Allah
tidak akan membiarkan seseorang mengatakan bahwa ia telah beriman
sebelum diuji dengan berbagai cobaan dan penderitaan. Allah menguji
manusia dengan kejadian baik dan buruk. Ada orang yang tahan diuji
dengan kenikmatan namun tidak tahan diuji dengan kesulitan dan
kesengsaraan. Sebaliknya adapula orang yang tahan diuji dengan
kesengsaraan namun tidak tahan diuji dengan kenikmatan. Allah
mengingatkan ini dalam surat Al Ankabut ayat 2-3
2- Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? 3-
Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan
sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Al Ankabut 2-3)
Diantara
manusia ada yang tidak tahan diuji dengan penderitaan dan kemiskinan,
mereka berusaha mencari kekayaan dengan mecari jalan pintas seperti
mencuri, merampok , mengurangi timbangan , menipu, korupsi dan lain
sebagainya. Ada pula yang menempuh cara ghaib dengan membuat perjanjian
dan persekutuan dengan syetan dan Jin pesugihan. Berikut ini kami
sampaikan kisah atau pengalaman orang yang mengambil jalan pintas
mengatasi kesulitan ekonominya dengan mengadakan perjanjian dengan
syetan. Kisah ini kami kutip dari sumbernya “Kisahmistis.blogspot.com”. Mudah
mudahan kisah ini bisa menjadi pelajaran bagi kita , betapa buruknya
akibat yang diderita bagi orang yang mengikuti bujuk rayu syetan.
DISIKSA JIN PESUGIHAN
Penulis : EKO HARTONO
Karena lalai memberikan sesaji dan melanggar pantangan, jin pesugihan itu akhirnya berbalik menyiksanya….
Seorang
laki-laki tua kurus berpakaian compang-camping dan bertampang dekil
terlihat senyum-seyum sendiri di sudut pasar dekat tempat pembuangan
sampah. Setiap orang yang melihatnya pasti sudah tidak menduga kalau
lelaki itu orang gila alias tidak waras.
Dugaan
itu memang tidak salah. Tapi, siapa sangka bahwa laki-laki yang
berpenampilan kotor dan lusuh itu dulunya bekas orang kaya dan pejabat
kepala desa di daerah setempat. Penulis baru mengetahui hal itu setelah
mendengarkan cerita dari pemilik warung makan tempat Misteri kebetulan
mampir.
Dari
penuturan Pak Diman, si pemilik warung, terkuaklah kisah tragedi
memilukan yang dialami oleh Suryo, nama lelaki tak waras itu. Ternyata
penyebab Suryo mengalami sakit jiwa tak lain adalah ulahnya sendiri.
Disebutkan, dia bersekutu dengan iblis untuk mendapatkan kekayaan dan
jabatan.
“Suryo
sangat serakah dan tamak. Dia tidak puas dengan apa yang sudah
didapatkannya. Dia ingin mendapatkan yang lebih dan lebih banyak lagi.
Akhirnya, dia termakan oleh ambisinya sendiri. Kehidupannya menjadi
hancur, menderita, miskin, dan akhirnya…gila. Begitulah keadaannya
sekarang,” Pak Diman menuturkan.
“Bagaimana ceritanya sampai dia bisa bersekutur dengan Iblis, Pak?” tanya Penulis, ingin tahu lebih jauh lagi.
“Ceritanya panjang. Tepatnya dimulai sejak dia masih muda. Kira-kira tiga puluh lima tahun silam….”
Selanjutnya Pak Diman menceritakan riwayat hidup Suryo yang kelam itu. Berikut ini kisah lengkapnya…:
Saat
itu usia Suryo masih sekitar duapuluh tahunan. Sebagai pemuda desa yang
hidup miskin, Suryo diliputi keminderan. Dia jadi kurang pede dalam pergaulan. Apalagi wajahnya tergolong tidak tampan. Hanya pas-pasan.
Namun,
cinta memang tak pandang bulu. Cinta memang tak pernah mengenal kasta.
Tanpa sepengetahuan siapapun, diam-diam Suryo menyimpan perasaan itu
pada Yati, gadis cantik yang tinggal satu kampung dengannya.
Tak
tahan memendam perasaan, Suryo nekad menyampaikan hasrat hatinya kepada
si gadis idaman. Sayangnya, cinta Suryo ditolak mentah-mentah oleh
Yati. Bahkan dengan terang-terangan Yati mencemooh dan mengejek Suryo.
“Cah edan! Tidak mau berkaca. Siapa yang mau sama sampeyan. Muka kayak monyet gitu,” demikian ujar Yati menghina.
Hati
Suryo jadi terluka karenanya. Dengan menyimpan perasaan dendam, dia
lalu pergi ke seorang dukun untuk meminta bantuan gaib. Dia meminta
ajian pengasihan dari sang dukun agar bisa memelet Yati. Si dukun
rupanya tak keberatan membantunya.
