by: http://sabdalangit.wordpress.com/2013/06/02/kisah-pohon-beringin-roboh-kembali-berdiri/
Lingkungan alam yang ada di sekitar
kehidupan kita adalah guru yang paling jujur, selagi kita semua dengan
jujur mengakuinya. Belajar dari kutulusan dan kejujuran nurani, agar
supaya imajinasi dan ilusi tidak menguasai alam pikiran kita.
BERGURU KEPADA ALAM
Peristiwa robohnya pohon beringin berdiameter ±100-150 cm tidak
menggemparkan warga dusun Celapar, Kelurahan Sumber Rejo, Kecamatan
Kokap, Kab Kulonprogo. Namun enam bulan kemudian barulah warga dibuat
gempar manakala menyaksikan pohon beringin raksasa itu kembali berdiri
tegak seperti sedia kala. Pada awalnya warga menyayangkan tumbangnya
pohon itu karena di bawahnya terdapat sendang yang menjadi sumber mata
air bagi warga desa di sekitarnya. Semenjak pohon beringin yang berdiri
kokoh di samping sendang itu tumbang membuat air sendang menjadi surut
dan hampir mengering. Sebelumnya air sendang itu tidak pernah surut
walaupun melewati musim kemarau yang panjang.
Ketika pohon itu roboh warga belum sempat
memotong akar dan ranting sementara sebagian besar batang dan dahan
posisinya melintang di tengah jalan pengubung antar kelurahan. Kurang
lebih selama 6 bulan pohon beringin itu tumbang dengan posisi masih
melintang menutupi jalan aspal desa. Adalah Pak Mugi berdua bersama
seorang anak laki-lakinya melanjutkan pekerjaannya untuk membersihkan
beringin agar jalan desa itu bisa dilalui lagi. Pagi hari Pak Mugi dan
putranya mulai melanjutkan pekerjaan yang sudah tertunda enam bulan.
Mereka di pagi tidak melihat kejanggalan apapun, semua tampak
wajar-wajar saja. Beranjak siang mereka mulai curiga mendapati batang
pohon beringin yang semula rapat menempel ke permukaan jalan posisinya
sudah mengambang setinggi lebih kurang 60 cm dari permukaan jalan. Pak
Mugi akhirnya tidak menghiraukan kejanggalan itu dan mulai memotong
batang pohon di bagian tengah menjadi dua bagian. Pekerjaan berlangsung
hingga hari menjelang siang. Di tengah hari yang panas itu Pak Mugi
sejenak beristirahat sambil menikmati teh panas dan makanan khas desa
yang suguhkan penduduk setempat. Ia beristirahat tepat di rumah penduduk
yang posisinya di atas jalan. Saat sedang menenggak teh ginastel itulah
Pak Mugi menyaksikan pohon beringin mulai bergerak-gerak. Pak Mugi
berteriak menyuruh anaknya yang berada di atas batang beringin supaya
melompat turun. Spontan putra Pak Mugi melompat dan meninggalkan
gergajinya di atas batang pohon. Pak Mugi terkesima melihat putranya
melompat ke tanah hingga berguling. Hanya sekejap, pak Mugi menyaksikan
pohon beringin itu posisinya sudah berdiri tegap seperti sedia kala.
Bahkan akar yang tercerabut dari tanah, yang telah dipotong separoh ikut
menancap ke tanah, kembali tegap berdiri kesannya pohon beringin itu
tidak pernah tumbang hingga menyentuh tanah. Semenjak kejadian itu hanya
beberapa pekan kemudian air sendang pun keluar lagi memenuhi sendang
yang sudah lama surut.
Pohon beringin sudah berdiri lagi dalam
posisi tegak vertikal. Hanya saja bagian atas yang terdiri dari dahan,
ranting dan dedaunan sudah tidak tampak lagi karena batangnya tinggal
separoh ke bawah. Seorang warga desa coba membuat asumsi untuk
menerangkan kenapa pohon beringin dapat berdiri lagi setelah 6 bulan
yang lalu tumbang. Ia mengasumsikan beban pada bagian atas pohon
beringin setelah dipotong mengakibatkan bebannya pindah ke bagian akar
bohon. Karena beringin itu masih memiliki akar yang kuat menancap di
dalam tanah, sehingga akarnya kembali masuk ke tanah dan sampai menarik
batang pohon hingga dalam posisi berdiri tegak. Asumsi tersebut
mengimajinasikan akar pohon beringin itu bergerak seperti cacing
menyusup kembali ke kedalaman tanah. Akar yang besar memiliki kekuatan
besar pula sehingga mampu membuat batang pohon yang beratnya mencapai
beberapa ton dapat kembali tegak seperti sedia kala. Sebagai asumsi
sah-sah saja karena bagaimanapun juga untuk menjelaskan fenomena itu
butuh suatu premis yang menggunakan nalar dan akal sehat. Namun
bagaimana bisa terjadi bila akarnya sebagian besar sudah dipangkas?
INTELEKTUAL ATAU EMOSIONAL ?
Secara
logis mengutamakan rasio atau akal sehat dapat lebih bermanfaat
daripada hanya mengutamakan emosi. Meskipun demikian, orang yang
mengutamakan akal sehat atau nalar sering dinilai sebagai menuhankan
akal. Sebaliknya segala sesuatunya didefinisikan sebagai kehendak Tuhan
secara mutlak. Dengan memakai pola pikir demikian, lantas rampunglah
pemberdayaan akal budi manusia yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan
(scientific). Sedikit orang yang menyadari sesungguhnya gugon tuhon dan
pentahyulan, berawal dari malasnya orang untuk berfikir mencari jawaban
atas suatu teka-teki dan rahasia alam. Bahkan sampai terjadi pola pikir
yang salah kaprah. Perlu saya sampaikan bahwa gugon tuhon dan
pentahyulan ini bukanlah cara berfikir masyarakat Jawa. Karena dalam
spiritualitas Jawa lebih mengutamakan ngelmu kasunyatan. Spiritualitas
berdasarkan fakta.
Sekali lagi, pemberdayaan nalar dan akal
pikiran, sebagai sistem analisa jauh lebih bermanfaat ketimbang segala
sesuatu lantas disederhanakan dengan pernyataan “semua sudah menjadi
kehendak tuhan untuk menunjukkan kebesaranNya”. Mengutamakan akal sehat
sama halnya pendayagunaan akal pikiran untuk menganalisa suatu fenomena.
