pic by: blog bagindaery
Saat masuk ruang kelas, pasti ribut
sendiri, dan saling berebut memilih tempat duduk. Urusan memilih tempat duduk
adalah hal yang wajar, karena tanpa kita sadari pasti selalu memilih tempat
duduk yang strategis untuk kenyamanan saat belajar.
Namun susana kelas ku saat ini begitu
ekstrim masalah posisi tempat duduk. Tak seperti biasanya, hampir sebulan ini
terutama anak perempuan di kelasku selalu berangkat pagi-pagi. Ini sangat
kontras sekali jika melihat mereka datang terlalu pagi, bahkan di luar kebiasaan
mereka sebelumnya. Yah memang sih tidak ada larangan untuk berangkat terlalu
pagi. Namun yang membuat aneh kebiasaan itu adalah tujuan dan motif mereka
untuk datang pagi adalah menghindari duduk di bangku deretan paling depan.
Aku sendiri juga masih belum tahu kenapa
ada pergeseran presepsi yang sebelumnya mereka biasa-biasa saja dan tidak ada
yang dipermasalahkan masalah bangku depan atau belakang. Diantara anak
laki-laki yang sempat membicarakan masalah itu adalah aku dan Pras, sering
sekali kami melihat fenomena itu semakin gak wajar tingakah laku mereka terlalu
ekstrim.
“lihat
deh, Gas, coba deh kamu perhatikan tingkah laku anak perempuan yang semakin
hari semakin ekstrim” wajah Pras begitu meyakinkan, urat didahi serta penekanan
kalimatnya jelas sekali. Dan menunjuk anak-anak perempuan yang menyeret bangku
yang ada didepan ke belakang.
“ekstrim
?? maksudnya kebiasaan mereka yang sekarang gak mau duduk di bangku deretan
paling depan?” aku menanggapi perkataan Pras tadi, dengan antusias.
“ya
iyalah Gas, aku jadi curiga kenapa mereka begitu ekstrim dan seolah histeris
dan terlalu takut untuk duduk didepan,..” wajah serius Pras berubah menjadi
wajah kwahatir dan nada bicara yang membuatku jadi merasa takut juga
mendengarnya.
“hemmm,
kamu benar Pras... mencurigakan sekali, sepertinya ada yang disembunyikan dari
anak perempuan terhadap anak laki-laki masalah bangku depan, di ruang kelas
kita.” Balasku dengan nada yang datar namun sedikit curiga dan penasaran
Ruang kelas dengan fasilitas yang
sederhana, papan tulis di depan adalah saksi bisu aktivitas yang terjadi di
kelas ku. Bangku-bangku tak bernyawa yang kami duduki juga seolah menyimpan
misteri sendiri. Ada beberapa coretan, dengan kata-kata jorok, ada tulisan
nakal, tulisan aspirasi-asprasi yang tak tersampaikan hingga kata-kata cinta
kelas emperan. Jendela kaca berlapis jeruji besi. Pintu tua yang hanya diam dan
terbuka saat ada aktivitas pembelajaran di kelas. Tidak ada yang eneh memang,
namun akhir-akhir ini suasana kelas kami terasa aneh.
Hari
ini saja suasana ruang kelas terlihat begitu aneh, tidak seperti biasanya,
daretan bangku depan anak perempuan selalu kosong dan tidak ada yang mau duduk
di bangku depan. Mereka seperti anak kecil yang takut melihat jarum suntik dan
bersembunyi, menghindari duduk di deretan bangku paling depan. Bangku depan
seperti di deskriminasi, andai saja bangku depan itu dapat bicara pasti mereka
sedih di anak tirikan, tidak diperhatikan dan merasa dikucilkan.
“untuk teman-teman perempuan, silakan
bangku depan di isi dulu, dan jangan diseret ke belakang soalnya posisi bengku
seperti ini terlihat tidak nyaman” tiba-tiba suara Kamal, mengagetkan kami.
Gaya bicara yang khas menyampaikan
pengumuman didepan kelas, dengan postur tubuh yang tinggi dan besar
memang pantas sekali dijadikan ketua kelas.