Singkat
cerita, dengan hanya bermodalkan selembar rambut milik Yati yang
diambil Suryo secara diam-diam sebagai media pelet, akhirnya Yati
berhasil ditaklukkan. Gadis yang pernah menghinanya itu datang ke
rumahnya dan merengek-rengek minta dinikahi.
Yati
sungguh jatuh cinta setengah mati pada Suryo. Kejadian yang sangat aneh
ini sempat membuat keluarga Yati sedih. Meski mereka tahu Yati seperti
terkena guna-guna, namun mereka tak bisa berbuat apa-apa, karena aji
pelet yang dilancarkan Suryo tergolong tingkat tinggi. Meski mereka
sudah mencari orang pintar untuk mengobati Yati, namuh selalu saja
gagal. Untuk memendung aib yang lebih besar lagi, keluarga Yati akhirnya
merestui perkawinan Yati dengan Suryo.
Namun,
meski menginjinkan Suryo menikahi anaknya, orang tua Yati memberikah
sebuah syarat yang harus dipenuhi Suryo. Syarat itu adalah Suryo harus
bisa memberikan kehidupan yang lebih baik. Mereka tidak mau Yati hidup
miskin dan menderita seperti keluarga Suryo.
“Kalau
sampai anakku ditelantarkan dan hidup dalam kemiskinan, maka aku tak
segan menceraikan kalian. Aku akan ambil anakku kembali!” demikianlah
ancam ayah Yati.
Suryo
menyanggupi permintaan mertuanya. Walau sebenarnya cukup berat untuk
dipenuhinya. Bagaimana tidak berat, dengan status pengangguran dan orang
tua yang miskin, mungkinkah dia bisa memberikan kehidupan yang layak
bagi isterinya? Untuk makan sehari-hari saja Suryo masih tergantung pada
orangtuanya yang hanya bermata pencaharian petani.
Akhirnya
tak ada jalan lain yang bisa ditempuh kecuali mendatangi dukun. Ya,
setelah sukses memelet Yati, tampaknya Suryo ketagihan ingin mengatasi
kesulitan hidupnya dengan jalan mistik.
Kali
ini dia ingin mendapatkan kekayaan dalam waktu relatif singkat. Dia
sering mendengar tentang ritual pesugihan yang bisa membuat orang kaya
mendadak, walau harus menempuh resiko tidak ringan. Suryo akan menempuh
jalan itu.
Dia
kembali mendatangi dukun yang pernah menolongnya. Tapi tidak seperti
saat pertama datang dulu, kali ini sang dukun sempat memperingatkannya.
“Maaf.
Nak Suryo. Bukannya aku tidak ingin membantumu, tapi hal ini mengandung
resiko yang berat. Kamu harus mempersembahkan tumbal dari keluargamu
sendiri sehingga bisa tercapai keinginanmu itu. Selain itu kamu juga
harus bisa merawat dengan telaten kekuatan gaib yang akan membantumu
mencarikan harta kekayaan. Apakah kamu sanggup menghadapinya?” kata sang
dukun.
“Saya sanggup, Ki. Saya capek hidup jadi orang miskin. Saya siap menghadapi resiko apa pun juga!” sahut Suryo dengan mantap.
“Tapi,
Nak Suryo. Kekuatan gaib yang membantu mencarikan kekayaan ini
tergolong ganas dan tingkat tinggi. Jika sampai engkau membuatnya
kecewa, semisal tidak memberikan sesaji tepat waktu atau melanggar
pantangan yang harus dijalani, bisa-bisa makhluk gain itu akan mengamuk
dan berbalik menyakitimu.”
“Saya siap menjalaninya dengan baik, Ki!” tegas Suryo.
Sang dukun termenung sejenak. Karena Suryo tampaknya sudah sangat mantap, akhirnya sang dukun mengabulkan permintaannya.
“Baiklah. Nanti saya akan tuntun Nak Suryo mendapatkan aji pesugihan itu,” katanya setelah diam untuk beberapa saat lamanya.
Begitulah.
Dengan tuntunan sang dukun, Suryo mulai melakukan beberapa ritual untuk
memanggil kekuatan gaib yang bisa membantu mendatangkan kekayaan dalam
waktu singkat.
Salah
satu ritual yang harus ditempuh Suryo adalah keharusan menjalani lelaku
di tengah hutan yang sangat wingit. Namun, karena tekadnya yang sudah
bulat dia tidak merasa gentar walau sedikitpun.
Setelah
menjalankan ritual pesugihan itu, Suryo kembali ke kampug halamannya.