Sebaliknya, dapat dikatakan pula sebagai sikap menuhankan emosi yang
berarti berbagai misteri tidak perlu lagi ada analisa dan pembahasan.
Dengan mengedepankan emosi akibatnya pola pikir menjadi sempit dan
mengurangi daya kritis nalar kita. Tradisi seperti itu lama-kelamaan
menjadi kebiasaan malas berfikir. Orang yang malas berfikir biasanya
emosinya lebih dominan menguasai diri. Cara pandang nya pun menjadi
subyektif dan pendapatnya seringkali tidak masuk akal. Emosi yang
menguasai diri membuat seseorang cenderung bersikap anti perbedaan
pendapat. Ujung-ujungnya tindakan 3-G yakni golek benere dewe, golek
butuhe dewe, golek menange dewe; saling berebut benernya sendiri,
berebut butuhnya sendiri dan berebut menangnya sendiri. Karena emosi
hanya berdasarkan rasa suka tidak suka, senang tidak senang, puas tidak
puas, akibatnya akan mudah memicu nafsu angkara yang berujung pada
tindak kekerasan. Semua itu merupakan resiko dari sikap fatalistis dan
anti-dialog. Meskipun demikian tak dapat dipungkiri, pernyataan
fatalistis pun ada sisi “positif” yakni membuat puas bagi yang lebih
suka bersikap penurut dengan sekedar mengandalkan faktor imani (yakin)
yakni percaya pada suatu hal tanpa sarat dan tak perlu pembuktian.
Sebaliknya, bagi siapapun yang memiliki tradisi intelektual akan
terbiasa berfikir kritis, cerdas, cermat dan selalu memanfaatkan akal
sehat serta sistem penalaran yang logis dan sistematis.
Kembali ke pembahasan, berikut ini adalah
pengamatan yang dapat saya sampaikan setelah on the spot ke lokasi
untuk menggali informasi (deep interview), pengamatan langsung
(observasi), dan terutama “observasi” dengan mata batin untuk menggali
dan menemukan rahasia di balik peristiwa itu. Dengan harapan menemukan
fakta dan data, fenomena dan noumena, yang dapat menjawab
pertanyaan,”mengapa pohon itu bisa berdiri lagi ? Dengan harapan
menambah khasanah ilmu pengetahuan, terutama pemahaman akan rumus-rumus
dan hukum alam yang ada di jagad raya ini, yang selama ini masih
tersembunyi dari pengamatan dan pengetahuan kita.
KEBODOHAN SUMBER KERUSAKAN ALAM
Sebagai salah satu prinsip hukum alam, keberadaan sendang biasanya
berada di dekat pohon besar. Jika pohonnya tumbang dapat mengakibatkan
air sendang menjadi surut. Hampir setiap sendang yang keadaan airnya
masih normal berenergi lebih besar dibandingkan lingkungan alam
sekitarnya. Wajar bila kemudian sendang memiliki kesan sakral dan magis
apalagi keberadaannya selalu disekitar pohon-pohon besar. Dari fakta
itulah kita dapat memahami mengapa kearifan lokal (local wisdom) budaya
masyarakat Jawa khususnya, dan Nusantara pada umunya yang mensakralkan
sendang. Kearifan lokal itu menjadi cermin kesadaran masyarakat untuk
bersikap santun kepada lingkungan alam, serta peduli menjaga tata
keseimbangan alam. Khususnya menjaga kelangsungan air sendang supaya
tidak terjadi kerusakan ekosistem di sekitarnya. Kearifan lokal itu
terbentuk oleh kecerdasan spiritual dalam mengurai teka-teki kehidupan
dan memahami lingkungan alamnya.
Kearifan lokal masyarakat dusun Sumber
Rejo –yang artinya : sumber/air kemakmuran–, Desa Celapar, Kecamatan
Kokap Kabupaten Kulonprogo DIY memiliki kesadaran menjaga kelestarian
air. Meskipun demikian tidak jarang pula penduduk setempat mendapat
cemooh karena sebagian orang masih ada yang menganggap perilaku
mensakralkan atau mengkeramatkan sendang sebagai bentuk perilaku hina,
tidak berbudaya dan tidak religius. Dikatakan sirik, sesat, menyimpang
dan lain sebagainya. Tak jarang pula pihak yang berpendapat ekstrim
seperti itu tanpa menyiratkan wajah belas kasih terhadap lingkungan alam
dan seluruh mahluk dengan teganya membuat ulah yang berakibat pada
kerusakan sendang. Pada kasus lainnya penduduk sengaja menebang pohon
yang dianggap sumber kesesatan. Bahkan sampai menimbun sendang yang
sudah jelas-jelas berfungsi sebagai resapan air dan sumber kehidupan
untuk warga sekitar. Sendang yang kering semakin bertambah banyak
jumlahnya. Di sisi lain jumlah mahluk hidup terutama bangsa manusia
terus bertambah banyak. Persoalan menjadi semakin parah ketika manusia
mulai menggunduli hutan, mencemari air sungai dan membuat polusi udara
di mana-mana. Sebagai konsekuensinya terjadi pemanasan bumi dan
pergantian iklim dengan siklus waktu yang tidak jelas ketentuan
waktunya. Dalam waktu singkat cuaca sering berubah-ubah tanpa ritme yang
harmonis. Akibatnya lingkungan alam sering terjadi kekeringan dan di
lain waktu banjir besar. Pertanian menjadi kurang subur, hama semakin
beragam, hama aneh dan misterius seringkali muncul seperti serangan hama
ulat bulu, tom cat, tikus, dsb. Stok pangan bagi masyarakat sekitar
semakin berkurang. Di sisi lain menjadikan bertambahnya ragam wabah
penyakit yang menyerang manusia dan hewan ternak, baik yang bersumber
dari perubahan cuaca, hawa panas, bakteri dan virus yang semakin beragam
akibat perubahan genetika.
AIR DAN UDARA MENJADI SUMBER UTAMA KEHIDUPAN
Kita tanamkan kesadaran bahwa sumber air memiliki nilai yang sangat
mahal. Air adalah sumber hidup dan kehidupan sama halnya dengan udara.
