http://bacaanmenarikku.wordpress.com/2013/08/22/cerita-dilema-ini-kesedihan-atau-kebahagiaan/
Sesuatu yang tidak pernah saya duga sebelumnya, Ternyata benar-benar saya lihat. Takdir dan kuasa Allah berkehendak atas ini. Dan saya mungkin bisa bersyukur atas apa yang saya lihat saat itu. Walaupun saya tidak dapat merasakannya. Namun hati seakan mampu dan peka untuk merasakan itu semua.
Bulan puasa tahun lalu membawa kebahagiaan yang teramat indah bagi saya dan keluarga. Abah, Ibuk, saya, dan adek saya turut merasakan sebuah kabar baik yang membahagiakan ini. Bagaimana tidak? Ibuk sekarang tengah mengandung calon malaikat kecil di rumah kami yang sederhana. Benar-benar sebuah kabar yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah yang telah memberi kenikmatan ini. Mengingat dulu sewaktu saya masih menduduki bangku sekolah dasar, saya benar-benar ingin memiliki adik kandung lagi. Ilham, adik pertama dan satu-satunya yang saya miliki dulu, memiliki keterbelakangan mental yang disebut autisme. Entahlah bagaimana adikku bisa mengalami gangguan seperti itu sehingga membuatnya tidak terlalu paham tentang isi hidup ini. Saya menyanyanginya waktu itu. Amat sangat sayang sekali. Sekaligus bersyukur karena saya sebagai anak pertama tidak mengalami apa yang Ilham alami sampai sekarang. Meskipun demikian saya tetap merengek kepada Ibuk untuk ingin adik baru. Hitung-hitung ingin membuat rumah menjadi lebih ramai lagi dengan sepasang orang tua dan tiga orang anak. Sayang impian saya untuk mempunyai adik baru ketika itu kian pupus. Ibuk tidak mau. Sibuk menjadi alasan beliau karena memang ketika itu orang tua saya mengejar karir mereka di bidang kewirausahaan. Apa lagi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dan memang dengan umur sebatas menduduki bangku sekolah dasar, saya masih belum bisa mengerti.
Makin lama impian saya untuk memiliki adik kandung lagi hilang. Saya sedikit kebingungan akan Ilham yang tidak bisa sedikitpun diajak untuk mengobrol apapun. Meskipun sesayang apapun, saya makin lama makin bosan saja. Akhirnya tercipta jurang kesenjangan diantara kami berdua. Kami mulai asyik bermain komputer dan laptop sendiri-sendiri. Tanpa adanya komunikasi karena memang Ilham tidak bisa di ajak bicara. Meskipun demikian ini tidak melunturkan rasa kasih sayang di antara kami berdua. Sebagai adik, Ilham benar-benar baik dan tahu siapa saya di matanya. Seorang kakak. Kadang jika membeli jajajn, ia tak lupa untuk membeli sepasang jajan. Satu untuknya sendiri dan satu untukku. Saya pun juga begitu. Membeli jajan sepasang. Kami saling berbagi dalam batin kami masing-masing. Walaupun yang tanpa di luar kami tidak pernah mengobrol. Tapi entahlah kasih sayang sudah tumbuh lama di batin kami masing-masing sejak dahulu.
15 tahun saya mendengar kabar kehamilan Ibuk. Yang memang pada hari=hari terakhir puasa Ibuk selalu mengeluhkan tentang kepalanya yang sering pusing, seakan ingin muntah, merasa lebih cepat lelah dari biasanya. Dan terakhir yang sedikit menakutkan bagi saya adalah ketika Ibuk terjatuh di lantai kamar mandi. Bukan terpleset. Semacam pingsan karena mungkin saking lelahnya. Dan baru diketahui melalui tes bahwa Ibuk ternyata mengandung anak ketiga. Calon adik kedua. Hehe
Berbulan-bulan tak terasa telah berlalu begitu cepat. Kebahagiaan kian terasa ketika mendekati bulan-bulan penghujung usia kandungan Ibuk. Hingga sesuatu memecah kebahagiaan kami selama ini menjadi kepingan-kepingan harapan yang tidak pasti adanya. Di usia kandungan yang ke delapan Ibuk mulai mengeluh lagi. Entah dadanya yang sesak sampai tidak bisa bernafas. Awalnya Abah mengajak Ibuk ke dokter kandungan. Dan seperti biasa dokter selalu menjawab bahwa kondisi Ibuk baik-baik saja. Dan bisa untuk melahirkan dengan normal. Ibuk kian bersemangat dengan kabar itu. Namun semakin penghujung usia kandungan Ibuk pun merasa lebih mudah lelah. Lelah sekali. Bahkan sampai tidak bisa bernafas.