Sesampainya di rumah, Suryo mendapat kabar buruk, ayahnya meninggal
dunia. Kematian ayahnya yang terkesan wajar, disadari Suryo sebagai
bentuk tumbal pertama yang telah dipersembahkannya. Hatinya sedih juga.
Namun segera disingkirkan perasaan itu.
Selanjutnya,
Suryo menjalani hidup seperti biasa, seolah tidak pernah terjadi
apa-apa. Walau sekarang dia sudah memiliki ilmu pesugihan, bukan berarti
uang akan datang begitu saja. Dia tetap harus bekerja sebagai jalan
untuk mendatangkan kekayaan. Pekerjaan yang dijalaninya adalah
berdagang. Mula-mula dia berdagang bakso keliling.
Tapi
tidak seperti kebanyakan pedagang bakso lain yang begitu susah mengais
rejeki, Suryo sebaliknya. Dagangannya selalu laris. Bahkan kemudian
berkembang menjadi besar. Jika tadinya berdagang memakai gerobak, kini
sudah membuka warung sendiri.
Kehidupan
Suryo pun berubah menjadi lebih berada. Banyak orang yang kagum dan
takjub dengan perkembangan hidup Suryo yang begitu pesat. Dalam waktu
relatif tidak lama, Suryo bisa merubah hidupnya sebagai orang kaya. Dia
bisa membeli tanah, membangun toko, membangun rumah, membeli perabotan
mewah, dan membeli kendaraan.
Namun
perubahan hidup Suryo itu bukan tanpa kecurigaan orang-orang di
sekitarnya. Mereka mencurigai kekayaan yang didapat Suryo dilakukan
dengan cara tidak wajar. Hal ini dibuktikan dengan beberapa kejadian
aneh yang melingkupi hidup Suryo. Setiap kali isterinya, Yati melahirkan
anak, selalu bayinya mengalami kematian. Hanya satu orang anak Suryo
yang hidup, tapi anak itu mengalami cacat mental. Para warga menduga,
anak-anak Suryo yang mati itu digantikan sebagai tumbal. Untuk
menghilangkan
kecurigaan orang-orang, Suryo kemudian mengambil anak orang lain untuk
dijadikan anak angkat. Biasanya bayi orang miskin yang tidak kuat
membayar biaya persalinan. Anak-anak itu ditampung di rumahnya. Dia
menjanjikan akan merawat dan menyekolahkan mereka hingga dewasa.
Ada
tiga orang anak angkat yang diasuh oleh Suryo. Karena mereka tidak
mengalami nasib naas seperti anak kandung Suryo, dugaan menumbalkan anak
pun akhirnya sirna.
Namun
kecurigaan masyarakat tidak hilang. Beberapa dari mereka ada yang
memergoki Suryo melarung sesaji di sebuah sungai. Ada juga yang
memergoki makhluk halus besar hitam di belakang rumah Suryo. Mereka
mengira makhluk halus itu sebagai peliharaan Suryo. Sayangnya, tidak ada
seorang pun yang berani mengusiknya.
Sementara
itu Suryo yang telah hidup mapan, dengan memiliki banyak usaha mulai
dari pertokoaan, armada angkutan, perdagangan hasil bumi, dan tanah
perkebunan yang cukup luas, merasa tidak puas dengan apa yang sudah
dimilikinya.
Setelah
kekayaan didapat, kini ada lahan lain yang ingin dinikmatinya, yakni
kedudukan sebagai pejabat. Kebetulan di desa tempat tinggalnya ada
pencalonan kepala desa, Suryo ikut mencalonkan diri.
Dengan
mengandalkan kekayaannya sebenarnya dia bisa membeli suara warga, namun
Suryo masih kurang percaya diri. Dia tidak ingin kalah dari calon lain,
apalagi dia menyadari hanya berpendidikan SMP. Dia takut kalah dari
calon-calon lain yang berpendidikan tinggi.
Akhirnya
dia kembali mencari jalan pintas dengan menemui dukun andalannya. Tapi
sekali lagi sang dukun sempat menghalangi keinginannya itu.
“Buat
apa lagi kamu menjagokan diri jadi kepala desa, Nak Suryo. Bukankah
dengan kehidupan sekarang kamu sudah cukup mapan dan senang. Gaji kepala
desa tidak ada seujung kukunya dari penghasilanmu sebagai pengusaha?”
cetus sang dukun.
“Aku
bukan mengejar kekayaan lagi, Ki. Aku menginginkan kedudukan terhormat
di tengah masyarakat. Dengan menjadi kepala desa, aku akan semakin
disegani dan dihormati. Jadi tolonglah aku, Ki?” desak Suryo.