Kesadaran itu hendaknya menjadi motivasi agar kita selalu menjaga
kelestarian mata air atau sumber-sumber air lainnya. Kesadaran tingginya
nilai air bagi kehidupan, oleh sebagian pemodal kuat justru
dieksploitasi untuk kepentingan bisnis. Misalnya dikemas dalam botol air
mineral. Warga dilarang mengambil air secara bebas dan cuma-cuma,
kecuali harus membayar sekian rupiah kepada juragan yang mengeksploitasi
sendang dengan alasan ia sudah membeli lahannya dari pemerintah atau
warga pemilik tanah. Semula alam dengan penuh kasih melimpahkan sumber
air bagi seluruh kehidupan termasuk bagi warga sekitar. Kini, banyak
sendang berubah menjadi kering, sementara sendang yang airnya masih
berlimpah menjadi barang komoditas untuk dieksploitasi secara pribadi
oleh para pemilik modal dari dalam maupun luar negeri. Ironis sekali,
tindakan itu telah meng-alienasi (mengasingkan) warga setempat karena
sebelum diekploitasi pemilik modal, masyarakat sekitar adalah tuan rumah
bagi sumber mata air itu. Namun kini masyarakat harus membayar mahal
untuk menikmati kekayaan bumi pertiwi yang berlimpah ruah di tanahnya
sendiri.
Kini banyak sendang-sendang yang bernasib
naas, dirusak oleh orang-orang berpola-pikir sempit, atau dieksploitasi
para investor tamak dan egois. Lantas mau dijadikan apa generasi
penerus bangsa ini, anak-anak kita, cucu dan cicit Anda semua jika hanya
mendapat warisan sampah-sampah industri, polusi udara, dan kerusakan
alam yang sangat parah ? Marilah kita semua sebagai generasi penerus
bangsa segera menyadarkan bangsa kita agar supaya beranjak menuju
kesadaran spiritual lebih tinggi, yang lebih cerdas dan cermat. Apapun
agamanya jika tidak dibarengi ilmu akan membuatnya bangkrut (baca :
“kiamat”). Lihatlah betapa keyakinan tanpa menggunakan nalar atau akal
sehat dapat menimbulkan konflik dan peperangan yang membuat keterpurukan
masyarakat. “Menuhankan” emosi dan hawa nafsu sangat beresiko
menciptakan kerusakan bumi. Maka saya pribadi tidaklah takut
“menuhankan” nalar, atau akal sehat, karena bagi saya Tuhan Maha
Rasional. Jika belum ketemu sisi rasionalitasnya, itu hanyalah
ketidaktepatan pola pikir kita saja dalam memahami suatu peristiwa.
GENERASI PERUSAK BUMI
Sementara itu para pendahulu, leluhur-leluhur kita semua yang telah
mewariskan nusantara ini, bumi dan tumbuhan yang gemah ripah, subur
makmur, ijo royo-royo, sejuk segar hawanya. Namun kini telah dirusak
dengan semena-mena oleh generasi penerus. Sebagian orang justru lebih
suka menghormati dan menyanjung leluhur bangsa asing yang tak pernah
tercatat dalam sejarah memberikan konstribusi positif bagi lestarinya
lingkungan alam di Nusantara ini. Banyak idola-idola impor dari manca
yang dijadikan role-model. Bagaikan anak kecil yang mengidolakan tokoh
dalam cerita komik. Gejala itu menjadi trend di saat ini. Dus
seolah-olah bangsa ini tak pernah mencetak manusia idola yang layak
dijadikan panutan bagi kehidupan generasi masa kini. Barangkali tidak
terlalu berlebihan jika menganggap trend di atas menjadi salah satu
penyebab lunturnya jiwa kesatria, jiwa pelestari lingkungan alam, jiwa
patriot dan jiwa nasionalis pada generasi sekarang. Bagaimana mungkin
akan bangkit badannya, bila jiwanya saja terpuruk. Bagaimana Indonesia
ini akan mampu meraih cita-cita menjadi bangsa yang sejahtera, adil dan
makmur, bila jiwa bangsa (volkgeist) pada penduduk Indonesia berada
dalam keterpurukan ?! Come on…wake up our soul, wake up our body.
Bangkitlah jiwanya, bangkitlah badannya.
Siapa sesungguhnya para pendahulu yang
telah berjasa atas kehidupan kita saat ini ? Termasuk kehidupan para
pelaku eksploitasi sumberdaya alam itu sendiri. Kita tak bisa
memungkirinya, bahwa kita sedang menghadapi sebagian generasi penerus
yang menghianati para pendahulunya. Generasi yang telah mencampakan jati
diri bangsanya sendiri. Generasi perusak bumi ternyata kedodoran dalam
mencapai kesadaran spiritualnya. Jangankan kesadaran spiritual, disadari
atau tidak, kesadaran nalar tampaknya sudah mampet atau memang sengaja
dimampetkan. Sehingga yang dominan adalah kesadaran nafsu alias
keinginan ragawinya yang mengabdi pada hawa nafsu angkara (nuruti
rahsaning karep).
MISTERI KEHIDUPAN DI BALIK SENDANG
Apapun
& siapapun yang hidup di dimensi bumi baik fisik maupun metafisik
tentu saja bermanfaat. Sendang yang terkesan tak bernyawa, sungguh ia
telah menyangga matarantai nyawa kehidupan lintas dimensi mencakup ;
bangsa manusia, hewan, dan tumbuhan, bahkan mahluk halus. Ia ada untuk
memberikan kehidupan kepada seluruh makhluk dengan penuh kasih tanpa
pilih kasih (mulat laku jantraning bumi). Sendang merupakan sumber
kehidupan milik bersama seluruh mahluk yang tak satupun makhluk boleh
mengeksploitasi. Jika kita memahami, sesungguhnya masing-masing makhluk
hidup sudah memiliki manajemen hidup yang bersifat alamiah penuh nilai
kearifan dan kebijaksanaan. Sistem manajemen yang tidak melanggar
wewaler (pantangan) di dalam hukum alam.
Bagi bangsa binatang, tumbuhan &
mahluk halus mereka tak perlu belajar & harus susah-payah
mengembangkan kesadarannya. Sebab mereka sudah memiliki instink yang mampu membimbing perilakunya agar selalu selaras dengan tata keseimbangan alam. Merupakan fakta, bahwa kesadaran instink-nya
telah membimbing mereka pada jalur perilaku yang tepat untuk selaras
dan harmonis dengan hukum alam sehingga tidak pernah melanggar wewaler
(hukum alam) kecuali tata keseimbangannya telah dirusak oleh bangsa
manusia. Tumbuhan dan binatang, merupakan fakta bahwa mereka adalah
makhluk paling takwa kepada Tuhan.