“gak mau” hampir serentak anak perempuan
menolak permintaan ketua kelas kami, mereka tetap menyeret bangku depan ke
belakang, dan mengosongkan bangku depan, dengan begitu posisi bangku yang ada
tepat di belakang bangku depan jadi berubah posisi menjadi bangku depan. Namun
ruang kosong di depan semakin luas, sedangkan jatah ruang di belakang semakin
penuh, hampir memadati jalan yang ada di depan pintu kelas. Sungguh ironis. Apa
yang salah dengan bangku depan.
Aku dan beberapa anak laki-laki hanya
bisa diam dan membiarkannya begitu saja. karena aku tahu, kami sudah sama-sama
dewasa, tidak pantaslah jika kami memaksa, mereka juga punya hak mau duduk di
manapun asal jangan duduk di tempat dosen. Kamal dengan wajah sedikit jengkel
namun masih terlihat kalem dan santai dengan senyumannya yang pasrah, hanya
menggelengkan kepala, dan kembali duduk ke tempat duduknya semula.
Keadaan ini semakin hari semakin menjadi,
yang terlihat jelas adalah saat kami diajar oleh salah satu dosen yang
menjengkelkan dan aneh. Wajah ketakutan, gugup, dan khawatir bercampur menjadi satu. Anak perempuan yang
semula terlihat cantik dan manis kini berubah wajah, menjadi gugup dan was-was,
perubahan ini sangat jelas sekali. Seperti melihat hantu mereka benar-benar
tampak gelisah. Diajar dosen yang tidak kami sukai, rasannya itu seperti masuk
di ruang introgasi, tangan dan kaki di tali, mulut disekap, dan dipaksa
mendengarkan kata-kata yang tidak penting sungguh membosankan. Aku juga jengkel
dengan dosen yang satu ini.
Mitos yang beredar yang pernah aku dengar
dari cerita-cerita ini adalah saat aku mencoba bertanya masalah ini pada Westa.
Kebetulan aku dekat dengan Westa sudah lama, dan aku ingin tahu kenapa sekarang
anak-anak perempuan selalu menghindari duduk di bangku paling depan.
Sepulang kuliah aku sempatkan untuk
bicara dengan Westa. Butuh kesabaran bertemu dengan Westa, harus nunggu lama,
di depan kelas, karena Westa seperti ibu-ibu arisan yang sedang ngerumpi
bersama teman-temannya, ya temannya juga tapi aku tidak mau ikut pembicaraan
mereka, mending dengerin musik dan nunggu Westa keluar.
“Gas, gak pulang?” tanya Prass yang asyik
dengan memainkan layar sentuh yang di
genggamnya, dengan wajah yang masih terlihat suntuk setelah kuliah yang
membosankan tadi.
“enggak Pras, masih nunggu Westa dulu”
jawabku santai.,sambil terus melirik ke dalam kelas
“nunggu Westa? Ngapain nunggu Westa
cerewet itu, “ lirik Prass dengan nada meninggi,
“kamu gak pengen cari tahu misteri bangku
depan Prass” goda ku kepada Prass, dan memang sengaja aku menggoda dan membuat
penasaran. Aku tahu Prass orang yang mudah aku pengaruhi.
“beneran Gas, serius?” ah kayaknya aku
sudah gak tertarik lagi deh Gas,” dengan gaya yang sok, tidak butuh teman dia,
mencoba gantian mempengaruhi ku,
“aku sudah tahu Gas, penyebab kenapa anak
perempuan kelas kita gak suka duduk didepan?..” dengan tatapan yang meyakinan,
ditambah senyum dari wajahnya dia terlihat seperti tukang hipnotis. Dan aku
seperti korbannya. Aku masih terdiam dan tidak begitu saja mempercayainya.
Aku masih terdiam, seolah tak tertarik
dengan apa yang dikatakan Prass. Melihat layar sentuh digengamanku, mengalihkan
pandangan dan masih gelisah menunnggu Westa.
“hai, udah lama ya..,! dengan wajah polos
yang sok akrab”Westa menghampiri kami yang sejak tadi seperti dua orang pelayan
menunggu yang sang putri keluar dari istana.
Aku tidak langsung menjawab, melirik ke
jam tangan yang ku pakai, dan menununjukanya pada Westa.
“uppzzt, maaf ya Gas, kalo udah bikin
kamu nunggu” wajah lugu itu muncul lagi, ditambah senyum manis dari bibir tipisnya. Prass, yang ada disampingku hanya
menoleh dan diam.
“lho Prass juga diajak ta,”lirik Westa
kepada Prass.