“Tapi
aku khawatir kamu tidak bisa merawatnya dengan baik, Nak. Untuk merawat
kekuatan gaib ilmu pesugihan saja kamu sudah cukup repot, bagaimana
nanti kalau ditambah kekuatan gaib lain yang digunakan untuk mengangkat
derajatmu sebagai pejabat kepala desa? Apakah kamu sanggup?”
“Aku sanggup, Ki!” jawab Suryo mantap.
Karena Suryo terus memaksa, akhirnya sang dukun mengabulkan.
Memang,
tampaknya Suryo sudah dikuasai ambisinya. Dia sangat tamak dan rakus.
Dia ingin mendapatkan semuanya. Setelah mendapatkan isteri yang cantik,
kekayaan, kini giliran..jabatan.
Setelah
melakukan ritual dan laku untuk beberapa saat, akhirnya Suryo berhasil
mendapatkan apa yang diimpikan. Tidak seperti kekuatan gaib untuk
mendatangkan kekayaan, kekuatan gaib yang membantu meraih jabatan ini
tidak membutuhkan tumbal apa-apa. Hanya saja Suryo harus rajin memberi
sesaji dan merawatnya, karena kekuatan gaib ini juga cukup kuat dan
ganas.
Saat
dilangsungkan Pilkades, Suryo berhasil menang dengan angka mutlak. Kini
dia bisa menduduki tempat terhormat sebagai orang nomor satu di
desanya. Suryo bisa menikmati kejayaan sebagai orang kaya, terhormat,
dan memiliki jabatan bergengsi. Tidak ada orang seberuntung Suryo.
Namun
kehidupan tidak selamanya berlangsung lancar. Kehidupan yang dijalani
Suryo akhirnya berbalik seratus delapanpuluh derajat. Mungkin karena
terlalu terlena dibuai kenikmatan duniawi, Suryo menjadi lalai. Dia tak
lagi memperhatikan kekuatan gaib yang menjadi beking utamanya. Dia lupa
melakukan ritual memberi sesaji, bahkan ada beberapa pantangan yang
sempat dilanggarnya.
Suatu
hari Suryo mendadak jatuh sakit. Tapi anehnya, sakit yang dideritanya
tidak bisa terdeteksi oleh diagnosa dokter. Obat-obatan yang diberikan
pun tidak mampu meredam sakit luar biasa yang mendera tubuhnya.
Suryo
merasakan badannya seolah panas dibakar api dan perih seperti ditusuk
duri-duri tajam. Mungkin itulah bentuk siksaan dari kekuatan gaib yang
marah padanya. Sementara di sisi lain, kedok Suryo yang telah
menggunakan ilmu pesugihan diketahui masyarakat. Hal ini bermula ketika
salah satu anak angkatnya kedapatan mati secara tidak wajar. Orang-orang
mendapati di dalam salah satu ruang di rumah Suryo terdapat aneka macam
ubo rampe yang biasa digunakan untuk acara sesembahan roh halus.
Tak
pelak lagi, hal ini menimbulkan kemarahan masyarakat. Mereka merusak
rumah Suryo. Sementara Suryo sendiri mengungsi ke tempat lain.
Kejatuhan
Suryo tinggal menunggu waktu. Satu persatu usahanya bangkrut dan
hartanya habis karena digunakan untuk mengobati penyakitnya. Malangnya,
Yati, isterinya yang tiba-tiba tersadar dari pengaruh pelet kembali
kepada orang tuannya dan menuntut cerai. Sementara ana-anak angkat Suryo
kembali kepada keluarganya masing-masing. Mereka ngeri setelah mengetahui Suryo bersekutu dengan setan untuk mendapatkan kekayaan.
Akhirnya,
Suryo jatuh miskin dan hidup terlunta-lunta. Dia kehilangan jabatannya
sebagai kepala desa, karena sudah tidak bisa melaksanakan tugasnya
dengan baik. Dia juga kehilangan seluruh harta kekayaannya.
Untunglah,
ada seorang Kyai berilmu yang menolongnya melepaskan siksaan jin
peliharaannya. Tapi sayang, kesembuhan Suryo tidak berlangsung seratus
persen. Dia berubah tidak waras alias edan. Mungkin itu sebagai karma
atau balasan atas perbuatannya bersekutu dengan setan….
Begitulah
kisah yang dialami Suryo. Semoga kejadian nyata ini dapat memberikan
pelajaran berharga pada kita semua, bahwasanya kita jangan sekali-kali
berhubungan dengan Iblis maupun pengikutnya seperti jin dan bangsa halus
lainnya. Sebab, sudah jelas bahwa Iblis menyesatkan hidup manusia. Wallahu’alam bissawab! (sumber kisahmistis.blogspot.com)
DERITA CALON TUMBAL
Oleh : Sekar Ayu
Susi
dan Yani tewas dengan sebuah tanda merah di telapak tangannya. Kini
tinggal Fandi dan ibunya yang tersisa. Siapa yang akan dijadikan
tumbal….