Sudah menjadi hukum (rumus) alam bahwa
setiap ada sendang di situ terdapat pohon besar. Seolah-olah merupakan
kejadian bersifat kebetulan. Tetapi sesungguhnya bukanlah peristiwa yang
kebetulan. Keduanya merupakan rangkaian yang harus ada & terjadi
sebagai simbiosis yang bersifat mutual. Saling menguntungkan, saling
memberi & saling menerima. Akar pohon menghunjam ke dalam tanah,
berfungsi menjaga celah & rongga-rongga tanah sebagai jalur aliran
air menuju sendang agar tanahnya tidak larut & longsor menimbun
sendang. Jika pohon yang ada di dekatnya tumbang atau ditebang, pada
akar-akarnya akan terjadi disfungsi. Akibatnya air sendang menjadi
mampet & lama-kelamaan sendang menjadi kering. Di samping itu,
makhluk halus lebih suka memilih pohon-pohon besar sebagai tempat
tinggal keluarga & komunitasnya. Pohon besar sangat ideal menjadi
“rumah” bangsa mahluk halus. Wajar saja jika mereka berkepentingan
menjaga “rumahnya” sendiri dari berbagai macam gangguan. Seperti halnya
bangsa manusia yang selalu menjaga asetnya berupa rumah & tempat
tinggalnya sendiri. Kita sudah semestinya dapat memahami mengapa mahluk
halus berkepentingan untuk selalu menjaga kelestarian pohon-pohon besar
agar tetap tumbuh & berdiri kokoh. Bodohnya, manusia terkadang
merasa terganggu dengan keberadaan mahluk halus penunggu pohon besar.
Namun dirinya sendiri tak mampu menyadari jika hidupnya sangat tertolong
oleh keberadaan pohon besar yang sangat bermanfaat untuk kelangsungan
hidup manusia.
Bagi siapapun yang telah merdeka dari
perbudakan nafsu & egoisme pribadi. Dapat menyadari apa untungnya
bagi bangsa manusia atas perilaku wajar bangsa lelembut yang mempertahankan pohon besar di dekat sendang, sangat selaras dengan kepentingan bangsa manusia. Lelembut,
tumbuhan, binatang semua memanfaatkan pohon besar dan sendang sebagai
tempat tinggal mereka. Bangsa manusia memanfaatkan air sendang sebagai
sarana memenuhi kebutuhan mineral & memerlukan pohon besar sebagai
produsen oxigen. Untuk itu hendaknya bangsa manusia lebih berani belajar
kepada bangsa lelembut, bangsa tumbuhan dan bangsa binatang
karena mereka sudah terbukti selalu setia dalam simbiosis mutual, saling
menjaga kedua sumber kehidupan, yakni pohon besar dan sendang sebagai
sumber kehidupan mereka sendiri.
Lelembut seperti halnya binatang
dan tumbuhan, pada dasarnya bukanlah mahluk jahat. Mereka hanya
menjalani hidup sesuai kodratnya dalam koridor hukum alam. Pemaknaan ini
kiranya sama dengan kalimat “tunduk patuh kepada Tuhan”. Lelembut tidak pernah menjahati binatang dan tumbuhan. Kenapa bangsa lelembut tidak mengganggu bangsa binatang dan tumbuhan. Sebab bangsa binatang dan tumbuhan selalu selaras dengan hukum alam. Bangsa lelembut,
binatang dan tumbuhan memiliki kesadaran kosmologis yang sangat ideal.
Karena mereka bebas merdeka dari pengaruh doktrin-doktrin dan terbebas
dari penafsiran subyektif menurut kepentingan masing-masing kelompok.
Bangsa binatang, tumbuhan, lelembut, hidupnya mengalir apa adanya sesuai
ketentuan alam, tidak ada penafsiran dan penilaian secara subyektif
yang sering terjadi pada bangsa manusia. Bangsa lelembut,
binatang, dan tumbuhan tidak pernah merusak lingkungan alam. Tidak
pernah menciptakan pencemaran. Bila terjadi kerusakan lingkungan alam
karena ulah binatang, hal itu karena ulah manusia yang telah mengganggu
sistem keseimbangan pada kehidupan kaum binatang.
Kenapa manusia kadang merasa diganggu bangsa lelembut, karena sebagian manusia secara sadar atau tidak telah mengganggu eksistensi bangsa lelembut.
Belum terbukanya kesadaran kosmologisnya menjadi faktor utama mengapa
bangsa manusia masih sering mengganggu eksistensi bangsa lainnya. Orang
seringkali tidak menyadari telah melanggar pantangan (wewaler) atau aturan hidup (paugeran)
yang tidak lain merupakan rangkaian hukum tata keseimbangan alam yang
berlaku di lingkungan hidup kita. Berawal dari besarnya ego dan
rendahnya kesadaran kosmologis bangsa manusia sendiri, sehingga
seseorang lebih suka menyalahkan bangsa lelembut, binatang, dan
tumbuhan sebagai faktor penganggu kehidupan manusia. Sampai di sini,
mari kita bersama-sama melakukan instropeksi diri, sampai di mana
kesadaran kosmologi yang telah dapat kita raih.
Kita sadar diri di manapun kita menjalani
hidup akan selalu berdampingan dengan mahluk-mahluk hidup lainnya. Oleh
sebab itu hendaknya kita tidak menjadi pribadi yang egois dan tamak.
Watak 3G : Golek menange dewe, Golek butuhe dewe, Golek benere dewe.
Tiga macam watak destruktif yang tidak dimiliki para mahluk kecuali
bangsa manusia. Kita mudah menyaksikan bangsa manusia telah merusak
lingkungan alam, seringkali membunuh dan menghancurkan mahluk-mahluk
yang begitu bijaksana dalam menjalani tata kehidupan mereka. Manusia
hidup karena mendapatkan kehidupan dari lingkungan alam, termasuk dari
bangsa binatang dan tumbuhan yang secara nyata telah mensuplai
“kehidupan” kepada bangsa manusia. Namun demikian ternyata bangsa
manusia belum mampu berbalas memberikan kehidupan bagi mahluk-mahluk
bangsa lainnya.
“API” DI BUKIT MENOREH
Untuk
menuju dusun Celapar, Kel Hargowilis, Kec Kokap, Kab Kulonprogo, dari
Jogja harus menempuh sekitar 50 km ke arah barat. Hargowilis
(hargo=gunung, wilis=hijau) masih berada tepat di bentangan lajur bukit
Menoreh yang begitu legendaris hingga menjadi alur cerita utama dalam
cerita bersambung berjudul Api di Bukit Menoreh karya SH Mintarja yang
masuk dalam catatan rekor dunia sebagai novel serial terpanjang.