“yee.., emang gak boleh” balas Prass,
“lha tadi katanya Bagas, dia cuma ingin
ngobrol dengan ku, kok jadi kamu juga ikut seh,” wajah Westa berubah lebih
sinis menanggapi perkataan Prass tadi,
“udah-udah kalian ini, malah ribut
sendiri” aku masuk ke dalam pembicaraan mereka, yang semula hanya diam. Aku
takut akan terjadi adu argumen, antara Prass dengan Westa. Karena beberapa hari
yang lalu mereka terlihat ada konflik. Sebab Prass, saat maju ke depan
presentasi. Dan kebetulan Westa, adalah anak yang tidak puas begitu saja dengan
apa yang dia dengar, lalu terjadilah adu argumen yang seru, dan Prass merasa
tidak terima, untung suasana lebih tenang kembali saat dosen datang. dan lebih
membela argumen dari Westa.
“ayo, mending kita ngobrol di dekat taman
yang ada disamping gedung ini” aku mengajak mereka, untuk berdiskusi tentang
misteri bangku depan.
Setelah membeli beberapa camilan dan
minuman, kami mencari tempat duduk yang nyaman, dibawah rindang pohon palem,
dan disebelah kolam ikan. Taman ini memang di desain sebagi tempat
beristirahat. Bangku panjang, berderat, berhadap-hadapan dengan meja kecil
diantaranya. Banyak mahasiswa, berkumpul, mengerjakan tugas kelompok disini.
Yang membuat taman, ini lebih nyaman lagi, dekat dengan koperasi kampus yang
menyediakan berbagai kebutuhan mahasiswa. Akirnya pembicaraan kami mengenai
misteri bangku depan dimulai.
“ada apa seh Gas, kamu tiba-tiba ngajak
ngobrol” nada Westa meninggi, di ikuti gerakan tangannya yang mengambil
cemilan. Dan melirik ke arahku,
“gini lho Wes, sebenarnya gak ada
apa-apa, namun aku penasaran dengan tingkah laku teman-teman di kelas, terutama
anak perempuan yang akhir-akhir ini terlihat ektrim tidak mau duduk di bangku
depan.” Jelas ku kepada Westa, dengan nada pensaran.
“oh.., itu ya Gas, tak kira mau nanya
soal apa..” Westa terlihat cengar-cengir dengan senyum nakalnya.
“iya Wes, aku dan Prass, tadi sempat
membahas hal ini di kelas, tau sendiri kan, Kamal sang ketua kelas juga
menyinggungnya tadi”
“alah kau ini terlalu alay tau Gas,”
westa memotong kalimatku
“bener kan Gas, tanya sama Westa enggak
dapat jawaban malah ngajak ribut” Prass tiba-tiba ikut dalam pembicaran yang
tadi hanya diam, seolah cuek dengan bermain gadget layar sentuhnya yang
terbaru.
Aku kembali melirik ke arah Prass, Westa
terlihat diam, namun masih mengunyah camilan.
“gini lho Gas, sebenarnya itu gak ada
apa-apa, dan gak perlu di permasalahkan, masalah bangku depan itu, masa bodo
lah, dan suka-suka mereka kan mau duduk dimana,” penjelasan dari Westa terlihat
serius.
Angin tiba-tiba berhembus, daun palem
juga saling bergesekan, mendung mulai terlihat, tanda-tanda hujan mulai terlihat.
“bener kan Gas, kalo menurutku kenapa
anak perempuan gak mau duduk di depan, selain kelas kita memang pas-pas an,
jadi kalo duduk di depan itu pasti panas, apalagi kalo pagi dan siang cahaya
matahari yang menembus jendela kaca akan langsung menembus dan menyilaukan mata
bila duduk di depan” tambah Prass, yang sekarang satu pendapat dengan Westa.
Dan mencoba untuk melirik Westa
“Yups, betul itu Gas, penjelasan dari
Prass tadi memang masuk akal, aku setuju dengan argumen dari Prass,”
“wah kok tumben kamu Wes, sekarang
membela Prass, bukankah kemarin kalian sempat adu otot gara-gara adu argumen
saat presentasi. Aku menggoda mereka berdua.
Akhirnya aku malah jadi sasaran cubitan
dari Westa dan tepukan tangan yang memukul lenganku. Prass hanya memakiku
dengan kata-kata khas nya,
“ah kau Gas, sekarang sudah jelas kan
masalah misteri bangku depan” Prass kembali bicara.