Fandi tampak pucat menghadapi hari yang menegangkan. Ia selalu
tertekan jika saat itu tiba. Resah karena ia mengetahui keberadaan
keluarganya yang makan minum dari hasil pemujaan. Ayahnya memuja setan
dengan mempersembahkan nyawa demi setumpuk harta. Ayahnya telah
mengambil jalan sesat, membuat batinnya selalu tersiksa. Kini hari
permintaan tumbal itu telah dekat, itulah yang membuat Fandi resah.
Keresahan Fandi memang sangat beralasan. Sudah banyak korban manusia
yang telah dijadikan tumbal oleh ayahnya. Termasuk kedua adik
perempuannya yang masih berusia belasan tahun. Fandi pun amat takut
dirinya akan dijadikan tumbal oleh ayahnya. Sementara di rumah itu, kini
hanya tinggal ibunya dan dia yang tersisa. Mereka hanya menunggu waktu
untuk jadi tumbal ayahnya. Celakanya, Fandi tak mungkin lari dari
kenyataan itu.Ditengah lamunan Fandi, wajah Susi dan Yani adiknya melintas dalam ingatan. Wajah yang selalu menggoda dirinya bila sedang bercanda. Benar-benar menyiksa, bayangan itu tak mau pergi dari pelupuk matanya. Mereka terus membayangi sepanjang hari, seperti mengajak Fandi untuk ikut bersama mereka. Atau menyuruh Fandi untuk menghentikan semua penyengsaraan ini. Masih terbayang dalam ingatan Fandi bagaimana kedua adiknya itu meninggal. Tapi hanya tanda merah yang berbentuk seperti bola di kedua telapak tangan serta bercak-bercak merah di kulit tubuh mereka sebagai bukti kematian Susi dan Yani. Namun kenapa kedua orang tuanya tidak merasa heran atas kepergian kedua adiknya yang hanya berselang beberapa hari itu. Tuhan, apa sebenarnya yang sedang menimpa keluarga kami.
Lamunan
Fandi pagi itu terhenti oleh derap kaki yang mendekatinya. Fandi
langsung menoleh dan ternyata langkah kaki itu milik ibunya. Dengan
membawa secangkir teh, Fitri mendekati Fandi yang menyambutnya dengan
senyuman. Perlahan, Fitri, ibunya, mengambil kursi dan duduk berhadapan
dengan Fandi.
“Kenapa pagi-pagi begini kamu melamun? Tidak kuliah?” Tegur Fitri. “Atau kau sengaja berangkat sama sopir? Ayahmu baru saja pergi?” Sambungnya lagi.
Tegur sapa Fitri yang halus dan lembut, membuat Fandi tergagap. Tapi ia berusaha menyembunyikannya. Fandi tak menjawab semua pertanyaan ibunya, ia malah balik bertanya. “Bu, apakah perkebunan kita tidak mengalami perubahan? Kita sudah lama tidak menjenguknya. Bila ibu mau, Fandi ingin mengajak ibu kesana. Sekaligus ada sesuatu hal yang ingin Fandi tanyakan,” kata Fandi mengajak ibunya.
Fandi memberanikan diri mengajak ibunya ke perkebunan dengan harapan dapat mengetahui apakah ibunya benar-benar belum mengetahui kalau ayahnya seorang pemuja setan. Tanpa diduga, ibunya gembira sekali dengan ajakan Fandi.
“Kenapa pagi-pagi begini kamu melamun? Tidak kuliah?” Tegur Fitri. “Atau kau sengaja berangkat sama sopir? Ayahmu baru saja pergi?” Sambungnya lagi.
Tegur sapa Fitri yang halus dan lembut, membuat Fandi tergagap. Tapi ia berusaha menyembunyikannya. Fandi tak menjawab semua pertanyaan ibunya, ia malah balik bertanya. “Bu, apakah perkebunan kita tidak mengalami perubahan? Kita sudah lama tidak menjenguknya. Bila ibu mau, Fandi ingin mengajak ibu kesana. Sekaligus ada sesuatu hal yang ingin Fandi tanyakan,” kata Fandi mengajak ibunya.
Fandi memberanikan diri mengajak ibunya ke perkebunan dengan harapan dapat mengetahui apakah ibunya benar-benar belum mengetahui kalau ayahnya seorang pemuja setan. Tanpa diduga, ibunya gembira sekali dengan ajakan Fandi.