Akhirnya Abah membawa Ibuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan yang lebih intensif. Apa yang terjadi dengan Ibuk? Batin saya resah. Setahu saya Ibuk dulu sehat-sehat saja. Tidak pernah mengalami keluhan apapun. Ibuk memang gemuk. Dan mungkin keluhannya hanya pegal di kaki karena tidak kuat menahan beban beratnya terlalu lama. Dan sekali dipijat pun juga langsung baikan.
Dokter pun memberitahukan hasil analisanya kepada Abah dan Ibuk. Otot jantung lemah ternyata menggrogoti Ibuk pelan-pelan. Tanpa terasa. Bisa dibilang Ibuk menderita penyakit jantung. Penyakit yang selama sekian tahun ditakuti oleh semua orang walau hanya sempat mendengarnya saja. Tapi itulah yang terjadi. Jantung Ibuk melemah karena kehamilannya di usia tua. Yaitu 40 tahun.
Saya dengan santainya pulang sekolah. Saya tidak merasakaan perasaan sedikitpun saat bersalaman dan melewati Ibuk selepas pulang sekolah. Saya merasa semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah sedikitpun. Namun dugaan saya benar-benar salah besar. Ba’da maghrib Ibuk memanggil saya ke bawah. Ibuk menjelaskan bahwa beliau mengalami penyakit jantung lemah dan tidak mungkin untuk melahirkan secara normal karena resiko kematian ibu sekaligus anaknya. Ibuk akan menjalani operasi caesar di rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih canggih untuk penanganan kondisi Ibuk selanjutnya. Dan mungkin semacam salam perpisahan, Ibuk menngucapkannya kepada saya sembari menangis. Dan saya masih seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Ibuk.
Rumah sakit internasional Mitra Keluarga yang berada di Surabaya menjadi tujuan terakhir Abah dan Ibuk setelah bingung kemana lagi harus mendapat penanganan. Sebelum di beberapa rumah sakit lain, para dokter menolak ketika Abah menyodorkan laporan analisa tentang kondisi jantung Ibuk. Ini merupakan kondisi yang berbahaya dan terlalu beresiko untuk di lakukan. Di Mitra Keluarga akhirnya Ibuk melakukan operasi caesar. Melahirkan dengan jalan tidak normal. Kondisi jantung Ibuk sebenarnya parah. Baik normal maupun operasi resikonya hampir sama. Menuju kematian. Hanya saja operasi adalah pilihan terbaik dari yang terburuk untuk Ibuk. Walaupun itu juga bukan pilihan. Namun usaha tetap harus dilakukan. Untuk menyelamatkan nyawa Ibuk, dan adik baru saya.
Rabu, 20 Maret 2013, lahirlah dek Lia ke dunia. Tangisannya terdengar nyaring sewaktu di kamar operasi. Walaupun saya tidak tahu kondisi yang sebenarnya karena saya hanya mendengarkan ceritanya. Hari itu saya sedikit stress dan bingung membayangkan apa yang terjadi pada Ibuk saya yang selama ini menyayangi saya. Kemarin Abah memang sempat menelepon untuk memberi kabar kepada saya bahwa besok Ibuk akan dioperasi. Dengan doa yang sesering mungkin saya panjatkan untuk Ibuk selama beberapa hari. Seharian Rabu saya kebingungan karena tidak ada kabar sama sekali dari Abah. Baik telepon maupun sms sepatah kata pun. Sampai keesokan harinya pada hari Kamis saya pun menjadi stress tidak karuan dan sampai menangis pada malamnya. Sampai-sampai saya nyaris tidak bisa tidur. Padahal besok masih ada materi pembelajaran untuk menghadapi UN SMP saya yang tinggal sebulan lagi.