“aku setuju Prass dengan teori mu tadi,
selain faktor *******, ternyata penjelasan dari mu tadi cukup logis, mengingat
posisi anak perempuan kan selalu di sebelah barat, sedangkan anak laki-laki
disebelah timur, jadi terlindungi dari cahaya matahari yang masuk ke kelas.”
Tambah ku panjang lebar.
Westa malah cengar-cengir dan tertawa
melihatku.
“iyalah, Gas gak mungkin juga hanya
gara-gara masalah sepele ini seperti di film-film horor yang kalo duduk di
bangku kosong langsung ke surupan” jelas Westa lagi sambil tertawa.
“iya-iya, tapi siapa yang tahu juga soal
itu, siapa tahu juga, karena bangku depan itu di diskriminasi, dan tidak
ditempati ada makhluk halus atau jin yang beralih menempatinya” aku sedikit
mengarang cerita dan menakut-nakuti Westa.
“apa-apaan seh Gas, gaka lucu kali, hari
gini masih terlalu percaya hal takhayul kayak gitu” terdengat kalimat Westa
sedikit takut. Mendung juga sudah mulai gelap, dan suara petir juga sudah
terdengar, tanda-tanda hujan. Dan tidak terasa sudah hampir 2 jam kami disini.
“wah Gas, mau hujan ni, ayo pulang saja”
ajak Prass.
“iya Gas, ayo pulang sebelum kehujanan”
Westa juga terlihat sudah ingin sekali cepat –pulang.
“iya deh ayo pulang, keburu hujan”. Kami
bertiga pulang, ternyata gak ada yang aneh masalah bangku depan, memilih tempat
duduk. Ya suka-suka kenapa harus dipermasalahkan, kalo dipandang sebagai hal
aneh dan misteri memang terlalu alay, bukan karena faktor******** tapi juga
bisa karena faktor lain. Sebelum menuju parkir kami melewati depan kelas kami,
dan tak sengaja aku mengintip ruang kelas melalui jendela. Dan aku sempat kaget
saat posisi bangku kelas kami acak-acakan seperti di obrak-abrik oleh seseorang.
Padahal ruang kelas sepi tak ada orang. Dan setelah kami keluar tidak ada lagi
yang memakai ruang kelas kami, karena hari ini, jadwal kami adalah jadwal
terkahir.Jangan-jangan.............
Punya kisah menarik / cerpen hasil karya anda,kirimkan ke email: bagindaery@gmail.com untuk ditampilkan disitus ini.
Sekian
Cerita ini hanya
fiktif belaka. Mohon maaf bila ada kesamaan nama, tempat dan suasana.
by: http://azzria22.blogspot.com/2013/04/misteri-bangku-depan.html
0 komentar:
Posting Komentar
1 SHARE DARI ANDA SANGAT BERHARGA BUAT BANYAK ORANG, SAMPAIKANLAH WALAU 1 AYAT, SEMOGA BERMANFAAT.
Jika anda merasa artikel diatas berguna dan bermanfaat bagi banyak orang, silahkan share / bagikan artikel diatas ke banyak orang lewat facebook / twitter anda.
Semoga anda mendapatkan pahala setelah membagikan artikel diatas, semoga setelah anda bagikan banyak bermanfaat buat semua orang, amin.
( Sampaikanlah walau satu ayat, untuk kebaikan kita semua )
Salah satu cara mencari pahala lewat internet adalah dengan menyebarluaskan artikel, situs/blog dan segala kebaikan yang diperoleh darinya kepada orang lain. Misalnya adalah kepada keluarga, sahabat, rekan kerja dan sebagainya.
Apa Pendapat Anda Tentang Artikel Diatas
Silahkan gunakan profile ( Anonymous ) jika anda tidak mempunyai Account untuk komentar
Jika anda ingin berpartisipasi ikut menulis dalam blog ini atau ingin mengirim hasil karya tulisan anda, membagikan informasi yang bermanfaat buat banyak orang lewat tulisan anda silahkan kirim tulisan anda ke email saya bagindaery@gmail.com
Tulisan anda akan dilihat dan dibaca oleh ribuan orang tiap harinya setelah anda mengirimkannya ke bagindaery@gmail.com