Fitri sebenarnya sedikit was-was karena Fandi tidak biasanya mengajak ke perkebunan. Fandi lebih sering mengajak ibunya belanja ke toko untuk mencari sesuatu. Tapi akhirnya Fitri mengiyakan ajakan anak sulungnya itu. Ia masuk ke dalam dan mengeluarkan mobil dari garasi. Tak lama kemudian berangkatlah mereka ke perkebunan. Perjalanan yang memakan waktu hampir satu jam membuat jantung Fandi berdebar-debar. Ia membayangkan wajah ibunya nanti bila ia menanyakan tentang keberadaan ayahnya. Reaksi seperti apa yang akan ditampakkan oleh ibunya.
Tiba di perkebunan, Fandi menggandeng tangan ibunya sambil mencari
tempat untuk bernaung. Akhirnya mereka singgah di sebuah gubuk reyot
untuk mengobrol. Perlahan-lahan Fandi memegang jemari ibunya dan mencoba
memberanikan diri untuk bertanya. “Sudah berapa lama perkebunan ini
dimiliki oleh ayah Bu?” Tanya Fandi. “Pada saat ayah membeli tanah ini,
Fandi tak mengetahuinya. Padahal gaji ayah ‘kan cuma pas-pasan. Tidak
mungkin ayah memiliki uang sebanyak itu. Apakah mungkin gaji seorang
pegawai Asuransi bisa membeli perkebunan ini. Belum lagi ayah telah
membeli kendaraan dan semua barang istimewa yang saat ini kita miliki?”
Tanya Fandi. Fitri terkejut mendengar pertanyaan yang diucapkan Fandi.
Ia hanya menatap kedua mata Fandi dengan tajam. Tak lama kemudian ia
berdesah, kekhawatirannya selama ini terbukti. Pertanyaan inilah yang
selalu membuat dirinya resah sepanjang malam. “Sebenarnya ibu telah lama
menyimpan rahasia ini, dan baru kali ini ibu membukanya. Bagus sekali
kamu mengajak ibu kesini. Kesempatan seperti inilah yang ibu
tunggu-tunggu. Sekarang kamu sudah dewasa dan mampu berpikir, mana yang
baik mana yang buruk. Kamu dapat membedakannya,” jawab Fitri yang merasa
senang anaknya telah mengetahuinya.
Fitri bicara sambil menahan perasaannya yang tertekan. Betapa dirinya selama ini menyimpan rahasia suaminya di dalam batin. Tiga tahun bukanlah waktu yang pendek untuk menyimpan sebuah rahasia besar yang telah dilalui oleh keluarganya.
Fandi semakin tegang melihat wajah ibunya yang menatap dengan tatapan kosong. Akhirnya ia menepuk bahu ibunya sambil berdehem. “Bu….! Ibu kenapa? Apakah pertanyaan Fandi menyinggung perasaan ibu? Maafkan Fandi bu. Fandi telah lancang, seharusnya Fandi tak boleh begitu.” “Tidak Fandi……!” Celetuk ibunya. “Ibu hanya ragu untuk mengatakan sesuatu padamu,” lanjutnya.
Dengan cepat Fandi menyela ucapan ibunya sambil mencium tangannya. “Cepat bu, katakanlah! Fandi sudah lama sekali menunggu jawaban ini. Rasanya Fandi sudah tak sabar mendengarnya. Masalah ayahkan bu? Sekarang begini saja, dari pada ibu sulit untuk membukanya, biarlah Fandi yang mewakili perasaan ibu.
Mudah-mudahan ibu dapat menerima apa yang akan Fandi katakan. Sebab Fandi sudah mengetahui apa yang telah menimpa keluarga kita. Bukankah ayah itu seorang pemuja bu? Susi dan Yani telah dijadikan tumbal oleh ayah. Kini giliran Fandi dan ibu yang saat ini tengah diincar ayah. Ketakutan inilah yang membuat ibu sering sakit. Sebenarnya Fandipun seperti ibu. tetapi apakah kita akan tinggal diam bu? Apakah kita tidak secepatnya minta pertolongan. Biarlah kita pergi diam.-diam selagi masih ada kesempatan dan belum terlambat,” jelas Fandi panjang lebar.
Betapa terkejutnya Fitri mendengar ungkapan Fandi. Ia tidak menyangka anak sulungnya telah mengetahui ayahnya seorang pemuja. Fitri segera memeluk Fandi sampai bercucuran air mata. Fitri menumpahkan semua jeritan batin yang selama ini menghimpit dadanya. Sementara itu Fandi terlihat sangat lega karena ibunya sudah menerima semua kalimat yang diucapkannya. Keberadaan ayahnya sebagai seorang pemuja setan, telah terungkap. Dengan bersimbah air mata, Fitri melepaskan pelukannya. Perlahan ia mengusap kedua matanya lalu kembali menatap wajah Fandi dengan sayu. “Semua yang kau katakan adalah benar Fandi. Masalah inilah yang selalu mengganggu pikiran ibu. Saranmu akan ibu turuti, dari pada kau dan ibu dijadikan korban oleh ayahmu!” Jawab Fitri.