Dan minggu depannya saya merasakan sukacita yang amat luar biasa. Ibuk pulang. Beberapa hari seakan beberapa tahun rasanya tidak bertemu Ibuk. Jangankan bertemu. Untuk mengetahui kabar beliau sekarang pun saya tidak sempat. Kepulangan Ibuk benar-benar membawa kebahagiaan yang tak terkira setelah menjalani operasi berat di rumah sakit jauh di luar kota. Terlebih dengan sesosok malaikat kecil yang digendong. Seakan sudah siap untuk meramaikan rumah dengan tangisannya. Dan bersyukur Alhamdulillah saya ucapkan. Karena ternyata Allah memang melihat dan mengetahui ketidaksiapan saya jika Ibuk sudah tidak lagi di samping saya.
Lia Ardhani Rusyda. Nama yang sudah saya persiapkan untuk sosok malaikat kecil itu. Sekarang sudah berumur sekitar lima bulanan. Dan alhamdulillah kondisi si bayi maupun Ibuk sudah membaik. Walaupun Ibuk harus minum dengan takaran cairan yang dibatasi, alhamdulillah sampai sekarang kondisi Ibuk kian membaik. Dan keceriaan memiliki anggota keluarga baru benar-benar kami rasakan. Yap. Bersyukur itu penting sekali ketika selesai melewati badai rintangan hidup yang nyaris tanpa harapan. Setidaknya kami bisa memiliki anggota keluarga baru tanpaaa kehilangan anggota keluarga lama. =)
Sesuatu yang tidak pernah saya duga sebelumnya, Ternyata benar-benar saya lihat. Takdir dan kuasa Allah berkehendak atas ini. Dan saya mungkin bisa bersyukur atas apa yang saya lihat saat itu. Walaupun saya tidak dapat merasakannya. Namun hati seakan mampu dan peka untuk merasakan itu semua.
Bulan puasa tahun lalu membawa kebahagiaan yang teramat indah bagi saya dan keluarga. Abah, Ibuk, saya, dan adek saya turut merasakan sebuah kabar baik yang membahagiakan ini. Bagaimana tidak? Ibuk sekarang tengah mengandung calon malaikat kecil di rumah kami yang sederhana. Benar-benar sebuah kabar yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Alhamdulillah saya ucapkan kehadirat Allah yang telah memberi kenikmatan ini. Mengingat dulu sewaktu saya masih menduduki bangku sekolah dasar, saya benar-benar ingin memiliki adik kandung lagi. Ilham, adik pertama dan satu-satunya yang saya miliki dulu, memiliki keterbelakangan mental yang disebut autisme. Entahlah bagaimana adikku bisa mengalami gangguan seperti itu sehingga membuatnya tidak terlalu paham tentang isi hidup ini. Saya menyanyanginya waktu itu. Amat sangat sayang sekali. Sekaligus bersyukur karena saya sebagai anak pertama tidak mengalami apa yang Ilham alami sampai sekarang. Meskipun demikian saya tetap merengek kepada Ibuk untuk ingin adik baru. Hitung-hitung ingin membuat rumah menjadi lebih ramai lagi dengan sepasang orang tua dan tiga orang anak. Sayang impian saya untuk mempunyai adik baru ketika itu kian pupus. Ibuk tidak mau. Sibuk menjadi alasan beliau karena memang ketika itu orang tua saya mengejar karir mereka di bidang kewirausahaan. Apa lagi untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dan memang dengan umur sebatas menduduki bangku sekolah dasar, saya masih belum bisa mengerti.
