafir dengan balasan setimpal sebagaimana yang akan kita terangkan nanti.
Jadi, negara terbagi menjadi dua, harbi –dan inilah hubungan asli terhadapnya– dan negara mu‘ahad. Ibnul Qoyyim berkata di dalam Zâdul Ma‘âd (III/ 159) menyebutkan tentang keadaan Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam pasca hijroh: “Kemudian, keadaan orang-orang kafir bersama beliau setelah perintah jihad ada tiga macam: Orang kafir yang terikat perjanjian damai dan gencatan senjata, orang kafir harbi dan orang kafir dzimmî.” Sedangkan negara-negara yang kita bahas di atas tidak akan menjadi dzimmî, tetapi kalau tidak harbi ya mu‘ahad; mengenai dzimmah, itu adalah hak personal di negeri Islam. Dan jika orang kafir itu tidak menjadi mu‘âhad atau dzimmî, maka pada asalnya dia adalah harbi; halal darah, harta dan kehormatannya (artinya boleh dijadikan budak, penerj.). Syaikhul Islam berkata di dalam Al-Fatâwâ (32/ 343), “Dan jika kafir harbî, maka peperangan yang ia lancarkan (terhadap kaum muslimin) menjadikan halal hukumnya untuk membunuhnya, mengambil hartanya dan menjadikannya sebagai budak.”

Disebutkan dalam riwayat Bukhôrî dari Ibnu ‘Abbâs ra mengenai klasifikasi orang-orang musyrik di zaman Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam, beliau mengatakan, “Orang-orang musyrik berada dalam dua posisi dari Nabi Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam dan kaum mukminin: orang musyrik harbi, beliau memerangi mereka dan mereka memerangi beliau; dan kaum musyrik yang mengikat perjanjian damai, beliau tidak memerangi mereka dan mereka tidak memerangi beliau.”

Dan perang melawan orang kafir telah diwajibkan di mana saja mereka berada, di mana saja mereka dijumpai dan dapat dilumpuhkan sampai mereka mengucapkan Lâ ilâha illallôh (masuk Islam), di dalam Shohîh Muslim disebutkan dari Jâbir ia berkata: Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka mengucapkan Lâ ilâha illallôh. Jika mereka sudah mengatakannya, darah dan harta mereka terlindungi dariku kecuali dengan haknya dan perhitungannya kepada Alloh.” Kemudian beliau membaca: Inamâ Anta Mudzakkir.. Lasta ‘Alaihim bimushothir.” (Tidak lain dirimu adalah pemberi peringatan, kamu tidak berkuasa atas mereka.)

Perdamaian sendiri adalah salah satu cabang dari hukum asal ini. Itu merupakan perkara yang datang belakangan yang dilakukan sesuai dengan nilai masla-hatnya bagi dîn (agama).
- Oleh karena itu, Asy-Syâfi‘î berkata dalam Al-Umm: “Karena asal kewajiban adalah memerangi orang-orang musyrik sampai mereka beriman atau memberikan jizyah.” Di bagian lain beliau mengatakan, “Memerangi mereka sampai masuk Islam adalah kewajiban jika memang memiliki kekuatan untuk menaklukkan mere-ka.”

- Ibnu Qudâmah berkata di dalam Al-Mughnî: “Minimal yang beliau lakukan adalah sekali dalam setahun –maksudnya jihad—sebab jizyah itu wajib dibayar setiap tahun atas ahlu dzimmah, jizyah ini sebagai ganti dari pertolongan yang diberikan; demikian juga dengan jihad, ia wajib dilakukan setahun sekali kecuali bagi orang yang berudzur seperti jika kaum muslimin masih lemah dalam hal jumlah personel dan logistik, atau sedang menunggu bantuan yang sedang ditunggu, atau jalan menuju mereka terdapat penghalang atau…dst.” Dari sini bisa difahami bahwa pada asalnya hubungan dengan orang kafir adalah senantiasa perang, bukan senantiasa damai.

Sesungguhnya syari‘at mengharamkan darah kaum muslimin dan haram menodai kehormatan mereka atau menghalalkan harta mereka, atau menimpakan marabahaya kepada mereka dengan bentuk apapun, baik secara langsung maupun tidak, kecuali bila didasari dengan tuntutan syar‘I berdasarkan sabda Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi wa Sallam: “Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: nyawa dibalas nyawa, orang sudah menikah kemudian berzina dan yang meninggalkan agamanya serta memisahkan diri dari jama‘ah.” Tiga kondisi dalam hadits inilah yang menjadikan darah kaum muslimin halal, walaupun masih ada perselisihan pendapat di kalangan para fuqoha’ mengenai apakah hadits ini untuk membatasi atau sebagai permisa-lan saja.

Hanya saja, untuk non muslim hukum asalnya tidak haram, tapi sebaliknya; asalnya adalah halal. Maka orang kafir itu halal darah, harta dan kehormatannya –artinya untuk dijadikan tawanan—. Darah, harta dan kehorma-tannya serta menimpakan bahaya kepadanya tidaklah haram kecuali bila ada hukum yang muncul kemudian seperti terjalinnya ikatan janji, adanya jaminan (dzimmah) dan jaminan keamanan. Adapun kaum wanita, anak kecil, orang tua dan orang yang tidak turut menjadi pasukan perang (bukan kelompok militer atau rakyat sipil dalam istilah kita, penerj.) dan bukan orang yang membantu peperangan maka hukum asalnya adalah terlindungi, karena ada nash khusus yang berlaku atas mereka.


Wallahu ta’ala a’lam bishshawab
Mu’allif syaikh Abu Qudamah An Najdi
Maktab AK 56

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.

Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.

( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )

Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.

Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar

Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com