Dari Jogjakarta, perjalanan 40 menit
menuju Kota Wates Kabupaten Kulonprogo, dilanjutkan perjalanan menaiki
bukit sejauh 12-14 km menuju waduk Sermo lokasinya termasuk wilayah
Hargowilis. Dari waduk Sermo menuju dusun Celapar butuh waktu sekitar 15
menit atau sekitar 5-7 km saja. Perjalanan kami lakukan siang hari,
dengan pertimbangan bisa menikmati pemandangan alam, di samping itu
pertimbangan medan yang cukup berat. Fasilitas jalan memang sudah
memadai, beraspal hotmix dan mudah dilewati mobil-mobil besar non-bus
dan truck. Tetapi kondisi jalur yang berkelok dan banyak sekali tanjakan
serta turunan cukup terjal dengan kemiringan hingga -+ 35°. Pemandangan
kiri kanan sangat indah, namun harus ekstra hati-hati karena di
beberapa ruas jalan sebelah kiri atau kanan terdapat jurang yang cukup
dalam. Wilayah Hargowilis dan Celapar, GPS kami rata-rata mencatat
ketinggian antara 400-800 mdpl. Tetapi daerah ini seringkali diselimuti
kabut tebal dan udara yang cukup sejuk karena areal Hargowilis dan Sermo
merupakan Hutan Taman Nasional. Banyak sekali ragam flora dan fauna,
pohon-pohon besar tumbuh disepanjang jalan, beberapa menjuntai ke tebing
jurang. Tampak batu-batu hitam sebesar truk seringkali menyembul di
antara semak dan pepohonan besar, membuat suasana menjadi lebih angker
dan sakral saat diselimuti kabut. Pemandangan ini sangat mengasyikan
untuk petualangan.
Jogjakarta menyimpan banyak keunikan,
diapit oleh empat unsur alam yang menonjol. Api di utara, air laut di
selatan serta terdapat dua perbukitan yang berbeda karakter alamnya
yakni batu kapur di sebelah timur dan batu hitam di sebelah barat. Di
wilayah timur, terdapat kabupaten Gunungkidul, sebagai barisan bukit
batu kapur. Batu kapur tidak lain berasal dari binatang laut seperti
kerang dan terumbu karang yang hidup di dasar laut. Melalui proses
panjang jutaan dan milyaran tahun, dasar laut bergerak naik menjadi
perbukitan batu kapur. Di wilayah GK banyak sekali wilayah sakral dan
berenergi (suatu waktu akan saya ulas untuk persembahan kepada seluruh
pembaca yang budiman). DIY di wilayah selatan memiliki kolam raksasa
bernama samudra hindia. Wilayah utara memiliki taman bermain bernama
taman hutan Kaliurang lengkap dengan Gunung Merapi, sebagai gunung purba
paling aktif di dunia sekaligus sumber mineral bagi masyarakat sekitar
Gunung Merapi. Juga sebagai pusat energi panas bumi, dan hutan yang
mengelilinginya sebagai cagar flora fauna sekaligus produsen O₂.
Sementara itu di wilayah barat Jogjakarta, terdapat barisan bukit
Menoreh yang banyak terdapat batu-batu hitam sedimen magma yang bergerak
dari perut bumi pada jutaan atau milyaran tahun silam.
Di sepanjang bukit Menoreh ini sebenarnya
banyak sekali fenomena unik bin ajaib sebagai cirikhas perbukitan di
sana. Jika anda mencermati setiap puncak bukit, banyak terdapat
batu-batu hitam andesit (sedimen magma) ukuran besar dengan garis tengah
antara 2-7 meter, nangkring tepat di pucuk bukit. Kadang terasa ngeri
membayangkan bagaimana jika batu itu mengelinding terjun ke kaki bukit.
Tetapi faktanya kejadian seperti itu hampir tidak pernah terjadi,
kecuali sewaktu ada gempa Jogjakarta tahun 2006 lalu yang membuat salah
satu batu besar di puncak bukit kelurahan Kalirejo, Kecamatan Kokap
terjun dari puncak bukit menggelinding ke jalan di bawahnya. Tapi tidak
sampai memakan korban.
GUNUNG KELIR
Masih
di wilayah barisan bukit Menoreh, dari Celapar Hargowilis ke arah utara
terdapat bukit menjulang tinggi bernama Gunung Kelir. Disebut Gunung
Kelir karena jika dilihat terutama dari wilayah tenggara, konfigurasi
punggung bukit itu mirip pakeliran wayang. Yakni rangkaian wayang kulit
yang ditata berjejer di depan layar. Gunung Kelir ini memiliki daya
magis yang sangat kuat, energinya juga terasa besar sekali. Tidak
mengherankan jika Gunung Kelir disakralkan oleh penduduk setempat. Bukan
konon lagi, karena kami telah membuktikan sendiri, apa yang tadinya
dianggap mitologi alias mitos atau
gugon-tuhon ternyata
merupakan fakta. Siapapun yang pergi ke Gunung Kelir kemudian melihat
pelangi di atas Gunung Kelir itu, segeralah berdoa memohon sesuatu yang
paling urgen dan darurat. Senantiasa harapan Anda akan terwujud. Atau
munculnya pelangi dapat menjadi pertanda apa yang menjadi harapan dan
cita-cita Anda selama ini akan terwujud. Dan cerita itu bukanlah
mitologi atau dongeng ngoyoworo melainkan peristiwa faktual yang telah
saya butikan sendiri. Di gunung Kelir kami menyaksikan sendiri memang
terdapat banyak sekali harta karun yang tersimpan secara gaib. Tapi saya
pribadi tidak berani lancang mencarinya, jika tanpa mendapatkan
perintah langsung dari yang “punya”. Kecuali untuk memintakan orang lain
siapa tahu mendapatkan keberuntungan di Gunung Kelir untuk mendapatkan
harta karun sedapatnya. Itupun saya sarankan agar yang bersangkutan
memohon secara langsung di Gunung Kelir, siapa tahu diijinkan. Biasanya
saya bekali jarum dan lidi untuk ditancapkan di gunung Kelir dengan
posisi tertentu. Jika diijinkan maka yang bersangkutan akan mendapatkan
wisik melalui mimpi. Jika tidak bermimpi itu berarti tidak mendapatkan
ijin. Apalagi jika kedua benda itu hilang sebelum ditancapkan di lokasi.