Makin lama impian saya untuk memiliki adik kandung lagi hilang. Saya sedikit kebingungan akan Ilham yang tidak bisa sedikitpun diajak untuk mengobrol apapun. Meskipun sesayang apapun, saya makin lama makin bosan saja. Akhirnya tercipta jurang kesenjangan diantara kami berdua. Kami mulai asyik bermain komputer dan laptop sendiri-sendiri. Tanpa adanya komunikasi karena memang Ilham tidak bisa di ajak bicara. Meskipun demikian ini tidak melunturkan rasa kasih sayang di antara kami berdua. Sebagai adik, Ilham benar-benar baik dan tahu siapa saya di matanya. Seorang kakak. Kadang jika membeli jajajn, ia tak lupa untuk membeli sepasang jajan. Satu untuknya sendiri dan satu untukku. Saya pun juga begitu. Membeli jajan sepasang. Kami saling berbagi dalam batin kami masing-masing. Walaupun yang tanpa di luar kami tidak pernah mengobrol. Tapi entahlah kasih sayang sudah tumbuh lama di batin kami masing-masing sejak dahulu.
15 tahun saya mendengar kabar kehamilan Ibuk. Yang memang pada hari=hari terakhir puasa Ibuk selalu mengeluhkan tentang kepalanya yang sering pusing, seakan ingin muntah, merasa lebih cepat lelah dari biasanya. Dan terakhir yang sedikit menakutkan bagi saya adalah ketika Ibuk terjatuh di lantai kamar mandi. Bukan terpleset. Semacam pingsan karena mungkin saking lelahnya. Dan baru diketahui melalui tes bahwa Ibuk ternyata mengandung anak ketiga. Calon adik kedua. Hehe
Berbulan-bulan tak terasa telah berlalu begitu cepat. Kebahagiaan kian terasa ketika mendekati bulan-bulan penghujung usia kandungan Ibuk. Hingga sesuatu memecah kebahagiaan kami selama ini menjadi kepingan-kepingan harapan yang tidak pasti adanya. Di usia kandungan yang ke delapan Ibuk mulai mengeluh lagi. Entah dadanya yang sesak sampai tidak bisa bernafas. Awalnya Abah mengajak Ibuk ke dokter kandungan. Dan seperti biasa dokter selalu menjawab bahwa kondisi Ibuk baik-baik saja. Dan bisa untuk melahirkan dengan normal. Ibuk kian bersemangat dengan kabar itu. Namun semakin penghujung usia kandungan Ibuk pun merasa lebih mudah lelah. Lelah sekali. Bahkan sampai tidak bisa bernafas.
Akhirnya Abah membawa Ibuk ke rumah sakit untuk pemeriksaan yang lebih intensif. Apa yang terjadi dengan Ibuk? Batin saya resah. Setahu saya Ibuk dulu sehat-sehat saja. Tidak pernah mengalami keluhan apapun. Ibuk memang gemuk. Dan mungkin keluhannya hanya pegal di kaki karena tidak kuat menahan beban beratnya terlalu lama. Dan sekali dipijat pun juga langsung baikan.
Dokter pun memberitahukan hasil analisanya kepada Abah dan Ibuk. Otot jantung lemah ternyata menggrogoti Ibuk pelan-pelan. Tanpa terasa. Bisa dibilang Ibuk menderita penyakit jantung. Penyakit yang selama sekian tahun ditakuti oleh semua orang walau hanya sempat mendengarnya saja. Tapi itulah yang terjadi. Jantung Ibuk melemah karena kehamilannya di usia tua. Yaitu 40 tahun.
Saya dengan santainya pulang sekolah. Saya tidak merasakaan perasaan sedikitpun saat bersalaman dan melewati Ibuk selepas pulang sekolah. Saya merasa semuanya baik-baik saja. Tidak ada masalah sedikitpun. Namun dugaan saya benar-benar salah besar. Ba’da maghrib Ibuk memanggil saya ke bawah. Ibuk menjelaskan bahwa beliau mengalami penyakit jantung lemah dan tidak mungkin untuk melahirkan secara normal karena resiko kematian ibu sekaligus anaknya. Ibuk akan menjalani operasi caesar di rumah sakit yang memiliki fasilitas lebih canggih untuk penanganan kondisi Ibuk selanjutnya. Dan mungkin semacam salam perpisahan, Ibuk menngucapkannya kepada saya sembari menangis. Dan saya masih seakan tidak percaya dengan apa yang dikatakan Ibuk.