“Mari kita pulang Fandi. Takut ayahmu pulang lebih awal dari biasanya,” ajak Fitri pada anaknya.
Fandi mengangguk sambil bergegas melangkahkan kakinya menuju mobil. Sementara Fitri mengikutinya dari belakang. Tanpa banyak bicara, Fandi langsung menstater mobil dan segera meluncur pulang. Sampai di rumah, Fitri menerobos masuk ke dalam rumah dan langsung berganti pakaian. Setelah itu ia segera beristirahat untuk meninggalkan jejak bahwa dirinya pulang dari bepergian. Sedangkan Fandi duduk di kursi tamu sambil membaca koran. Dalam hatinya berkecamuk rencana yang telah disepakati dengan ibunya.
Tak lama kemudian Sasmito ayah Fandi tiba. Mendengar suara suaminya, Fitri pura-pura tidur. Sementara itu Fandi merasa bersyukur karena ayahnya tidak mengetahui bahwa ibu dan dia pulang dari perkebunan. Malam nampak cerah, purnama bersinar terang. Tapi Fandi dicekam ketakutan menyaksikan purnama itu. Hatinya begitu gelisah. Siapakah yang akan dijadikan tumbal oleh ayahnya pada Purnama ini? Keringat Fandi mengucur deras membasahi kemeja yang ia kenakan. Ia beranjak dari ranjangnya, Fandi mengkhawatirkan keadaan ibunya. Perasaannya gelisah seperti akan terjadi sesuatu pada ibunya. Fandi bergegas mendatangi kamar tidur ibunya dan langsung mengetuk pintu kamar.
“Bu, bu……! Ini Fandi bu! Tolong bukakan pintunya bu. Fandi mau bicara. Apakah ibu tidak sholat Isya’ dulu?” Lama Fandi menunggu, tapi tak satupun pertanyaan dijawab. Akhirnya ia mengintip melalui lubang kunci. Tiba-tiba Fandi berteriak nyaring memanggil ayahnya.”Ayah…..! Ayah…..! Tolong ibu ayah!” Teriak Fandi.
Sasmito menghampiri Fandi sambil bertanya, “Ada apa Fandi? Kenapa dengan ibumu?” “Lihat ayah! Pintu kamar ini terkunci dari dalam. Saat Fandi memanggil-manggil ibu, ia tak menyahut. Sepertinya ibu sedang sakit ayah.”
Sasmito nampak panik.
Ia
segera mendobrak pintu tersebut bersama Fandi lalu berlari masuk ke
dalam kamar. Fandi bersama ayahnya langsung menghampiri ranjang melihat
Fitri tergolek lemah di atasnya. Dan, semua teriakan tak satupun
didengar Fitri.
“Fitri, bangun Fitri! Ada apa denganmu Fitri!” Sasmito dan Fandi menangis sambil menjerit-jerit.
“Fitri jangan tinggalkan aku Fitri. Aku tidak sanggup hidup tanpa kau disisiku!” Sasmito terus berteriak sambil memeluk tubuh istrinya.
“Fandi…..! Ibumu sudah tiada. Ibu sudah menghadap Tuhan. Ini memang salah ayah Fandi. Maafkan ayah.” Sasmito berbicara sambil meratap, ratapan yang sangat memilukan. Ia menangis bagai bayi yang baru lahir. Hatinya hancur atas kepergiaan Fitri yang telah dijadikan tumbal olehnya. Isak tangis Sasmito terdengar sangat mengharukan. Tapi Fandi merasa muak dengan sikap ayahnya.
Mendadak Fandi marah, ia sudah sekian lama memendam kebencian terhadap ayahnya. Kebencian itu muncul akibat perlakukan ayahnya yang tega menjadikan kedua adiknya sebagai tumbal. Apalagi kini ibunya tewas menyusul kedua adiknya. Ibunya telah menjadi korban atas pemujaan ayahnya.
“Fitri, bangun Fitri! Ada apa denganmu Fitri!” Sasmito dan Fandi menangis sambil menjerit-jerit.
“Fitri jangan tinggalkan aku Fitri. Aku tidak sanggup hidup tanpa kau disisiku!” Sasmito terus berteriak sambil memeluk tubuh istrinya.
“Fandi…..! Ibumu sudah tiada. Ibu sudah menghadap Tuhan. Ini memang salah ayah Fandi. Maafkan ayah.” Sasmito berbicara sambil meratap, ratapan yang sangat memilukan. Ia menangis bagai bayi yang baru lahir. Hatinya hancur atas kepergiaan Fitri yang telah dijadikan tumbal olehnya. Isak tangis Sasmito terdengar sangat mengharukan. Tapi Fandi merasa muak dengan sikap ayahnya.