Itu artinya yang bersangkutan belum lulus dalam mengelola kebeningan
hati dan ketulusan, atau ada faktor lain misalnya tidak percaya dan
menganggap cara sederhana itu sebagai suatu kekonyolan belaka. Pasti
yang bersangkutan akan dibuat heran sendiri dengan sirnanya kedua benda
itu, sekalipun ia simpan rapat-rapat.
BERINGIN BESAR ITU KEMBALI BERDIRI
Perhatikan Bekas Gergajiannya
Al kisah
sebagaimana telah penulis utarakan di atas, peristiwa ini terjadi pada
pertengahan tahun 2011 lalu. Sempat diberitakan oleh media cetak dan
elektronik nasional. Namun baru-baru ini kami sempat mensurvey dengan
harapan mendapatkan jawaban akurat atas rasa penasaran dan tanda tanya
besar. Oleh sebab apa pohon beringin besar itu bisa berdiri kembali
setelah hampir sebulan roboh sampai menyentuh tanah. Kami sempat
berbincang dengan Bapak S yang waktu itu bersama anak laki-lakinya mulai
memotong batang pohon beringin yang telah tumbang selama kurang lebih 6
bulan. Saat akan mulai memotong bagian tengah, Pak S sudah agak curiga
mendapati pohon beringin tumbang yang melintang jalan desa itu tampak
bagian bawahnya menggantung setinggi -+ 60cm. Pak S meneruskan memotong
akar-akar besar yang terhubung dengan bagian tengah batang beringin.
Sementara itu anak laki-lakinya mulai memotong bagian tengah pohon
beringin. Menjelang tengah hari, Pak S istirahat sambil wedangan tak
jauh dari beringin tumbang. Saat menikmati wedang dan makanan
tradisional, Pak S tiba-tiba melihat pohon beringin perlahan bergerak
naik. Ia teriak supaya anaknya loncat dari atas bohon yang masih
berbaring itu. Paak S hanya tertegun menyaksikan anaknya melompat dan
jatuh terguling ke jalan. Gergaji ia lemparkan begitu saja. Hanya
sekejap, pohon beringin itu telah berada dalam posisi tegak lurus
vertikal. Gemparlah warga berduyun menyakikan keajaiban itu, sementara
para wartawan media cetak dan elektronik berdatangan dari berbagai kota.
Tidak sulit menjangkau lokasi sendang
dimaksud. Patokannya, dari waduk Sermo ambil arah ke dusun Celapar
Kelurahan Hargowilis. Kondisi jalan aspal hotmix, setelah melewati
dermaga waduk, terus lagi sekitar 100 meter ada jalan ke kanan menanjak
terjal. Nanti akan ketemu SDN Celapar terus jalanan menurun cukup curam,
50 meter kemudian ada pertigaan ambil kanan. Dari pertigaan kurang
lebih hanya 300 meter kondisi jalan sempit agak rusak dan berkelok
menurun tajam. Pohon beringin berikut sendang akan tampak di lembah
sebelah kiri jalan.
(Baju Batik) Saksi Hidup
Sesampai lokasi, lingkungan alam tampak
sepi sekali, dan terkesan tidak terawat. Tak ada seorangpun menyambut
kedatangan, melainkan para lelembut penunggu sendang dan pohon beringin
bekas roboh, juga penunggu beberapa pohon gayam yang tampak berdiri
kokoh di dekat sendang. Saat itu kami tidak melihat jenis lelembut lain
selain bangsa genderuwo. Golongan mahluk halus dengan tinggi badan 3-5
meteran, dengan seluruh tubuh berbulu lebat. Warna bulu kehitaman, ada
yang hitam keabu-abuan. Warna kulit wajah sedikit terang dibanding warna
bulunya. Kuku panjang warna hitam legam, kulit jari agak
berkerut-kerut. Bentuk wajah perpaduan antara singa dengan serigala.
Warna mata di siang hari kehitaman mengkilap, jika malam hari kadang
berwarna nyala merah redup. Saat ini tampak pula mereka sedang mengasuh
anaknya. Namun induk semangnya (pasangan genderuwo) oleh masyarakat
disebut wewe gombel, saat itu tidak tampak. Kemungkinan besar bangsa
Genderuwo mempunyai kromosom yang hampir sama atau sejenis dengan bangsa
manusia, terbukti genderuwo bisa menghamili bangsa manusia hingga
melahirkan anak dan bisa hidup pula walau mempunyai karakter berbeda
dibanding manusia pada umumnya.
Saat itu sempat terjadi perbincangan
singkat dan sepatah dua patah kata. Pada intinya, mereka sendiri yang
mendirikan kembali “rumah”nya yang roboh diterpa angin. Cukup ditarik
oleh dua genderuwo, maka pohon beringin yang tinggal separoh itu lantas
berdiri kembali. Alasannya, selain agar sendang keluar airnya lagi, juga
anaknya paling suka bermain di pohon beringin itu. Sejenak kami
kongkow-kongkow di sekitar sendang, dua di antara genderuwo yang ada
sempat berujar “njauk udute” (minta rokoknya..!). Kami nyalakan dua
batang rokok, karena mereka tak mau menghampiri, dus kita lempar saja ke
arah mereka. Dan dua batang rokok yang sudah kami nyalakan itu
dihabiskan sampai tinggal filternya. Kami kemudian bergegas melanjutkan
perjalanan, di tengah jalan terdengar suara “arep bali po ? (mau pulang
ya..?)
Apa sebab pohon beringin yang tumbang itu
bisa berdiri lagi? Jawabnya sederhana sekali, seperti di atas. Tak
perlu penjelasan rumit panjang lebar. Tak butuh penjabaran yang
aneh-aneh dan tidak masuk akal. Karena genderuwo memang ada, dan memang
mempunyai tenaga yang sangat besar. Jadi mudah saja membuat pohon
beringin kembali berdiri seperti sedia kala. Jika pohon itu hanya
ditinggali genderuwo dewasa, kiranya mereka enggan mendirikan lagi.
Bangsa genderuwo seperti halnya bangsa manusia, sayang dan melindungi
keluarga beserta anak-anaknya, hingga mereka mau bela-belain membuat
pohon beringin berdiri lagi demi sang buah hatinya tercinta tetap bisa
bermain. Apalagi perkembangbiakan bangsa genderuwo sangat lamban tidak
seperti bangsa manusia yang bisa saja tiap tahun beranak.