Rumah sakit internasional Mitra Keluarga yang berada di Surabaya menjadi tujuan terakhir Abah dan Ibuk setelah bingung kemana lagi harus mendapat penanganan. Sebelum di beberapa rumah sakit lain, para dokter menolak ketika Abah menyodorkan laporan analisa tentang kondisi jantung Ibuk. Ini merupakan kondisi yang berbahaya dan terlalu beresiko untuk di lakukan. Di Mitra Keluarga akhirnya Ibuk melakukan operasi caesar. Melahirkan dengan jalan tidak normal. Kondisi jantung Ibuk sebenarnya parah. Baik normal maupun operasi resikonya hampir sama. Menuju kematian. Hanya saja operasi adalah pilihan terbaik dari yang terburuk untuk Ibuk. Walaupun itu juga bukan pilihan. Namun usaha tetap harus dilakukan. Untuk menyelamatkan nyawa Ibuk, dan adik baru saya.
Rabu, 20 Maret 2013, lahirlah dek Lia ke dunia. Tangisannya terdengar nyaring sewaktu di kamar operasi. Walaupun saya tidak tahu kondisi yang sebenarnya karena saya hanya mendengarkan ceritanya. Hari itu saya sedikit stress dan bingung membayangkan apa yang terjadi pada Ibuk saya yang selama ini menyayangi saya. Kemarin Abah memang sempat menelepon untuk memberi kabar kepada saya bahwa besok Ibuk akan dioperasi. Dengan doa yang sesering mungkin saya panjatkan untuk Ibuk selama beberapa hari. Seharian Rabu saya kebingungan karena tidak ada kabar sama sekali dari Abah. Baik telepon maupun sms sepatah kata pun. Sampai keesokan harinya pada hari Kamis saya pun menjadi stress tidak karuan dan sampai menangis pada malamnya. Sampai-sampai saya nyaris tidak bisa tidur. Padahal besok masih ada materi pembelajaran untuk menghadapi UN SMP saya yang tinggal sebulan lagi.
Dan minggu depannya saya merasakan sukacita yang amat luar biasa. Ibuk pulang. Beberapa hari seakan beberapa tahun rasanya tidak bertemu Ibuk. Jangankan bertemu. Untuk mengetahui kabar beliau sekarang pun saya tidak sempat. Kepulangan Ibuk benar-benar membawa kebahagiaan yang tak terkira setelah menjalani operasi berat di rumah sakit jauh di luar kota. Terlebih dengan sesosok malaikat kecil yang digendong. Seakan sudah siap untuk meramaikan rumah dengan tangisannya. Dan bersyukur Alhamdulillah saya ucapkan. Karena ternyata Allah memang melihat dan mengetahui ketidaksiapan saya jika Ibuk sudah tidak lagi di samping saya.
Lia Ardhani Rusyda. Nama yang sudah saya persiapkan untuk sosok malaikat kecil itu. Sekarang sudah berumur sekitar lima bulanan. Dan alhamdulillah kondisi si bayi maupun Ibuk sudah membaik. Walaupun Ibuk harus minum dengan takaran cairan yang dibatasi, alhamdulillah sampai sekarang kondisi Ibuk kian membaik. Dan keceriaan memiliki anggota keluarga baru benar-benar kami rasakan. Yap. Bersyukur itu penting sekali ketika selesai melewati badai rintangan hidup yang nyaris tanpa harapan. Setidaknya kami bisa memiliki anggota keluarga baru tanpaaa kehilangan anggota keluarga lama. =)
23.58 | 0
komentar | Read More