Mendadak Fandi marah, ia sudah sekian lama memendam kebencian terhadap ayahnya. Kebencian itu muncul akibat perlakukan ayahnya yang tega menjadikan kedua adiknya sebagai tumbal. Apalagi kini ibunya tewas menyusul kedua adiknya. Ibunya telah menjadi korban atas pemujaan ayahnya.
“Ayah benar-benar tega berbuat seperti ini. Kenapa ayah lakukan pada kami? Kami butuh kebahagiaan. Kami tidak butuh harta! Beginilah jika ayah tidak percaya dengan adanya Tuhan!” Makian Fandi yang terdengar mengutuk, terlalu pedas bagi Sasmito. Namun Sasmito tidak sedikitpun membalas makian anak sulungnya itu. Sasmito menyadari semua kesalahannya. Akhirnya Fandi keluar dari kamar dan segara memanggil para tetangga untuk memberitahukan kematian ibunya. Usai itu Fandi kembali ke kamar menemui jenazah ibunya. Tubuh Fitri terbujur kaku, tergolek di atas ranjang didampingi Sasmito. Wajahnya tampak pucat dan keriput di wajahnya semakin nampak jelas. Beberapa orang tetangganya berdatangan untuk melayat. Sasmito terlihat shock, ia hanya termenung saat melihat tubuh istrinya dibopong keluar untuk dimandikan. Sementara itu Fandi mengiringnya dari belakang sambil melihat sebuah tanda yang sudah ia kenal. Tanda yang menyebabkan kematian ibunya.
Esok harinya, setelah Fitri dimandikan jasadnya segera dimakamkan. Fandi, Sasmito dan seluruh warga menghantarkan jasad Fitri hingga ke pemakaman. Derai air mata Fandi dan Sasmito mengiringi kepergian Fitri hingga masuk ke liang kubur.
Selesai pemakaman, Fandi nampak shock dan frustasi. Semangat hidupnya kini sudah tiada lagi. Satu demi satu orang-orang yang dicintainya telah pergi meninggalkannya. Untuk apalagi dirinya bertahan hidup. Mungkin hanya untuk menunggu gilirannya dijadikan tumbal. Kegundahan hati Fandi yang terlihat nyata dapat dipahami Sasmito. Perlahan-lahan Sasmito mendekati Fandi dan memeluknya sambil berkata, “Kau akan kemana Fandi? Apa kamu akan pergi meninggalkan ayah? Ayah mengakui kesalahan ayah membuat ibu dan kedua adikmu pergi. Tapi tolong dengar kata-kata ayah. Pada waktu itu ayah tergoda oleh harta. Tapi semua itu ayah lakukan demi kehormatan keluarga kita yang selalu dihina karena hidup dalam kemiskinan. Ayah sungguh khilaf waktu itu dan tidak berpikir panjang. Sekarang tolong bantu ayah untuk menyelamatkan ayah. Ayah tak ingin kaupun dijadikan tumbal bagi Raja Siluman itu. Kau harus selamat, biarlah ayah sendiri yang menanggung akibatnya.” Hati Fandi terketuk juga oleh kata-kata ayahnya. Walau ayahnya telah salah mengambil jalan, ia tetap ayah kandungnya. Fandipun segera keluar dari rumah tanpa mau disertai ayahnya. Fandi akan berusaha mencari solusi yang bisa melindungi dirinya dan menyelamatkan nyawanya. Dengan berat hati dan perasaan tak karuan Fandi melangkahkan kakinya menembus udara bebas sambil terus berharap semoga nyawanya dapat terbebas dari cengkeraman Ratu Pemilik Harta. (Sumber kisahmistis.blogspot.com)
Demikianlah
dua kisah yang memilukan dari orang yang tidak tahan menghadapi ujian
dan cobaan hidup dengan kemiskinan kemudian mengambil jalan pintas
dengan membuat perjanjian dengan syetan pesugihan. Mudah mudah ini jadi
pelajaran bagi kita bahwa apa yang dijanjikan syetan hanyalah tipuan dan
kebohongan. Allah menjanjikan kesejahteraan dan keselamatan di dunia
dan akhirat, dan Allah tidak pernah mengingkari janjiNya.
Syetan
juga membuat janji yang menggiurkan, namun janji syetan itu hanyalah
tipuan dan kebohongan. Orang yang tidak teguh Imannya terpedaya oleh
tipu daya syetan tersebut, yang berakhir dengan penyesalan
berkepanjangan. Allah mengingatkan dalam surat Al Israak ayat 64
Dan tidak ada yang dijanjikan oleh setan kepada mereka melainkan tipuan belaka.(Al Israak 64)
by: http://www.fadhilza.com/2011/01/tadabbur/perjanjian-dengan-syetan-pesugihan.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com