HATI-HATI TERHADAP BANGSA GENDERUWO
Rumus hukum alam yang terjadi : setiap makhluk yang dapat berkembang
biak, atau bisa beranak pinak, mereka akan mengalami kematian pula.
Sebaliknya mahluk yang tidak beranak pinak maka tidak ada kematian pula
padanya. Bangsa gendruwo tergolong mahluk yang bisa beranak pinak oleh
sebab itu bisa pula mati. Hanya saja usia rata-rata genderuwo mencapai
ratusan tahun, bahkan ada yang mencapai hingga ribuan tahun. Bangsa
genderuwo juga bisa terbunuh oleh bangsa manusia yang mempunyai
kemampuan jaya kawijayan yang memadai. Demikian pula sebaliknya.
Genderuwo memiliki karakter “pribadi” yang berbeda-beda seperti halnya
bangsa manusia, ada yang santun, lembut, ada pula yang kasar dan kurang
sopan, bahkan ada pula yang kurang ajar suka meniduri wanita dari bangsa
manusia dengan cara berkamuflase mirip seperti wajah suaminya. Lazimnya
gendruwo melakukan hal itu pada saat si suami sedang berangkat pergi
jauh atau keluar kota. Namun bagi para wanita jangan khawatir karena ada
beberapa tips untuk menangkal ulah genderuwo yang jahil ingin meniduri.
Waspadai saat suami berpamitan untuk
pergi misalnya ke luar kota tanpa membawa kendaraan apapun dari rumah.
Namun sebentar kemudian, antara 30 menit hingga 1 jam, suami kembali
pulang ke rumah dengan alasan urung pergi. Wujudnya nyaris sempurna
mirip dengan suami, bedanya ia banyak diam, tak banyak cakap. Biasanya
suami jadi-jadian itu sesegeranya minta dilayani istri untuk berhubungan
intim. Apa bila terdapat tanda-tanda seperti itu pada suami Anda,
pertama cermati dan waspadai segala macam keanehan di luar kebiasaan
suaminya. Untuk membadarkan atau menggagalkan “ilmu” si genderuwo,
sebaiknya segera buatkan air minum misalnya teh atau kopi, atau air
putih dengan gelas atau cangkir. Suruh si suami mencuirgakan itu segera
meminumnya. Jika si suami ternyata merupakan jadi-jadian dari bangsa
genderuwo pasti ia tidak akan besedia untuk meminum minuman yang sudah
Anda sodorkan. Jika mau menyeruput minum yang disajikan istri, maka
penyamarannya akan gagal total. Alias kembali berubah ke wujud asli.
Namun sebelum ketahuan wujud aslinya, biasanya suami jadi-jadian akan
segera lenyap menghilang. Jangan pernah berfikir peristiwa seperti itu
tidak akan terjadi di kota besar atau di zaman modern ini. Karena
anggapan Anda seperti itu tidak selalu benar. Walau jika sampai terjadi
hubungan intim dengan bangsa genderuwo, namun belum tentu mengakibatkan
kehamilan, sehingga bisa saja kasus itu terjadi tanpa disadarinya. Bukan
untuk menakut-nakuti, tetapi seyogyanya fakta ini diketahui untuk
meningkatkan kewaspadaan para istri dan suaminya.
Selain tips di atas, cobalah tips
berikut, ambilah empon-empon dlingo dan bengle. Keduanya cukup dipotong
tipis. Ambil satu potongan untuk masing-masing bahan. Jika sempat,
tumbuk keduanya lalu gunakan oleskan ke bagian mana saja dari tubuh
suami yang mencurigakan tersebut. Atau bisa juga dioleskan ke telapak
tangan Anda, lalu digunakan untuk berjabat tangan atau mengusap tubuh
bagian mana saja si suami yang Anda curigai.
Namun perlu dicatat bahwa tidak semua
bangsa genderuwo wataknya jahil, masih lebih banyak yang santun bahkan
ada pula yang lebih santun dari bangsa manusia kebanyakan, dan tidak mau
menjahili bangsa manusia selama mereka tidak benar-benar terganggu oleh
ulah manusia. Perlu saya tegaskan agar tidak terjadi stigma bahwa
bangsa genderuwo seperti halnya bangsa manusia, ada yang santun, ada
juga yang suka iseng, bahkan tak jarang suka kurang ajar terhadap bangsa
manusia, terlebih lagi bangsa manusia yang tidak ada rasa hormat dan
welas asih kepada bangsa tak kasat mata.
MISTERI KALIBIRU
Tak jauh dari dusun Celapar, terdapat lokasi wisata Kalibiru, terletak
di puncak bukit dengan ketinggian hanya sekitar 500-600 mdpl. Namun jika
Anda berada di atas puncak Kalibiru Anda dapat melihat pemandangan yang
begitu indah dan menawan. Di sisi Barat Laut tampak konfigurasi puncak
Gunung Kelir yang tampak lebih tinggi dari posisi Anda berada di puncak
Kalibiru. Jika Anda memandang ke arah selatan akan tampak waduk Sermo di
mana Anda dapat berlayar dengan perahu wisata keliling waduk di antara
kaki perbukitan Menoreh, di tengah waduk juga terdapat restoran apung
yang menyediakan menu-menu ikan air tawar. Di puncak Kalibiru ini
fasilitas infrastruktur sudah cukup memadai, toilet umum yang bersih,
air yang bening, dan penginapan untuk keluarga maupun untuk rombongan
dengan kapasitas 100 orang. Di puncak ini juga terdapat pendopo dengan
halaman yang lumayan luas yang bisa disewa untuk suatu acara. Wilayah
perbukitan kalibiru telah dibangun oleh Pemerintah setempat jalur wisata
cycling dengan mountainbike, dan track khusus bagi yang gemar
berpetualangan sambil berolahraga dengan sepeda motor jenis trail.
Sehingga menjadikan lokasi ini sangat memadai untuk acara keakraban,
rendezvous, outbond bagi mahasiswa maupun staff kantor atau keluarga.
Apalagi pengelola wisata Kalibiru telah menyediakan bus ukuran ¾
(kapasitas 20-30 orang) yang siap menjemput rombongan dari kota Jogja
maupun wilayah yang berada di sekitarnya seperti Purworejo, Magelang,
Klaten, Solo. Untuk menjemput rombongan dari Jogja ke Kalibiru, tidaklah
mahal Anda cukup merogoh kocek sekitar Rp.500.000-an saja.
Ada yang unik dengan Kalibiru. Beberapa
kali ada kejadian, ada pengunjung yang kesurupan. Dibacakan doa apapun
biasanya tidak sembuh. Rahasianya cukup sederhana saja, bawa orang yang
kesurupan keluar dari wilayah tersebut, nanti akan sembuh dengan
sendirinya. Namun Anda tak perlu khawatir mengalami hal itu, asal Anda
tetap menjaga sikap santun, dalam arti tidak perlu mentang-mentang
merasa ampuh bisa melakukan apa saja, atau tidak percaya samasekali
dengan hal-hal demikian. Saat kami berada di lokasi, sangatlah mafhum
karena Kalibiru merupakan hutan belantara yang berfungsi sekaligus
sebagai hutan lindung. Lebih dari itu, seperti telah saya utarakan di
atas, wilayah pegunungan Menoreh menyimpan banyak misteri, di Kalibiru
banyak terdapat pula batu-batu hitam besar yang nangkring di puncak
bukit. Sejauh yang dapat kami amati, wilayah Kalibiru juga banyak sekali
penghuni dari bangsa halus ; bangsa demit, siluman, dan kebanyakan dari
bangsa genderuwo. Kejadian kesurupan merupakan salah satu bentuk
interaksi antara bangsa halus dengan bangsa manusia. oleh karena itu
justru bagi jiwa-jiwa petualang hal itu malah lebih mengasikkan
tentunya. Kesadaran spiritual kita akan lebih terbuka, wawasan spiritual
kita akan semakin bertambah luas, dan diri kita akan menjadi individu
yang bijaksana dalam memahami kompleksitas jagad raya dengan segala
macam isinya. Kami sendiri membuktikan, jika kita berusaha untuk menjaga
sikap santun, bersahabat atau tidak merasa memusuhi para titah alus,
menghargai dan tidak merusak lingkungan alam, para titah halus itu
justru akan menyambut kita dengan sikap yang sangat baik. Bahkan jika
Anda akan mendapati celaka di wilayah itu, para titah halus itu akan
serta-merta membantu Anda.
TANGGAP TAYUH (Seni Taledek)
Warga
masyarakat dusun Sumber Rejo di sekitar sendang sudah puluhan tahun
terbiasa dengan tradisi menanggap seni tradisional Tayub yang digelar di
areal samping sendang. Adat tanggapan tayub dilaksanakan setiap bulan
Rejeb dilakukan setiap dua tahun sekali. Uniknya, grup tayub harus yang
berasal dari Kecamatan Nglipar Kab Gunung Kidul. Pernah suatu ketika
masyarakat Sumber Rejo menggagas ide untuk mengadakan tradisi Sapar-an
(bulan Sapar) dengan menanggap seni tayub dari daerah setempat. Tidak
hanya itu, kemudian masyarakat punya ide untuk mengganti sekalian
tradisi menanggap tayub tiap bulan Rejeb dengan pagelaran wayang kulit
dan kesenian reog. Sementara itu pentas seni tayub yang semula grup
selalu berasal dari Nglipar GK diganti grup kesenian tayub dari desa
Hargowilis Kec Kokap Kab Kulonprogo. Beberapa tahun gagasan baru itu
dilaksanakan. Tetapi kemudian terjadi kejanggalan karena selama itu pula
sendang menjadi kering tak berair sama sekali. Hingga kemudian terjadi
peristiwa ada seorang warga kesurupan seorang putri bernama Nyai Ambal
Sari minta supaya adat dikembalikan dan dilaksanakan pada akhir bulan
Arwah seperti sediakala. Pemangku adat Noto Susilo desa Sumber Rejo
kemudian mengembalikan tradisi dan jadwal seperti sedia kala. Semenjak
sendang kembali dipenuhi air lagi. Setelah kami lihat langsung ke
lokasi, di sana memang ada yang menjaga sendang bernama Nyai Ambal Sari,
Nyai Sumber Rejo, dan Raden Bagus Jali. Leluhur-leluhur tersebut dulu
kala berasal dari wilayah Keraton Mataram.
Ada beberapa pantangan bagi masyarakat
desa Sumber Rejo. Masyarakat boleh memanfaatkan air sendang untuk
kebutuhan hidup maupun untuk mencuci pakaian. Namun masyarakat dilarang
menggunakan deterjen atau sabun, karena akan mencemari air sendang. Bagi
yang melanggar pantangan, akibatnya cukup serius. Maka warga desa tetap
patuh dan santun menjaga air sendang. Mereka memahami bahwa satu sumber
mata air itu digunakan oleh seluruh mahluk. Binatang, tumbuhan,
lelembut dan bangsa manusia sama-sama membutuhkan sumber air tersebut.
Namun yang paling tegas menjaga sumber air tersebut pada kenyataannya
adalah bangsa lelembut. Tidak akan memberikan toleransi bagi perusak
sumber air tersebut. Sementara itu bangsa binatang dan tumbuhan
sangatlah patuh dan tidak akan pernah merusak sumber air tersebut.
Ironisnya, bangsa manusialah yang paling potensial melakukan perusakan.
Hanya saja bodohnya manusia sendiri, malah menganggap mahluk halus yang
menjaga kelangsungan sumber air dengan sikap tegas menindak siapa yang
merusak, malah dianggap sebagai tindakan agar mahluk halus
disembah-sembah manusia. Di dalam hatinya penuh prasangka buruk.
Harusnya manusia terimakasih kepada mahluk halaus yang menjaga
kelangsungan sumber air sehingga bangsa manusia tetap bisa memanfaatkan
airnya selama ratusan tahun. Jangankan memberikan sesuatu kepada mahluk
halus, mengucapkan terimakasih saja enggan. Malah bersikap sombong
merasa diri sebagai mahluk paling sempurna yang harus ditakuti oleh
bangsa lelembut dan mahluk-mahluk lainnya. Itulah kecongkakan bangsa
manusia yang masih rendah kesadaran spiritualnya. Berlagak preman
kampung.
Apa sih beratnya, jika si penjaga yang
telah sangat berjasa untuk seluruh mahluk hidup itu kalau hanya minta
didatangkan grup seni tayub ? Itupun hanya berlangsung tiap 2 tahun
sekali. Seberapa besar pengorbanan bangsa manusia dan seberapa besar
kesulitannya hanya untuk menanggap seni tradisional yang murah meriah
itu? Itupun tak sebanding dengan berkah dari adanya sumber air yang tak
pernah surut sekalipun digunakan oleh warga masyarakat Sumber Rejo.
Salam Asah Asih Asuh